• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partai Gerindra merupakan partai baru di kancah perpolitikan nasional, namun peran Partai Gerindra dalam mempromosikan gagasan-gagasan politiknya kepada masyarakat cukup signifikan. Terbukti dari beberapa program politik yang

ditawarkan oleh Partai Gerindra sebagian telah mendapatkan tempat di hati masyarakat. Sebagai contoh ide tentang wacana ekonomi kerakyatan, melalui gagasan ini Partai Gerindra mampu menjalin hubungan langsung dengan elemen masyarakat secara luas. Wacana ekonomi kerakyatan Partai Gerindra diaplikasikan melaluli berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti melaksanakan pelatihan keberbagai daerah, melakukan penyuluhan terhadap para pedagang tradisional serta mempererat relasi dengan berbagai organisasi-organisasi ekonomi.16

Ide mengenai wacana ekonomi kerakyatan17 menjadi popular menjelang

pilpres 2009. Wacana ini menjadi serangan balik terhadap kebijakan ekonomi pemerintah yang dinilai terlalu liberal dalam kebijakan ekonominya. Sehingga masyarakat Indonesia terjebak pada sistem ekonomi pasar (sistem ekonomi liberal)18 yang telah memporak-porandakan perekonomian bangsa. Kemudian

yang terjadi malah sebaliknya masyarakat semakin terpojokan oleh struktur

16

DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009,(Jakarta: Gerindra, 2008), h. 40-42.

17

Selanjutnya, Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Di mana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Lihat, Sarbini Sumawinata, Politik ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 161.

18

Selanjutnya, sistem ekonomi pasar atau liberal adalah sebuah sistem di mana adanya kebebasan baik untuk produsen maupun konsumen untuk berusaha yang didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi mekanisme pasar, jadi semua mekanisme pengaturan harga diserahkan ke pasar (tergantung mekanisme supply dan demand). Umumnya sistem ekonomi liberal di anut oleh negara-negara yang berada di kawasan barat (Amerika dan Eropa) seperti yang paling terkenal adalah negara adi daya Amerika Serikat yang belakangan terkena krisis keuangan. Ekonomi pasar (liberal) adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh-tokoh penemu liberal klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi liberal tersebut mempunyai kaitannya dengan "Kebebasan alami" yang dipahami oleh tokoh-tokoh ekonomi liberal klasik tersebut. Lihat Deliarnov, Ekonomi Politik,(Jakarta: Erlangga, 2006), h. 211.

ekonomi tersebut (ekonomi liberal) yang berkembang jauh dari nilai keadilan. Pada situasi demikian, Partai Gerindra ingin memberikan alternatif kepada bangsa dan negara agar tercipta Indonesia makmur dan sejahtera.19

Istilah wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut pada saat ini selain demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat sipil dan lingkungan hidup. Kata wacana juga sering digunakan oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Banyaknya perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana maka mempengaruhi terhadap perluasan makna atas wacana itu sendiri.

Wacana atau discourse berasal dari bahasa latin yang berati lari kian kemari. Alex Sobur memberikan definisi wacana sebagai Komunikasi pemikiran dengan kata-kata, ekspresi, ide, gagasan, konservasi atau percakapan.20 Samsuri,

mendefinisikan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang suatu peristiwa komunikasi, terdiri dari seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu bisa menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.21

Michel Foucault mengartikan wacana tidaklah dipahami sebagai serangkaian kata atau proposisi dalam teks, tetapi sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep, atau efek). Wacana dapat di deteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berfikir dan bertindak

19

DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 3 20

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 9-10. 21Ibid. h. 10.

tertentu.22 Kemudian menurut Emile Benveniste, wacana sebagai modus

komunikasi verbal (kebahasaan) tempat posisi si penutur tampak dengan jelas.23

Dari sebagian penjelasan di atas, bahasa merupakan unsur pokok dan penting dalam sebuah wacana. Menurut Nimmo, bahasa adalah proses komunikasi makna melalui lambang. Bahasa salah satu sistem komunikasi yang tersusun dari kombinasi lambang-lambang signifikan (tanda dengan makna dan tanggapan bersama bagi orang-orang), didalamnya signifikasi lambang-lambang itu lebih penting daripada situasi langsung tempat bahasa itu digunakan, dan lambang-lambang itu digabungkan menurut peraturan tertentu.24

Karena wacana memiliki keterkaitan yang erat dengan bahasa, bahkan wacana sering disebut peristiwa bahasa. Maka dari itu, usaha untuk menganalisa wacana banyak melibatkan bahasa atau studi kebahasaan sebagai pisau analisisnya. Dalam hal ini, penulis tidak akan terlalu memfofuskan pada kajian kebahasaan atau analisis bahasa yang begitu mendalam, akan tetapi dalam pandangan penulis ada bagian yang menarik untuk diperhatikan dalam studi kebahasaan yaitu karakter bahasa itu sendiri yang memberikan ruang bebas pada subjek (penutur) untuk mengungkapkan suatu pernyataan atau dengan kata lain bahasa tidak bebas nilai. Jadi unsur subjektifitas dalam penggunaan bahasa sangat mungkin terjadi sehingga di dalam penggunaan bahasa maupun wacana sangat mungkin mengandung maksud tersendiri dari subjek (penulis/penutur). Maksud tersembunyi dari subjek tersebut bisa berupa politisasi, ideologis, kuasa,

22

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS , 2001), h. 65.

23

Pahmi Sy, Politik pencitraan, h. 48. 24

Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 84-85.

dominasi, marjinalisasi, bahkan upaya mengkontstruksi citra dengan cara memanipulasi bahasa yang didesain sedemikian rupa.

Dalam teori analisis bahasa kritis (Critical Liguistics), yang berkembang di Universitas East Angelo pada 1970-an melihat bagaimana gramatika (tata bahasa) membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Dengan kata lain, aspek ideologi itu diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang dipakai. Bahasa baik pilihan kata maupun struktur gramatika, dipahami sebagai pilihan, oleh seseorang untuk diungkapkan membawa makna ideologis. Ideologi itu dalam taraf yang umum menunjukan bagaimana suatu kelompok berusaha memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain berusaha dimarjinalkan lewat pemakaian bahasa dan struktur gramatika tertentu.25

Pemikir analisis wacana seperti Norman Fairclough melihat bahwa bahasa sebagai praktek kekuasaan. Bagi Fairclough bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Maka dari itu, usaha analisis wacana yang dibangun dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu. Terhadap wacana Fairclough melihat wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktek sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu. Wacana adalah Bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai sesuatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia atau realitas. Praktek wacana bagi Fairlough bisa jadi menampilkan efek ideologis artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang

25

tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktek sosial.26

Apabila ditarik pada wilayah wacana politik, telah umum diketahui bahwa wacana politik merupakan arena sosial yang mengandung kepentingan-kepentingan berbeda atau wacana politik sangat erat hubungannya dengan kepentingan dan kekuasaan yang bisa saja dominan dan juga terpinggirkan tergatung kekuatan-kekuatan yang mengendalikannya. Praktek wacana yang melibatkan disain bahasa akan diproduksi sedemikian rupa oleh subjek (pengguna) baik secara individual, kelompok, isntitusi atau pengusa dengan maksud tersendiri baik itu status quo, pencitraan, mobilisasi dan lain-lain.

Dalam skripsi ini penulis sengaja mengangkat teori wacana politik untuk digunakan sebagai bagian dari kerangka teoritis. Penulis berusaha mencari berbagai kasus yang dilakukan Partai Gerindra pada saat melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto dan kemudian penulis hubungkan dengan kerangka teori wacana politik yang penulis gunakan. Secara umum penulis sudah sedikit memaparkan perihal wacana baik secara definitif, karakteristik maupun hubungannya dengan bahasa. Fenomena pencitraan Prabowo Sobianto adalah fenomena politik, jelaslah bahwa motif kepentingan merupakan unsur yang dominan dalam segala usaha yang dilakukan Partai Gerindra.

Peristiwa penggunaan wacana politik yang dilakukan Partai Gerindra pada saat pencitraan Prabowo Subianto diantaranya adalah memproduksi wacana pembelaaan terhadap wong cilik, peduli ekonomi kerakyatan, pengembangan pasar tradisional dan lain-lain. Figur Prabowo sengaja banyak ditampilkan

26

dibeberapa statsiun televisi di tanah air sambil melakukan ajakan terhadap publik untuk kembali mencintai produksi lokal. Dengan gaya bahasa dan gaya retorika yang terlebih dahulu dipersiapkan, Prabowo Subianto terlihat lebih arif, bijaksana, dan rendah hati. Bahkan karakter militeristik yang identik dengan Prabowo seperti keras, tegas, menyeramkan sedikit pun tidak tampak. Dalam analisis wacana pemikir Sara Mills banyak berbicara tentang potret wacana seperti ini. Mills memberikan gambaran bagaimana aktor ditempatkan dalam teks, gambar, ataupun berita di media televisi. Hanya saja objek analisis Mills lebih mengarah pada wacana feminisme, namun secara umum bentuk pewacanaan yang digambarkan Mills memiliki kemiripan dengan gambaran pewacanaan Prabowo. Sudut pandang Mills terhadap wacana lebih pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks atau media. Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan secara keseluruhan.27

Dalam konteks politik wacana sengaja di produksi dengan sebaik mungkin lalu kemudian disosialisasikan ke publik dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan, pencitraan, kritik terhadap penguasa, dan lain sebagainya. Pada kasus Partai Gerindra, pemanfaatan wacana sebagai alat politik pencitraan dapat terlihat pada saat menjelang kampanye pemilu 2009. Di mana hampir di seluruh statsiun televisi Prabowo sering ditampilkan bahkan dibeberapa daerah Partai Gerindra serta Prabowo melakukan kunjungan secara langsung untuk mengkampanyekan ide ekonomi kerakyatan, aksi solidaritas bencana, pembelaan terhadap wong cilik

dan lain sebaginya.28 Kampanye yang dilakukan tidak semata-mata sebatas

kampanye dan sosialisasi program partai, namun di lain pihak terselipkan muatan polititis yang dikemas melalui wacana-wacanya dan bertujuan untuk membentuk citra khusus citra ikon politiknya (Prabowo), agar lebih melekat di hati masyarakat.