(ANALISIS WACANA)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Astri Pertiwi
NIM 1111013000082JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Wacana)”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dr. Siti Nuri Nurhaidah, MA
Kesantunan berbahasa merupakan aspek yang sangat penting saat berinteraksi dengan mitra tutur. Apalagi pada dunia pendidikan, kesantunan berbahasa memiliki peran penting dalam kemampuan berbahasa siswa. Film sebagai media ajar dapat digunakan pendidik untuk menyampaikan pengajaran mengenai kesantunan berbahasa. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan bentuk kesantunan berbahasa yang terdapat dalam Alangkah
Lucunya (Negeri Ini), (2) Mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa yang
terdapat dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Manfaat dari penelitian ini meliputi dua hal, yaitu manfaat teoritis yang dapat memberikan wawasan tentang kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas dan manfaat praktis yang dapat memberikan sumber referensi baru untuk penelitian selanjutnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini berupaya untuk menganalisis kesantunan berbahasa yang terdapat dalam dialog film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). metode ini dilakukan dengan lima tahap, yaitu teknik sadap, kemudian dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap, kemudian dilanjutkan dengan teknik catat, setelah mendapatkan data selanjutnya peneliti mencatat hasil temuan kesantunan yang terdapat dalam dialog, dan pada tahap terakhir peneliti menyimpulkan hasil dari data keseluruhan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 127 scene yang terdapat dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini)35 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu maksim kearifan 8 data, maksim kedermawanan 3 data, maksim pujian 10 data, maksim kerendahan hati 3 data, maksim kesepakatan 8 data, dan maksim simpati 3 data. Sedangkan yang melanggar prinsip kesantunan sebanyak 45 data, yaitu maksim kearifan 3 data, maksim pujian 17 data, maksim kerendahan hati 2 data, maksim kesepakatan 22 data, dan maksim simpati 1 data. Analisis wacana ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA kelas XI pada materi mengulas secara kritis film atau drama. Selain siswa dapat memberikan ulasan secara kritis mengenai film atau drama, siswa pun dapat mempelajari kesantunan berbahasa yang terdapat dalam film dan dapat langsung mempraktikannya pada kehidupan sehari-hari dalam segala situasi sosil, baik dalam lingkungan masyarakat ataupun lingkungan sekolah.
(Discourse Analysis)". Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah. State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Dr. Siti Nuri Nurhaidah, MA
Politeness is a very important aspect when interacting with the hearer. Especially in the world of education, politeness has an important role in students' language skills. Film as a medium of teaching can be used for educators to convey the teachings of politeness. The purpose of this study are: (1) Describe the form of politeness contained inAlangkah Lucunya (Negeri Ini), (2) Describe the implications of politeness contained in the film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) towards learning Indonesian language and literature at the high school. The benefits of this research consists of two things, namely the theoretical benefits that can provide insight into linguistic politeness towards learning Indonesian at SMA and practical benefits that can provide a new reference source for further research.
The method used in this study is a qualitative research method. In this study seeks to analyze the politeness contained in movie dialogueAlangkah
Lucunya (Negeri Ini). this method is done with five stages, namely the technique
of tapping, followed by techniques refer freely involved conversation, followed by technical note, after receiving further data researchers noted the findings of politeness contained in the dialogue, and at the last stage researchers concluded the results of the overall data ,
The results showed that of the 127 scene contained in the film Alangkah
Lucunya (Negeri Ini)35 data to adhere to the principles of politeness Leech is the
maxim of wisdom 8 data, maxims generosity 3 data, the maxim of praise 10 data, the maxim of humility 3 data, the maxim deal 8 data and sympathy maxim 3 data. While that violates the principle of politeness as much as 45 data, that maxim of wisdom 3 entries, 17 compliment maxim of data, humility 2 data maxims, maxims 22 deal of data, and maxims sympathy 1 data. This discourse analysis can be implied to study Indonesian language and literature at the high school grade XI on the material critically review a movie or drama. In addition students can provide critical review of the movie or drama, students can learn politeness contained in the film and can be directly practiced in everyday life in all situations sosil, either within the community or school environment.
1
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan oleh manusia untuk
berkomunikasi yang berupa lambang bunyi. Komunikasi dapat terjadi bila dilakukan
oleh dua orang atau lebih. Setiap kalimat yang dituturkan dalam berkomunikasi pasti
memiliki arti. Suatu tuturan pasti memiliki maksud serta faktor yang melatar
belakangi penutur dalam menyampaikan tujuannya kepada mitra tutur. Agar
komunikasi dapat berjalan dengan baik, maka penutur dan mitra tutur harus
menggunakan bahasa yang baik pula, bahasa yang dapat dimengerti oleh peserta tutur.
Linguistik merupakan ilmu yang memperlajari tentang seluk-beluk bahasa dan
memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang tersebut diantaranya
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dan sebagainya. Berbagai macam
cabang disiplin ilmu tersebut dibagi menjadi dua jenis, yaitu ilmu yang mempelajari
bahasa dari sudut pandang internal yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
Berbeda dengan cabang ilmu linguistik yang lain, pragmatik adalah cabang ilmu
linguistik yang mengkaji bahasa secara eksternal, yakni bagaimana kesatuan bahasa
tersebut digunakan dalam berkomunikasi1. Selain itu, ada beberapa definisi lain mengenai pragmatik yang hampir semuanya berpendapat bahwa pragmatik adalah
ilmu yang mengkaji bahasa sebagaimana digunakan dalam konteks tertentu.
Melakukan penelitian dengan menggunakan kajian pragmatik dalam sebuah
karya sastra merupakan suatu hal yang menarik untuk dilakukan, termasuk dalam
meneliti sebuah film. Film menyajikan cerita dengan menggunakan gambar yang
bergerak. Film menjadi media yang sangat berpengaruh dibandingkan dengan
media-media yang lain, karena memiliki aspek audio dan visual sekaligus sehingga membuat
penontonnya tidak mudah bosan dan mudah mengingat. Hal itulah yang menyebabkan
kini film tidak hanya menjadi hiburan semata namun film dapat pula digunakan
sebagai salah satu media dalam proses pembelajaran.
Dalam film tentunya terjadi percakapan atau dialog yang dilakukan oleh tokoh
di film tersebut. Dialog antara tokoh sering mengundang rasa ingin tahu penonton,
tentu pertanyaan seperti itu dapat terjawab. Dalam memahami cerita sebuah film, kita
harus menggabungkan antara konteks dengan tuturan yang ada di film tersebut. Sama
halnya dengan naskah drama, naskah film pun menggunakan bahasa sebagai perantara
serta memiliki sifat imajinatif. Naskah inilah yang kemudian ditampilkan melalui
sederetan gambar, suara, dialog dan ilustrasi musik. Di dalam film, tidak hanya
terdapat dialog secara langsung saja namun terkadang terjadi dialog yang dilakukan
secara tidak langsung secara konteksnya, namun mitra tutur dapat memahami maksud
dari tuturan tersebut.
Selain harus memperhatikan konteks, peserta tutur pun harus memiliki
kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan bukan hal yang asing bagi masyarakat, apa
lagi masyarakat Indonesia yang kental akan budaya dan adat sitiadat. Tidak hanya
dalam film yang kini memiliki fungsi ganda selain untuk hiburan juga sebagai media
dalam pembelajaran namun dalam kegiatan berkomunikasi sehari-hari pun harus
memperhatikan kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan tidak hanya terlihat dari
bahasa yang digunakan tetapi dapat berupa tindak tutur, sikap, dan sebagainya yang
menggambarkan identitas diri seseorang.
Dengan mengkaji kesantunan pada peristiwa tutur para tokoh dalam film maka
dapat mengetahui tingkat kesantunan yang digunakan dalam film tersebut. Salah satu
film yang dapat dijadikan media dalam pembelajaran yaitu film Alangkah Lucunya
(Negeri Ini) karya Deddy Mizwar. Film ini mempunyai makna yang baik dan nilai
edukasi yang tinggi. Film ini dikemas dengan menarik, lucu, dan mudah dipahami
oleh penonton. Film ini menceritakan tentang realita di Indonesia namun tetap
memunculkan maksud yang ingin disampaikan oleh sang sutradara. Selain itu, film ini
pun pernah menjadi pemenang diajang Jakarta Internasional Film Festival tahun 2010
kategori Best Feature Film dengan penghargaan Film Indonesia Terbaik.
Kemampuan sang sutradaralah yang mampu membuat film ini menjadi sebuah
film yang layak untuk dijadikan objek penelitian karena dalam film ini mempunyai
nilai edukasi yang tinggi. Dalam dialog-dialog pada film ini diduga terdapat banyak
fenomena tindak tutur, khususnya pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan.
Skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Dialog dalam Film Alangkah
Lucunya (Negeri Ini) dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Membahas kesantunan dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) dan
mengimplikasinya pada kegiatan pembelajaran di kelas XI dengan tema/topik
mengulas secara kritis film/drama.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diuraikan masalah yang
teridentifikasi, yaitu:
1. Konteks wacana yang tedapat dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).
2. Dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) terdapat pematuhan dan pelanggaran
prinsip kesantunan.
3. Prinsip kesantunan dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.
C. Pembatasan masalah
Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka permasalahan dalam
penelitian ini akan dibatasi pada prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech dalam
film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip kesantunan berbahasa menurut teori Leech dalam film
Alangkah Lucunya (Negeri Ini)?
2. Bagaimana implikasi prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech dalam film
Alangkah Lucunya (Negeri Ini) terhadap pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesiia di SMA?
E. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan bentuk prinsip kesantunan yang terdapat dalam film Alangkah
Indonesia di SMA.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis, maupun pembaca dalam
hal:
1. Kegunaan teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan mengenai studi sastra Indonesia khususnya dalam
pembelajaran sastra di sekolah.
2. Kegunaan praktis
a. Bagi pembaca/mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pembanding dan contoh bagai penelitian selanjutnya.
b. Bagi peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
mengenai tindak tutur dan menerapkan kesantunan berbahasa dalam tindak
tutur sehari-hari.
c. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pemahaman tindak tutur dan kesantunan sehingga dapat digunakan dalam
5
1. Definisi Pragmatik
Pragmatik merupakan ancangan wacana yang menguraikan tiga konsep,
yakni makna, konteks, dan komunikasi yang sangat luas dan rumit. Pragmatik
sebagai salah satu cabang linguistik mulai berkumandang dalam percaturan
linguistik Amerika sejak tahun 1970-an. Pragmatik merupakan cabang linguistik
yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi
tertentu1. Morris, Crystal, serta Hartmann dan Stork menjelaskan bahwa “...
pragmatik yaitu cabang ilmu semiotika yang mengkaji hubungan tanda dengan
pengguna bahasa2.”
Pada tahun 1938, Morris berkontribusi terhadap penamaan pragmatik.
Morris mendefenisikan pragmatik sebagai suatu cabang semiotik, ilmu tentang
tanda. Menurut Moris semiosis adalah sesuatu yang ditandai penanda definite.
Mediator adalah sarana tanda; penerima yang memperhatikan tanda adalah
interpretan; perantara proses adalah interpreter; apa yang diperhatikan adalah
designata3. Bagaimana bahasa itu berhubungan dengan makna yang ingin disampaikan oleh penutur, dan makna yang terkadung dalam ucapan sipenutur
tergantung dari situasi yang terjadi pada saat tuturan tersebut terjadi.
Selain Morris telah banyak pula para ahli linguistik yang memberikan
kontribusi dalam penafsiran mengenai studi pragmatik, diantaranya yaitu: George
Yule mengatakan pragmatik itu mengkaji makna kontekstual: bagaimana ada
lebih banyak yang dikomunikasikan daripada yang (sebenarnya) diucapkan4. Yule mengemukakan “Pragmatics is concerned with the study of meaning as
communicated by a speaker (or writer) and interpreted by a listener(or reader)”5.
1 F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.2.
2Ibid., h.2.
3Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, Approaches to Discourse oleh Unang Dkk, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar ,2007), h. 269
4 Asim Gunarwan, Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara, (Jakarta: Universitas Atma Jaya 2007), h. 51
Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang komunikasi antara pembicara
dan pendengar. Yule setidaknya memberikan empat definisi penting pragmatik,
yaitu6:
(1). Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari maksud dari ujaran penutur (pragmatics
is the study of speaker meaning). Dalam hal ini pragmatik berusaha mengungkap
maksud komunikasi yang disampaikan pembicara (atau penulis) yang selanjutnya
ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).
(2). Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari konteks tuturan (pragmatics is the study
of contextual meaning). Dalam mempelajari ujaran dibutuhkan keterkaitan antara
interpretasi dari apa yang dimaksud seseorangn dalam kontek yang khusus dengan
bagaimana konteks memengaruhi apa yang diujarkan.
(3). Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari cara memeroleh sesuatu yang lebih dari
yang diujarkan dalam berkomunikasi (pragmatics is the study of how more gets
communicated than is said). Di sini pendengar diharuskan untuk mengeksplorasi
ujaran agar sampai kepada maksud yang diinginkan oleh pembicara. Artinya
pragmatik mengeksplorasi apa yang tidak dikatakan dalam komunikasi. Dengan
kata lain, pragmatik berusaha mencari makna yang tidak terlihat dalam suatu
ujaran.
(4). Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari cara mengungkapkan ujaran berdasarkan
kedekatan hubungan (pragmatics is the study of teh expression of relative
distance). Dalam hal ini ujaran menimbulkan sebuah pertanyaan yang
menentukan pilihan antara yang terucap dan yang tidak. Untuk menjawabnya
diperlukan hubungan kedekatan di antara keduanya (pembicara dan pendengar)
baik dari sisi fisik, soisal, konsep dan pengalaman yang dibagi secara tidak
langsung.maka asumsinya adalah seorang pembicara yang menentukan seberapa
perlu ujaran itu diucapkan berdasarkan kedekatannya dengan seorang pendengar.
Dari keempat definisi pragmatik yang dikemukakan oleh Yule, dapat
disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang berkaitan dengan maksud ujaran
penutur yang bergantung pada konteks situasi ujaran tersebut. Maksud ujaran
berarti hal-hal yang berada di luar bentuk ujaran. Dengan kata lian, pragmatik
berusaha mencari makna yang tersirat di dalam ujaran. Oleh karena itu, untuk
memahami ujaran dibutuhkan pemahaman atau pengetahuan yang sama antara
penutur dan mitra tutur.
Definisi pragmatik selanjutnya dipaparkan oleh Leech merupakan bagian
dari penggunaan tata bahasa. Selanjutnya ia menunjukan bahwa pragmatik dapat
berintegrasi dengan tata bahasa atau gramatika yang meliputi fonologi, morfologi,
dan sintaksis melalui semantik7.
Sedangkan Parker dalam bukunya Linguistics for Non-Linguists
menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
stuktur bahasa secara internal. Adapun yang dimaksud dengan hal itu adalah
bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya8. Namun levinson mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang
mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud
tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur
bahasanya9.
Mey mendefinisikan pragmatik sebagai ‘the study of conditions of human
languages uses as these are determined by the context of society”10. Dari
batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa menurutnya, pragmatik adalah ilmu
bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada
dasarnya sangat ditemtukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi
bahasa itu. Konteks yang dimaksud mencakup dua hal, yakni konteks yang besifat
sosial dan konteks yang bersifat sosietal.
Dari definisi yang telah diberikan oleh beberapa para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa pragmatik adalah kajian yang menekankan pada maksud
ujaran. Mencari hubungan antara bahasa dan maksud yang terkandung di
dalamnya. Hubungan keduanya dimaksudkan untuk menemukan tafsiran yang
sesuai dengan konteksnya. Maksud ujaran tersebut tersirat dan bergantung pada
7 Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta:Erlangga,2005), h.48
8 Ibid.
9Ibid.
konteks saat tututran itu berlangsung. Maka hal penting dalam memahami maksud
ujaran tersebut adalah kesamaan pengetahuan antara penutur dan mitra tutur.
B. Wacana
1. Definisi Wacana
Istilah wacana sudah banyak dibicarakan dimana-mana baik dalam
perdebatan maupun dalam teks ilmiah, tapi penggunaannya sembarangan saja,
bahkan sering tanpa didefinisikan terlebih dahulu. Akibatnya makna wacana
menjadi tidak jelas. Wacana merupakan kata yang sering kita dengar bahkan kita
ucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya “wacana politik” maka analisis
wacana merupakan analisis atas pola tersebut, mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan politik.
Agar tidak salah dalam penggunaan istilah wacana ini, maka terlebih
dahulu harus mengetahui makna wacana itu sendiri. Secara etimologis kata
‘wacana’ berasal dari bahasa latin discurrere yang berarti mengalir kesana kemari,
dari normalisasi kata discursus yang berarti ‘mengalir secara terpisah’ yang
ditransfer makanyanya menjadi ‘terlibat dalam sesuatu’, atau ‘memberi informasi
tentang sesuatu11.
Selain menurut istilah ada pula beberapa orang ahli yang juga telah
mengungkapkan pandangannya mengenai wacana. Marianne W.J dan louise J.
Phillips berpendapat bahwa wacana yakni sebagai cara tertentu untuk
membicarakan dan memahami dunia (atau aspek dunia) ini12.
Salah satu tokoh yang mengembangkan istilah wacana adalah Harris, ia
mendefinisikan konsep wacana sebagai satu kesatuan yang melihat hubungan
antarkalimat itu sebagai hubungan bentuk-bentuk kebahasaan13. Sedangkan Bell mendefinisikan wacana sebagai suatu rangkaian kalimat atau tuturan secara lisan
maupun tulisan yang digunakan oleh seseorang untuk mengkomunikasikan suatu
maksud.14
11 Stefan Titscher, dkk (diterjemahkan oleh Gazali, dkk), Metode Analisis Teks dan Wacana, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), h. 42.
12 Marianne W.J dan Louise J. Philiips (diterjemahkan oleh Imam Suyitni, dkk), Analisis Wacana: Teori
dan Metode, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 2.
13 S. Harris, Discourse Analysis, (Cambridge: Cambridge University Press, 1952), h. 3.
Pandangan Stubb tentang wacana adalah bahwa wacana dibentuk dari
satuan bahasa di atas kalimat atau klusa, baik lisan maupun tulisan dengan
menggunakan konteks sosial untuk sampai pada pemahaman makna wacana.
Sehingga analisis wacana merupakan upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas
kalimat atau kalusa, dengan kata lain membahas satuan-satuan kebahasaan yang
lebih luas, contohnya seperti pertukaran percakapan atau teks tulisan.15
Dari beberapa definisi wacana yang telah dikemukakan dia atas, maka
dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan kesatuan antarkalimat sebagai
hubungan bentuk kebahasaan baik lisan maupun tulisan yang digunakan oleh
seseorang untuk mengkomunikasikan suatu maksud dengan menggunakan
konteks sosial.
2. Konteks Wacana
a. Konteks dalam Teori Hymes (SPEAKING)
Konteks merupakan rangkaian dari asumsi-asumsi untuk menghasilkan efek
dari sebuah tuturan. Konteks juga dapat digunakan untuk menginterpretasi sebuah
ujaran dan dapat pula ditentukan oleh mitra tutur. Artinya bahwa konteks dapat
membantu memahami makna pesan penutur.
Hymes memberikan kemudahan dalam pola-pola komunikasi dengan
menggunakan klasifikasi kisi-kisi yang dikenal dengan istilah SPEAKING.
Masing-masing huruf merupakan sebuah singkatan untuk sebuah komponen
komunikasi yang diuraikan mengenai delapan klasifikasi dari analisis pola-pola
komunikatif16.
S (= Setting and Scene)
P (= Participant)
E (= End)
A (= Act sequence)
K (= Key)
15 Michael Stubb, Discourse Analysis: The Sociolinguistics Analysis of Natural Language, (Oxford: Basil
Balckweel Ltd., 1983), h.3.
16 Nuri Nurhaidah, Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia, ( Yogyakarta: Smart Writing, 2014),
I (= Instrument)
N (= Norm)
G (= Genre)
Setting and Scene, dalam hal ini setting berkenaan dengan waktu dan
tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan
waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan
yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.
Participant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tuturan, bisa
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima
(pesan). Dua orang yang melakukan percakapan dapat berganti peran sebagai
pembicara atau pendengar.
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Misalnya, peristiwa
tutur yang terjdai di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu
kasus perkara, namun para partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan
yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa sedangkan pengacara
berusaha memberikan pembelaan bahwa terdakwa tidak bersalah, dan hakim
berusaha memberikan keputusan yang adil.
Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini
berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan
hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
Key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan
disampaikan, misalnya dengan senang hati, dengan serius, dengan sombong,
dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini juga dapat ditunjukan dengan gerak
tubuh dan isyarat.
Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur
lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu
pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.
Norm, mengacu pada norma atau aturan dalam interaksi. Misalnya, yang
berhubungan dengan cara interupsi, bertanya, dan sebaginya. Selain itu juga
Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,
pepatah, do’a, dan sebagainya.
Dalam rumusan lain Fishman juga merumuskan komponen tuturan yang
tidak jauh berbeda dengan komponen tutur Hymes. Fishman menyebut komponen
tutur sebagai pokok pembicaraan sosiolinguistik, yaitu “who speak, what
language, to whom, when, and what end.” 17
b. Peranan Konteks
Istilah konteks pertama kali diperkenalkan oleh Malinowski dengan sebutan
konteks situasi. Ia merumuskan konteks situasi “exactly as in the reality of spoken
or written languages, a word without linguistic context is a mere figment and
stands for nothing by itself, so in the reality spoken living tongue, the utterance
has no meaning except in the context situation18. Yang intinya adalah dalam bahasa lisan maupun tulisan jika tidak memiliki konteks itu hanya isapan jempol
belaka dan tidak memiliki arti apa-apa.
Mey berpendapat bahwa konteks itu penting dalam pembahasan ketaksaan
bahasa lisan maupun tulis. Mey mendefinisikan konteks sebagai konsep dinamis
dan bukan konsep statis, yang harus dipahami sebagai lingkungan yang senantiasa
berubah, dalam arti luas yang memungkinkan partisipan berinteraksi dalam proses
komunikasi dan ekspresi linguistik dari interaksi mereka yang dapat dimengerti.
Konteks berorientasi pada pengguna sehingga konteks dapat disangka berbeda
dari satu pengguna ke pengguna lain, dari satu bahasa ke bahasa lain. Mey
menambahkan bahwa konteks lebih dari sekedar referen, namun sebuah
perbuatan/tindakan. Konteks adalah perihal pemahaman untuk apakah sesuatu itu.
Konteks juga memberikan arti pragmatik yang sebenarnya dan membolehkan arti
pragmatik sebenarnya menjadi tindak pragmatik sebenarnya. Konteks menjadi
lebih penting tidak hanya untuk menilai referen dan implikatur yang pantas, tetapi
juga dalam hubungan isu pragmatik lainnya seperti tindak pragmatik dan
praanggapan19.
17 Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal,(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 49
18 Sudaryanto, Peneroka Hakikat Bahasa, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2009), h.118
Selain Malinowski dan May, pendapat lain mengenai konteks dikemukakan
oleh Cutting. Cutting menjelaskan konteks bersamaan dengan teks dan fungsi.
Ketiga aspek tersebut dikaji noleh pragmatik dan analisis wacana. Konteks
menurut Cutting adalah pengetahuan ikhwal dunia fisik dan sosial serta
faktor-faktor sosio-psikologis yang memengaruhi komunikasi sebagaimana pengetahuan
waktu dan tempat di dalam kata-kata yang dituturkan atau dituliskan. Konteks
merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan petutur20.
Teori tindak tutur dan pragmatik memandang konteks sebagai
“pengetahuan”, meskipun kunci pengetahuan tersebut adalah “pengetahuan
situasi”. Analisis percakapan memandang konteks sebagai “situasi” tanpa
menggabungkan secara eksplisit ke dalam “pengetahuan”. Analisis percakapan
berfokus pada bagaiamana teks sebagai makna menunjukan “situasi” dan
bagaimana teks itu menciptakan pengetahuan yang berkaitan, tetapi terbatas pada
pengetahuan situasi21.
3. Wujud Wacana dalam Lisan a. Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan hal sangat sering dilakukan oleh manusia, hampir
setiap saat orang melakukan hal ini. Tindak tutur merupakan gejala individual
yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa
si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat
pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Teori tindak tutur ‘speech act’
berawal dari cermah yang disampaikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, Jhon L.
Austin, pada tahun 1995. Menurut Austin agar dapat terlaksana ada tiga syarat
yang harus dipenuhi dalam tuturan-tuturan performatif. Syarat-syarat yang
diperlukan dan harus dipenuhi agar suatu tindakan dapat berlaku disebut dengan
felicity conditions, yaitu: a) The Persons and Circumstances Must Be Appropriate
(pelaku dan situasi harus sesuai), b) The Act Must Be Executed Completely by
All Participants (tindakan harus dilaksanakan dengan lengkap dan benar oleh
20Ibid., h. 122
semua pelaku), c) The Participants Must have the Appropriate Intentions (Pelaku
harus mempunyai maksud yang sesuai)22.
Setelah Austin mengemukakan pemikirannya mengenai tuturan
performatif, Searle mengembangkan lagi pendapat Austin tersebut. Searle
mengembangkan hipotesa bahwa pada hakekatnya semua tuturan mengandung
tindakan, dan bukan hanya tuturan yang mempunyai kata kerja performatif. Searle
berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur
seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan,
menjelaskan, meminta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat, dan lain-lain.
Selain mengambangkan hipotesa bahwa setiap tuturan mengandung tindakan,
Searle juga membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan yang berbeda,
yaitu tindak lokusioner ‘utterance act’atau ‘locutionary act’, tindak ilokusioner
‘ilocusinary act’, dan tindak perlokusioner ‘perlocusionary act’23.
b. Lokusi, Ilokusi, Perlokusi
Tindak tutur lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat
sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak
tutur ini dapat disebut sebagai the act of saying something24. Dalam tindak lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan
oleh si penutur. Misalnya, tuturan saya lapar semata-mata hanya dimaksudkan
untuk memberitahu mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan itu
penutur sedang merasa lapar.
Tindak tutur ilokusioner dalah melakukan sesuatu dengan maksud dan
fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing
something25. Tuturan saya lapar yang diucapkan penutur bukan semata-mata
dimaksudkan untuk memberitahu mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya
tuturan itu rasa lapar sedang bersarang pada perut penutur, namun lebih dari itu
bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu yang
berkaitan dengan rasa lapar yang sedang penutur rasakan itu.
22 F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 11-12
23 Ibid., h 12-14
24 Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga,2005), h. 35
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang menumbuhkan pengaruh
kepada mitra tutur. Tindak tutur ini dapat disebut dengan the act of affecting
someone26. Tuturan saya lapar, misalnya dapat digunakan untuk memberikan
isyarat kepada mitra tutur agar mitra tutur memberikan penutur sebuah makanan.
C. Kesantunan
Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dari kegiatan
berkomunikasi dengan sesama. Agar komunikasi berjalan dengan baik, maka
penutur dan mitra tutur harus menggunakan bahasa yang baik pula, bahasa yang
dapat dimengerti oleh peserta tutur. Agar tercapainya tujuan penutur kepada mitra
tutur selain harus menggunakan bahasa yang baik, peserta tutur pun harus
memiliki kesantunan dalam berbahasa. Setiap orang harus memiliki tatacara
berbahasa sesuai dengan norma-norma budaya, jika tidak maka ia mendapat nilai
negatif seperti, disebut sebagai orang yang sombong, egois, angkuh bahkan tidak
berbudaya. Oleh sebab itu dapat ditegaskan bahwa berbicara atau bertutur sapa
yang tidak baik memungkinkan setiap orang untuk dapat terlibat dan mengambil
peran secara aktif dalam penuturan itu adalah aktivitas yang asosial27.
Dalam Kamus Linguistik, kesantunan merupakan hal yang
memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain. Kesantunan ini dibagi
menjadi dua, yaitu kesantunan positif hal yang memperlihatkan solidaritas dengan
orang lain, dan kesantunan negatif hal yang memperlihatkan kesadaran akan hak
orang lain untuk tidak merasa dipaksa bersikap tertentu atau dipaksa melakukan
sesuatu28.
Leech mengatakan bahwa kesantunan merupakan ujaran yang membuat
orang lain dapat menerima dan tidak menyakiti perasaannya. Sedangkan Yule
menyatakan bahwa kesantunan adalah usaha mempertunjukan kesadaran yang
26 Ibid, h. 36
27 Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (jakarta: Erlangga, 2009), h. 22
berkenaan dengan muka orang lain. Kesantunan dapat dilakukan dalam situasi
yang bergayut dengan jarak sosial dan keintiman29.
Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, kesantunan adalah suatu usaha
menyampaikan maksud dalam situasi tertentu dengan menjaga perasaan mitra
tutur agar tidak menyinggung atau menyakiti perasannya.
D. Prinsip Kesantunan Leech
Pada tahun 1983 Leech berkontribusi memaparkan prinsip kesantunan dan
dianggap paling lengkap hingga kini. Prinsip kesantunan ini dituangkan dalam
enam maksim. Leech menggunakan istilah maksim untuk menekankan yang baik
kepada pendengar, mengurangi yang tidak tepat, dan membalikkan strategi
pembicaraan tentang seseorang30. Berikut ini enam maksim yang merupakan prinsip kesantunan menurut Leech31:
1) Maksim Kearifan
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, buatlah keuntungan orang lain
sebesar mungkin.
Contoh: A: “silakan dimakan gulainya! Di dalam masih banyak, ko”
B: “wah, enak sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Bu?”
Di dalam tuturan di atas, tampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan A
sangat memaksimalkan keuntungan pada B.
2) Maksim Kedermawanan
Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin, buatlah kerugian sendiri sebesar
mungkin.
Contoh: A : “wah motorku sepertinya rusak.”
B :“pakai motorku juga boleh, saya tidak menggunakannya hari ini.”
29 George Yule dalam buku Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, (Depok: Nofa Citra Mandiri,
2012), h. 67.
30 K.M. Jaszczolt, Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse,
(London:Longman,2002), h. 176
31 Geoffrey Leech, (diterjemahkan oleh M.D.D Oka), Prinsip-prinsip Pragmatik, (Jakarta: UI press, 1993),
Dari tuturan tersebut, dapat dilihat dengan jelas bahwa B berusaha
memasksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara meminjamkan motor kepada
A.
3) Maksim Pujian
Kecamlah orang lain sesedikit mungkin, pujilah orag lain sebanyak mungkin.
Contoh: A: “penampilannya bagus sekali!”
B : “ ya, memang!”
Tuturan tersebut dilakukan oleh dua orang yang menonton sebuah pertunjukan
musik. Mereka memuji penampilan dari musikus yang mereka tonton.
4) Maksim Kerendahan Hati
Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin, kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
Contoh: “terimalah hadiah yang kecil ini sebagai tanda penghargaan kami”
Tuturan tersebut dianggap sebagai maksim kerendahan hati karena penutur
mengecilkan atau merendahkan sebuah hadiah yang penutur berikan, padahal bisa
saja hadiah yang penutur berikan walaupun kecil tapi berharga tinggi.
5) Maksim Kesepakatan
Usahakan ketaksepakatan antara diri dan orang lain terjadi sesedikit mungkin,
usahakan agar kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak mungkin.
Contoh: A : “Nanti kita pergi ke toko buku sama-sama ya?”
B : “Boleh, saya tunggu di halte.”
Contoh di atas menunjukan adanya kesepakatan antara A dan B bahwa mereka
sepakat untuk pergi ke toko buku bersama. A mengajak B untuk pergi ke toko
buku bersama kemudian B menyutujui ajakan A.
6) Maksim Simpati
Kurangilah rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain hingga sekecil
mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang
lain.
Contoh: A : “B, nenekku meninggal.”
B : “saya turut berduka mendengarnya.”
Pertuturan itu dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada mahasiswa lain yang
dekatnya tersebut dan menunjukan kesimpatiannya dengan mengatakan bahwa dia
ikut berduka atas kejadian itu.
E. Sastra
1. Sastra Ragam Tulis Cerpen
Istilah cerpen sudah sering kita dengar, bahkan sejak masih di sekolah
dasar. Cerpen merupakan kependekan dari cerita pendek. Pendek di sini masih
mempersyaratkan adanya keutuhan cerita, bukan asal sedikit halaman32.
Cerpen masih bisa dibagi lagi menjadi cerpen yang panjang (cerpenpan)
dan cerpen yang pendek, biasa disebut cerita mini. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia cerpen diartikan sebagai kisah pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
memberika kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh
disatu situasi (pada suatu ketika)33.
Novel
Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Kata novellus dibentuk dari
kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru
karena novel adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian dari baentuk sastra
lainnya, yaitu puisi dan drama34.
Beberapa penadapat yang beruapaya mengungkapkan pengertian novel
dapat dicontohkan sebagai berikut:
Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, kemudian
diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’. Dewasa ini istilah novella
dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet,
yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu
panjang namun tidak juga terlalu pendek35.
32 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.141
33Ibid., h.142
34 Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.
124
35 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h.
Menurut R.J. Ress, novel adalah sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang
cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan
nyata, dan yang digambarkan dalam suatu plot yang cukup kompleks.
Sedangkan menurut Badudu dan Zain, novel adalah karangan dalam
bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang
dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka duka, kasih dan benci,
tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya36.
Dari beberapa definsi novel yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa novel adalah sebuah karya fiksi dalam bentuk prosa yang
cukup panjang dan merupakan cerminan kehidupan sehari-hari.
2. Sastra Ragam Lisan Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal
dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata panuntun dalam bahasa
Minangkabau berarti “penuntun”. Dalam bahasa jawa, misalnya, dikenal sebagai
parikan, dalam bahasa sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak
dikenal sebagai umpasa.
Selain itu pantun dapat diartikan sebagai puisi lama yang terikat oleh
syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan, namun sekarang dijumpai juga
pantun karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian
memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun versi pendek yang
hanya terdiri dari dua baris, sedangkan talibun adalah pantun versi panjang yang
terdiri dari enam baris atau lebih.
Puisi
Sudah banyak definisi tentang puisi diberikan. Akan tetapi, banyak orang
yang tidak puas dengan definisi tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
36 Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi sebuah Pengantar, (Bogor:Ghalia Indonesia,
puisi diartikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra,
serta penyusunan larik dan bait.
Sedangkan Luxsemburg menyebutkan, puisi adalah teks-teks monolog
yang isinya bukan pertama-tama merupakan sebuah alur37.
Dari hasil terhadap definisi-definisi yang dikemukakan para ahli, Waluyo
mengemukakan bahwa, puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya38.
Dari beberapa definisi mengenai puisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa puisi adalah ragam karya sastra yang merupakan ungkapan pikiran dan
perasaan penyair secara imajinatif dan bahasan terikat oleh irama, matra, serta
penyusunan larik dan bait.
Drama
Sebagai suatu genre sastra drama mempunyai kekhususan dibanding
dengan genre puisi ataupun genre fiksi. Kesan dan kesadaran terhadap drama
lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara konkret.
Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis oleh pengarangnya tidak
hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara
artistik imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti diteruskan untuk
kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan perilaku
konkret yang dapat disaksikan. Sudjiman menyatakan bahwa drama adalah karya
sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian
dan emosi lewat lakuan dan dialog39.
Pengertian tentang drama yang dikenal selama ini, misalnya dengan
menyebutkan bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang
dipentaskan. Kata drama berasal dari kata Yunani draomai yang berarti berbuat,
berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya, jadi drama berarti perbuatan atau
tindakan40.
37 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo,2008),h. 107
38 Idid, h.108
39 Ibid, h. 163
Pengertian lain mengenai drama dikemukakan oleh Ferdinan Brunetiere
dan Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap
manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku.
Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan
dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan
secara langsung41.
Dari beberapa pengertian drama menurut para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa drama merupakan salah satu genre sastra yang berupa cerita
atau tiruan perilaku manusia yang harus melahirkan kehendak manusia dan
dieskpresikan secara langsung.
F. Film
Film dalam arti sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi
dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di televisi.
Film merupakan salah satu media massa yang berbentuk audio visual yang
sifatnya sangat kompleks. Film menjadi sebuah karya estetika sekaligus sebagai
alat informasi yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik.
Film juga dapat menjadi sarana rekreasi dan edukasi. Film bisa disebut sebagai
sinema atau gambar hisup yang mana diartikan sebagai karya seni, bentuk populer
dari hiburan, juga produksi industri atau barang bisnis42.
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, film diartikan sebagai: (1)
Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan
dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di
bioskop); (2) lakon (cerita) gambar hidup43.
Film merupakan teknologi hiburan massa yang dimanfaatkan untuk
menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan dalam skala luas di samping pers,
radio, dan televisi. Film dimasukan dalam komunikasi massa yang mengandung
aspek hiburan dan juga memuat aspek edukatif. Secara teoritis dan telah terbukti
41 Ibid, h.2
42 Anderson Daniel Sedardo, dkk, Jurnal Acta Diurna volume IV. No.1 tahun 2015, (diunduh pada 09
Agustus 2015 pukul 07.48), h. 1
43 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2002), Edisi
pula dalam praktek kebenarannya, film adalah alat komunikasi yang paling
dinamis sekarang ini. Apa yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh telinga,
masih lebih cepat dan lebih mudah dipahami dari pada apa yang hanya dapat
dibaca dan memerlukan lagi pengkhayalan untuk dapat memahaminya.
G. Biografi Deddy Mizwar
Deddy Mizwar lahir di Jakarta pada 5 Maret 195544. Deddy merupakan Putra ke 4 dari 7 bersaudara dari pasangan H. Adrian Andres dan Sun’ah. Bakat
akting Deddy Mizwar sudah terlihat sejak ia masih kecil, banyak hal-hal unik
yang ditemui sang Bunda terhadap Deddy dan semua terbukti ketika ia telah
dewasa. Kepiawaiannya dalam bermain peran merupakan sifat yang diturunkan
dari sang Bunda45.
Beranjak dewasa, sekitar tahun 1973, ia mulai aktif di teater Jakarta.
Lewat teater inilah bakat aktingnya mulai terasah. Ia pernah terpilih sebagai Aktor
Terbaik Festival Teater Remaja di Taman Ismail Marzuki.
Kepiawaian Deddy di dunia seni peran terbukti dalam peran perdananya di
film Cinta Abadi pada tahun 1976, pada film itu ia mendapat peran utama.
Perannya dalam film Naga Bonar semakin mendekatkannya pada popularitas.
Kepiawaiannya berakting membuahkan hasil dengan mendapat 4 Piala Citra pada
tahun 1986 dan 1987 diantaranya: Aktor Terbaik FFI dalam Arie Hanggara
(1986), Pemeran Pembantu Terbaik FFI dalam Opera Jakarta (1986), Aktor
Terbaik FFI dalam Naga Bonar (1987) dan Pemeran Pembatu Terbaik FFI dalam
film Kuberikan Segalanya. Karirnya mencapai puncak pada tahun 1990-an. Selain
menjadi aktor, ia pun merupakan seorang sutradara, produser, dan pemilik sebuah
rumah produksi.
Meskipun ia semakin populer namun ia merasa hampa. Ia ingin kembali
kepada kehidupan ia dahulu yang dekat dengan Tuhan. Akhirnya ia memutuskan
agar segala yang ia lakukan harus berniali ibadah untuknya. Suami dari Giselawati
ini kemudian memutuskan untuk terjun langsung memproduksi film dan sinetron
44 Ensiklopedi Tokoh Indonesia, http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/283-direktori/1022-deddy-mizwar. diakses pada tanggal 08 Maret 2016
bertemakan religius sebagai wujud ibadahnya kepada Allah. Pada tahun 1996 ia
mendirikan rumah produksi PT Demi Gisela Citra Sinema.
Salah satu sinetron yang telah ia munculkan adalah Lorong Waktu.
Sinetron itu ternyata mampu menarik perhatian masyarakat bukan hanya warga
muslim tetapi juga warga non-muslim. Sinetron ini pertama kali di tayangkan
pada bulan ramadhan tahun 1999 yang dilanjutkan Lorong Waktu 2 pada tahun
2000, Lorong Waktu 3 tahun 2002, Lorong Waktu 4 tahun 2003, dan Lorong
Waktu 5 pada tahun 2004, dan terakhir Lorong Waktu 6 pada tahun 2006. Sinetron
ini diproduksi oleh rumah produksi miliknya dan disutradarai oleh ia sendiri.
Sinetron lain yang pernah ia buat yaitu Kiamat Sudah Dekat, Para Pencari Tuhan
dan masih banyak lagi sinetron yang telah ia hasilkan.
Selain memproduksi sinetron, ia juga merambah dunia film layar lebar.
Beberapa film yang pernah ia bintangi yaitu Kiamat Sudah Dekat, Naga Bonar
(Jadi) 2,Ketika Cinta Bertasbih, Ketika Cinta Bertasbih 2, Cinta 2 Hati, Bebek
Belur, Alangkah Lucunya (Negeri Ini), dan masih banyak film yang telah ia
bintangi. Selain bermain peran dalam film tersebut, ada beberapa film yang ai
sutradarai sendiri, salah satunya yaitu Alangkah Lucunya (Negeri Ini).
Selain berkecimpung dalam dunia seni, kini ia pun aktif dalam kegiatan
politik. Pada 13 Juni 2013 ia terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat hingga
2018 mendatang.
H. Sinopsis
Film yang berjudul Alangkah Lucunya (Negeri Ini) merupakan sebuah
film bergenre komedi yang disutradarai oleh Deddy Mizwar pada tahun 2010.
Film ini dibintangi oleh aktor-aktor ternama Indonesia seperti Reza Rahardian,
Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Jaja Miharja, Tio Pakusodewo, Asrul Dahlan,
Rina Hasyim, Ratu Tika Bravani, Sakurta Ginting, Teuku Edwin, dan beberapa
pemain pembantu lainnya.
Alangkah Lucunya (Negeri Ini) mencoba mengangkat potret nyata dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Dengan bertemakan pendidikan, film ini
pencopet. Pemeran utama yang dibintangi oleh Reza rahardian yang berperan
sebagai Muluk adalah seorang sarjana manajemen yang kesulitan mendapatkan
pekerjaan. Meskipun ia sering gagal untuk mendapatkan pekerjaan namu ia tidak
pernah putus asa.
Suatu hari ketika ia sedang berjalan di pasar, ia bertemu dengan seorang
pencopet yang benama Komet. Komet membawa Muluk ke markasnya, lalu
memperkenalkannya kepada bos copet yang bernama Jarot. Kedatangan Muluk ke
markas pencopet yaitu untuk menawarkan kerjasama. Akal Muluk pun berputar
danmelihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia meyakinkan Jarot bahwa ia
dapat mengelola keuangan mereka dan meminta imbalan 10% dari hasil
mencopet.
Selain mengelola keuangan para pencopet, Muluk pun memberikan
pelajaran umum kepada para pencopet dengan mengajak dua orang temannya
yaitu Asrul dan Pipit untuk menjadi tenaga pengajar. Asrul seorang sarjana
pendidikan yang mengajarkan pencopet kewarganegaraan dan Pipit mengajarkan
pelajaran agama.
Usaha Muluk pun membuahkan hasil, namun ia masih belum puas. Ia
ingin mengarahkan para pencopet itu untuk mengubah profesi mereka menjadi
pengasong. Keinganan Muluk ini tidak mendapat respon positif dari para
pencopet. Hampir semua pencopet menolak untuk menjadi pengasong. Namun
Muluk tidak menyerah begitu saja, ia masih tetap berusaha. Puncak konflik
meuncul ketika Muluk dan teman-temannya sedang mengadakan kegiatan untuk
memulai mengasong, ketika itu orangtua Muluk dan Pipit datangke markas dan
menyaksikan langsung pekerjaan anak mereka. Para orangtua sangat kecewa
mengetahui pekerjaan yang dilakukan anak-anaknya, karena mereka menganggap
bahwa itu tidak halal. Muluk dan Pipit pun memutuskan untuk berhenti dari
pekerjaan mereka. Dan setelah mereka berhenti beberapa dari pencopet ada yang
I. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan seperti mencontek hasil penelitian orang lain, maka dari itu
penulis akan memaparkan perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah
yang dibahas.
Sejauh pengamatan penulis, ada beberapa penelitian yang menggunakan
tinjauan pragmatik. Aspek pragmatik yang dimaksud termasuk juga prinsip
kesantunan. Beberapa penelitian tersebut antara lain analisis mengenai Prinsip
Kerjasama dan Prinsip Kesopanan dalam Wacana Au Bonheur Des Ogres yang
dilakukan oleh Sarniah Hasmi Lubis pada tahun 2005. Skripsi ini membahas
mengenai pematuhan dan pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dan prinsip
kesantunan dalam sebuah buku46. Persamaan dari penelitian ini yaitu mengkaji objek dengan menggunakan prinsip kesantunan. Perbedaan penelitian Sarniah
dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu, Sarniah mendeskripsikan tentang
pematuhan dan pelanggaran yang terdapat dalam sebuah buku sedangkan
penelitian yang penulis lakukan mendeskripsikan pematuhan dan pelanggaran
prinsip kesantunan dalam film.
Skripsi selanjutnya yang meneliti mengenai analisis wacana yaitu skripsi
karya Bramantya Putra mahasiswa Universitas Gajah Mada yang berjudul
Wacana Dialog dalam Film Dalyeora Jajeongeo: Analisis Prinsip Kerjasama dan
Prinsip Kesopanan. Skripsi ini membahas tentang pematuhan dan pelangaran
prinsi kerjasama dan prinsip kesopanan yang terjadi pada dialog dalam film47.
Persamaan skripsi ini dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu sama-sama
menganalisis pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan dalam film dengan
menggunakan teori Geoffrey Leech. Perbedaannya, skripsi Bramantya
menganalsis film korea yang mendeskripsikan pematuhan dan pelanggaran prinsip
kerja sama dan prinsip kesantunan sedangkan film yang penulis teliti film
46 Sarniah Hasmi Lubis, Prinsip Kerjasama dan Prinsip Kesopanan dalam Wacana Au Bonheur Des
Ogres, Skripsi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2005, tidak dipublikasikan.
47 Bramantya Putra, Wacana Dialog dalam Film Dalyeora Jajeongeo: Analisis Prinsip Kerjasama dan
Indonesia dengan mendeskripsikan pematuhan dan pelanggaran prinsip
kesantunan.
Selanjutnya jurnal yang berjudul Analsis Semiotika Film Alangkah
Lucunya (Negeri Ini) karya Anderson Daniel Sudarto, Jhony Senduk, dan Max
Rembang pada tahun 201548. Persamaan dari penelitian ini yaitu kesamaan objek
yang diteliti, yaitu film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar.
Perbedaannya, dalam jurnal ini penelitian dengan menggunakan kajian semiotik
sedangkan yang penulis lakukan menggunakan kajian pragmatik.
48 Anderson Daniel Sudarto, dkk, Journal “ Acta Diurna” Volume IV. No.1. tahun 2015, diunduh pada 09
25
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor
mendefenisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku
yang diamati1. Menurut Berg, penelitian kualitatif ditekankan pada deskripsi objek yang diteliti2. Metode penelitian kualitatif ini dipandang sesuai untuk mengkaji dan menganalisis data secara objektif sesuai fakta yang ditemukan di
dalam teks. Dalam penelitian ini berupaya untuk menganalisis konteks dan
kesantunan berbahasa yang terdapat dalam dialog film Alangkah Lucunya (Negeri
Ini).
B. Sumber Data
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah naskah
film yaitu film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). Peneliti menggunakan film ini
karena jumlah data yang terdapat dalam film tersebut dianggap sudah mencukupi
untuk keperluan penelitian dan bervariasi.
Data dalam penelitian ini menggunakan penggalan dialog yang diambil
dari naskah film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) yang diduga memenuhi prinsip
kesantunan. Dialog digunakan sebagai data, tetapi tidak semuanya digunakan
hanya yang mematuhi dan melanggar maksim-maksim kesantunan. Penentuan
tingkat kesantunan dilakukan dengan melihat kecenderungan ujaran yang terdapat
dalam naskah film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini menganalisis dialog dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).
Penelitian ini berfokus pada analisis pematuhan dan pelanggaran prinsip-prinsip
kesantunan dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). Dalam dialog-dialog pada
film ini diduga terdapat banyak fenomena tindak tutur, khususnya prinsip
kesantunan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Sugiyono menyatakan bahwa “teknik Pengumpulan data merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.”3. Pengumpulan data dalam penelitian merupakan suatu keharusan. Pengumpulan data dalam penelitian merupakan suatu keharusan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik simak. Pelaksaan
metode simak dalam penelitian ini diwujudkan melalui teknik dasar.
Langkah-langkah pengumpulan datanya dikelompokkan berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan sebagai berikut:
1. Teknik sadap, peneliti menyadap pembicaraan penggunaan bahasa
dalam dialog film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).
2. Kemudian dilanjutkan dengan teknik lanjutan I, yaitu teknik simak
bebas libat cakap, kegiatan ini dilakukan dengan tidak
berpartisipasi ketika menyimak, peneliti tidak terlibat dalam
dialog.
3. Kemudian diikuti dengan teknik lanjutan II, yaitu teknik catat,
kegiatan pencatatan mengenai dialog yang dituturkan oleh pemeran
dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).
4. Mencatat hasil temuan jika terdapat konteks dan kesantunan
berbahasa pada dialog antar tokoh dalam naskah film Alangkah
Lucunya (Negeri Ini) ke dalam kartu data.
5. Menyimpulkan hasil analisis yang didasarkan pada analisis data
secara keseluruhan.
Berikut ini bentuk kartu data:
No. Data : Scene:
Konteks
3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
Ujaran
Analisis Prinsip Kesantunan Leech
Mkar MKdw MP MKH Mksp MS
Keterangan :
Kartu data dibagi menjadi enam bagian.
a. Bagian pertama berisi dua kolom yang terdiri dari:
1) Kolom pertama berisi no data
2) Kolom kedua berisi scene dalam film
b. Bagian kedua berisi konteks
c. Bagian ketiga berisi ujaran yang mengandung maksim kesantunan
d. Bagian keempat berisi judul analisis prinsip kesantunan Leech
e. Bagian kelima berisi analisis yang terdiri dari maksim-maksim,
maksim kearifan (MKar), maksim kedermawanan (MKdw),
maksim pujian (MP), Maksim kerendahan hati (MKH), maksim
kesepakatan (MKsp), maksim simpati (MS).
f. Bagian keenam terdiri enam kolom yang merupakan kolom untuk
pemberian tanda analisis jika memenuhi maksim kesantunan diberi tanda ceklis (√) jika melanggar maksim kesantunan diberi tanda (×).
E. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data
yang diperoleh mengenai kesantunan berbahasa yang terdapat dalam dialog film.
Pada penelitian ini menentukan data sesuai konteks menurut toeri Hymes serta
kesantunan berbahasa menurut teori Leech. Berikut tahap yang dilakukan penulis
dalam mengolah data.
2. Setelah data disimpan dalam kartu data, kemudian dianalisis
berdasarkan konteks dan maksim-maksim kesantunan
3. Hasil analisis tersebut diklasifikasikan berdasarkan pematuhan dan
pelanggaran maksim-maksim kesantunan.
4. Pada tahap penyelesaian, penulis mengecek kembali analisisnya
dan memperbaikinya bila ada kesalahan pada penulisan. Setelah itu
penulis meyimpulkan dari semua hasil penelitian yang dilakukan.
F. Penyajian data
Analisis data merupakan upaya untuk mengelompokkan data yang telah
diperoleh. Selanjutnya pemaparan hasil analisis, menurut Sudaryanto yang dikuti
oleh Muhammad ada dua cara untuk menyajikan hasil penelitian yaitu dalam
metode formal dan informal. Metode formal ada penyajian dengan mengunakan
tanda dan lambang.4 Sedangkan penyajian dengan metode informal adalah dengan kata-kata biasa untuk merumuskan kaidah sesuai dengan domainnya dan
hubungan antar kaidah.5
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode informal, karena
penyajian data berbentuk tuturan yang didalamnya terdapat tuturan pematuhan
dan pelanggaran maksim kesantunan yang tidak menggunakan tanda dan
lambang.
G. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.
29
komunikasi berlangsung dengan baik dan pesan yang ingin disampaikan dapat tercapai maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu konteks dan bahasa yang digunakan ketika berkomunikasi. Kajian dalam penelitian ini mengenai konteks tutur dan kesantunan berbahasa dalam film
Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar dan implikasinya terhadap
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, yang menggunakan klasifikasi konteks Hymes dan prinsip kesantunan Leech. Deskripsi penemuan ini mencakup klasifikasi konteks menurut teori Hymes yang dikenal dengan teori SPEAKING dan prinsip kesantunan Leech yang terdiri dari maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati.
A. Temuan kesantunan berbahasa menurut Leech dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar
Berdasarkan hasil penelitian di dapat temuan-temuan penelitian. Dari 127
scene dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) terdapat 35 scene yang
mematuhi prinsip kesantunan dan 45 scene yang melanggar prinsip kesantunan. Berikut ini akan disajikan tabel temuan hasil penelitian mengenai pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa.
Tabel 1. Hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa
No Kesantunan menurut Leech Jumlah/data
1 Maksim Kearifan (MKar) 8
2 Maksim Kedermawanan (MKdw) 3
3 Maksim Pujian (MP) 10
4 Maksim Kerendahan Hati (MKH) 3
5 Maksim Kesepakatan (MKsp) 8
6 Maksim Simpati (MS) 3
Jumlah 35
Pematuhan maksim prinsip kerjasama dalam dialog film Alangkah
Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar meliputi: (1) maksim kearifan, (2)
Tabel 2. Hasil penelitian pelanggaran kesantunan berbahasa No Kesantunan menurut Leech Jumlah/data
1 Maksim Kearifan (MKar) 3
2 Maksim Kedermawanan (MKdw) -
3 Maksim Pujian (MP) 17
4 Maksim Kerendahan Hati (MKH) 2
5 Maksim Kesepakatan (MKsp) 22
6 Maksim Simpati (MS) 1
Jumlah 45
Pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam dialog film Alangkah
Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar meliputi:(1) maksim kearifan, (2)
maksim kedermawanan, (3) maksim pujian, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim kesepakatan, (6) maksim simpati. Dari keseluruhan data pada dialog diperoleh 34 data yang melanggar prinsip kesantunan Leech yaitu 2 maksim kearifan, 0 maksim kedermawanan, 12 maksim pujian, 4 maksim kerendahan hati, 15 maksim kesepakatan, dan 1 maksim simpati.
B. Analisis Deskripsi Kesantunan Berbahasa dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar
Analisis temuan-temuan penggalan dialog yang mematuhi prinsip kesantunan.
1. Maksim kearifan
Maksim kearifan terjadi apabila penutur berusaha memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan berusaha meminimalkan kerugian bagi pihak lain. Orang yang mematuhi maksim ini merupakan orang yang berjiwa besar karena selalu lebih mementingkan keuntungan bagi orang lain.
Berikut ini adalah dialog yang mematuhi maksim kearifan:
(1)
No. Data : 4
Scene: 5
kemudian Muluk langsung meninggalkan kantor itu; Keys: nada suara (tone) datar, sikap atau cara (manner) peristiwa tutur ini terjadi dengan santai; Instrumentalities:lisan;
norms of Interaction and Interpretation; pernyataan dan
dijawab dengan pertanyaan; Genre: Wacana argumentasi. Ujaran Petugas Kantor TKI: Karyawan disini sudah full, Pak.
Bagaimana kalau bapak mendaftar, lalu kita kirim ke Malaysia.
Muluk : Jadi TKI?
Analisis Prinsip Kesantunan Leech
Mkar MKdw MP MKH Mksp MS
√
Ujaran yang diucapkan oleh petugas kantor TKI dikatakan mematuhi maksim kearifan karena memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Pemaksimalan keuntungan diberikan oleh petugas kantor TKI dengan memberikan tawaran pekerjaan lain untuk Muluk. Ujaran yang menunjukan pemaksimalan keuntungan bagi pihak lain terlihat pada Karyawan disini sudah full, Pak. Bagaimana kalau bapak mendaftar, lalu
kita kirim ke Malaysia. Panggilan dengan sebutan Pak terdengar santun,
petugas kantor TKI yang usianya lebih tua tetap memanggil Muluk dengan sebutan Pak untuk menghormati Muluk yang memiliki pendidikan yang tinggi. Selain itu petugas kantor TKI pun menawarkan alternatif pekerjaan lain kepada Muluk, yakni dengan menawarkan pekerjaan sebagai TKI. Dengan demikian petugas kantor TKI berusaha memaksimalkan keuntungan terhadap Muluk agar Muluk bisa mendapat pekerjaan.
(2)
No. Data : 10
Scene: 10
Konteks Setting and Scene: peristiwa tutur ini terjadi disebuah kios buku di pinggir jalan pada siang hari sedangkan Scene mengacu pada situasi ketika peristiwa tutur terjadi yaitu dalam keadaan serius; Participant: penutur dalam pertuturan ini yaitu penjual buku dan petutur yaitu Muluk;
Ends:menjelaskan harga buku yang dia jual: Act
Sequences: pertuturan ini diawali oleh penjual buku yang
Norms of Interaction and Interpretation: pernyataan dan diakhiri dengan tindakan; Genre: wacana argumentasi. Ujaran Penjual Buku : Ini nih kalo ditoko buku 100 ribu, kalo
disini Cuma 30 ribu. Secara gimana bangsa kita bisa bikin pesawat terbang?
Analisis Prinsip Kesantunan Leech
MKar MKdw MP MKH Mksp MS
√
Pada dialog tersebut menunjukan adanya maksim kearifan karena penutur berusaha memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Pemaksimalan tersebut terlihat pada tuturan Ini nih kalo ditoko buku 100 ribu, kalo disini Cuma 30 ribu. Secara gimana bangsa kita bisa bikin
pesawat terbang?, ucapan penjual buku yang menawarkan harga murah
kepada Muluk tersebut memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan memberikan harga murah maka pembeli tidak perlu mengeluarkan uang lebih untuk buku yang sama.
(3)
No. Data : 11
Scene: 12
Konteks Setting and Scene: peristiwa tutur ini terjadi di rumah H. Rahmat pada pagi hari sedangkan Scene mengacu pada situasi ketika peristiwa tutur terjadi yaitu dalam keadaan santai; Participant: penutur dalam pertuturan ini yaitu H. Rahmat dan petutur yaitu Muluk; Ends: menanyakan hukum beternak cacing dalam islam; Act Sequences: pertuturan ini diawali oleh Muluk yang memberikan sebuah buku kepada Pak Makbul untuk meminta pendapat mengenai rencana usaha yang ingin dia buat kemudian Pak Makbul menyuruh Muluk menanyakan hal tersebut kepada H. Rahmat; Keys: nada suara (tone) datar, sikap atau cara
(manner) saat tuturan ini diucapkan yaitu dengan serius
dan disertai candaan; Instrumentalities: lisan; Norms of
Interaction and Interpretation: pernyataan dan dijawab
pernyataan; Genre: wacana argumentasi.
Ujaran H. Rahmat : Kalo gak ada pilihan laen buat cari
nafkah, kerjakan!
Jangan lupa sering-sering minta ampun kepada Allah. Minta petunjuk supaya kamu dapet jalan yang lebih baik. Tapi ngomong-ngomong kenapa jadi beternak cacing?