• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.3. Hasil Wawancara Mendalam

4.3.4. Input dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran

Komponen input dalam proses perencanaan dan penganggaran program KIA berkaitan dengan kuantitas SDM, jenis dan kuantitas pelatihan SDM, ketersediaan sarana pendukung, ketersediaan biaya dan regulasi pendukung untuk pelaksanaan proses perencanaan dan penganggaran. Informan untuk memperoleh informasi tentang hal tersebut adalah Kepala Sub Bagian Program. Berikut ini dapat dijabarkan hasil wawancara dengan informan, seperti pada Tabel 4.24.

Tabel 4.24. Hasil Wawancara tentang Input dalam Perencanaan dan Penganggaran Program KIA

Informan Jawaban

Pertanyaan 1 Berapa jumlah tenaga kesehatan (SDM) yang terlibat dalam proses penyusunan rencana kegiatan program KIA di Dinas Kesehatan?

Siapa saja?

Kalau kualitas tenaga perencana kita ketahui kalau di bidang Kesehatan Keluarga itu ada berbagai basik dari pada pendidikan, ada yang SKM, gizi dan bidan jadi kita untuk menyatukan suatu perencanaan yang mungkin kita minta dari puskesmas itu harus benar-benar yang merasa kita mengena dengan apa yang kita mau.

Jadi kalau untuk perencana itukan di bidang program. Karena untuk menyatukan salah satu pendapat misalnya kita katakan basiknya dari umum ini saya rasa ini kalau saya ini tapi kita diskusikan menjadi suatu kesimpulan yang kita rasa itulah solusi yang terbaik di perencanaan.

Pertanyaan 2 Apakah ada pelatihan tenaga perencana di Dinas Kesehatan?

Ada pelatihan tenaga perencana di bidang melalui dana EMAS Kalau tenaga perencana di bagian program itu belum ada. Kita biasanya untuk merencanakan sesuai dari masalah-masalah yang timbul dari puskesmas yang mungkin urgen tuk dilakukan, kita akan bugetkan untuk tahun depan, kita usulkan melalui LK atau TOR itu yang saya tunggu apakah disetujui atau tidak.

Pertanyaan 3 Apakah sarana pendukung dalam proses penyusunan rencana kerja program KIA sudah memenuhi?

Kalau dibidang Kesga Belum semua bisa memenuhi, kita lihat saja jumlah komputer nya kurang, printer yang bolak-balik rusak... tapi ya kalo mendesak bisa saja dikerjakan semuanya, tetapi di bidang perencanaan sudah memadai.

Pertanyaan 4 Apa ada regulasi atau dasar hukum yang digunakan dalam menyusun program kerja bidang kesehatan ibu dan anak?

Ya ada, seperti Perda KIBBLA

Pertanyaan 5 Apakah ada alokasi anggaran khusus dalam proses penyusunan rencana kerja program KIA?

Tidak Ada, belum diusulkan sampai saat ini

Berdasarkan Tabel 4.24. di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan input dalam perencanaan dan penganggaran secara keseluruhan belum memadai.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Proses Perencanaan dan Penganggaran Program KIA

Perencanaan sebagai suatu proses berkesinambungan yang mencakup pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu atau kenyataan-kenyataan yang ada dimasa datang. Adanya perencanaan program KIA merupakan salah satu bentuk perencanaan program pada organisasi publik yaitu di SKPD Dinas Kesehatan, dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

Dalam proses perencanaan tersebut melahirkan suatu rencana program yang termaktub dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), artinya dalam proses perencanaan juga terintegrasi penganggaran.

Langkah-langkah proses perencanaan meliputi identifikasi masalah, perumusan masalah, penentuan tujuan, identifikasi kegiatan/program, penyusunan rencana kegiatan dan anggaran serta integritas perencanaan. Keseluruhan proses perencanaan tersebut dimaksudkan untuk upaya percepatan pembangunan kesehatan.

Pemilihan lokasi penelitian adalah di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dengan analisa merupakan salah satu kabupaten yang memiliki kesenjangan porsi anggaran untuk KIA yang rendah dibandingkan dengan alokasi anggaran bidang-bidang lain/program lainnya, serta masih ditemuinya permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak. Informan dalam penelitian ini adalah

seluruh komponen yang terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang terdiri dari unsur pemerintah desa/kelurahan, unsur pemerintah kecamatan, unsur tim anggaran pemerintah daerah, unsur DPRD yaitu komisi D, kepala puskesmas dan unsur Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar informan berusia lebih dari 35 tahun yaitu sebanyak 12 orang (75,0%), dan mayoritas berpendidikan tamatan sarjana yaitu sebanyak 8 orang (50,0%) dan masa kerja >10 tahun yaitu sebanyak 11 orang (68,8%). Keadaan tersebut mendeskripsikan bahwa secara umum informan yang ditemui adalah individu yang berperan aktif dan sudah berpengalaman dalam menyusun perencanaan program/kegiatan, dan secara kompetensi sudah memiliki pendidikan kategori tinggi yaitu sudah sarjana, sehingga mempunyai pengetahuan yang baik dalam menyusun suatu rencana program kesehatan.

5.1.1 Analisis Situasi, Perumusan Masalah dan Penentuan Tujuan Program Analisis situasi, perumusan masalah dan penentuan tujuan merupakan langkah awal dalam proses perencanaan dan penganggaran program kesehatan. Analisis masalah dalam suatu perencanaan program kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak dimaksudkan untuk mengkaji kebutuhan (need assesment) yang didasarkan pada fakta yang objektif tentang permasalahan yang berkaitan kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak.

Proses analisis situasi, perumusan masalah dan penentuan tujuan program kesehatan dilakukan sebelum dibahas dalam musrenbang desa dan kecamatan. Hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan langkah-langkah analisis masalah dilakukan oleh unsur desa, kecamatan dan puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis situasi dan masalah kesehatan ibu dan anak cenderung tidak dilakukan oleh perwakilan desa dan kecamatan, dan umumnya hanya dilakukan analisa masalah kesehatan secara keseluruhan. Secara keseluruhan porsi masalahnya lebih dominan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat di wilayahnya seperti masalah sandang dan masalah perbaikan jalan serta pembangunan fisik. Hal ini seperti petikan wawancara salah satu informan dari unsur pemerintah kecamatan, yaitu:

“Kalau permasalahan kesehatan ibu dan anak biasanya ga ada lah, cuman itukan biasanya dari dinas, program dinas”

Kondisi tersebut mendeskripsikan bahwa permasalahan KIA belum menjadi perhatian oleh pihak desa dan kecamatan, dan hanya dibebankan kepada instansi kesehatan seperti puskesmas dan dinas kesehatan. Pada tingkat puskesmas pun hal ini belum dilakukan secara spesisifik, namun masih digabung dengan masalah kesehatan lainnya.

Padahal pada level musrenbang desa dan kecamatan diharapkan masalah KIA menjadi perhatian penting masyarakat sehingga dapat menjadi masukan dan menjadi prioritas program saat musrenbang desa dan kecamatan. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam program kesehatan ibu dan anak. Suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai pemberdayaan bila mampu

memperkuat, meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakat setempat.

Organisasi kemasyarakatan sebagai potensi masyarakat di bidang kesehatan, perlu mendapat perhatian karena kegiatannya sampai pada tingkat operasional, seperti Posyandu dan desa siaga.

Secara konseptual Posyandu dan Desa siaga merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada, dimana masyarakat sebagai pelaku upaya kesehatan sangat besar manfaatnya. Desa siaga merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Posyandu merupakan upaya yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar guna mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.

Beradasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2012, dari 394 desa/kelurahan ada 287 desa/kelurahan (72,84%) sebagai desa siaga aktif, 85 (5,87%) Posyandu Pratama, 674 Posyandu Madya (46,51%), 690 posyandu aktif terdiri dari 673 Purnama (46,45%), dan 17 mandiri (1,17%). Data menunjukkan secara kuantitas upaya pemberdayaan masyarakat sudah baik, namun mengingat permalahan KIA di masyarakat masih belum dipandang sebagai prioritas masalah kesehatan maka pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan. Gani (2001) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat bukan hal yang mudah

untuk dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan upaya yang optimal agar tercapai peran serta masyarakat yang harapkan.

Peran serta masyarakat pada umumnya masih terbatas pada fase sekedar terlibat dan menjadi bagian dari kegiatan, sehingga mempengaruhi kualitas peran masyarakat dalam Upaya Kesehaatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Untuk itu upaya restrukturisasi desa siaga dan revitalisasi posyandu perlu dilakukan.

Restrukturisasi desa siaga aktif dan revitalisasi posyandu dapat dilakukan melalui peningkatan dan perberdayaan kader dalam upaya peningkatan peran serta masyarakat bukan hanya dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tetapi juga kemampuan untuk cepat mengambil keputusan dan memudahkan akses terhadap pelayanan kesehatan (Pranata, dkk., 2011).

Langkah-langkah berikutnya yang berkaitan dengan analisis situasi seperti penentuan prioritas masalah kesehatan ibu dan anak juga masih belum dilakukan secara sistematis dan belum mengarah pada program kesehatan ibu dan anak yang penting untuk diusulkan dalam anggaran, sehingga berimplikasi terhadap keberhasilan penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak di kabupaten Deli Serdang, minimal di wilayah kecamatan dan puskesmas. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008a), metode skoring dapat digunakan untuk memberikan nilai terhadap penyebab masalah yang telah diidentifikasi. Batasan kriteria yang digunakan berupa: a) besarnya penyebab masalah yaitu kesenjangan antara target tahun sebelumnya dengan tahun terakhir, b) kepentingan yaitu gambaran seberapa jauh pelayanan dianggap penting untuk ditanggulangi, c) kemudahan/kelayakan artinya

seberapa jauh masalah pelayanan dapat ditanggulangi, dapat dilihat dari tersedianya sarana, prasarana, SDM, metoda, dana, dan teknologi, d) dukungan untuk perubahan adalah besarnya dukungan dari stakeholder dapat berupa kebijakan, dana dan keterlibatan, e) resiko adalah besarnya resiko apabila penyebab masalah tidak segera ditangani.

Fenomena lain yang ditemui saat penelitian bahwa analisis masalah dan prioritas masalah sampai pada tahap penentuan tujuan program cenderung tidak didasarkan pada perencanaan dari bawah seperti desa, kecamatan dan puskesmas tetapi masih ditentukan oleh Dinas Kesehatan, artinya Dinas Kesehatan melalui Bidang Kesehatan Keluarga menentukan sendiri program apa saja yang perlu diusulkan dalam rencana program kesehatan Dinas Kesehatan.

Fenomena ini disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman tenaga perencana di level bawah seperti desa, kecamatan dan puskesmas terhadap proses perencanaan program kesehatan ataupun program lainnya akibat minimnya bahkan tidak ada pelatihan tentang perencanaan dan penganggaran program kerja. Pelatihan tersebut hanya untuk tenaga perencana di Dinas Kesehatan saja, itupun hanya di bagian Seksi Kesehatan Ibu, meskipun pada praktiknya proses analisis masalah dan penentuan prioritas masalah tidak dilakukan sesuai mekanisme yang seharusnya, misalnya melalui metode skoring, pendekatan analisa SWOT, dan pendekatan analisis pohon masalah.

Hasil penelitian Symond (2006), ketersediaan dan kemampuan sumber daya manusia dalam penyiapan perencanaan di Dinas Kesehatan Kota Padang masih

terbatas. Menurut Syafrawati (2006), keberhasilan suatu rencana erat kaitannya dengan kemampuan seseorang, dimana faktor yang memengaruhi kemampuan seseorang adalah pendidikan dan pelatihan. Sejalan dengan Sukarna, dkk., (2006) bahwa terdapat hubungan yang positif antara peningkatan pengetahuan perencanaan dengan mutu perencanaan yang dibuat. Semakin tinggi peningkatan pengetahuan maka semakin baik mutu rencana yang dibuat.

Konsekuensi dari tidak benarnya cara analisa masalah dan penentuan prioritas masalah adalah tidak terakomodirnya masalah kesehatan ibu dan anak yang penting untuk diintervensi dan diusulkan dalam rencana kerja dan anggaran, dan praktis berimplikasi terhadap pencapaian indikator kinerja program kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh.

Penelitian Saifuddin (2007) juga mendeskripsikan hal yang sama bahwa penentuan analisis masalah di tingkat kecamatan dan puskesmas cenderung mengikuti alur dan indikator kinerja yang sudah ditetapkan, dan jenis program sudah ditentukan.

Seyogyanya mekanisme analisis masalah kesehatan didasarkan pada petunjuk teknis perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu dari kementerian kesehatan RI, bahwa semua unsur yang terkait dalam proses analisis masalah harus dilibatkan dan didasarkan pada data yang akurat dan sesuai dengan kondisi objektif, dan dilakukan secara sistematis.

Fakta lain juga menunjukkan bahwa meskipun ada usulan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rapat musrenbang desa dan kecamatan namun tidak semua diakomodir dalam RKA SKPD, apalagi jika tidak

ada usulan yang berkaitan dengan program tersebut. Hal ini sangat berdampak terhadap porsi anggaran yang disahkan terhadap program-program kesehatan ibu dan anak.

Berikut petikan wawancara dengan unsur pemerintah kecamatan:

“Biasanya tidak semua disetujui, sepengetahuan saya masalah KIA umumnya yang disetujui masalah gizi bayi dan balita”

Bahkan berdasarkan telaah dokumen, kegiatan yang masuk dalam usulan musrenbang kecamatan dan sudah masuk dalam RKA dan DPA SKPD tahun 2014 berupa kegiatan pengadaan makanan tambahan bagi balita kurang gizi dan ibu hamil KEK, justru akan dihapus di Dokumen Pelaksanaan dan Perubahan Anggaran (DPPA) SKPD tahun 2014 karena adanya pengurangan pagu di Dinas Kesehatan pada PAPBD akibat tidak tercapainya pendapatan daerah.

Untuk menanggulangi hal ini perlu dibuat analisis prioritas masalah, kemudian dibuat berbagai upaya kegiatan untuk selanjutnya dilakukan penentuan prioritas kegiatan sehingga apabila anggaran program terbatas, kegiatan dapat dikurangi sesuai dengan prioritasnya. Ada berbagai kriteria untuk memilih prioritas kegiatan yaitu: a) konsistensi yaitu kegiatan sesuai dengan strategi nasional dan rencana kerja kabupaten/kota yang sudah ada; b) evidence based, kegiatan yang telah terbukti efektif dalam menanggulangi masalah kesehatan; c) penerimaan, kegiatan dapat diterima oleh semua institusi terkait termasuk masyarakat setempat; d) mampu laksana, kegiatan mampu dilaksanakan berdasarkan kondisi setempat, fasilitas, SDM, dana, dan infrastruktur yang dibutuhkan tersedia/bisa didapat (Depkes RI, 2008a).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2007), bahwa output dari analisis masalah kesehatan suatu program kesehatan termasuk kesehatan ibu dan anak adalah (1) diperolehnya gambaran besaran masalah kesehatan dan distribusinya menurut penduduk, tempat dan waktu, (2) diidentifikasinya faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, mencakup faktor resiko lingkungan dan perilaku, (3) dapat diketahuinya pencapaian program tahun yang lalu, (4) adanya informasi tentang kesenjangan (gap) dalam pencapaian target menurut program dan wilayah puskesmas, (5) melahirkan kebijakan pembangunan kesehatan nasional dan daerah (termasuk target program), serta (5) hal-hal yang perlu diprioritaskan dalam rencana tahun mendatang.

Dalam rapat musrenbang kecamatan dapat juga diidentifikasi berbagai permasalahan yang muncul di wilayah desa dan kecamatan. Akan tetapi secara teknis tidak dapat dibuktikan dengan data yang akurat, sehingga ada kecenderungan muncul usulan rencana kegiatan tanpa ada dan tidak tepatnya tolok ukur dan indikator kinerja.

Identifikasi permasalahan KIA secara umum sudah sering dilakukan dengan melibatkan berbagai komponen yang ada di daerah, namun faktanya identifikasi masalah kesehatan ibu dan anak saja belum berbasis data dan informasi yang akurat dan terpercaya. Dampak sistemik dari kesalahan identifikasi masalah kesehatan ibu dan anak adalah kesalahan dalam intervensi program kesehatannya, baik dalam skala lokal maupun nasional, maka sampai kapanpun permasalahan kesehatan ibu dan anak tidak dapat diselesaikan. Persoalan lainnya adalah masih lemahnya sistem

pengawasan dan evaluasi dari seluruh program kesehatan yang sedang berjalan maupun program kesehatan yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya.

Seiring dengan kebutuhan, kesehatan ibu dan anak merupakan kebutuhan vital dan penting dilakukan, maka perlu adanya pendekatan dan improvisasi intervensi yang dilakukan dengan mengikutsertakan seluruh unsur masyarakat, dan dukungan pembiayaan yang terukur dan dapat berdayaguna, serta didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi untuk melaksanakan program kesehatan ibu dan anak baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Berdasarkan fakta objektif di atas, maka peneliti dapat memberikan deskripsi metode yang normatif untuk menganalisis situasi dalam mengidentifikasi program apa saja yang dinilai penting untuk program KIA yaitu dengan menggunakan pendekatan analisa SWOT. Analisis SWOT dengan hasil survei internal tentang Strenghts (kekuatan) dan Weakness (kelemahan), dan survei eksternal atas Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman) atau analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang, dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Dasar dalam analisis SWOT ini adalah visi, misi, kebijakan, strategi, tugas pokok dan fungsi Bidang Kesehatan Keluarga serta situasi terkini masalah KIA di Kabupaten Deli Serdang tahun 2014. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dilakukan analisa SWOT untuk identifikasi permasalahan KIA di Kabupaten Deli Serdang yaitu seperti tertera pada Tabel 5.1:

Tabel 5.1. Analisa SWOT Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Masalah Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Deli Serdang

Faktor Internal

Kekuatan (Strenghts) Kelemahan (Weakness) S1 Tersedianya sarana dan prasarana

pendukung program KIA

W1 Rendahnya penggunaan sistem informasi mendukung program KIA S2 Tersedianya anggaran untuk

program kesehatan

W2 Kurangnya koordinasi antar bidang dan lintas sektoral

S3 Tersedianya SDM kesehatan W3 Kurangnya kompetensi SDM Kesehatan

S4 Adanya dukungan kebijakan dan regulasi pemerintah daerah

W4 Kurangnya keterpaduan perencanaan dengan anggaran

Faktor Eksternal

Peluang (Oppurtunities) Ancaman (Threats) O1 Adanya komitmen lokal, nasional

dan dunia terhadap peningkatan kesehatan ibu dan anak

T1 Tingginya jumlah kematian ibu, bayi dan balita

O2 Globalisasi, transparansi dan reformasi birokrasi termasuk bidang kesehatan

T2 Masih ada daerah terpencil yang sulit terjangkau

O3 Pembiayaan dan kebijakan pusat untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak

T3 Ketidakpedulian stakeholder dengan permasalahan kesehatan ibu dan anak

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat dibuat tabel matriks evaluasi faktor internal dan eksternal untuk kemudian dilakukan pembobotan sehingga diketahui total skor bobot faktor internal dan eksternal (Lampiran 3). Total skor bobot faktor internal diperoleh 3,15 artinya sudah di atas nilai rata-rata Hal ini menunjukkan Dinas Kesehatan memiliki kekuatan internal yang baik.

Untuk skor total bobot faktor eksternal didapatkan sebesar 2,70 artinya juga sudah di atas rata-rata yang menunjukkan Dinas Kesehatan sudah mampu memanfaatkan peluang yang ada dan ancaman yang muncul. Namun bila dilihat dari

skor total bobot masing-masing untuk peluang dan ancaman, peluang memiliki skor yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan Dinas Kesehatan berada pada kuadran I dengan penekanan pada pertumbuhan (agresif).

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan ketika suatu organisasi berada pada Kuadran I yaitu (Assauri, 2013):

a. Pengembangan pasar, yaitu strategi memperkenalkan produk baru atau produk yang ada di daerah atau segmen pasar yang baru.

b. Pengembangan produk, yaitu strategi peningkatan penjualan dengan menekankan perbaikan dari program yang ada atau pengembangan produk baru,

c. Penetrasi pasar, yaitu strategi peningkatan penjualan produk yang ada melalui upaya pemasaran yang lebih insentif dan maksimal

d. Pertumbuhan konglomerasi, yaitu strategi ekspansi aktivitas bisnis perusahaan yang dapat berupa ekspansi internal dan eksternal melalui merger

e. Integrasi horizontal merupakan upaya untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kendali di atas para pesaing dengan melakukan mengakuisisian satu atau lebih perusahaan yang beroperasi sama.

f. Integrasi ke depan adalah upaya untuk mendapatkan kepemilikan atau peningkatan atau peningkatan pengendalian atas distributor atau pengecer.

g. Inovasi merupakan strategi perusahaan yang berorientasi pada pertumbuhan dengan pengembangan produk baru untuk meningkatkan kompetensi produksi dan pemasaran.

Berdasarkan telaah faktor internal dan eksternal program KIA tersebut, maka dapat diformulasikan strategi SWOT yaitu:

Tabel 5.2. Matriks SWOT Program Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Deli Serdang

Faktor Internal

Faktor Eksternal

S

1. Tersedianya sarana dan prasarana pendukung program KIA

2. Tersedianya anggaran untuk program kesehatan

3. Tersedianya SDM

kesehatan

4. Adanya dukungan

kebijakan dan regulasi pemerintah daerah

W

1. Rendahnya penggunaan Sistem Informasi mendukung program KIA

2. Kurangnya koordinasi antar bidang dan lintas sektoral.

3. Kurangnya kompetensi SDM Kesehatan

4. Kurangnya keterpaduan perencanaan dengan anggaran

O Strategi SO Strategi WO

1. Adanya komitmen lokal, nasional dan

1. Optimalisasi program KIA melalui efesiensi anggaran (S2, O2, O1) 2. Optimalisasi program

KIA dengan

pemberdayaan SDM kesehatan (S3, O2, O3) 3. Optimalisasi dukungan

kebijakan program KIA dengan tuntutan

globalisasi dan reformasi birokrasi (S4, O2)

1. Penggunaan sistem

informasi untuk mendukung pelaksanaan

program KIA (W1, O1)

2. Peningkatan kualitas SDM kesehatan dalam pelaksanaan program KIA (W2, O3)

3. Peningkatan koordinasi antar bidang dan lintas program dalam birokrasi bidang kesehatan (W2, O2)

4. Peningkatan keterpaduan

perencanaan dan anggaran guna efisiensi

pembiayaan (W4, O3)

Tabel 5.2. (Lanjutan)

T Strategi ST Strategi WT

1. Tingginya jumlah kematian ibu, bayi

1. Efisiensi alokasi anggaran untuk program KIA sesuai dengan kebutuhan

masyarakat (S2, T2) 2. Optimalisasi dukungan dan

kebijakan pemerintah daerah dengan melibatkan berbagai stakeholder dalam program KIA (S4, T3) 3. Peningkatan kualitas SDM

kesehatan dalam menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita (S3, T1)

1. Meningkatkan koordinasi lintas sektoral sampai menjangkau daerah yang sulit ditangkau (W2, T2) 2. Meningkatkan

penggunaan sistem informasi untuk menurunkan angka

kematian ibu, bayi dan balita (W1, T1)

3. Peningkatan kompetensi

SDM kesehatan khususnya di wilayah

sulit dijangkau (W3, T2) Berdasarkan telaah formulasi strategis SWOT di atas, maka dapat dijabarkan bentuk program KIA yang lebih mengakomodir kebutuhan masyarakat dengan landasan regulasi yang ada, kebijakan serta tuntutan agenda MDGs, yaitu:

Tabel 5.3. Formulasi Program KIA di Kabupaten Deli Serdang

No Tujuan Sasaran Program

1. Program peningkatan promosi kesehatan ibu dan anak

2. Program perbaikan gizi ibu hamil, ibu bersalin dan balita/bayi

3. Program pelayanan kesehatan bagi ibu hamil resiko tinggi 4. Program pelayanan kesehatan

bagi bayi/balita risiko tinggi 5. Penyusunan SOP pelayanan

KIA di puskesmas

6. Supervisi pelayanan KIA di unit layanan di bawah puskesmas

Tabel 5.3. (Lanjutan)

No Tujuan Sasaran Program

7. Program peningkatan promosi kesehatan ibu dan anak

8. Program perbaikan gizi ibu hamil, ibu bersalin dan balita/bayi

9. Program pelayanan kesehatan bagi ibu hamil resiko tinggi 10. Program pelayanan kesehatan

bagi bayi/balita risiko tinggi 11. Penyusunan SOP pelayanan

KIA di puskesmas

12. Supervisi pelayanan KIA di unit layanan di bawah puskesmas 13. Evaluasi dan monitoring data

12. Supervisi pelayanan KIA di unit layanan di bawah puskesmas 13. Evaluasi dan monitoring data