Penelitian irisan kultur ovari dilakukan karena persentase pembentukan embrio dari eksplan kultur ovari sangat rendah (4%). Lapisan luar ovari/dinding ovari pada kultur ovari (Percobaan 3) kemungkinan menjadi penghalang transfer nutrisi dalam media yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio, sehingga ovari yang dipotong-potong memberi peluang eksplan menerima asupan unsur hara dan hormon.
Hasil yang diperoleh berbeda dengan percobaan 3, karena genotipe yang digunakan berbeda. Pada percobaan 3, ekplan kultur ovari membentuk embrio yang langsung beregenerasi, sedangkan pada penelitian ini eksplan irisan ovari membentuk kalus (Gambar 27). Hasil penelitian pada kultur irisan ovari menunjukkan persentase terbentuknya kalus berkisar antara 0% sampai 68,75% (Tabel 13). Dengan eksplan kultur irisan ovari, ovul masih terbungkus oleh lapisan luar ovari (dinding ovari), maka tingkat kematian ovul dapat dikurangi.
A B
Hasil isozim pada sampel Dchi-15-3 dengan enzim peroksidase dan
esterase menunjukkan bahwa regeneran Dchi-15-3 memiliki pola pita yang
berbeda dibandingkan tetua donornya Dchi-15 (Gambar 26). Hasil ini menunjukkan bahwa kemungkinan Dchi-15-3 berasal dari jaringan generatif tanaman donor maternal. Kemungkinan lain adalah terjadinya variasi somaklonal.
Gambar 26. Hasil analisis isozim dengan enzim (A) esterase dan (B) peroksidase pada tanaman hasil kultur ovari. 15 = tanaman donor Dchi-15, 3 = regeneran Dchi-15-3
Tanaman donor Dchi-15 memiliki tipe bunga picotee (bunga dengan tepi
petal berbeda warna). Tanaman donor ini dikenal dengan nama komersial seri
Telstar . Telstar merupakan hasil persilangan antara Dianthus chinensis x
Dianthus barbatus(Strope & Trees 2003).
Percobaan 4. Induksi ginogenesis melalui kultur irisan ovari
Penelitian irisan kultur ovari dilakukan karena persentase pembentukan embrio dari eksplan kultur ovari sangat rendah (4%). Lapisan luar ovari/dinding ovari pada kultur ovari (Percobaan 3) kemungkinan menjadi penghalang transfer nutrisi dalam media yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio, sehingga ovari yang dipotong-potong memberi peluang eksplan menerima asupan unsur hara dan hormon.
Hasil yang diperoleh berbeda dengan percobaan 3, karena genotipe yang digunakan berbeda. Pada percobaan 3, ekplan kultur ovari membentuk embrio yang langsung beregenerasi, sedangkan pada penelitian ini eksplan irisan ovari membentuk kalus (Gambar 27). Hasil penelitian pada kultur irisan ovari menunjukkan persentase terbentuknya kalus berkisar antara 0% sampai 68,75% (Tabel 13). Dengan eksplan kultur irisan ovari, ovul masih terbungkus oleh lapisan luar ovari (dinding ovari), maka tingkat kematian ovul dapat dikurangi.
Hasil analisis varians diperoleh bahwa interaksi antara media dengan genotipe berpengaruh nyata. Dari tiga media yang dicobakan, Dchi-11 responsif
pada media M7 (MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa) dan
dan M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa), sedang
genotipe Dchi-13 hanya responsif pada media M10 (Tabel 11). Genotipe Dchi- 11 dan Dchi-13 tidak responsif pada media M6 (Gambar 28).
Gambar 27. Pembentukan kalus pada eksplan irisan ovari dari setiap genotipe pada media induksi. (A) kalus Dchi-13 pada media M10, (B) kalus Dchi-11 pada media M10, (C) kalus Dchi-11 pada media M7 dan (D) kalus pada Dchi-11 yang tidak respon pada media M6. Anak panah kuning lapisan luar ovari, anak panah merah ovul tidak berkalus.
Tabel 13. Interaksi media dengan genotipe terhadap persentase pembentukan kalus pada kultur irisan ovari umur 4 minggu setelah inisiasi
Media Persentase pembentukan kalus pada genotipe Rata-rata
Dchi-11 Dchi-13 M6 0,00 a 0,00 a 0,00 b A A M7 25,00 a 0,00 a 12,50 ab B A M10 18,75a 68,75 b 43,75 a A B Rata-rata 14,58 A 22,92 A
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf latin yang sama dalam kolom yang sama, huruf kapital pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%. M6 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µM
NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1sukrosa, M7 = MS + 9,04 µM 2,4-
D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1sukrosa, dan M10 = MS + 4,52 µM 2,4-
D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1sukrosa
Hasil analisis varians diperoleh bahwa interaksi antara media dengan genotipe berpengaruh nyata. Dari tiga media yang dicobakan, Dchi-11 responsif
pada media M7 (MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa) dan
dan M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa), sedang
genotipe Dchi-13 hanya responsif pada media M10 (Tabel 11). Genotipe Dchi- 11 dan Dchi-13 tidak responsif pada media M6 (Gambar 28).
Gambar 27. Pembentukan kalus pada eksplan irisan ovari dari setiap genotipe pada media induksi. (A) kalus Dchi-13 pada media M10, (B) kalus Dchi-11 pada media M10, (C) kalus Dchi-11 pada media M7 dan (D) kalus pada Dchi-11 yang tidak respon pada media M6. Anak panah kuning lapisan luar ovari, anak panah merah ovul tidak berkalus.
Tabel 13. Interaksi media dengan genotipe terhadap persentase pembentukan kalus pada kultur irisan ovari umur 4 minggu setelah inisiasi
Media Persentase pembentukan kalus pada genotipe Rata-rata
Dchi-11 Dchi-13 M6 0,00 a 0,00 a 0,00 b A A M7 25,00 a 0,00 a 12,50 ab B A M10 18,75a 68,75 b 43,75 a A B Rata-rata 14,58 A 22,92 A
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf latin yang sama dalam kolom yang sama, huruf kapital pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%. M6 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µM
NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1sukrosa, M7 = MS + 9,04 µM 2,4-
D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1sukrosa, dan M10 = MS + 4,52 µM 2,4-
D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1sukrosa
Hasil analisis varians diperoleh bahwa interaksi antara media dengan genotipe berpengaruh nyata. Dari tiga media yang dicobakan, Dchi-11 responsif
pada media M7 (MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1 sukrosa) dan
dan M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa), sedang
genotipe Dchi-13 hanya responsif pada media M10 (Tabel 11). Genotipe Dchi- 11 dan Dchi-13 tidak responsif pada media M6 (Gambar 28).
Gambar 27. Pembentukan kalus pada eksplan irisan ovari dari setiap genotipe pada media induksi. (A) kalus Dchi-13 pada media M10, (B) kalus Dchi-11 pada media M10, (C) kalus Dchi-11 pada media M7 dan (D) kalus pada Dchi-11 yang tidak respon pada media M6. Anak panah kuning lapisan luar ovari, anak panah merah ovul tidak berkalus.
Tabel 13. Interaksi media dengan genotipe terhadap persentase pembentukan kalus pada kultur irisan ovari umur 4 minggu setelah inisiasi
Media Persentase pembentukan kalus pada genotipe Rata-rata
Dchi-11 Dchi-13 M6 0,00 a 0,00 a 0,00 b A A M7 25,00 a 0,00 a 12,50 ab B A M10 18,75a 68,75 b 43,75 a A B Rata-rata 14,58 A 22,92 A
Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf latin yang sama dalam kolom yang sama, huruf kapital pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji wilayah berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5%. M6 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µM
NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1sukrosa, M7 = MS + 9,04 µM 2,4-
D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1sukrosa, dan M10 = MS + 4,52 µM 2,4-
Gambar 28. Persentase pembentukan kalus yang berasal dari eksplan irisan ovari genotipe Dchi-11dan Dchi-13 pada 3 macam media. M6 = WT +
1,13 µM 2,4-D+ 0,06 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1sukrosa,
M7 = MS + 9,04 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 30 g L-1sukrosa dan
M10 = MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP+ 20 g L-1sukrosa.
Regenerasi
Hasil kultur irisan ovari hanya empat kalus yang dilanjutkan untuk diregenerasi (Tabel 14). Hasil regenerasi hanya kalus Dchi-11-125 yang dapat tumbuh. Dua tanaman dapat diaklimatisasi dan menghasilkan tanaman yang berbeda morfologinya satu sama lain dan berbeda dengan tanaman donornya. Satu tanaman tumbuh normal, berbunga dan memiliki antera, sedang satu tanaman
menghasilkan pertumbuhan abnormal pendek (dwarf), berbunga tetapi tidak
menghasilkan antera (Gambar 29), sehingga diduga tanaman ini adalah haploid. Tabel 14. Organogenesis dari kalus pada genotipe dari jenis eksplan irisan ovari,
genotipe dan media asal pada kultur irisan ovari
Genotipe Media asal
(inisiasi kalus)
Media
regenerasi massa kalus/Jumlah
embrio Jumlah kalus yang ber organogenesis Saat muncul tunas (MSI) Dchi-11 M7 R11 1 1 18 Dchi-13 M10 R7 2 0 - Dchi-13 M10 R11 1 0 -
Keterangan: MSI = minggu setelah inisiasi. R7 (WT + 2,22 µM BAP + 30 g L-1
sukrosa); R8 (WT + 0,44 µM BAP + 30 gL-1sukrosa) dan R11 (WT
+ 0,06 µM NAA + 2,22 µM BAP + 30 g L-1sukrosa)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 M10V11 M10V13 M7V11 M7V13 M6V11 M6V13 P em be nt uka n ka lus ( % )
Gambar 29. Tanaman donor dan morfologi bunga hasil kultur irisan ovari. (A,D) tanaman dan bunga donor Dchi-11, (B, E) tanaman dan bunga hasil kultur irisan ovari Dchi-11-123-1. (C, F) tanaman dan bunga hasil kultur irisan ovari Dchi-11-125-2.
✙embahasan
Ginogenesis merupakan upaya lain pembentukan kalus atau embrio yang tidak berhasil/sulit dilakukan dengan menggunakan antera (androgenesis). Pada androgenesis perkembangan serbuk sari merupakan faktor yang penting. Biasanya
tahap serbuk sari late-uninucleate merupakan target yang responsif untuk
mengubah gametofitik menjadi sporofitik. Sebaliknya pada ginogenesis kisaran tahap perkembangan ovul untuk diinduksi sangat lebar. Pada tanaman gula bit kuncup bunga untuk kultur ovul diisolasi pada umur 1-3 hari sebelum antesis
(Ferrant & bouharmont 1994). Sedangkan pada tanaman Dianthus chinensis hasil
yang terbaik ialah umur 10 hari (tahap T7).
Induksi Ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul
Media M8 dan M9 mengandung auksin dalam bentuk NAA dan media M6, M7 dan M10 mengandung auksin dalam bentuk 2,4-D. Jenis auksin yang berbeda ini yang menyebabkan perbedaan pembentukan kalus. Pada penelitian ini penggunaan 2,4-Dlebih baik dibandingkan NAA untuk menginduksi kalus
Dianthus chinensis. Menurut Komatsuda (1992) NAA yang diaplikasikan pada
tanaman kedelai hanya mampu membentuk embriosomatik pada jaringan epidermis eksplan, sementara 2,4-D mampu menjangkau jaringan eksplan yang
A
B
C
D
E
F
Gambar 29. Tanaman donor dan morfologi bunga hasil kultur irisan ovari. (A,D) tanaman dan bunga donor Dchi-11, (B, E) tanaman dan bunga hasil kultur irisan ovari Dchi-11-123-1. (C, F) tanaman dan bunga hasil kultur irisan ovari Dchi-11-125-2.
Pembahasan
Ginogenesis merupakan upaya lain pembentukan kalus atau embrio yang tidak berhasil/sulit dilakukan dengan menggunakan antera (androgenesis). Pada androgenesis perkembangan serbuk sari merupakan faktor yang penting. Biasanya
tahap serbuk sari late-uninucleate merupakan target yang responsif untuk
mengubah gametofitik menjadi sporofitik. Sebaliknya pada ginogenesis kisaran tahap perkembangan ovul untuk diinduksi sangat lebar. Pada tanaman gula bit kuncup bunga untuk kultur ovul diisolasi pada umur 1-3 hari sebelum antesis
(Ferrant & bouharmont 1994). Sedangkan pada tanaman Dianthus chinensis hasil
yang terbaik ialah umur 10 hari (tahap T7).
Induksi Ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul
Media M8 dan M9 mengandung auksin dalam bentuk NAA dan media M6, M7 dan M10 mengandung auksin dalam bentuk 2,4-D. Jenis auksin yang berbeda ini yang menyebabkan perbedaan pembentukan kalus. Pada penelitian ini penggunaan 2,4-Dlebih baik dibandingkan NAA untuk menginduksi kalus
Dianthus chinensis. Menurut Komatsuda (1992) NAA yang diaplikasikan pada
tanaman kedelai hanya mampu membentuk embriosomatik pada jaringan epidermis eksplan, sementara 2,4-D mampu menjangkau jaringan eksplan yang
A
B
C
D
E
F
Gambar 29. Tanaman donor dan morfologi bunga hasil kultur irisan ovari. (A,D) tanaman dan bunga donor Dchi-11, (B, E) tanaman dan bunga hasil kultur irisan ovari Dchi-11-123-1. (C, F) tanaman dan bunga hasil kultur irisan ovari Dchi-11-125-2.
Pembahasan
Ginogenesis merupakan upaya lain pembentukan kalus atau embrio yang tidak berhasil/sulit dilakukan dengan menggunakan antera (androgenesis). Pada androgenesis perkembangan serbuk sari merupakan faktor yang penting. Biasanya
tahap serbuk sari late-uninucleate merupakan target yang responsif untuk
mengubah gametofitik menjadi sporofitik. Sebaliknya pada ginogenesis kisaran tahap perkembangan ovul untuk diinduksi sangat lebar. Pada tanaman gula bit kuncup bunga untuk kultur ovul diisolasi pada umur 1-3 hari sebelum antesis
(Ferrant & bouharmont 1994). Sedangkan pada tanaman Dianthus chinensis hasil
yang terbaik ialah umur 10 hari (tahap T7).
Induksi Ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul
Media M8 dan M9 mengandung auksin dalam bentuk NAA dan media M6, M7 dan M10 mengandung auksin dalam bentuk 2,4-D. Jenis auksin yang berbeda ini yang menyebabkan perbedaan pembentukan kalus. Pada penelitian ini penggunaan 2,4-Dlebih baik dibandingkan NAA untuk menginduksi kalus
Dianthus chinensis. Menurut Komatsuda (1992) NAA yang diaplikasikan pada
tanaman kedelai hanya mampu membentuk embriosomatik pada jaringan epidermis eksplan, sementara 2,4-D mampu menjangkau jaringan eksplan yang
A
B
C
lebih luas. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Komatsuda (1992), bahwa eksplan yang ditanaman pada media yang mengandung 2,4-Dmampu membentuk kalus pada seluruh permukaan eksplan (Gambar 15D). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sifat 2,4-Dyang mudah diserap sel tanaman, tidak mudah terurai, berfungsi sebagai auksin yang kuat dan mampu mendorong aktivitas morfogenetik (Terzi & Loschiavo 1990).
Media M8 merupakan media yang digunakan oleh Satoet al. (2000) untuk
menumbuhkan embrio hasil pseudofertilisasi, sedangkan media M9 digunakan
Nontawatsri et al. (2007) untuk kultur antera Dianthus chinensis. Hasil ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara respon kultur ovul dan antera pada
spesies yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada tanaman Cucurbita sp.
(Shalaby 2007), bawang (Alan et al. 2004), serta pada gula bit (Lux & Wetzel
1990). Bahkan pada gula bit terjadi perbedaan respon antar kultur ovul dan antera pada genotipe yang sama.
✚✛✜✢✣ ✤u ✢ ✥✦us ✜ ✥n embrio melalui k ultur multi ovul
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asam amino diperlukan untuk induksi kalus pada jaringan ovul. Sesuai dengan penelitian Bal dan Abak (2003) bahwa pada kultur ovari tanaman tomat, kultur ovul memerlukan asam amino yang lengkap, seperti asam amino glutamin, prolin, serin, alanin, arginin dan glisin.
Komposisi media bervariasi sangat luas di antara spesies-spesies tanaman,
Komponen mediain vitroyang paling penting ialah fitohormon yang digolongkan
sebagai faktor induksi, tetapi pada perbanyakan kulturin vitro, jumlah fitohormon
yang digunakan (auksin dan sitokinin) untuk embriogenesis ginogenik juga bervariasi. Hal yang sama juga berlaku untuk penggunaan sukrosa. Sukrosa yang tinggi menguntungkan untuk ginogenesis terutama spesies monokotil, sedangkan spesies lain, misal garbera kebutuhan karbohidrat lebih rendah (Bohanec 2009).
Induksi Ginogenesisi melalui kultur ovari
Media M6 yang mengandung media dasar WT merupakan media yang potensial untuk menginduksi embrio pada kultur ovari walaupun persentase terbentuknya embrio masih rendah. Media dasar WT memiliki komposisi unsur
makro dan mikro yang lebih dibandingkan dengan media M8 yang mengandung media dasar MS. Perbedaan lain antara media M6 dan M8 adalah penggunaan sumber N M6 memiliki rasio NH4:NO3 yang lebih rendah dari M8. M8 memiliki rasio NH4:NO3 = 1:2, sedangkan M6 1:2,16. Rendahnya respon masing-masing genotipe diduga karena belum optimalnya media induksi yang digunakan.
Kemungkinan lain ialah posisi persentuhan ovari dengan media yang
menyebabkan pangkal dari ovari tidak mampu mengabsorbsi unsur-unsur yang
diperlukan embrio untuk tumbuh. Hal ini terjadi karena sulitnya mempertahankan
ovari pada posisi vertikal, sehingga bagian pangkal tidak masuk ke dalam media.
Sebagian besar ovari berubah dengan posisi horizontal, karena ovari menjadi licin. Lapisan luar ovari ini menjadi penghalang transfer unsur-unsur media yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio. Selain media untuk pertumbuhan embrio, faktor lain yang mungkin berpengaruh ialah genotipe tanaman donor, umur fisiologis tanaman donor, tahap perkembangan ovul, pra perlakuan dan lingkungan kultur (suhu, kelembaban, dan cahaya) (Sopori & Munshi 1996).
Alanet al. (2003) dan Alanet al.(2004) mengkombinasikan praperlakuan
suhu rendah 4oC inkubasi, inkubasi gelap dan terang untuk menginduksi
embriogenesis langsung dari ovari. Sedangkan menurut Shalaby (2007) pada
tanaman Cucurbita pepo L. praperlakuan pada suhu 32 oC menghasilkan jumlah
ovul yang ginogenik yang tinggi dibandingkan dengan suhu 4oC.
✧ ★✩✪✫ ✬u ✭ ✬nogenesis melalui kultur irisan ovari
Pada beberapa penelitian ginogenesis formula media banyak digunakan untuk mendukung pertumbuhan embrio haploid dari pada untuk pengubahan lintasan gametofitik ke sporofitik. Komposisi media bervariasi sangat luas di antara spesies-spesies tanaman, meskipun fitohormon digolongkan sebagai faktor
induksi. tetapi pada perbanyakan in vitro, jumlah fitohormon yang digunakan
(auksin dan sitokinin) untuk embriogenesis ginogenik juga bervariasi. Hal yang sama juga berlaku untuk penggunaan karbohidrat. Konsentrasi yang tinggi (biasanya sukrosa) menguntungkan untuk ginogenesis terutama spesies monokotil, sedangkan pada spesies dikotil (misal garbera) kebutuhan karbohidrat rendah (Bohanec 2009).
Hasil penelitian ini ditemukan pula fenomena kondisi abnormalitas pembungaan. Regenerasi kalus pada kultur ovul dan ovari hampir semua membentuk bunga yang langsung keluar tanpa melalui fase vegetatif. Tanaman
Dianthussp. merupakan tanaman hari panjang yang akan berbunga pada kondisi
penyinaran hari panjang. Abnormalitas pembungaan terjadi kemungkinan karena
adanya mutasi hasil kulturin vitro.
Kemungkinan lain pemicu pembungaan premature adalah melalui jalur
fotoperiodisitas, yang mengaktifkan gen waktu pembungaan yaitu gen CO
(constant) yang menginduksi pembungaan. Gen CO yang berada di dalam daun
mengaktifkan ekspresi gen LEAFY dan APETALA1 pada meristem reproduktif
yang langsung mengontrol inisiasi pembungaan. Pengaruh selanjutnya adalah terjadinya perubahan atau mutasi yang terjadi pada gen-gen yang mengatur organ- organ pembungaan. Pada penelitian ini perubahan tersebut terjadi dalam bentuk abormalitas pembungaan yang digambarkan dalam model ABC (Gambar 30).
Gambar 30. Mutan pembungaan homeotik ABC model padaDianthus chinensis.
(A) wild type Dianthus chinensis, (B) mutan pembungaan tersusun
atas sepal dan petal, (C ) mutan pembungaan tersusun atas sepal
petal dan karpel, (D) mutan pembungaan tersusun atas sepal, stamen, karpel, (E) mutan pembungaan tersusun atas karpel dan sepal, (F) mutan pembungaan tersusun atas sepal dan stamen, (G) mutan pembungaan tersusun atas sepal. A (kotak merah)=kelompok gen A yang mengatur perkembangan sepal dan petal, B (kotak kuning)=kelompok gen B yang mengatur perkembangan petal dan stamen, C (kotak hijau)=kelompok gen C yang mengatur perkembangan stamen dan karpel.
Tanaman normal (wild type) memiliki gen-gen A, B dan C yang bekerja
menghasilkan bagian-bagian bunga seperti sepal, petal, antera dan karpel (Gambar 29A). Apabila hanya gen A dan B yang bekerja, akan menghasilkan sepal dan petal (Gambar 30B dan C). Jika hanya gen B dan C yang bekerja menghasilkan stamen dan karpel saja (Gambar 29D). Jika hanya gen C saja yang bekerja menghasilkan pistil saja (Gambar 29E). Jika hanya gen B saja yang bekerja menghasilkan kelopak dan antera (Gambar 30F). jika hanya gen A yang bekerja menghasilkan kelopak saja (Gambar 29G). Tipe-tipe mutasi ini berbeda dengan tipe mutasi yang ada di Arabidopsis.
Selain mutasi pembungaan yang muncul, pada penelitian ini tanaman yang membawa gen dwarf terekspresi pada Dchi-11-125-2.
✵✶pul✷ ✸m
1. Media dasar WT sesuai untuk pembentukan embrio langsung dari kultur ovari, sedangkan media dasar MS sesuai unutk membentuk kalus pada kultur multi ovul, ovul dan irisan ovari.
2. Auksin dalam bentuk 2,4-D lebih baik untuk menginduksi kalus ginogenik dibanding NAA.
3. Kalus yang berasal dari kultur multi ovul, ovul dan irisan ovari terinduksi
bunga secara in vitro dan diduga menghasilkan mutan abnormalitas
pembungaan.
4. Kultur irisan multi ovul dan kultur ovari diduga menghasilkan masing-masing satu tanaman haploid ganda, dan kultur irisan ovari diduga menghasilkan
✹ ✺✻✼✽ ✾✹ ✿❀✺❀❁❀✺❂❀ ❃❄ ❅✹✻
Dianthus chinensis
❁❆❄❀❄✼✹ ❃✾❆✼✻❅❇❆ ❈✿✹❄✹✾❀✾✹❉bstrak
Induksi partenogenesis menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dengan
sinar gamma telah dilakukan pada tanamanDianthus chinensis.Tujuan penelitian
adalah untuk mendapatkan tanaman haploid melalui pseudofertilisasi
menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma. Percobaan pseudofertilisasi dilakukan dua kali. Pada percobaan pertama, dosis iradiasi sinar
gamma 100 Gy diaplikasikan pada serbuk sari dua genotipe dari spesiesDianthus
chinensis Dchi-11 dan D.chi-13. Ovari hasil pseudofertilisasi dipanen pada umur
10-14 hari. Penyelamatan embrio hasil pseudofertilisasi ditanam di dua media uji yaitu media M8 (MS + 1,9 µM NAA + 4,44 µM BA + 2,7 mM glutamin + 0,9
mM prolin + 60 g L-1sukrosa) dan media M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µM
BA + 2,7 mM glutamin + 0,9 mM prolin + 20 g L-1sukrosa). Pada percobaan
kedua, tiga level dosis iradiasi sinar gamma 100, 200 dan 300 Gy diaplikasikan pada serbuk sari genotipe Dchi-11. Penyelamatan embrio menggunakan media MS + 0.057 µM NAA + 2,22 µM BA + 2,7 mM glutamin + 0,9 mM prolin + 30% sukrosa. Embrio yang berhasil tumbuh disubkultur di media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 100 Gy merupakan dosis minimum untuk menonaktifkan serbuk sari dan menginduksi partenogenesis. Semua media uji untuk penyelamatan embrio dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan embrio. Penyerbukan menggunakan serbuk sari
yang diradiasi 100 200 Gy dapat menginduksi partenogenesis Dianthus sp.
menghasilkan tujuh tanaman haploid (PF69.1; PF69.2; C11; D231; D9.1; D9.2 dan D19.1). Frekuensi tanaman haploid yang diperoleh adalah 5,1 tanaman
haploid dari 100 persilangan. Pseudofertilisasi menghasilkan putatif mutan dwarf
pada D9.1 dan D231 serta mutan abnormalitas pembungaan. Tanaman haploid ganda langsung dapat digunakan sebagai tetua persilangan untuk mendapatkan tanaman hibrida F1.
Kata kunci:Dianthus chinensis, tanaman haploid, partenogenesis, iradiasi serbuk
❊❋● ❍ ■❏ ❑●❍ ❋▲▼ ◆❏▲❑❖P▼❏ ■▲ ■◗
Dianthus chinensis
▼❘■❖❙ ❊●◆❚❖❑■◗❚ ❘▼❏❍ ❏ZATION
Abstract
Parthenogenesis induce by irradiated pollen was ivestigated for the
Dianthus chinensis. The objective of this study was to obtain haploid plants
through pseudofertilization with irradiated pollen. Pseudofertilization consists of two unit experiment. The first experiment was 100 Gy gamma ray dose applicated
on two genotipes (Dchi-11 and D.chi-13) of Dianthus chinensis pollen. Ovari
obtained from pseudofertilization were harvested 10-14 days after pseudofertilization. Embryos were rescued on two medium of M8 (MS + 1,9 µM
NAA + 4,44 µM BA + 2,7 mM glutamine + 0,9 mM proline + 60 g L-1 sucrose)
and M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µM BA + 2,7 mM glutamine + 0,9 mM
proline + 20 g L-1 sucrose). The second experiment was three level dose of
gamma irradiated pollen (100, 200 and 300 Gy) applicated on Dchi-11 pollen. Embryos rescued on MS medium supplemented with 0.057 µM NAA + 2,22 µM BA + 2,7 mM glutamine + 0,9 mM proline + 30% sucrose. Enlarged embryos were subcultured in free MS medium. Result showed that 100 Gy dose was minimum dose to inactivate pollen inducing artificial parthenognetic. All medium tested could be used to emerged embryo growth. Pollination using 100-200 Gy
gamma irradiated pollen dose can induce Dianthus chinensis parthenogenesis
produce five haploid plants (PF69.1; PF69.2; C11; D231; D9.1; D9.2 dan D19.1). Frequency haploid plant as 5,1 haploid plants from 100 crossing. Putative mutant dwarf of D9.1 and D231 were obtained from pseudofertilization. Haploid plant could be used for parent to obtain hybrid F1.
❯endahuluan
Spesies-spesies tanaman Dianthus yang lebih dikenal dengan tanaman
anyelir (carnation) beradaptasi di daerah pegunungan Alpine di Eropa dan Asia,
serta ditemukan pula di daerah Mideterranean. Tanaman ini pada umumnya adalah tanaman diploid (2n = 2x = 30). Bentuk tetraploidnya juga telah ditemukan, sedang tanaman triploidnya diproduksi untuk tujuan komersial, tetapi
sebagian besar tanaman ini adalah aneuploid (Brooks, 1960). Ketersediaan
kultivar anyelir di pasar pada umumnya adalah tanaman diploid (Galbally & Galbally, 1997). Menurut Sparnaaij dan Koehorst-van Putten (1990) spesies-
spesies komersial seperti D. barbatus, D. japonicus, D. chienensis dan D.
superbus merupakan spesies-spesies yang sering digunakan untuk transfer
karakter kegenjahan ke tanaman anyelir. Dianthus chinensis merupakan spesies
yang paling adaptif baik pada hari pendek dan hari panjang serta paling genjah diantara spesies yang lain.
Potensi untuk mendapatkan tanaman haploid dengan frekuensi yang tinggi dari kultur serbuk sari yang belum masak dan kultur ovul yang tidak diserbuk telah banyak diteliti. Teknik lain untuk mendapatkan tanaman haploid adalah parthenogenesis. Partenogenesis merupakan sel telur yang berkembang menjadi embrio tanpa fertilisasi (Kasha dan Maluczynski 2003). Partenogenesis dapat dilakukan melalui pseudofertilisasi menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dan digunakan untuk penyerbukan.
Pseudofertilisasi dengan memanfaatkan serbuk sari yang diradiasi diikuti dengan penyelamatan embrio telah banyak diterapkan pada beberapa tanaman
buah-buahan yaitu plum (Peixe et al. 2000), kiwi (Chalak and Legave, 1997),
Melon (Katoh et al. 1993), jeruk (Bermejo et al. 2011), sedangkan pada tanaman
hias telah dilakukan pada primula (Carraro et al. 1990), bunga matahari
(Todorova et al. 2004), mawar (Meynet et al. 1994), anyelir (Dianthus
caryophillus) (Sato et al. 2000; Dolcet-Sanjuan et al. 2001) dan tanaman lain