• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur antera

Dianthussp.

Regenerasi kalus menggunakan media dasar yang sama dengan media induksi kalus, tetapi dengan mengurangi konsentrasi auksin dan sitokinin. Dari delapan media regenerasi yang diuji hanya media R7 dan R11 yang sesuai untuk regenerasi (Tabel 9). Eksplan Dchi-13-148-3 dengan media induksi awal AD3 (Gambar 13A), eksplan mampu beregenerasi pada media R7, sedangkan eksplan Dchi-11-171-4 dengan media induksi awal AD4 (Gambar 13B), eksplan mampu beregenerasi pada media R11. Pada pembentukan kalus dan regenerasi genotipe Dchi-13 lebih tinggi dibandingkan dengan Dchi-11. Media regenerasi lain seperti R6, R8, R9, R10, R12 dan R13 menghambat diferensiasi tunas (Gambar 13C). Pemberian 0,285 µM NAA dan 2,22 µM BAP pada media R11 mampu meningkatkan persentase kalus yang beregenerasi dibandingkan media R7 yang hanya berisi 2,22 µM BAP.

Kalus yang mampu beregenerasi, satu bulan berikutnya disubkultur ke media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Pertumbuhan selanjutnya regeneran mampu memperbanyak diri pada media tersebut, tetapi semua kalus terinduksi

bunga prematur. Bentuk kuncup bunga juga tidak normal, petal tidak

berkembang, tanpa daun, dan ukuran kecil (1 1,5 cm) (Gambar 13D dan E).

A B C

Media AD4 yang merupakan media terbaik selanjutnya digunakan untuk

verifikasi dan diaplikasikan pada genotipe lain (Dianthus barbatus, Dianthus

chinensis Dchi-12 dan Dchi-15). Verifikasi media dilakukan pada genotipe-

genotipe ini karena pada saat perlakuan genotipe-genotipe ini belum berbunga. Hasil yang diperoleh hanya genotipe Dchi-12 dan Dchi-15 yang dapat membentuk kalus (Gambar 12). Hasil ini menunjukkan bahwa setiap genotipe membutuhkan media yang spesifik. Pada umumnya kalus terbentuk 3 - 4 minggu setelah kultur.

Gambar 12. Verifikasi media AD4 kultur antera (A) Dianthus barbatus, (B)

Dianthus chinensis Dchi-12 dan (C) Dianthus chinensis Dchi-15.

Bar = 1 mm

Percobaan 2. Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur antera

Dianthussp.

Regenerasi kalus menggunakan media dasar yang sama dengan media induksi kalus, tetapi dengan mengurangi konsentrasi auksin dan sitokinin. Dari delapan media regenerasi yang diuji hanya media R7 dan R11 yang sesuai untuk regenerasi (Tabel 9). Eksplan Dchi-13-148-3 dengan media induksi awal AD3 (Gambar 13A), eksplan mampu beregenerasi pada media R7, sedangkan eksplan Dchi-11-171-4 dengan media induksi awal AD4 (Gambar 13B), eksplan mampu beregenerasi pada media R11. Pada pembentukan kalus dan regenerasi genotipe Dchi-13 lebih tinggi dibandingkan dengan Dchi-11. Media regenerasi lain seperti R6, R8, R9, R10, R12 dan R13 menghambat diferensiasi tunas (Gambar 13C). Pemberian 0,285 µM NAA dan 2,22 µM BAP pada media R11 mampu meningkatkan persentase kalus yang beregenerasi dibandingkan media R7 yang hanya berisi 2,22 µM BAP.

Kalus yang mampu beregenerasi, satu bulan berikutnya disubkultur ke media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Pertumbuhan selanjutnya regeneran mampu memperbanyak diri pada media tersebut, tetapi semua kalus terinduksi

bunga prematur. Bentuk kuncup bunga juga tidak normal, petal tidak

berkembang, tanpa daun, dan ukuran kecil (1 1,5 cm) (Gambar 13D dan E).

Tabel 9. Jumlah massa kalus yang diregenerasi, jumlah kalus dan persen kalus yang beregenerasi pada dua genotype, berdasarkan media asal dan media regenerasi Genotipe Media asal Media regenerasi jumlah massa kalus yang diregenerasi

Jumlah kalus yang beregenerasi % kalus beregenerasi* Dchi-13 AD3 R6 3 0 0 Dchi-11 AD3 R6 2 0 0 Dchi-11 AD4 R6 3 0 0 Dchi-11 AD4 R7 2 0 0 Dchi-13 AD1 R7 2 0 0 Dchi-13 AD3 R7 3 3 37.5 Dchi-13 AD4 R7 3 0 0 Dchi-13 AD1 R8 2 0 0 Dchi-13 AD4 R8 2 0 0 Dchi-13 AD1 R9 5 0 0 Dchi-13 AD4 R9 2 0 0 Dchi-11 AD4 R10 3 0 0 Dchi-13 AD3 R10 7 0 0 Dchi-13 AD4 R10 3 0 0 Dchi-11 AD4 R11 3 2 66.6 Dchi-13 AD3 R11 2 0 0 Dchi-13 AD4 R11 3 0 0 Dchi-11 AD1 R12 2 0 0 Dchi-13 AD3 R12 2 0 0 Dchi-13 AD4 R12 3 0 0 Dchi-13 AD3 R13 2 0 0 Dchi-13 AD4 R13 2 0 0

Keterangan: *) Dihitung dari jumlah kalus yang beregenerasi per jumlah total kalus yang diregenerasikan pada media regenerasi yang sama, dan genotipe yang sama. AD1 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 2,85 µM NAA + 4,54 µM TDZ + 2,22 µM BAP, AD3 = WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 2,22 µM BAP dan AD4 = WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ.

Gambar 13. Regenerasi kalus hasil kultur antera. (A) Genotipe Dchi-13-148-3, (B) Genotipe Dchi-11-171-4, (C) Genotipe Dchi-13-186-3, (D dan E) Regenerasi kalus menjadi kuncup bunga prematur (tanda panah). Bar = 0,5 cm

❰ ❮

Tabel 9. Jumlah massa kalus yang diregenerasi, jumlah kalus dan persen kalus yang beregenerasi pada dua genotype, berdasarkan media asal dan media regenerasi Genotipe Media asal Media regenerasi jumlah massa kalus yang diregenerasi

Jumlah kalus yang beregenerasi % kalus beregenerasi* Dchi-13 AD3 R6 3 0 0 Dchi-11 AD3 R6 2 0 0 Dchi-11 AD4 R6 3 0 0 Dchi-11 AD4 R7 2 0 0 Dchi-13 AD1 R7 2 0 0 Dchi-13 AD3 R7 3 3 37.5 Dchi-13 AD4 R7 3 0 0 Dchi-13 AD1 R8 2 0 0 Dchi-13 AD4 R8 2 0 0 Dchi-13 AD1 R9 5 0 0 Dchi-13 AD4 R9 2 0 0 Dchi-11 AD4 R10 3 0 0 Dchi-13 AD3 R10 7 0 0 Dchi-13 AD4 R10 3 0 0 Dchi-11 AD4 R11 3 2 66.6 Dchi-13 AD3 R11 2 0 0 Dchi-13 AD4 R11 3 0 0 Dchi-11 AD1 R12 2 0 0 Dchi-13 AD3 R12 2 0 0 Dchi-13 AD4 R12 3 0 0 Dchi-13 AD3 R13 2 0 0 Dchi-13 AD4 R13 2 0 0

Keterangan: *) Dihitung dari jumlah kalus yang beregenerasi per jumlah total kalus yang diregenerasikan pada media regenerasi yang sama, dan genotipe yang sama. AD1 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 2,85 µM NAA + 4,54 µM TDZ + 2,22 µM BAP, AD3 = WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 2,22 µM BAP dan AD4 = WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ.

Gambar 13. Regenerasi kalus hasil kultur antera. (A) Genotipe Dchi-13-148-3, (B) Genotipe Dchi-11-171-4, (C) Genotipe Dchi-13-186-3, (D dan E) Regenerasi kalus menjadi kuncup bunga prematur (tanda panah). Bar = 0,5 cm

Ï Ð

Ñ

Tabel 9. Jumlah massa kalus yang diregenerasi, jumlah kalus dan persen kalus yang beregenerasi pada dua genotype, berdasarkan media asal dan media regenerasi Genotipe Media asal Media regenerasi jumlah massa kalus yang diregenerasi

Jumlah kalus yang beregenerasi % kalus beregenerasi* Dchi-13 AD3 R6 3 0 0 Dchi-11 AD3 R6 2 0 0 Dchi-11 AD4 R6 3 0 0 Dchi-11 AD4 R7 2 0 0 Dchi-13 AD1 R7 2 0 0 Dchi-13 AD3 R7 3 3 37.5 Dchi-13 AD4 R7 3 0 0 Dchi-13 AD1 R8 2 0 0 Dchi-13 AD4 R8 2 0 0 Dchi-13 AD1 R9 5 0 0 Dchi-13 AD4 R9 2 0 0 Dchi-11 AD4 R10 3 0 0 Dchi-13 AD3 R10 7 0 0 Dchi-13 AD4 R10 3 0 0 Dchi-11 AD4 R11 3 2 66.6 Dchi-13 AD3 R11 2 0 0 Dchi-13 AD4 R11 3 0 0 Dchi-11 AD1 R12 2 0 0 Dchi-13 AD3 R12 2 0 0 Dchi-13 AD4 R12 3 0 0 Dchi-13 AD3 R13 2 0 0 Dchi-13 AD4 R13 2 0 0

Keterangan: *) Dihitung dari jumlah kalus yang beregenerasi per jumlah total kalus yang diregenerasikan pada media regenerasi yang sama, dan genotipe yang sama. AD1 = WT + 1,13 µM 2,4-D+ 2,85 µM NAA + 4,54 µM TDZ + 2,22 µM BAP, AD3 = WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 2,22 µM BAP dan AD4 = WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ.

Gambar 13. Regenerasi kalus hasil kultur antera. (A) Genotipe Dchi-13-148-3, (B) Genotipe Dchi-11-171-4, (C) Genotipe Dchi-13-186-3, (D dan E) Regenerasi kalus menjadi kuncup bunga prematur (tanda panah). Bar = 0,5 cm

n s ploidi

Analisis ploidi dilakukan pada sampel kalus yang telah beregenerasi, karena kondisi regeneran tidak mampu untuk mendapatkan planlet normal.

Tanaman kontrol diploid untuk analisis ploidi denganflow cytometer berasal dari

Dchi-11. Sebagian kalus dari tanaman donor dan daun dari tanaman kontrol

diploid diambil sampelnya kemudian dianalisis dengan flow cytometer. Hasil

analisis dengan flow cytometer diperoleh bahwa dua regeneran (Dchi-13-148-3

dan Dchi-11-171-4) tersebut memiliki level ploidi sama dengan tanaman kontrol (Gambar 14). Kalus dari tanaman donor disajikan dalam bentuk puncak DNA G1 pada channel 200 (Gambar 14A), yang ditetapkan sebagai standar 2C untuk sel

diploid bersama dengan puncak kecil pada channel400 sebagai karakteristik dari

puncak G2.

Gambar 14. Histogram DNA hasil analisis flow cytometer: (A) Tanaman kontrol diploid D-chi11/Dchi-11; (B) Regeneran hasil kultur antera Dchi-13- 148-3 dan (C) Regeneran hasil kultur antera Dchi-11-171-4.

File: Anyelir Kontrol Date: 17-02-2012 Time: 09:12:43 Particles: 7401 Acq.-Time: 254 s

0 200 400 600 800 1000 0 40 80 120 160 200 FL1 - counts 0 200 400 600 800 1000 0 40 80 120 160 200 FL1 - counts partec CyFlow

File: Anyelir 148 Date: 17-02-2012 Time: 10:25:55 Particles: 8528 Acq.-Time: 84 s

0 200 400 600 800 1000 0 80 160 240 320 400 FL1 - co u n ts 0 200 400 600 800 1000 0 80 160 240 320 400 FL1 - co u n ts partec CyFlow

File: Anyelir 171 Date: 17-02-2012 Time: 10:01:05 Particles: 25621 Acq.-Time: 251 s

0 200 400 600 800 1000 0 160 320 480 640 800 FL1 - count s 0 200 400 600 800 1000 0 160 320 480 640 800 FL1 - count s partec CyFlow A B C 2C 2C 2C 4C 4C 4C 8C

Analisis ploidi tanaman donor ini hanya dilakukan satu sampel saja. Sampel yang akurat biasanya menggunakan daun. Pada umumnya apabila kalus digunakan sebagai sampel, akan terdapat kemungkinan bentuk mixoploid akan muncul. Walaupun terdapat kemungkinan mixoploid (Gambar 14C), tetapi pada

umumnya sampel kalus akan berada pada channel 200 (fase G1) dan 400 (fase

G2) atau bentuk diploid. Analisis ploidi dilakukan menggunakan sampel kalus karena eksplan mengalami perubahan fase generatif prematur. Analisis sitologi dengan melihat jumlah kromosom sulit dilakukan karena sel terlalu kecil untuk dideteksi jumlah kromosomnya.

Òembahasan

Percobaan 1. Induksi kalus androgenikDianthus chinensis

Penggunaan media dasar WT dipilih berdasarkan hasil uji pendahuluan setelah penggunaan media dasar MS tidak menghasilkan kalus. Media dasar WT yang merupakan modifikasi media MMS yang memiliki komposisi elemen makro dan mikro yang lebih kecil konsentrasinya dibandingkan media dasar MS. Media

ini merupakan media kultur antera Anthurium sp. yang paling baik untuk

pembentukan kalus (Winarto 2009). Komposisi media dasar WT terdapat

penambahan unsur NaH2PO4.H2O dan rasio NH4+: NO3-= 1: 2,21. Vitamin hanya

terdiri atas myo-inositol dan thiamin, di mana myo-inositol lebih tinggi dari MS dan thiamin setengah dari media MS. Kombinasi komposisi media dan konsentrasi hormon yang sesuai diduga juga mempengaruhi komposisi media

dasar dalam pembentukan kalus anteraDianthus chinensis.

Media AD1 memiliki rasio auksin:sitokinin 0,6:1, AD2 memiliki rasio auksin:sitokinin 1,18:1 lebih tinggi dari AD1. Media AD3 memiliki rasio auksin:sitokinin 2,28:1 dan AD4 memiliki rasio auksin:sitokinin tertinggi yaitu 6,5:1. Media AD4 menambah konsentrasi 2,4-D dua kali lipat, tetapi mengurangi hormon BAP. Ekplan yang ditanam pada media dasar WT yang mengandung 9,04 µM 2,4-D, 5,71 µM NAA, dan 2,27 µM TDZ (media AD4) menghasilkan persentase terbentuknya kalus tertinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa induksi

kalus Dianthus chinensis memerlukan rasio auksin:sitokinin yang tinggi. Hasil

yang sama juga terjadi pada penelitian Fu et al. (2008) dan Pareek dan Kothari

(2003) pada 3 species Dianthussp. yaituD. caryophyllus,barbatusdanchienesis,

pembentukan kalus yang embriogenik. Hasil yang sama juga diperoleh Ammirato

(1997) dan Freyet al. (1992), yang menggunakan 2,4-D untuk menginduksi kalus

embriogenik pada anyelir. 2,4-D merupakan zat pengatur tumbuh kelompok auksin yang umum digunakan untuk menginduksi kalus dalam kondisi gelap. 2,4- D mudah diserap sel tanaman, tidak mudah terurai, berfungsi sebagai auksin yang kuat dan mampu mendorong aktivitas morfogenesis (Terzi &Loschiavo 1990).

Óercobaan 2. Pertumbuhan dan regenerasi kalus hasil kultur antera

Dianthus chinensis.

Dchi-13 dapat membentuk kalus pada media WT + 4,52 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 2,22 µM BAP dan beregenerasi pada media WT + 2,22 µM BAP, sedangkan Dchi-11 dapat membentuk kalus pada media WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ dan beregenerasi pada media WT + 2,22 µM BAP + 0,285 µM NAA. Aplikasi ZPT ke dalam media kultur berperan dalam pembentukan, pertumbuhan dan regenerasi kalus. Pemberian konsentrasi ZPT yang tinggi umumnya diperlukan untuk proses morfogenesis awal dan digunakan untuk dediferensiasi serta pembentukan sel-sel meristematik. Peran ZPT akan menurun setelah sel aktif membelah. Pada tahap ini kalus akan teregenerasi menjadi dua kelompok sel yaitu sel meristematik dan non

meristematik sel (Georgeet al.2007).

Waktu regenerasi dua kalus Dchi-13-148-3 dan Dchi-11-171-4 sama yaitu 8 minggu setelah sub kultur pada media regenerasi. Saat pembentukan kalus rasio auksin lebih tinggi (>2,28:1 ) pada media induksi kalus AD3 dan AD4, sebaliknya pada saat regenerasi, media regenerasi yang memiliki rasio auksin:sitokinin rendah (0,13:1) pada media regenerasi R11 memberikan respon yang positif. Rasio auksin:sitokinin rendah inilah yang diduga berpengaruh terhadap aktivitas pembelahan sel, pertumbuhan dan perkembangan tunas. Media regenerasi R11 menghasilkan persen regenerasi kalus yang lebih tinggi dibandingkan dengan R7 pada genotipe yang sama (Tabel 8). Media regenerasi R11 sesuai untuk genotipe Dchi-11 dan media regenerasi R7 sesuai untuk genotipe Dchi-13. Media regenerasi R7 hanya mengandung zat pengatur tumbuh sitokinin saja yaitu 22,2 µM BAP, sementara media regenerasi R11 mengandung sitokinin 22,2 µM BAP dan auksin 0,285 µM NAA. Ini berarti kehadiran sedikit auksin dalam media akan

memberikan hasil yang maksimal. Hasil ini sama dengan yang diperoleh Fuet al.

tunas. Penggunaan 2,4-Datau TDZ pada kalus hasil kultur antera Dianthus chinensisakan menghambat diferensiasi kalus menjadi tunas.

Analisis ploidi

Analisis ploidi menggunakan flow cytometer merupakan metode yang

sesuai apabila analisis ploidi dengan penghitungan kromosom sulit dilakukan. Pada penelitian ini masing-masing regeneran hanya diambil satu sampel kultur untuk analisis, sehingga hasil akhir yang diperoleh belum mewakili kondisi keseluruhan yang sebenarnya. Sampai saat ini regenerasi kalus menjadi tanaman normal belum dapat diperoleh, karena kalus beregenerasi menjadi bunga prematur.

ÔÕpulÖ ×m

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembentukan kalus pada kultur antera memerlukan auksin (2.4-D) yang lebih tinggi dari sitokinin, sebaliknya regenerasi kalus hasil kultur antera memerlukan sitokinin (BAP) yang lebih tinggi dari auksin.

ÔÖ ØÖ×

Pada penelitian selanjutnya perlu dicari perlakuan cekaman yang mampu memecah kotak antera pada minggu ke 2 sampai ke 4 (sebelum antera mengalami degenerasi).

ÙÚÛÜÝ ÞÙß àá âãÙ Û

Dianthus chinensis

äåâ àâÜÙ æÙÚãæåÚå ÞÙÞÞå çàèà

IN VITRO

ébstrak

Tanaman haaploid ginogenik dapat diproduksi dari hasil pembelahan dan regenerasi sel telur yang tidak dibuahi, atau sel haploid lain dalam kantong embrio. Tujuan penelitian ialah mendapatkan metode isolasi kultur ovul atau ovari dalam mendapatkan tanaman haploid, mendapatkan media yang sesuai untuk menginduksi ginogenesis, dan mendapatkan tanaman haploid melalui ginogenesis.

Genotipe yang digunakan ialah Dchi-11,Dchi-13, Dchi-14, Dchi-15 dan Dchi-16

dari spesies Dianthus chinensis. Penelitian terdiri atas empat percobaan

berdasarkan asal eksplan. Empat eksplan tersebut adalah potongan multi ovul, multi ovul, potongan ovari dan ovari. Masing-masing percobaan disusun secara faktorial terdiri atas dua faktor yaitu faktor genotipe dan faktor media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media M10 (MS + 4,52 µM 2,4-D + 4,44 µM

BAP + 20 g L-1sukrosa) media yang baik untuk menginduksi kalus ginogenik dari

eksplan irisan multi ovul, multi ovul dan irisan ovari, sedang media M6 (WT +

1,13 µM 2,4-D + 0,06 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1sukrosa) media untuk

menginduksi embrio langsung dari kultur ovari. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa media dasar WT sesuai untuk pembentukan embrio langsung dari kultur ovari, sedangkan media dasar MS sesuai unutk membentuk kalus pada kultur multi ovul, ovul dan irisan ovari. Auksin dalam bentuk 2,4-D lebih baik untuk menginduksi kalus ginogenik dibanding NAA. Kalus yang berasal dari

kultur multi ovul, ovul dan irisan ovari terinduksi bunga secarain vitrodan diduga

menghasilkan mutan abnormalitas pembungaan. Kultur irisan multi ovul dan kultur ovari diduga menghasilkan masing-masing satu tanaman haploid ganda, dan kultur irisan ovari diduga menghasilkan tanaman haploid yang membawa gen

dwarf.

ê ëìí î ïð ïñðòóôïîñîõ

Dianthus chinensis

THROUH IN VITRO

ö÷ñî öøñøù ïù

úbstrak

Haploid plants can be produced from devision and regeneration of unfertilized egg cell or other cell in embryo sac. The aim of the research were to obtain isolation method of ovule atau ovari culture in obtaining haploid plant, suitable media for gynogenesis induction, and haploid plants by gynogenesis.

Dchi-11, Dchi-13, Dchi-14, Dchi-15 and Dchi-16 of Dianthus chinensis species

were used in this research. The research consist of four experiment based on explants sources. These four explants were multy ovul slice, multy ovul, ovary and ovary slice. The factorial design included genotipes factor and media factor. The result showed that M10 media (MS + 4,52 µM 2,4-D+ 4,44 µM BAP + 20 g

L-1 sucrose) was the best media in inducing gynogenic callus from multy ovul

slice, multy ovul, and ovary slice explants, while M6 media (WT + 1,13 µM 2,4-

D+ 0,06 µM NAA + 2,27 µM TDZ + 30 g L-1 sucrose) for inducing direct

embryo from ovary culture. In conclusion, WT basic media was suitable for inducing direct embryo from ovary culture, while MS basic media was suitable for callus formation on culture of multiovule, ovule and ovary slice. Auxin (2,4- D) was better than NAA in inducing gynogenic callus. Callus from multy ovul slice, multy ovul, and ovary slice explants produce putative mutant with abnormal flower. Two putative double haploid plants came up from multy ovule and ovary culture, and one haploid plant bringing dwarf gen was obtained.

ûendahuluan

Pengembangan teknologi haploidisasi merupakan salah satu terobosan teknologi yang dapat diharapkan untuk membangun dan mendorong kebangkitan florikultura di Indonesia. Melalui teknologi ini, tanaman homozigot dapat dihasilkan. Persilangan antara tanaman homozigot akan menghasilkan tanaman hibrida baru yang diperbanyak melalui biji. Keberhasilan pengembangan teknologi ini pada tanaman hias akan bermanfaat dalam penyediaan benih yang berkualitas melalui persilangan konvensional sekaligus menghasilkan varietas unggul baru.

Pengembangan teknologi haploid memiliki beberapa keuntungan dan sangat bermanfaat dalam program pemuliaan dan penelitian dasar pada tanaman. Tanaman haploid ganda sebagian besar digunakan untuk galur tetua dalam pembentukan varietas hibrida F1 dalam program pemuliaan. Haploid ganda juga bermanfaat dalam proses seleksi terutama untuk karakter-karakter poligenik, karena rasio genetiknya menjadi lebih sederhana dan jumlah tanaman yang ditapis lebih sedikit untuk mendapatkan genotipe tertentu. Selain itu tanaman haploid ganda berguna untuk studi yang terkait dengan karakter resesif, karena efek dominan tidak menutupi fenotipe resesif dari tanaman. Akhir-akhir ini tanaman

haploid ganda banyak dimanfaatkan dalam pemetaan gen dan MAS (marker-

assisted selection) secara molekuler (Gonzaloet al. 2011). Tanaman haploid yang

memiliki jumlah kromosom gametofitik menyediakan sistem yang penting untuk

studi mutasi dan seleksi (Reinert et al. 1975, Liu et al. 2005, Suprasanna et al.

2009).

Ginogenesis merupakan perkembangan embrio yang berasal dari jaringan embrio maternal atau karena aktivasi sel telur oleh sel sperma yang mengalami degenerasi tanpa bersatu dengan inti sel telur. Ginogenesis dapat dilakukan

melalui kultur in vitro, di antaranya ialah kultur ovul dan ovari. Dalam

terminologi tanaman, regenerasi haploid ginogenik secara luas digunakan untuk semua metode induksi haploid yang menggunakan gametofit betina sebagai sumber sel haploid, tanpa memperhatikan prosesnya dari pseudofertilisasi atau tidak (Bohanec 2009). Haploid ginogenik dapat diinduksi dari hasil isolasi ovul,

ovari atau bahkan kuncup bunga (Keller 1990, Bohanec et al. 1995, Jakse et

Kultur ovul dan kultur ovari untuk mendapatkan tanaman haploid telah

banyak dimanfaatkan pada tanaman bawang merah (Martinez et al, 2000, Alan et

al. 2004, Musial et al. 2005), Cucurbita sp. (Shalaby 2007), Gerbera jamesonii

(Meynet and Sibi, 1984; Miyoshi dan Asakura 1996), Solanum tuberosum(Taoet

al. 1985) danLycopersicon esculentumMill.(Bal and Abak 2003).

Produksi tanaman haploid melalui ginogenesis dilakukan hanya pada tanaman yang sulit diperoleh melalui androgenesis yang tidak dapat diperoleh

regeneran yang viabel (Obert et al. 2009). Haploid ginogenik dapat diproduksi

dari hasil pembelahan sel telur yang tidak dibuahi, atau sel haploid lain dalam kantong embrio seperti sel sinergid atau sel antipodal (Shivanna 2003). Pada tanaman bawang merah ginogenesis melalui kultur ovul dan ovari sudah banyak diaplikasikan. Embrio haploid bawang merah (77,6%) dihasilkan melalui ginogenesis 32 klon (Cohat 1994). Keller (1990) memperoleh tiga tanaman

haploid bawang merah dari 287 tanaman (1,05%), sedangkan Geoffriau et al.

(1997) dan Alan et al. (2004) memperoleh tanaman haploid berturut-turut 0

17% dari 22 varietas dan 1100 tanaman ginogenikAllium cepaL. dari 47000 yang

diinduksi (2,34%). Pada tanaman Cucurbitaa pepo L. diperoleh 0 48% pada

tanaman (Shalaby 2007).

Induksi ginogenesis pada tanaman Flax (Linum usitatissimum L.)

memerlukan pra perlakuan pada suhu 8 oC selama 72 jam dilanjutkan dengan pra perlakuan suhu 32 oC selama 8 jam untuk menginduksi kalogenesis kultur ovari (Obert et al. 2009). Tanaman Allium cepa dan Lycopersicon esculentum Mill.

memerlukan pra perlakuan berbeda yaitu suhu 10 C selama 4 23 hari (Alanet al.

2004; Bal % Abak 2003). Sementara pada beberapa tanaman seperti Nicotiana

rustica (Katoh & Iwai 1993) dan Cucurbita pepo L. (Shalaby 2007) tidak

memerlukan praperlakuan. Tujuan penelitan ini ialah mendapatkan metode isolasi kultur ovul atau ovari dalam mendapatkan tanaman haploid, mendapatkan media yang sesuai untuk menginduksi ginogenesis, dan mendapatkan tanaman haploid melalui ginogenesis.

ü ý þý ÿ ýnetode

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Rumah Sere Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung dan Puslitbang Biologi LIPI untuk

analisis histologi dan flow cytometri, dari Januari 2011 Mei 2012. Penelitian

dari stek pucuk berumur 6 bulan yang ditanam di pot berukuran 17 cm di Kebun Percobaan Cipanas, pada ketinggian tempat 1100 m di atas permukaan laut.

Gambar 15. Morfologi dan irisan mikroskopis eksplan untuk kultur ovul dan ovari. (A) kuncup bunga tahap T7 (Bar = 5 mm), (B) kantong embrio ovul pada tahap T7 berisi dua inti (Bar = 20 µm), (C) multi ovul (Bar = 1 mm), (D) irisan multi ovul ((E) ovari (Bar = 2 mm), (F) irisan ovari (Bar = 1 mm), (G) cara tanam kultur ovari (Bar = 2mm).