• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Media Massa dalam Politik Pencitraan

1. Iklan Politik

Dinamika politik pencitraan pada Pilpres 2009 ditandai oleh semakin banyaknya parpol dan kandidat presiden yang menggunakan biro iklan dan jasa konsultan untuk pengolahan pesan politik serta untuk mengkonstruksi citranya di mata publik. Riset AC Nielsen menujukan bahwa sepanjang 2008 iklan politik menghabiskan dana Rp 2,2 triliun atau naik 66 persen dibandingkan tahun 2007.

43

Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, 44Ibid.

45

Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”, Artikel diakses pada 7 September 2011 dari http://berita.liputan6.com/read/172256/belanja-iklan-politik-habiskan-dana-rp-22-triliun

Sebesar Rp. 1,31 triliun masuk media cetak, sisanya Rp 862 miliar di televisi dan Rp 86 miliar di majalah.46 Sedangkan belanja iklan partai politik di media massa

dalam kuartal pertama 2009 sudah mencapai Rp 1,065 triliun. Angka ini meningkat tiga kali lipat dibanding pemilu 2004.47

Pemanfaatan iklan politik dianggap sebagai alat yang efektif untuk mengangkat popularitas dan mengkontruksi citra politik partai serta kandidatnya. Dengan kecepatan penyampaian pesanya, iklan menjadi alternatif utama sebagai alat kampanye partai. Politik pencitraan sendiri menduduki posisi penting untuk mempengaruhi sikap politik para konstituen dan opini publik terutama dalam hal menentukan pilihan politiknya yang diekspresikan melalui tindakan menjelang pemilihan umum. Menjelang pilpres 2009 Partai Gerindra pun turut terlibat ke dalam iklim politik tersebut (politik pencitraan). Konstruksi pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra bertujuan untuk membentuk image (citra) positif Parbowo Subianto yang menjadi kandidat Presiden dari Partai Gerindra pada pilpres 2009. Oleh karena itu, Partai Gerindra berusaha mengemas sedemikian rupa citra tokoh (Prabowo) agar mampu memikat masyarakat.

Penggunaan iklan sebagai penyalur informasi politik disebabkan karena meluasnya arus moderenisasi atau globalisasi ke beberapa negara di dunia dan telah melahirkan perubahan mendasar terhadap cara-cara politik dikomunikasikan, khususnya dalam strategi kampanye. Salah satu perubahan tersebut menurut Stayer adalah ditinggalkannya kampanye dalam bentuk komunikasi interpersonal

46Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”,

47Vennie Melyani, “Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 Triliun”, Artikel diakses pada 31 Agustus 2011 dari http://www.tempo.co/read/news/2009/04/28/090173209/Belanja-Iklan-Partai-Politik-Mencapai-Rp-1-Triliun

langsung (direct campaign) dan digantikan oleh bentuk kampanye media (mediated-campaign). 48

Kemudian Fritz Plasser menjelaskan, paling tidak terdapat lima faktual global yang menandai perubahan praktek dan gaya kampanye di dunia saat ini, yaitu:

1. Meningkatnya komunikasi kampanye yang berpusat pada televisi.

2. Makin pentingnya iklan politik di televisi dengan konsekuensi makin meningkatnya anggaran dana kampanye.

3. Debat antara para pemimpin politik di televisi makin dianggap penting. 4. Kampanye saat ini makin berpusat pada kandidat, bahkan di negara-negara

yang menganut sistem pemilihan daftar partai, bukan daftar orang.

5. Makin meningkatnya peran manajer kampanye profesional dan konsultan politik dari luar partai.49

Apa yang di analisis Plasser pada poin kedua yaitu pentingnya iklan politik juga sangat relevan apabila ditarik pada konstelasi politik di Indonesia, khususnya pada era reformasi ini. Di Indonesia periklanan politik telah menjadi alat kampanye yang diprioritaskan para kandidat atau partai politik menjelang pemilihan umum. Kemunculan iklan politik di Indonesia mulai terlihat pada saat pemilu 1999 berlangsung. Peristiwa ini didukung oleh aturan kampanye yang di adopsi oleh KPU dan tertuang dalam Surat Keputusan KPU Nomor 11 Tahun 1999 tentang tata cara kampanye pemilu, khususnya di media elektronik.50

48

Danial. Iklan Politik TV, h. 36. 49Ibid. h. 36-37.

50

Selanjutnya, aturan ini menegaskan bahwa kampanye dilakukan secara monologis dan dialogis yang disiarkan di TVRI dan RRI dengan keharusan bagi televisi-televisi swasta untuk menyiarkannya. Menurut mantan Mentri Penerangan Yunus Yosfiah, berdasarkan koordinasi

Kemudian pada pemilu 2004 dan pemilu 2009 pertumbuhan iklan politik ini semakin subur. Jumlah spot iklan di media massa meningkat berkali-kali lipat.

Televisi menjadi media yang paling diminati untuk beriklan karena dinilai lebih efektif menjangkau konstituen. Dalam ilmu marketing, iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan si pelaku pemasang iklan.51

Pada umumnya iklan dibuat dengan tujuan yang sama yaitu untuk memberi informasi dan membujuk para konsumen untuk mencoba atau mengikuti apa yang ada di iklan tersebut, dapat berupa aktivitas mengkonsumsi produk dan jasa yang ditawarkan.52 Kemudian dalam konteks politik iklan juga sering

dijadikan alat untuk mengkomunikasikan program-program, visi-misi partai serta untuk membangun citra partai dan kandidat. Dalam marketing politik “iklan” bisa

disebut “iklan politik”, hal ini sengaja dibedakan karena umumnya iklan politik

berbeda dengan iklan komersial bisnis. Iklan politik memainkan peran strategis dalam politik. Riset Falkow dan Cwalian dan Kaid menunjukan, Iklan politik berguna untuk beberapa hal:

1. Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandididat. 2. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak pastian pilihan

karena mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu.

antara Departemen Penerangan dan KPU diatur bahwa setiap partai politik berhak mendapat jatah siaran kampanye monologis selama 10 menit dan 30 menit untuk kampanye dialogis. Ibid. h. 169

51Phyrman, “Definisi Iklan, Efek dan Iklan Korporat”, diakses pada 15 November 2011 dari http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/definisi-iklan-efek-dan-iklan-korporat.html

3. Alat untuk melakukan rekonfigurasi (memperbaiki figur) citra kontestan. 4. Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu.

5. Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu tertentu.

6. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para konstituen terhadap kandidat dan program politik.53

Konten atau muatan dalam iklan politik memiliki dua macam fokus utama isi iklan, yaitu iklan isu atau program dan iklan citra kandidat. Yang dimaksud dengan iklan isu adalah ilkan-iklan politik televisi kandidat yang fokus pada isu-siu yang menjadi concern (perhatian) masyarakat secara umum atau posisi kebijakan, seperti kebijakan ekonomi, pajak, kebijakan luar negeri, topik-topik yang terkait dengan kesejahtraan sosial, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan iklan yang lebih menjual citra adalah iklan-iklan politik televisi yang lebih menjual karakteristik personal atau kualitas yang ada pada sang kandidat, seperti latar belakang, pengalaman, langkah atau prestasi yang telah dibuat sebelum pencalonan, karakter, dan sebaginya.54

Wiranto, dalam diskusi bertajuk, “Dengan Iklan Politik Menuju Kontrak Politik”, mengatakan iklan-iklan politik TV lahir karena arus perkembangan politik di Indonesia memang menempatkan citra sebagai prioritas penting. Hal ini disebabkan oleh perkembangan media yang telah sedemikian maju dibandingkan pada pemilu-pemilu sebelumnya. Media telah digunakan untuk menjangkau target konstituen politik, mencapai tujuan politik, dan mengatasi hambatan-hambatan

53

Budi Setiyono, Iklan dan Politik: Menjaring Suara dalam Pemilihan Umum, (Jakarta: AdGoal Com, 2008), h. 346-347.

54

komunikasi secara geografis ataupun psikografis mengingat besarnya jumlah dan luasnya sebaran konstituen.55

Pada saat ajang persaingan politik khususnya pada persiapan menjelang Pilpres 2009, semarak iklan politik tumbuh subur menghiasi berbagai media massa nasional maupun lokal. Riset AC Nelsen yang dilakukan sepanjang 2008, dimana iklan politik menghabiskan dana Rp 2,2 triliun atau naik 66 persen dibandingkan 2007. Sebesar 1,31 triliun yang masuk media cetak, sisanya Rp 862 miliar di televisi dan Rp 86 miliar di majalah.56 Kemudian pada kuartal 2009 iklan

partai politik dimedia massa mencapai 1, 065 miliar.57 Temuan Nilsen tersebut

menjadi bukti bahwa pada pemilu di Indonesia beberapa biro iklan atau iklan politik di percaya dan digunakan sebagai alat yang efektif untuk memperoleh dukungan publik. Masing-masing partai politik dan kandidatnya berusaha untuk menghimpun dukungan publik dengan menggunakan jasa iklan politik. Partai Gerindra juga turut serta tampil sebagai partai yang melakukan promosi dan pembentukan citra melalui iklan politik. Masih mengutip riset Nielsen, tidak kurang dari Rp 66 miliar Partai Gerindra menghabiskan dana untuk mendapatkan kurang lebih 4 ribu spot iklan.58

55Ibid. h. 190.

56Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”,

57Vennie Melyani, “Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 Triliun”,

58

49

dan