• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesantunan Berbahasa dalam Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) Karya Deddy Mizwar dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA (Analisis Wacana)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesantunan Berbahasa dalam Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) Karya Deddy Mizwar dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA (Analisis Wacana)"

Copied!
232
0
0

Teks penuh

(1)

(ANALISIS WACANA)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Astri Pertiwi

NIM 1111013000082

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

Wacana)”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dr. Siti Nuri Nurhaidah, MA

Kesantunan berbahasa merupakan aspek yang sangat penting saat berinteraksi dengan mitra tutur. Apalagi pada dunia pendidikan, kesantunan berbahasa memiliki peran penting dalam kemampuan berbahasa siswa. Film sebagai media ajar dapat digunakan pendidik untuk menyampaikan pengajaran mengenai kesantunan berbahasa. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan bentuk kesantunan berbahasa yang terdapat dalam Alangkah

Lucunya (Negeri Ini), (2) Mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa yang

terdapat dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Manfaat dari penelitian ini meliputi dua hal, yaitu manfaat teoritis yang dapat memberikan wawasan tentang kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas dan manfaat praktis yang dapat memberikan sumber referensi baru untuk penelitian selanjutnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini berupaya untuk menganalisis kesantunan berbahasa yang terdapat dalam dialog film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). metode ini dilakukan dengan lima tahap, yaitu teknik sadap, kemudian dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap, kemudian dilanjutkan dengan teknik catat, setelah mendapatkan data selanjutnya peneliti mencatat hasil temuan kesantunan yang terdapat dalam dialog, dan pada tahap terakhir peneliti menyimpulkan hasil dari data keseluruhan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 127 scene yang terdapat dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini)35 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu maksim kearifan 8 data, maksim kedermawanan 3 data, maksim pujian 10 data, maksim kerendahan hati 3 data, maksim kesepakatan 8 data, dan maksim simpati 3 data. Sedangkan yang melanggar prinsip kesantunan sebanyak 45 data, yaitu maksim kearifan 3 data, maksim pujian 17 data, maksim kerendahan hati 2 data, maksim kesepakatan 22 data, dan maksim simpati 1 data. Analisis wacana ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA kelas XI pada materi mengulas secara kritis film atau drama. Selain siswa dapat memberikan ulasan secara kritis mengenai film atau drama, siswa pun dapat mempelajari kesantunan berbahasa yang terdapat dalam film dan dapat langsung mempraktikannya pada kehidupan sehari-hari dalam segala situasi sosil, baik dalam lingkungan masyarakat ataupun lingkungan sekolah.

(6)

(Discourse Analysis)". Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah. State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Dr. Siti Nuri Nurhaidah, MA

Politeness is a very important aspect when interacting with the hearer. Especially in the world of education, politeness has an important role in students' language skills. Film as a medium of teaching can be used for educators to convey the teachings of politeness. The purpose of this study are: (1) Describe the form of politeness contained inAlangkah Lucunya (Negeri Ini), (2) Describe the implications of politeness contained in the film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) towards learning Indonesian language and literature at the high school. The benefits of this research consists of two things, namely the theoretical benefits that can provide insight into linguistic politeness towards learning Indonesian at SMA and practical benefits that can provide a new reference source for further research.

The method used in this study is a qualitative research method. In this study seeks to analyze the politeness contained in movie dialogueAlangkah

Lucunya (Negeri Ini). this method is done with five stages, namely the technique

of tapping, followed by techniques refer freely involved conversation, followed by technical note, after receiving further data researchers noted the findings of politeness contained in the dialogue, and at the last stage researchers concluded the results of the overall data ,

The results showed that of the 127 scene contained in the film Alangkah

Lucunya (Negeri Ini)35 data to adhere to the principles of politeness Leech is the

maxim of wisdom 8 data, maxims generosity 3 data, the maxim of praise 10 data, the maxim of humility 3 data, the maxim deal 8 data and sympathy maxim 3 data. While that violates the principle of politeness as much as 45 data, that maxim of wisdom 3 entries, 17 compliment maxim of data, humility 2 data maxims, maxims 22 deal of data, and maxims sympathy 1 data. This discourse analysis can be implied to study Indonesian language and literature at the high school grade XI on the material critically review a movie or drama. In addition students can provide critical review of the movie or drama, students can learn politeness contained in the film and can be directly practiced in everyday life in all situations sosil, either within the community or school environment.

(7)
(8)

1

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan oleh manusia untuk

berkomunikasi yang berupa lambang bunyi. Komunikasi dapat terjadi bila dilakukan

oleh dua orang atau lebih. Setiap kalimat yang dituturkan dalam berkomunikasi pasti

memiliki arti. Suatu tuturan pasti memiliki maksud serta faktor yang melatar

belakangi penutur dalam menyampaikan tujuannya kepada mitra tutur. Agar

komunikasi dapat berjalan dengan baik, maka penutur dan mitra tutur harus

menggunakan bahasa yang baik pula, bahasa yang dapat dimengerti oleh peserta tutur.

Linguistik merupakan ilmu yang memperlajari tentang seluk-beluk bahasa dan

memiliki berbagai cabang disiplin ilmu. Cabang-cabang tersebut diantaranya

fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dan sebagainya. Berbagai macam

cabang disiplin ilmu tersebut dibagi menjadi dua jenis, yaitu ilmu yang mempelajari

bahasa dari sudut pandang internal yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.

Berbeda dengan cabang ilmu linguistik yang lain, pragmatik adalah cabang ilmu

linguistik yang mengkaji bahasa secara eksternal, yakni bagaimana kesatuan bahasa

tersebut digunakan dalam berkomunikasi1. Selain itu, ada beberapa definisi lain mengenai pragmatik yang hampir semuanya berpendapat bahwa pragmatik adalah

ilmu yang mengkaji bahasa sebagaimana digunakan dalam konteks tertentu.

Melakukan penelitian dengan menggunakan kajian pragmatik dalam sebuah

karya sastra merupakan suatu hal yang menarik untuk dilakukan, termasuk dalam

meneliti sebuah film. Film menyajikan cerita dengan menggunakan gambar yang

bergerak. Film menjadi media yang sangat berpengaruh dibandingkan dengan

media-media yang lain, karena memiliki aspek audio dan visual sekaligus sehingga membuat

penontonnya tidak mudah bosan dan mudah mengingat. Hal itulah yang menyebabkan

kini film tidak hanya menjadi hiburan semata namun film dapat pula digunakan

sebagai salah satu media dalam proses pembelajaran.

Dalam film tentunya terjadi percakapan atau dialog yang dilakukan oleh tokoh

di film tersebut. Dialog antara tokoh sering mengundang rasa ingin tahu penonton,

(9)

tentu pertanyaan seperti itu dapat terjawab. Dalam memahami cerita sebuah film, kita

harus menggabungkan antara konteks dengan tuturan yang ada di film tersebut. Sama

halnya dengan naskah drama, naskah film pun menggunakan bahasa sebagai perantara

serta memiliki sifat imajinatif. Naskah inilah yang kemudian ditampilkan melalui

sederetan gambar, suara, dialog dan ilustrasi musik. Di dalam film, tidak hanya

terdapat dialog secara langsung saja namun terkadang terjadi dialog yang dilakukan

secara tidak langsung secara konteksnya, namun mitra tutur dapat memahami maksud

dari tuturan tersebut.

Selain harus memperhatikan konteks, peserta tutur pun harus memiliki

kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan bukan hal yang asing bagi masyarakat, apa

lagi masyarakat Indonesia yang kental akan budaya dan adat sitiadat. Tidak hanya

dalam film yang kini memiliki fungsi ganda selain untuk hiburan juga sebagai media

dalam pembelajaran namun dalam kegiatan berkomunikasi sehari-hari pun harus

memperhatikan kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan tidak hanya terlihat dari

bahasa yang digunakan tetapi dapat berupa tindak tutur, sikap, dan sebagainya yang

menggambarkan identitas diri seseorang.

Dengan mengkaji kesantunan pada peristiwa tutur para tokoh dalam film maka

dapat mengetahui tingkat kesantunan yang digunakan dalam film tersebut. Salah satu

film yang dapat dijadikan media dalam pembelajaran yaitu film Alangkah Lucunya

(Negeri Ini) karya Deddy Mizwar. Film ini mempunyai makna yang baik dan nilai

edukasi yang tinggi. Film ini dikemas dengan menarik, lucu, dan mudah dipahami

oleh penonton. Film ini menceritakan tentang realita di Indonesia namun tetap

memunculkan maksud yang ingin disampaikan oleh sang sutradara. Selain itu, film ini

pun pernah menjadi pemenang diajang Jakarta Internasional Film Festival tahun 2010

kategori Best Feature Film dengan penghargaan Film Indonesia Terbaik.

Kemampuan sang sutradaralah yang mampu membuat film ini menjadi sebuah

film yang layak untuk dijadikan objek penelitian karena dalam film ini mempunyai

nilai edukasi yang tinggi. Dalam dialog-dialog pada film ini diduga terdapat banyak

fenomena tindak tutur, khususnya pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan.

Skripsi yang berjudul “Analisis Wacana Dialog dalam Film Alangkah

Lucunya (Negeri Ini) dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

(10)

Membahas kesantunan dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) dan

mengimplikasinya pada kegiatan pembelajaran di kelas XI dengan tema/topik

mengulas secara kritis film/drama.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diuraikan masalah yang

teridentifikasi, yaitu:

1. Konteks wacana yang tedapat dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).

2. Dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) terdapat pematuhan dan pelanggaran

prinsip kesantunan.

3. Prinsip kesantunan dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) dan Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

C. Pembatasan masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka permasalahan dalam

penelitian ini akan dibatasi pada prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech dalam

film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).

D. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan

sebagai berikut:

1. Bagaimana prinsip kesantunan berbahasa menurut teori Leech dalam film

Alangkah Lucunya (Negeri Ini)?

2. Bagaimana implikasi prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech dalam film

Alangkah Lucunya (Negeri Ini) terhadap pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesiia di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan bentuk prinsip kesantunan yang terdapat dalam film Alangkah

(11)

Indonesia di SMA.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis, maupun pembaca dalam

hal:

1. Kegunaan teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya

khazanah ilmu pengetahuan mengenai studi sastra Indonesia khususnya dalam

pembelajaran sastra di sekolah.

2. Kegunaan praktis

a. Bagi pembaca/mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

pembanding dan contoh bagai penelitian selanjutnya.

b. Bagi peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan

mengenai tindak tutur dan menerapkan kesantunan berbahasa dalam tindak

tutur sehari-hari.

c. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pemahaman tindak tutur dan kesantunan sehingga dapat digunakan dalam

(12)

5

1. Definisi Pragmatik

Pragmatik merupakan ancangan wacana yang menguraikan tiga konsep,

yakni makna, konteks, dan komunikasi yang sangat luas dan rumit. Pragmatik

sebagai salah satu cabang linguistik mulai berkumandang dalam percaturan

linguistik Amerika sejak tahun 1970-an. Pragmatik merupakan cabang linguistik

yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi

tertentu1. Morris, Crystal, serta Hartmann dan Stork menjelaskan bahwa “...

pragmatik yaitu cabang ilmu semiotika yang mengkaji hubungan tanda dengan

pengguna bahasa2.”

Pada tahun 1938, Morris berkontribusi terhadap penamaan pragmatik.

Morris mendefenisikan pragmatik sebagai suatu cabang semiotik, ilmu tentang

tanda. Menurut Moris semiosis adalah sesuatu yang ditandai penanda definite.

Mediator adalah sarana tanda; penerima yang memperhatikan tanda adalah

interpretan; perantara proses adalah interpreter; apa yang diperhatikan adalah

designata3. Bagaimana bahasa itu berhubungan dengan makna yang ingin disampaikan oleh penutur, dan makna yang terkadung dalam ucapan sipenutur

tergantung dari situasi yang terjadi pada saat tuturan tersebut terjadi.

Selain Morris telah banyak pula para ahli linguistik yang memberikan

kontribusi dalam penafsiran mengenai studi pragmatik, diantaranya yaitu: George

Yule mengatakan pragmatik itu mengkaji makna kontekstual: bagaimana ada

lebih banyak yang dikomunikasikan daripada yang (sebenarnya) diucapkan4. Yule mengemukakan “Pragmatics is concerned with the study of meaning as

communicated by a speaker (or writer) and interpreted by a listener(or reader)”5.

1 F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.2.

2Ibid., h.2.

3Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, Approaches to Discourse oleh Unang Dkk, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar ,2007), h. 269

4 Asim Gunarwan, Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara, (Jakarta: Universitas Atma Jaya 2007), h. 51

(13)

Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang komunikasi antara pembicara

dan pendengar. Yule setidaknya memberikan empat definisi penting pragmatik,

yaitu6:

(1). Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari maksud dari ujaran penutur (pragmatics

is the study of speaker meaning). Dalam hal ini pragmatik berusaha mengungkap

maksud komunikasi yang disampaikan pembicara (atau penulis) yang selanjutnya

ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).

(2). Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari konteks tuturan (pragmatics is the study

of contextual meaning). Dalam mempelajari ujaran dibutuhkan keterkaitan antara

interpretasi dari apa yang dimaksud seseorangn dalam kontek yang khusus dengan

bagaimana konteks memengaruhi apa yang diujarkan.

(3). Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari cara memeroleh sesuatu yang lebih dari

yang diujarkan dalam berkomunikasi (pragmatics is the study of how more gets

communicated than is said). Di sini pendengar diharuskan untuk mengeksplorasi

ujaran agar sampai kepada maksud yang diinginkan oleh pembicara. Artinya

pragmatik mengeksplorasi apa yang tidak dikatakan dalam komunikasi. Dengan

kata lain, pragmatik berusaha mencari makna yang tidak terlihat dalam suatu

ujaran.

(4). Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari cara mengungkapkan ujaran berdasarkan

kedekatan hubungan (pragmatics is the study of teh expression of relative

distance). Dalam hal ini ujaran menimbulkan sebuah pertanyaan yang

menentukan pilihan antara yang terucap dan yang tidak. Untuk menjawabnya

diperlukan hubungan kedekatan di antara keduanya (pembicara dan pendengar)

baik dari sisi fisik, soisal, konsep dan pengalaman yang dibagi secara tidak

langsung.maka asumsinya adalah seorang pembicara yang menentukan seberapa

perlu ujaran itu diucapkan berdasarkan kedekatannya dengan seorang pendengar.

Dari keempat definisi pragmatik yang dikemukakan oleh Yule, dapat

disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang berkaitan dengan maksud ujaran

penutur yang bergantung pada konteks situasi ujaran tersebut. Maksud ujaran

berarti hal-hal yang berada di luar bentuk ujaran. Dengan kata lian, pragmatik

(14)

berusaha mencari makna yang tersirat di dalam ujaran. Oleh karena itu, untuk

memahami ujaran dibutuhkan pemahaman atau pengetahuan yang sama antara

penutur dan mitra tutur.

Definisi pragmatik selanjutnya dipaparkan oleh Leech merupakan bagian

dari penggunaan tata bahasa. Selanjutnya ia menunjukan bahwa pragmatik dapat

berintegrasi dengan tata bahasa atau gramatika yang meliputi fonologi, morfologi,

dan sintaksis melalui semantik7.

Sedangkan Parker dalam bukunya Linguistics for Non-Linguists

menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari

stuktur bahasa secara internal. Adapun yang dimaksud dengan hal itu adalah

bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya8. Namun levinson mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang

mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud

tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur

bahasanya9.

Mey mendefinisikan pragmatik sebagai ‘the study of conditions of human

languages uses as these are determined by the context of society”10. Dari

batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa menurutnya, pragmatik adalah ilmu

bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada

dasarnya sangat ditemtukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi

bahasa itu. Konteks yang dimaksud mencakup dua hal, yakni konteks yang besifat

sosial dan konteks yang bersifat sosietal.

Dari definisi yang telah diberikan oleh beberapa para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa pragmatik adalah kajian yang menekankan pada maksud

ujaran. Mencari hubungan antara bahasa dan maksud yang terkandung di

dalamnya. Hubungan keduanya dimaksudkan untuk menemukan tafsiran yang

sesuai dengan konteksnya. Maksud ujaran tersebut tersirat dan bergantung pada

7 Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta:Erlangga,2005), h.48

8 Ibid.

9Ibid.

(15)

konteks saat tututran itu berlangsung. Maka hal penting dalam memahami maksud

ujaran tersebut adalah kesamaan pengetahuan antara penutur dan mitra tutur.

B. Wacana

1. Definisi Wacana

Istilah wacana sudah banyak dibicarakan dimana-mana baik dalam

perdebatan maupun dalam teks ilmiah, tapi penggunaannya sembarangan saja,

bahkan sering tanpa didefinisikan terlebih dahulu. Akibatnya makna wacana

menjadi tidak jelas. Wacana merupakan kata yang sering kita dengar bahkan kita

ucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya “wacana politik” maka analisis

wacana merupakan analisis atas pola tersebut, mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan politik.

Agar tidak salah dalam penggunaan istilah wacana ini, maka terlebih

dahulu harus mengetahui makna wacana itu sendiri. Secara etimologis kata

‘wacana’ berasal dari bahasa latin discurrere yang berarti mengalir kesana kemari,

dari normalisasi kata discursus yang berarti ‘mengalir secara terpisah’ yang

ditransfer makanyanya menjadi ‘terlibat dalam sesuatu’, atau ‘memberi informasi

tentang sesuatu11.

Selain menurut istilah ada pula beberapa orang ahli yang juga telah

mengungkapkan pandangannya mengenai wacana. Marianne W.J dan louise J.

Phillips berpendapat bahwa wacana yakni sebagai cara tertentu untuk

membicarakan dan memahami dunia (atau aspek dunia) ini12.

Salah satu tokoh yang mengembangkan istilah wacana adalah Harris, ia

mendefinisikan konsep wacana sebagai satu kesatuan yang melihat hubungan

antarkalimat itu sebagai hubungan bentuk-bentuk kebahasaan13. Sedangkan Bell mendefinisikan wacana sebagai suatu rangkaian kalimat atau tuturan secara lisan

maupun tulisan yang digunakan oleh seseorang untuk mengkomunikasikan suatu

maksud.14

11 Stefan Titscher, dkk (diterjemahkan oleh Gazali, dkk), Metode Analisis Teks dan Wacana, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2009), h. 42.

12 Marianne W.J dan Louise J. Philiips (diterjemahkan oleh Imam Suyitni, dkk), Analisis Wacana: Teori

dan Metode, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 2.

13 S. Harris, Discourse Analysis, (Cambridge: Cambridge University Press, 1952), h. 3.

(16)

Pandangan Stubb tentang wacana adalah bahwa wacana dibentuk dari

satuan bahasa di atas kalimat atau klusa, baik lisan maupun tulisan dengan

menggunakan konteks sosial untuk sampai pada pemahaman makna wacana.

Sehingga analisis wacana merupakan upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas

kalimat atau kalusa, dengan kata lain membahas satuan-satuan kebahasaan yang

lebih luas, contohnya seperti pertukaran percakapan atau teks tulisan.15

Dari beberapa definisi wacana yang telah dikemukakan dia atas, maka

dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan kesatuan antarkalimat sebagai

hubungan bentuk kebahasaan baik lisan maupun tulisan yang digunakan oleh

seseorang untuk mengkomunikasikan suatu maksud dengan menggunakan

konteks sosial.

2. Konteks Wacana

a. Konteks dalam Teori Hymes (SPEAKING)

Konteks merupakan rangkaian dari asumsi-asumsi untuk menghasilkan efek

dari sebuah tuturan. Konteks juga dapat digunakan untuk menginterpretasi sebuah

ujaran dan dapat pula ditentukan oleh mitra tutur. Artinya bahwa konteks dapat

membantu memahami makna pesan penutur.

Hymes memberikan kemudahan dalam pola-pola komunikasi dengan

menggunakan klasifikasi kisi-kisi yang dikenal dengan istilah SPEAKING.

Masing-masing huruf merupakan sebuah singkatan untuk sebuah komponen

komunikasi yang diuraikan mengenai delapan klasifikasi dari analisis pola-pola

komunikatif16.

S (= Setting and Scene)

P (= Participant)

E (= End)

A (= Act sequence)

K (= Key)

15 Michael Stubb, Discourse Analysis: The Sociolinguistics Analysis of Natural Language, (Oxford: Basil

Balckweel Ltd., 1983), h.3.

16 Nuri Nurhaidah, Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia, ( Yogyakarta: Smart Writing, 2014),

(17)

I (= Instrument)

N (= Norm)

G (= Genre)

Setting and Scene, dalam hal ini setting berkenaan dengan waktu dan

tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan

waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan

yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.

Participant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tuturan, bisa

pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima

(pesan). Dua orang yang melakukan percakapan dapat berganti peran sebagai

pembicara atau pendengar.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Misalnya, peristiwa

tutur yang terjdai di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu

kasus perkara, namun para partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan

yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa sedangkan pengacara

berusaha memberikan pembelaan bahwa terdakwa tidak bersalah, dan hakim

berusaha memberikan keputusan yang adil.

Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini

berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan

hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.

Key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan, misalnya dengan senang hati, dengan serius, dengan sombong,

dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini juga dapat ditunjukan dengan gerak

tubuh dan isyarat.

Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur

lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu

pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

Norm, mengacu pada norma atau aturan dalam interaksi. Misalnya, yang

berhubungan dengan cara interupsi, bertanya, dan sebaginya. Selain itu juga

(18)

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,

pepatah, do’a, dan sebagainya.

Dalam rumusan lain Fishman juga merumuskan komponen tuturan yang

tidak jauh berbeda dengan komponen tutur Hymes. Fishman menyebut komponen

tutur sebagai pokok pembicaraan sosiolinguistik, yaitu “who speak, what

language, to whom, when, and what end.” 17

b. Peranan Konteks

Istilah konteks pertama kali diperkenalkan oleh Malinowski dengan sebutan

konteks situasi. Ia merumuskan konteks situasi “exactly as in the reality of spoken

or written languages, a word without linguistic context is a mere figment and

stands for nothing by itself, so in the reality spoken living tongue, the utterance

has no meaning except in the context situation18. Yang intinya adalah dalam bahasa lisan maupun tulisan jika tidak memiliki konteks itu hanya isapan jempol

belaka dan tidak memiliki arti apa-apa.

Mey berpendapat bahwa konteks itu penting dalam pembahasan ketaksaan

bahasa lisan maupun tulis. Mey mendefinisikan konteks sebagai konsep dinamis

dan bukan konsep statis, yang harus dipahami sebagai lingkungan yang senantiasa

berubah, dalam arti luas yang memungkinkan partisipan berinteraksi dalam proses

komunikasi dan ekspresi linguistik dari interaksi mereka yang dapat dimengerti.

Konteks berorientasi pada pengguna sehingga konteks dapat disangka berbeda

dari satu pengguna ke pengguna lain, dari satu bahasa ke bahasa lain. Mey

menambahkan bahwa konteks lebih dari sekedar referen, namun sebuah

perbuatan/tindakan. Konteks adalah perihal pemahaman untuk apakah sesuatu itu.

Konteks juga memberikan arti pragmatik yang sebenarnya dan membolehkan arti

pragmatik sebenarnya menjadi tindak pragmatik sebenarnya. Konteks menjadi

lebih penting tidak hanya untuk menilai referen dan implikatur yang pantas, tetapi

juga dalam hubungan isu pragmatik lainnya seperti tindak pragmatik dan

praanggapan19.

17 Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal,(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 49

18 Sudaryanto, Peneroka Hakikat Bahasa, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2009), h.118

(19)

Selain Malinowski dan May, pendapat lain mengenai konteks dikemukakan

oleh Cutting. Cutting menjelaskan konteks bersamaan dengan teks dan fungsi.

Ketiga aspek tersebut dikaji noleh pragmatik dan analisis wacana. Konteks

menurut Cutting adalah pengetahuan ikhwal dunia fisik dan sosial serta

faktor-faktor sosio-psikologis yang memengaruhi komunikasi sebagaimana pengetahuan

waktu dan tempat di dalam kata-kata yang dituturkan atau dituliskan. Konteks

merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan petutur20.

Teori tindak tutur dan pragmatik memandang konteks sebagai

“pengetahuan”, meskipun kunci pengetahuan tersebut adalah “pengetahuan

situasi”. Analisis percakapan memandang konteks sebagai “situasi” tanpa

menggabungkan secara eksplisit ke dalam “pengetahuan”. Analisis percakapan

berfokus pada bagaiamana teks sebagai makna menunjukan “situasi” dan

bagaimana teks itu menciptakan pengetahuan yang berkaitan, tetapi terbatas pada

pengetahuan situasi21.

3. Wujud Wacana dalam Lisan a. Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan hal sangat sering dilakukan oleh manusia, hampir

setiap saat orang melakukan hal ini. Tindak tutur merupakan gejala individual

yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa

si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat

pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Teori tindak tutur ‘speech act’

berawal dari cermah yang disampaikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, Jhon L.

Austin, pada tahun 1995. Menurut Austin agar dapat terlaksana ada tiga syarat

yang harus dipenuhi dalam tuturan-tuturan performatif. Syarat-syarat yang

diperlukan dan harus dipenuhi agar suatu tindakan dapat berlaku disebut dengan

felicity conditions, yaitu: a) The Persons and Circumstances Must Be Appropriate

(pelaku dan situasi harus sesuai), b) The Act Must Be Executed Completely by

All Participants (tindakan harus dilaksanakan dengan lengkap dan benar oleh

20Ibid., h. 122

(20)

semua pelaku), c) The Participants Must have the Appropriate Intentions (Pelaku

harus mempunyai maksud yang sesuai)22.

Setelah Austin mengemukakan pemikirannya mengenai tuturan

performatif, Searle mengembangkan lagi pendapat Austin tersebut. Searle

mengembangkan hipotesa bahwa pada hakekatnya semua tuturan mengandung

tindakan, dan bukan hanya tuturan yang mempunyai kata kerja performatif. Searle

berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur

seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan,

menjelaskan, meminta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat, dan lain-lain.

Selain mengambangkan hipotesa bahwa setiap tuturan mengandung tindakan,

Searle juga membagi tindak tutur menjadi tiga macam tindakan yang berbeda,

yaitu tindak lokusioner ‘utterance act’atau ‘locutionary act’, tindak ilokusioner

‘ilocusinary act’, dan tindak perlokusioner ‘perlocusionary act’23.

b. Lokusi, Ilokusi, Perlokusi

Tindak tutur lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat

sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak

tutur ini dapat disebut sebagai the act of saying something24. Dalam tindak lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan

oleh si penutur. Misalnya, tuturan saya lapar semata-mata hanya dimaksudkan

untuk memberitahu mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan itu

penutur sedang merasa lapar.

Tindak tutur ilokusioner dalah melakukan sesuatu dengan maksud dan

fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing

something25. Tuturan saya lapar yang diucapkan penutur bukan semata-mata

dimaksudkan untuk memberitahu mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya

tuturan itu rasa lapar sedang bersarang pada perut penutur, namun lebih dari itu

bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu yang

berkaitan dengan rasa lapar yang sedang penutur rasakan itu.

22 F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 11-12

23 Ibid., h 12-14

24 Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga,2005), h. 35

(21)

Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang menumbuhkan pengaruh

kepada mitra tutur. Tindak tutur ini dapat disebut dengan the act of affecting

someone26. Tuturan saya lapar, misalnya dapat digunakan untuk memberikan

isyarat kepada mitra tutur agar mitra tutur memberikan penutur sebuah makanan.

C. Kesantunan

Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dari kegiatan

berkomunikasi dengan sesama. Agar komunikasi berjalan dengan baik, maka

penutur dan mitra tutur harus menggunakan bahasa yang baik pula, bahasa yang

dapat dimengerti oleh peserta tutur. Agar tercapainya tujuan penutur kepada mitra

tutur selain harus menggunakan bahasa yang baik, peserta tutur pun harus

memiliki kesantunan dalam berbahasa. Setiap orang harus memiliki tatacara

berbahasa sesuai dengan norma-norma budaya, jika tidak maka ia mendapat nilai

negatif seperti, disebut sebagai orang yang sombong, egois, angkuh bahkan tidak

berbudaya. Oleh sebab itu dapat ditegaskan bahwa berbicara atau bertutur sapa

yang tidak baik memungkinkan setiap orang untuk dapat terlibat dan mengambil

peran secara aktif dalam penuturan itu adalah aktivitas yang asosial27.

Dalam Kamus Linguistik, kesantunan merupakan hal yang

memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain. Kesantunan ini dibagi

menjadi dua, yaitu kesantunan positif hal yang memperlihatkan solidaritas dengan

orang lain, dan kesantunan negatif hal yang memperlihatkan kesadaran akan hak

orang lain untuk tidak merasa dipaksa bersikap tertentu atau dipaksa melakukan

sesuatu28.

Leech mengatakan bahwa kesantunan merupakan ujaran yang membuat

orang lain dapat menerima dan tidak menyakiti perasaannya. Sedangkan Yule

menyatakan bahwa kesantunan adalah usaha mempertunjukan kesadaran yang

26 Ibid, h. 36

27 Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (jakarta: Erlangga, 2009), h. 22

(22)

berkenaan dengan muka orang lain. Kesantunan dapat dilakukan dalam situasi

yang bergayut dengan jarak sosial dan keintiman29.

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, kesantunan adalah suatu usaha

menyampaikan maksud dalam situasi tertentu dengan menjaga perasaan mitra

tutur agar tidak menyinggung atau menyakiti perasannya.

D. Prinsip Kesantunan Leech

Pada tahun 1983 Leech berkontribusi memaparkan prinsip kesantunan dan

dianggap paling lengkap hingga kini. Prinsip kesantunan ini dituangkan dalam

enam maksim. Leech menggunakan istilah maksim untuk menekankan yang baik

kepada pendengar, mengurangi yang tidak tepat, dan membalikkan strategi

pembicaraan tentang seseorang30. Berikut ini enam maksim yang merupakan prinsip kesantunan menurut Leech31:

1) Maksim Kearifan

Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, buatlah keuntungan orang lain

sebesar mungkin.

Contoh: A: “silakan dimakan gulainya! Di dalam masih banyak, ko”

B: “wah, enak sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Bu?”

Di dalam tuturan di atas, tampak dengan jelas bahwa apa yang dituturkan A

sangat memaksimalkan keuntungan pada B.

2) Maksim Kedermawanan

Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin, buatlah kerugian sendiri sebesar

mungkin.

Contoh: A : “wah motorku sepertinya rusak.”

B :“pakai motorku juga boleh, saya tidak menggunakannya hari ini.”

29 George Yule dalam buku Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, (Depok: Nofa Citra Mandiri,

2012), h. 67.

30 K.M. Jaszczolt, Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse,

(London:Longman,2002), h. 176

31 Geoffrey Leech, (diterjemahkan oleh M.D.D Oka), Prinsip-prinsip Pragmatik, (Jakarta: UI press, 1993),

(23)

Dari tuturan tersebut, dapat dilihat dengan jelas bahwa B berusaha

memasksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara meminjamkan motor kepada

A.

3) Maksim Pujian

Kecamlah orang lain sesedikit mungkin, pujilah orag lain sebanyak mungkin.

Contoh: A: “penampilannya bagus sekali!”

B : “ ya, memang!”

Tuturan tersebut dilakukan oleh dua orang yang menonton sebuah pertunjukan

musik. Mereka memuji penampilan dari musikus yang mereka tonton.

4) Maksim Kerendahan Hati

Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin, kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.

Contoh: “terimalah hadiah yang kecil ini sebagai tanda penghargaan kami”

Tuturan tersebut dianggap sebagai maksim kerendahan hati karena penutur

mengecilkan atau merendahkan sebuah hadiah yang penutur berikan, padahal bisa

saja hadiah yang penutur berikan walaupun kecil tapi berharga tinggi.

5) Maksim Kesepakatan

Usahakan ketaksepakatan antara diri dan orang lain terjadi sesedikit mungkin,

usahakan agar kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak mungkin.

Contoh: A : “Nanti kita pergi ke toko buku sama-sama ya?”

B : “Boleh, saya tunggu di halte.”

Contoh di atas menunjukan adanya kesepakatan antara A dan B bahwa mereka

sepakat untuk pergi ke toko buku bersama. A mengajak B untuk pergi ke toko

buku bersama kemudian B menyutujui ajakan A.

6) Maksim Simpati

Kurangilah rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain hingga sekecil

mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang

lain.

Contoh: A : “B, nenekku meninggal.”

B : “saya turut berduka mendengarnya.”

Pertuturan itu dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada mahasiswa lain yang

(24)

dekatnya tersebut dan menunjukan kesimpatiannya dengan mengatakan bahwa dia

ikut berduka atas kejadian itu.

E. Sastra

1. Sastra Ragam Tulis Cerpen

Istilah cerpen sudah sering kita dengar, bahkan sejak masih di sekolah

dasar. Cerpen merupakan kependekan dari cerita pendek. Pendek di sini masih

mempersyaratkan adanya keutuhan cerita, bukan asal sedikit halaman32.

Cerpen masih bisa dibagi lagi menjadi cerpen yang panjang (cerpenpan)

dan cerpen yang pendek, biasa disebut cerita mini. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia cerpen diartikan sebagai kisah pendek (kurang dari 10.000 kata) yang

memberika kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh

disatu situasi (pada suatu ketika)33.

Novel

Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Kata novellus dibentuk dari

kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru

karena novel adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian dari baentuk sastra

lainnya, yaitu puisi dan drama34.

Beberapa penadapat yang beruapaya mengungkapkan pengertian novel

dapat dicontohkan sebagai berikut:

Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, kemudian

diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’. Dewasa ini istilah novella

dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet,

yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu

panjang namun tidak juga terlalu pendek35.

32 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.141

33Ibid., h.142

34 Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.

124

35 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h.

(25)

Menurut R.J. Ress, novel adalah sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang

cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan

nyata, dan yang digambarkan dalam suatu plot yang cukup kompleks.

Sedangkan menurut Badudu dan Zain, novel adalah karangan dalam

bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang

dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka duka, kasih dan benci,

tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya36.

Dari beberapa definsi novel yang telah dikemukakan maka dapat

disimpulkan bahwa novel adalah sebuah karya fiksi dalam bentuk prosa yang

cukup panjang dan merupakan cerminan kehidupan sehari-hari.

2. Sastra Ragam Lisan Pantun

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal

dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata panuntun dalam bahasa

Minangkabau berarti “penuntun”. Dalam bahasa jawa, misalnya, dikenal sebagai

parikan, dalam bahasa sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak

dikenal sebagai umpasa.

Selain itu pantun dapat diartikan sebagai puisi lama yang terikat oleh

syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi).

Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan, namun sekarang dijumpai juga

pantun karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian

memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun versi pendek yang

hanya terdiri dari dua baris, sedangkan talibun adalah pantun versi panjang yang

terdiri dari enam baris atau lebih.

Puisi

Sudah banyak definisi tentang puisi diberikan. Akan tetapi, banyak orang

yang tidak puas dengan definisi tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

36 Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi sebuah Pengantar, (Bogor:Ghalia Indonesia,

(26)

puisi diartikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra,

serta penyusunan larik dan bait.

Sedangkan Luxsemburg menyebutkan, puisi adalah teks-teks monolog

yang isinya bukan pertama-tama merupakan sebuah alur37.

Dari hasil terhadap definisi-definisi yang dikemukakan para ahli, Waluyo

mengemukakan bahwa, puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan

pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan

mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya38.

Dari beberapa definisi mengenai puisi di atas maka dapat disimpulkan

bahwa puisi adalah ragam karya sastra yang merupakan ungkapan pikiran dan

perasaan penyair secara imajinatif dan bahasan terikat oleh irama, matra, serta

penyusunan larik dan bait.

Drama

Sebagai suatu genre sastra drama mempunyai kekhususan dibanding

dengan genre puisi ataupun genre fiksi. Kesan dan kesadaran terhadap drama

lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara konkret.

Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis oleh pengarangnya tidak

hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara

artistik imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti diteruskan untuk

kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan perilaku

konkret yang dapat disaksikan. Sudjiman menyatakan bahwa drama adalah karya

sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian

dan emosi lewat lakuan dan dialog39.

Pengertian tentang drama yang dikenal selama ini, misalnya dengan

menyebutkan bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang

dipentaskan. Kata drama berasal dari kata Yunani draomai yang berarti berbuat,

berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya, jadi drama berarti perbuatan atau

tindakan40.

37 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo,2008),h. 107

38 Idid, h.108

39 Ibid, h. 163

(27)

Pengertian lain mengenai drama dikemukakan oleh Ferdinan Brunetiere

dan Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap

manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku.

Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan

dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan

secara langsung41.

Dari beberapa pengertian drama menurut para ahli di atas maka dapat

disimpulkan bahwa drama merupakan salah satu genre sastra yang berupa cerita

atau tiruan perilaku manusia yang harus melahirkan kehendak manusia dan

dieskpresikan secara langsung.

F. Film

Film dalam arti sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi

dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di televisi.

Film merupakan salah satu media massa yang berbentuk audio visual yang

sifatnya sangat kompleks. Film menjadi sebuah karya estetika sekaligus sebagai

alat informasi yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik.

Film juga dapat menjadi sarana rekreasi dan edukasi. Film bisa disebut sebagai

sinema atau gambar hisup yang mana diartikan sebagai karya seni, bentuk populer

dari hiburan, juga produksi industri atau barang bisnis42.

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, film diartikan sebagai: (1)

Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan

dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di

bioskop); (2) lakon (cerita) gambar hidup43.

Film merupakan teknologi hiburan massa yang dimanfaatkan untuk

menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan dalam skala luas di samping pers,

radio, dan televisi. Film dimasukan dalam komunikasi massa yang mengandung

aspek hiburan dan juga memuat aspek edukatif. Secara teoritis dan telah terbukti

41 Ibid, h.2

42 Anderson Daniel Sedardo, dkk, Jurnal Acta Diurna volume IV. No.1 tahun 2015, (diunduh pada 09

Agustus 2015 pukul 07.48), h. 1

43 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2002), Edisi

(28)

pula dalam praktek kebenarannya, film adalah alat komunikasi yang paling

dinamis sekarang ini. Apa yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh telinga,

masih lebih cepat dan lebih mudah dipahami dari pada apa yang hanya dapat

dibaca dan memerlukan lagi pengkhayalan untuk dapat memahaminya.

G. Biografi Deddy Mizwar

Deddy Mizwar lahir di Jakarta pada 5 Maret 195544. Deddy merupakan Putra ke 4 dari 7 bersaudara dari pasangan H. Adrian Andres dan Sun’ah. Bakat

akting Deddy Mizwar sudah terlihat sejak ia masih kecil, banyak hal-hal unik

yang ditemui sang Bunda terhadap Deddy dan semua terbukti ketika ia telah

dewasa. Kepiawaiannya dalam bermain peran merupakan sifat yang diturunkan

dari sang Bunda45.

Beranjak dewasa, sekitar tahun 1973, ia mulai aktif di teater Jakarta.

Lewat teater inilah bakat aktingnya mulai terasah. Ia pernah terpilih sebagai Aktor

Terbaik Festival Teater Remaja di Taman Ismail Marzuki.

Kepiawaian Deddy di dunia seni peran terbukti dalam peran perdananya di

film Cinta Abadi pada tahun 1976, pada film itu ia mendapat peran utama.

Perannya dalam film Naga Bonar semakin mendekatkannya pada popularitas.

Kepiawaiannya berakting membuahkan hasil dengan mendapat 4 Piala Citra pada

tahun 1986 dan 1987 diantaranya: Aktor Terbaik FFI dalam Arie Hanggara

(1986), Pemeran Pembantu Terbaik FFI dalam Opera Jakarta (1986), Aktor

Terbaik FFI dalam Naga Bonar (1987) dan Pemeran Pembatu Terbaik FFI dalam

film Kuberikan Segalanya. Karirnya mencapai puncak pada tahun 1990-an. Selain

menjadi aktor, ia pun merupakan seorang sutradara, produser, dan pemilik sebuah

rumah produksi.

Meskipun ia semakin populer namun ia merasa hampa. Ia ingin kembali

kepada kehidupan ia dahulu yang dekat dengan Tuhan. Akhirnya ia memutuskan

agar segala yang ia lakukan harus berniali ibadah untuknya. Suami dari Giselawati

ini kemudian memutuskan untuk terjun langsung memproduksi film dan sinetron

44 Ensiklopedi Tokoh Indonesia, http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/283-direktori/1022-deddy-mizwar. diakses pada tanggal 08 Maret 2016

(29)

bertemakan religius sebagai wujud ibadahnya kepada Allah. Pada tahun 1996 ia

mendirikan rumah produksi PT Demi Gisela Citra Sinema.

Salah satu sinetron yang telah ia munculkan adalah Lorong Waktu.

Sinetron itu ternyata mampu menarik perhatian masyarakat bukan hanya warga

muslim tetapi juga warga non-muslim. Sinetron ini pertama kali di tayangkan

pada bulan ramadhan tahun 1999 yang dilanjutkan Lorong Waktu 2 pada tahun

2000, Lorong Waktu 3 tahun 2002, Lorong Waktu 4 tahun 2003, dan Lorong

Waktu 5 pada tahun 2004, dan terakhir Lorong Waktu 6 pada tahun 2006. Sinetron

ini diproduksi oleh rumah produksi miliknya dan disutradarai oleh ia sendiri.

Sinetron lain yang pernah ia buat yaitu Kiamat Sudah Dekat, Para Pencari Tuhan

dan masih banyak lagi sinetron yang telah ia hasilkan.

Selain memproduksi sinetron, ia juga merambah dunia film layar lebar.

Beberapa film yang pernah ia bintangi yaitu Kiamat Sudah Dekat, Naga Bonar

(Jadi) 2,Ketika Cinta Bertasbih, Ketika Cinta Bertasbih 2, Cinta 2 Hati, Bebek

Belur, Alangkah Lucunya (Negeri Ini), dan masih banyak film yang telah ia

bintangi. Selain bermain peran dalam film tersebut, ada beberapa film yang ai

sutradarai sendiri, salah satunya yaitu Alangkah Lucunya (Negeri Ini).

Selain berkecimpung dalam dunia seni, kini ia pun aktif dalam kegiatan

politik. Pada 13 Juni 2013 ia terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat hingga

2018 mendatang.

H. Sinopsis

Film yang berjudul Alangkah Lucunya (Negeri Ini) merupakan sebuah

film bergenre komedi yang disutradarai oleh Deddy Mizwar pada tahun 2010.

Film ini dibintangi oleh aktor-aktor ternama Indonesia seperti Reza Rahardian,

Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Jaja Miharja, Tio Pakusodewo, Asrul Dahlan,

Rina Hasyim, Ratu Tika Bravani, Sakurta Ginting, Teuku Edwin, dan beberapa

pemain pembantu lainnya.

Alangkah Lucunya (Negeri Ini) mencoba mengangkat potret nyata dalam

kehidupan bangsa Indonesia. Dengan bertemakan pendidikan, film ini

(30)

pencopet. Pemeran utama yang dibintangi oleh Reza rahardian yang berperan

sebagai Muluk adalah seorang sarjana manajemen yang kesulitan mendapatkan

pekerjaan. Meskipun ia sering gagal untuk mendapatkan pekerjaan namu ia tidak

pernah putus asa.

Suatu hari ketika ia sedang berjalan di pasar, ia bertemu dengan seorang

pencopet yang benama Komet. Komet membawa Muluk ke markasnya, lalu

memperkenalkannya kepada bos copet yang bernama Jarot. Kedatangan Muluk ke

markas pencopet yaitu untuk menawarkan kerjasama. Akal Muluk pun berputar

danmelihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia meyakinkan Jarot bahwa ia

dapat mengelola keuangan mereka dan meminta imbalan 10% dari hasil

mencopet.

Selain mengelola keuangan para pencopet, Muluk pun memberikan

pelajaran umum kepada para pencopet dengan mengajak dua orang temannya

yaitu Asrul dan Pipit untuk menjadi tenaga pengajar. Asrul seorang sarjana

pendidikan yang mengajarkan pencopet kewarganegaraan dan Pipit mengajarkan

pelajaran agama.

Usaha Muluk pun membuahkan hasil, namun ia masih belum puas. Ia

ingin mengarahkan para pencopet itu untuk mengubah profesi mereka menjadi

pengasong. Keinganan Muluk ini tidak mendapat respon positif dari para

pencopet. Hampir semua pencopet menolak untuk menjadi pengasong. Namun

Muluk tidak menyerah begitu saja, ia masih tetap berusaha. Puncak konflik

meuncul ketika Muluk dan teman-temannya sedang mengadakan kegiatan untuk

memulai mengasong, ketika itu orangtua Muluk dan Pipit datangke markas dan

menyaksikan langsung pekerjaan anak mereka. Para orangtua sangat kecewa

mengetahui pekerjaan yang dilakukan anak-anaknya, karena mereka menganggap

bahwa itu tidak halal. Muluk dan Pipit pun memutuskan untuk berhenti dari

pekerjaan mereka. Dan setelah mereka berhenti beberapa dari pencopet ada yang

(31)

I. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang

tidak diinginkan seperti mencontek hasil penelitian orang lain, maka dari itu

penulis akan memaparkan perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah

yang dibahas.

Sejauh pengamatan penulis, ada beberapa penelitian yang menggunakan

tinjauan pragmatik. Aspek pragmatik yang dimaksud termasuk juga prinsip

kesantunan. Beberapa penelitian tersebut antara lain analisis mengenai Prinsip

Kerjasama dan Prinsip Kesopanan dalam Wacana Au Bonheur Des Ogres yang

dilakukan oleh Sarniah Hasmi Lubis pada tahun 2005. Skripsi ini membahas

mengenai pematuhan dan pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dan prinsip

kesantunan dalam sebuah buku46. Persamaan dari penelitian ini yaitu mengkaji objek dengan menggunakan prinsip kesantunan. Perbedaan penelitian Sarniah

dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu, Sarniah mendeskripsikan tentang

pematuhan dan pelanggaran yang terdapat dalam sebuah buku sedangkan

penelitian yang penulis lakukan mendeskripsikan pematuhan dan pelanggaran

prinsip kesantunan dalam film.

Skripsi selanjutnya yang meneliti mengenai analisis wacana yaitu skripsi

karya Bramantya Putra mahasiswa Universitas Gajah Mada yang berjudul

Wacana Dialog dalam Film Dalyeora Jajeongeo: Analisis Prinsip Kerjasama dan

Prinsip Kesopanan. Skripsi ini membahas tentang pematuhan dan pelangaran

prinsi kerjasama dan prinsip kesopanan yang terjadi pada dialog dalam film47.

Persamaan skripsi ini dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu sama-sama

menganalisis pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan dalam film dengan

menggunakan teori Geoffrey Leech. Perbedaannya, skripsi Bramantya

menganalsis film korea yang mendeskripsikan pematuhan dan pelanggaran prinsip

kerja sama dan prinsip kesantunan sedangkan film yang penulis teliti film

46 Sarniah Hasmi Lubis, Prinsip Kerjasama dan Prinsip Kesopanan dalam Wacana Au Bonheur Des

Ogres, Skripsi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2005, tidak dipublikasikan.

47 Bramantya Putra, Wacana Dialog dalam Film Dalyeora Jajeongeo: Analisis Prinsip Kerjasama dan

(32)

Indonesia dengan mendeskripsikan pematuhan dan pelanggaran prinsip

kesantunan.

Selanjutnya jurnal yang berjudul Analsis Semiotika Film Alangkah

Lucunya (Negeri Ini) karya Anderson Daniel Sudarto, Jhony Senduk, dan Max

Rembang pada tahun 201548. Persamaan dari penelitian ini yaitu kesamaan objek

yang diteliti, yaitu film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar.

Perbedaannya, dalam jurnal ini penelitian dengan menggunakan kajian semiotik

sedangkan yang penulis lakukan menggunakan kajian pragmatik.

48 Anderson Daniel Sudarto, dkk, Journal “ Acta Diurna” Volume IV. No.1. tahun 2015, diunduh pada 09

(33)

25

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor

mendefenisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku

yang diamati1. Menurut Berg, penelitian kualitatif ditekankan pada deskripsi objek yang diteliti2. Metode penelitian kualitatif ini dipandang sesuai untuk mengkaji dan menganalisis data secara objektif sesuai fakta yang ditemukan di

dalam teks. Dalam penelitian ini berupaya untuk menganalisis konteks dan

kesantunan berbahasa yang terdapat dalam dialog film Alangkah Lucunya (Negeri

Ini).

B. Sumber Data

Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah naskah

film yaitu film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). Peneliti menggunakan film ini

karena jumlah data yang terdapat dalam film tersebut dianggap sudah mencukupi

untuk keperluan penelitian dan bervariasi.

Data dalam penelitian ini menggunakan penggalan dialog yang diambil

dari naskah film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) yang diduga memenuhi prinsip

kesantunan. Dialog digunakan sebagai data, tetapi tidak semuanya digunakan

hanya yang mematuhi dan melanggar maksim-maksim kesantunan. Penentuan

tingkat kesantunan dilakukan dengan melihat kecenderungan ujaran yang terdapat

dalam naskah film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini menganalisis dialog dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).

Penelitian ini berfokus pada analisis pematuhan dan pelanggaran prinsip-prinsip

kesantunan dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). Dalam dialog-dialog pada

(34)

film ini diduga terdapat banyak fenomena tindak tutur, khususnya prinsip

kesantunan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono menyatakan bahwa “teknik Pengumpulan data merupakan langkah

yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data.”3. Pengumpulan data dalam penelitian merupakan suatu keharusan. Pengumpulan data dalam penelitian merupakan suatu keharusan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik simak. Pelaksaan

metode simak dalam penelitian ini diwujudkan melalui teknik dasar.

Langkah-langkah pengumpulan datanya dikelompokkan berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan sebagai berikut:

1. Teknik sadap, peneliti menyadap pembicaraan penggunaan bahasa

dalam dialog film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).

2. Kemudian dilanjutkan dengan teknik lanjutan I, yaitu teknik simak

bebas libat cakap, kegiatan ini dilakukan dengan tidak

berpartisipasi ketika menyimak, peneliti tidak terlibat dalam

dialog.

3. Kemudian diikuti dengan teknik lanjutan II, yaitu teknik catat,

kegiatan pencatatan mengenai dialog yang dituturkan oleh pemeran

dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini).

4. Mencatat hasil temuan jika terdapat konteks dan kesantunan

berbahasa pada dialog antar tokoh dalam naskah film Alangkah

Lucunya (Negeri Ini) ke dalam kartu data.

5. Menyimpulkan hasil analisis yang didasarkan pada analisis data

secara keseluruhan.

Berikut ini bentuk kartu data:

No. Data : Scene:

Konteks

3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.

(35)

Ujaran

Analisis Prinsip Kesantunan Leech

Mkar MKdw MP MKH Mksp MS

Keterangan :

Kartu data dibagi menjadi enam bagian.

a. Bagian pertama berisi dua kolom yang terdiri dari:

1) Kolom pertama berisi no data

2) Kolom kedua berisi scene dalam film

b. Bagian kedua berisi konteks

c. Bagian ketiga berisi ujaran yang mengandung maksim kesantunan

d. Bagian keempat berisi judul analisis prinsip kesantunan Leech

e. Bagian kelima berisi analisis yang terdiri dari maksim-maksim,

maksim kearifan (MKar), maksim kedermawanan (MKdw),

maksim pujian (MP), Maksim kerendahan hati (MKH), maksim

kesepakatan (MKsp), maksim simpati (MS).

f. Bagian keenam terdiri enam kolom yang merupakan kolom untuk

pemberian tanda analisis jika memenuhi maksim kesantunan diberi tanda ceklis (√) jika melanggar maksim kesantunan diberi tanda (×).

E. Pengolahan Data

Proses pengolahan data dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data

yang diperoleh mengenai kesantunan berbahasa yang terdapat dalam dialog film.

Pada penelitian ini menentukan data sesuai konteks menurut toeri Hymes serta

kesantunan berbahasa menurut teori Leech. Berikut tahap yang dilakukan penulis

dalam mengolah data.

(36)

2. Setelah data disimpan dalam kartu data, kemudian dianalisis

berdasarkan konteks dan maksim-maksim kesantunan

3. Hasil analisis tersebut diklasifikasikan berdasarkan pematuhan dan

pelanggaran maksim-maksim kesantunan.

4. Pada tahap penyelesaian, penulis mengecek kembali analisisnya

dan memperbaikinya bila ada kesalahan pada penulisan. Setelah itu

penulis meyimpulkan dari semua hasil penelitian yang dilakukan.

F. Penyajian data

Analisis data merupakan upaya untuk mengelompokkan data yang telah

diperoleh. Selanjutnya pemaparan hasil analisis, menurut Sudaryanto yang dikuti

oleh Muhammad ada dua cara untuk menyajikan hasil penelitian yaitu dalam

metode formal dan informal. Metode formal ada penyajian dengan mengunakan

tanda dan lambang.4 Sedangkan penyajian dengan metode informal adalah dengan kata-kata biasa untuk merumuskan kaidah sesuai dengan domainnya dan

hubungan antar kaidah.5

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode informal, karena

penyajian data berbentuk tuturan yang didalamnya terdapat tuturan pematuhan

dan pelanggaran maksim kesantunan yang tidak menggunakan tanda dan

lambang.

G. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada

buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.

(37)

29

komunikasi berlangsung dengan baik dan pesan yang ingin disampaikan dapat tercapai maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu konteks dan bahasa yang digunakan ketika berkomunikasi. Kajian dalam penelitian ini mengenai konteks tutur dan kesantunan berbahasa dalam film

Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar dan implikasinya terhadap

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, yang menggunakan klasifikasi konteks Hymes dan prinsip kesantunan Leech. Deskripsi penemuan ini mencakup klasifikasi konteks menurut teori Hymes yang dikenal dengan teori SPEAKING dan prinsip kesantunan Leech yang terdiri dari maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati.

A. Temuan kesantunan berbahasa menurut Leech dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar

Berdasarkan hasil penelitian di dapat temuan-temuan penelitian. Dari 127

scene dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) terdapat 35 scene yang

mematuhi prinsip kesantunan dan 45 scene yang melanggar prinsip kesantunan. Berikut ini akan disajikan tabel temuan hasil penelitian mengenai pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa.

Tabel 1. Hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa

No Kesantunan menurut Leech Jumlah/data

1 Maksim Kearifan (MKar) 8

2 Maksim Kedermawanan (MKdw) 3

3 Maksim Pujian (MP) 10

4 Maksim Kerendahan Hati (MKH) 3

5 Maksim Kesepakatan (MKsp) 8

6 Maksim Simpati (MS) 3

Jumlah 35

Pematuhan maksim prinsip kerjasama dalam dialog film Alangkah

Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar meliputi: (1) maksim kearifan, (2)

(38)

Tabel 2. Hasil penelitian pelanggaran kesantunan berbahasa No Kesantunan menurut Leech Jumlah/data

1 Maksim Kearifan (MKar) 3

2 Maksim Kedermawanan (MKdw) -

3 Maksim Pujian (MP) 17

4 Maksim Kerendahan Hati (MKH) 2

5 Maksim Kesepakatan (MKsp) 22

6 Maksim Simpati (MS) 1

Jumlah 45

Pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam dialog film Alangkah

Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar meliputi:(1) maksim kearifan, (2)

maksim kedermawanan, (3) maksim pujian, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim kesepakatan, (6) maksim simpati. Dari keseluruhan data pada dialog diperoleh 34 data yang melanggar prinsip kesantunan Leech yaitu 2 maksim kearifan, 0 maksim kedermawanan, 12 maksim pujian, 4 maksim kerendahan hati, 15 maksim kesepakatan, dan 1 maksim simpati.

B. Analisis Deskripsi Kesantunan Berbahasa dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) karya Deddy Mizwar

Analisis temuan-temuan penggalan dialog yang mematuhi prinsip kesantunan.

1. Maksim kearifan

Maksim kearifan terjadi apabila penutur berusaha memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan berusaha meminimalkan kerugian bagi pihak lain. Orang yang mematuhi maksim ini merupakan orang yang berjiwa besar karena selalu lebih mementingkan keuntungan bagi orang lain.

Berikut ini adalah dialog yang mematuhi maksim kearifan:

(1)

No. Data : 4

Scene: 5

(39)

kemudian Muluk langsung meninggalkan kantor itu; Keys: nada suara (tone) datar, sikap atau cara (manner) peristiwa tutur ini terjadi dengan santai; Instrumentalities:lisan;

norms of Interaction and Interpretation; pernyataan dan

dijawab dengan pertanyaan; Genre: Wacana argumentasi. Ujaran Petugas Kantor TKI: Karyawan disini sudah full, Pak.

Bagaimana kalau bapak mendaftar, lalu kita kirim ke Malaysia.

Muluk : Jadi TKI?

Analisis Prinsip Kesantunan Leech

Mkar MKdw MP MKH Mksp MS

Ujaran yang diucapkan oleh petugas kantor TKI dikatakan mematuhi maksim kearifan karena memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Pemaksimalan keuntungan diberikan oleh petugas kantor TKI dengan memberikan tawaran pekerjaan lain untuk Muluk. Ujaran yang menunjukan pemaksimalan keuntungan bagi pihak lain terlihat pada Karyawan disini sudah full, Pak. Bagaimana kalau bapak mendaftar, lalu

kita kirim ke Malaysia. Panggilan dengan sebutan Pak terdengar santun,

petugas kantor TKI yang usianya lebih tua tetap memanggil Muluk dengan sebutan Pak untuk menghormati Muluk yang memiliki pendidikan yang tinggi. Selain itu petugas kantor TKI pun menawarkan alternatif pekerjaan lain kepada Muluk, yakni dengan menawarkan pekerjaan sebagai TKI. Dengan demikian petugas kantor TKI berusaha memaksimalkan keuntungan terhadap Muluk agar Muluk bisa mendapat pekerjaan.

(2)

No. Data : 10

Scene: 10

Konteks Setting and Scene: peristiwa tutur ini terjadi disebuah kios buku di pinggir jalan pada siang hari sedangkan Scene mengacu pada situasi ketika peristiwa tutur terjadi yaitu dalam keadaan serius; Participant: penutur dalam pertuturan ini yaitu penjual buku dan petutur yaitu Muluk;

Ends:menjelaskan harga buku yang dia jual: Act

Sequences: pertuturan ini diawali oleh penjual buku yang

(40)

Norms of Interaction and Interpretation: pernyataan dan diakhiri dengan tindakan; Genre: wacana argumentasi. Ujaran Penjual Buku : Ini nih kalo ditoko buku 100 ribu, kalo

disini Cuma 30 ribu. Secara gimana bangsa kita bisa bikin pesawat terbang?

Analisis Prinsip Kesantunan Leech

MKar MKdw MP MKH Mksp MS

Pada dialog tersebut menunjukan adanya maksim kearifan karena penutur berusaha memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Pemaksimalan tersebut terlihat pada tuturan Ini nih kalo ditoko buku 100 ribu, kalo disini Cuma 30 ribu. Secara gimana bangsa kita bisa bikin

pesawat terbang?, ucapan penjual buku yang menawarkan harga murah

kepada Muluk tersebut memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan memberikan harga murah maka pembeli tidak perlu mengeluarkan uang lebih untuk buku yang sama.

(3)

No. Data : 11

Scene: 12

Konteks Setting and Scene: peristiwa tutur ini terjadi di rumah H. Rahmat pada pagi hari sedangkan Scene mengacu pada situasi ketika peristiwa tutur terjadi yaitu dalam keadaan santai; Participant: penutur dalam pertuturan ini yaitu H. Rahmat dan petutur yaitu Muluk; Ends: menanyakan hukum beternak cacing dalam islam; Act Sequences: pertuturan ini diawali oleh Muluk yang memberikan sebuah buku kepada Pak Makbul untuk meminta pendapat mengenai rencana usaha yang ingin dia buat kemudian Pak Makbul menyuruh Muluk menanyakan hal tersebut kepada H. Rahmat; Keys: nada suara (tone) datar, sikap atau cara

(manner) saat tuturan ini diucapkan yaitu dengan serius

dan disertai candaan; Instrumentalities: lisan; Norms of

Interaction and Interpretation: pernyataan dan dijawab

pernyataan; Genre: wacana argumentasi.

Ujaran H. Rahmat : Kalo gak ada pilihan laen buat cari

nafkah, kerjakan!

Jangan lupa sering-sering minta ampun kepada Allah. Minta petunjuk supaya kamu dapet jalan yang lebih baik. Tapi ngomong-ngomong kenapa jadi beternak cacing?

Gambar

Tabel 1. Hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa
Tabel 2. Hasil penelitian pelanggaran kesantunan berbahasa
Figuran 1
Figuran 3

Referensi

Dokumen terkait