• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lembaga pendidikan yang memiliki moto tut wuri handayani bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa dengan segala komponen di dalamnya yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Peserta didik mendapatkan pelajaran mengenai banyak hal yang mendukung kehidupan di masyarakat dimasa depan, termasuk pelajaran mengenai kesantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di lembaga pendidikan, kesantunan berbahasa dapat disisipkan menjadi pembelajaran yang menyenangkan.

Terdapat materi “mengulas secara kritis film/drama” pada pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas XI. Untuk mengajarkan materi tersebut, guru harus menyediakan sebuah film atau video pementasan drama sebagai bahan ajar.

Dalam hal ini guru tidak hanya menampilkan pementasan drama saja, namun bisa pula menayangkan sebuah film sebagai bahan ajar. Dalam film pun terdapat tokoh-tokoh yang memerankan berbagai watak, terdapat dialog, dan konflik seperti pada pementasan drama. Jadi, guru selain menayangkan video pementasan drama dapat pula menayangkan sebuah film sebagai media dalam proses pembelajaran.

Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada prinsip kesantunan menurut Leech yang terdapat dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar. Peneliti melihat seberapa banyak jumlah tuturan yang mematuhi maksim kesantunan berbahasa dan yang tidak mematuhi. Salah satu film yang menggunakan bahasa sehari-hari baik bahasa kalangan orang-orang yang mendapat pendidikan yang baik maupun orang-orang yang kurang atau bahkan tidak mendapat pendidikan yang baik adalah film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). Dengan adanya perbedaan penggunaan kata dalam tuturan antara orang yang berpendidikan dan orang yang kurang berpendidikan maka siswa dapat membedakan bagaimana cara bertutur sesuai dengan konteks ketika peristiwa tutur berlangsung. Selain siswa dapat bertutur sesuai dengan konteksnya, siswa dapat memahami dan memberikan ulasan secara kritis mengenai isi cerita dalam film tersebut dengan menggunakan bahasa yang santun. Pada film ini terdapat tuturan antarteman sebaya, tuturan antara anak dengan orangtua, tuturan dengan orang yang lebih tua. Sehingga siswa dapat memilih penggunaan bahasa yang baik atau santun sesuai dengan mitra tuturnya.

Dari hasil analisis kesantunan berbahasa, lebih banyak tuturan yang melanggar kesantunan. Namun demikian, film ini layak dijadikan sebagai bahan ajar untuk siswa pada saat pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas. Hal itu karena dari film ini siswa dapat belajar memilih bahasa yang santun sesuai dengan mitra tutur atau sesuai dengan konteks peristiwa tutur. Sehingga siswa dapat menggunakan bahasa yang santun untuk berinteraksi pada segala situasi sosial, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan tempat tinggal.

Berkaitan dengan kesantunan berbahasa dapat digunakan dalam situasi sosial, siswa dapat menerapkan kesantunan berbahasa dalam situasi-situasi berikut, dikutip ari A Study Dictionary of Social English. Siswa dapat memakai kesantunan berbahasa untuk menyatakan kemampuan atau ketidakmampuannya dalam mengerjakan sesuatu (ability / inability), pada saat siswa menasehati teman sebayanya atau orang yang lebih muda darinya (advising), saat siswa menyatakan kesetujuannya atau ketidak setujuannya dalam kegiatan diskusi di kelas atau berdiskusi dengan keluarga (agreeing / disagreeing), saat meminta maaf setelah melakukan kesalahan (apolozing / making excuses), saat siswa memberikan apresiasi (appreciation), saat siswa menanyakan informasi kepada mitra tutur (asking for information), saat siswa menarik perhatian mitra tuturnya (atracting

someone’s), saat siswa mengoreksi temanya dalam segala hal (correcting), saat siswa mengambil kesimpulan (deducting, drawing a conclusions), saat siswa menyangkal atau mengakui apa yang mitra tuturnya katakan (denying / admitting), saat siswa menyatakan kekecewaannya (disappointment), saat siswa mengungkapkan rasa takut atau khawatir ataupun gelisah (fearing, expressing worry, anxiety), saat siswa mengidentifikasi mitra tuturnya (identifying), saat siswa menyatakan kesukaannya ataupun ketidaksukaannya kepada mitra tutur (liking / disliking), saat siswa bersimpati atau tidak bersimpati (sympathizing / not sympathizing), saat siswa memuji mitra tuturnya (praising), saat siswa berterimakasih terhadap mitra tuturnya (thanking)1. Jadi, kesantunan berbahasa dapat digunakan dalam berbagai situasi sosial dengan memperhatikan konteksnya agar komunikasi tetap terjaga tanpa menyakiti hati mitra tutur.

113

Setelah meneliti dialog dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini), ditemukan pematuhan dan pelanggaran terhadap maksim-maksim dalam prinsip kesantunan. Pematuhan maksim-maksim pada prinsip kesantunan yang ditemukan di dalam dialog para tokoh tersebut adalah maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Sedangkan pelanggaran maksim-maksim pada prinsip kesantunan di dalam dialog para tokoh tersebut adalah maksim maksim kearifan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Dalam film ini terdapat 35 data yang mematuhi prinsip kesantunan dan 45 data yang melanggar prinsip kesantunan. Tidak ditemukannya pelanggaran maksim kedermawanan di dalam film ini dikarenakan dalam pertuturan, para tokoh tidak berusaha untuk memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri, sehingga tidak ada yang mementingkan dirinya sendiri.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dikatakan bahwa film

Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar layak untuk

dijadikan bahan ajar Bahasa Indonesia pada materi mengulas secara kritis film/drama, sebab film ini menyajikan kisah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh penonton dan memiliki nilai-nilai kehidupan bagi penontonnya, terutama orangtua dan guru untuk mendidik anak-anak. Siswa tidak hanya dapat menguasai materi pelajaran mengenai mengulas secara kritis film/drama, siswa pun dapat mempelajari kesantunan berbahasa yang terdapat dalam film dan dapat langsung mempraktikannya pada kehidupan sehari-hari dalam segala situasi sosial, baik dalam lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan sekolah.

B. Saran

Saran yang perlu penulis berikan terkait penelitian yang telah dilakukan, yaitu:

1. Bagi siswa, penerapan konteks dan prinsip kesantunan berbahasa perlu ditingkatkan bukan hanya dengan media komunikasi langsung. Melainkan dengan media pembelajaran sepeti film.

2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian mengenai kesantunan berbahasa perlu diperbanyak mengingat kesantunan berbahasa sangat berguna bagi kehidupan bermasyarakat.

3. Bagi pembelajaran di sekolah, kesantunan berbahasa dapat disisipkan untuk menambah wawwasan dan ilmu siswa berkaitan dengan muatan pendidikan karakter.

4. Bagi pembaca, memperhatikan konteks tutur dan sopan santun berbahasa dalam bermasyarakat perlu ditingkatkan agar hubungan antara peserta tutur dapat terjalin dengan baik.

124