Meyakini bahwa hipnosis adalah proses pembelajaran, maka Rehearsal Technique bisa dikatakan merupakan salah satu prosedur utama dalam hipnoterapi Milton Erickson. Dengan teknik ini ia melatih subjek melalui pengulangan-pengulangan—atau semacam pengondisian kepada subjek dalam keadaan deep hypnosis untuk memperkuat perilaku tertentu. Tentu saja yang anda latihkan kepada subjek adalah bentuk-bentuk perilaku yang tampaknya menjanjikan manfaat, dengan tujuan bahwa perilaku tersebut nantinya bisa diulangi dalam keseharian.
Keyakinan akan efektivitas ini tampak pada kasus ia “mengajar” seorang perempuan berusia 70 tahun belajar membaca. Ketika perempuan itu menanyakan apakah Erickson bisa mengajarinya membaca, ia menjawab, “Tiga minggu, tetapi aku tidak mengajarimu sesuatu yang tidak pernah kauketahui dan yang sudah kauketahui sekian lama.”
Ia juga menggunakan teknik ini pada kasus “perpisahan yang manis”, di mana ia mengajarkan kepada dua pasangan yang memutuskan berpisah. “Bagaimanapun kalian pernah saling mencintai, dan sekarang hendak berpisah, maka buatlah perpisahan yang manis,” katanya. Kemudian ia menyampaikan secara rinci apa saja yang harus dilakukan oleh pasangan itu untuk mempersiapkan perpisahan mereka.
Karena lazimnya perpisahan terjadi secara buruk, maka gagasan tentang perpisahan yang manis dengan mudah bisa disepakati oleh subjek. Itu jenis perpisahan yang tidak pernah terpikirkan, tetapi masuk akal dan karena itu dengan mudah bisa disepakai oleh subjek—itu jenis perpisahan yang lebih baik. Itu perpisahan yang akan membuat mereka berbeda dari
pasangan-saran Erickson, efek yang tidak terduga dari tindakan mengikuti pasangan-saran itu adalah munculnya situasi romantis, tumbuhnya kembali, diperbaruinya lagi, perasaan cinta pada dua orang yang berniat berpisah.
Milton Erickson tidak memberi saran klise, “Pertimbangkanlah baik-baik keputusan kalian, pertahankan cinta kalian.” Ia hanya merancang situasi tertentu yang efeknya sudah ia perhitungkan, tetapi tidak pernah disadari oleh subjek. Mereka menyepakati karena saran yang disampaikan oleh Erickson sangat masuk akal dan lebih baik ketimbang perpisahan yang buruk.
Dalam menerapkan Teknik Rehearsal, ia mula-mula sering menggunakan cerita rekaan. Ia menyampaikan kisah fiktif yang dialami oleh subjek pada suatu ketika, di mana ia mengalami situasi tertentu dan bagaimana masalah itu diatasi.
“Sekarang, saat kau melanjutkan tidurmu, aku akan
membangkitkan lagi dalam pikiranmu sebuah peristiwa yang terjadi belum lama berselang. Karena aku menceritakan lagi peristiwa ini kepadamu, kau akan mengingat secara penuh dan utuh semua yang telah terjadi. Kau punya alasan tepat untuk melupakan kejadian ini, tetapi karena aku mengingatkan itu, kau akan teringat lagi setiap detail secara utuh.”
Perhatikan bagaimana ia mensugesti subjeknya bahwa ia “punya alasan tepat untuk melupakan kejadian ini”. Erickson menyampaikan demikian karena yang akan ia sampaikan memang cerita rekaan dia. Tentu saja subjek tidak punya ingatan apa pun terhadap kejadian yang nantinya dituturkan oleh Erickson, semata-mata karena kejadian tersebut tidak pernah ia alami.
Dengan sugesti “lupa”, ia membuat subjek bisa meyakini bahwa peristiwa itu mungkin benar-benar terjadi dan ia memang lupa. Dan sekarang Erickson mengingatkannya tentang kejadian yang ia lupa.
Ini cara yang cerdik untuk menyampaikan pembelajaran melalui metafora. Dalam situasi ketika subjek deep trance, ia menyampaikan cerita rekaan yang paralel dan merupakan simbolisasi dari masalah neurotik yang dihadapi subjeknya. Dengan cerita rekaan itu ia menyodorkan kepada subjek sebuah masalah rekaan yang seolah-olah dihadapi oleh subjek dalam situasi tertentu.
Mengenai teknik cerita rekaan ini, ia mengingatkan kita bahwa yang penting bukan melulu apa yang disampaikan, “Tetapi juga bagaimana cara
memperkenalkan kepada subjek “sebuah kejadian di waktu lalu yang kau sudah lupa.”
Ilustrasi tentang penerapan cerita rekaan ini saya ambilkan dari kasus yang saya contohkan di buku saya sebelumnya, Pola Sugesti dan Strategi Terapi
Milton Erickson. Cermati sungguh-sungguh bagaimana ia membangun
cerita, dan menjadikannya seolah-olah kejadian sesungguhnya yang dialami oleh subjek. Perhatikan bagaimana ia secara detail mengingatkan kejadian yang “sudah dilupakan” oleh subjek ini, dan bagaimana ia meminta subjek “membangkitkan kembali” emosi yang pernah ia alami dalam kejadian tersebut.
Sekarang, saat kau melanjutkan tidurmu, aku akan membangkitkan lagi dalam pikiranmu sebuah peristiwa yang terjadi belum lama berselang. Karena aku menceritakan lagi peristiwa ini kepadamu, kau akan
mengingat secara penuh dan utuh semua yang telah terjadi. Kau punya alasan tepat untuk melupakan kejadian ini, tetapi karena aku
mengingatkan itu, kau akan teringat lagi setiap detail secara utuh.
Sekarang camkan dalam pikiranmu bahwa selagi aku menceritakan ulang apa yang kutahu tentang peristiwa ini, kau akan mengingat lagi secara penuh dan utuh semua hal sepertinya itu semua baru saja terjadi. Dan lebih dari itu, kau akan mengalami lagi berbagai emosi yang saling bertentangan, yang kaurasakan pada saat itu, dan kau akan merasakan secara nyata seakan-akan kejadian itu sedang berlangsung.
Sekarang inilah peristiwa khusus yang akan kuceritakan kepadamu: Beberapa waktu lalu kau bertemu orang terkenal di lingkungan kampus yang menunjukkan ketertarikan kepadamu dan ia siap membantumu mendapatkan dana untuk riset sesuatu yang sedang kautekuni. Ia memintamu datang ke rumahnya dan pada hari itu kau datang sesuai waktu yang direncanakan. Ketika kau mengetuk pintu, bukan orang itu yang menemuimu tetapi istrinya yang mengucapkan salam kepadamu dengan hangat dan sangat ramah. Itu membuatmu merasa bahwa
suaminya pasti telah menceritakan hal-hal baik tentangmu kepadanya. Ia menjelaskan dengan nada menyesal bahwa suaminya sedang keluar sebentar karena ada sedikit urusan tetapi ia akan kembali segera, dan diminta menunggunya dengan nyaman di perpustakaan.
Kau mengikuti perempuan itu ke ruangan perpustakaan di mana ia
memperkenalkanmu kepada gadis cantik yang agak pemalu dan pendiam. Gadis cantik itu satu-satunya putri mereka, begitulah penjelasan yang
kepadamu untuk melanjutkan pekerjaannya, dan mengatakan bahwa putrinya akan senang sekali menemanimu selagi kau menunggu. Kau meyakinkan si ibu bahwa kau akan merasa sangat nyaman dan bahkan sekarang kau bisa mengingat kembali rona kegembiraanmu ketika membayangkan duduk ditemani oleh gadis cantik. Saat ibunya meninggalkan ruangan, kau mulai bercakap-cakap dengan gadis itu. Di luar sikap pemalu dan pendiamnya, kau segera mendapati bahwa gadis itu ternyata seorang pembicara yang memikat selain enak dipandang. Kau segera tahu bahwa ia sangatlah suka melukis, kuliah di sekolah seni, dan benar-benar sangat tertarik dalam seni. Ia malu-malu menunjukkan kepadamu beberapa vas yang telah ia lukis.
Akhirnya ia menunjukkan kepadamu sebuah piring kaca kecil yang telah ia hias dengan lukisan yang sangat artistik. Ia bilang piring itu ia hias sebagai asbaik untuk ayahnya, tetapi kemudian lebih berfungsi hiasan ketimbang asbak yang sesungguhnya. Kau sangat memuji itu.
Membicarakan penggunaan piring sebagai asbak ini membuatmu sangat ingin merokok. Karena gadis itu masih sangat muda kau ragu
menyodorinya sebatang rokok. Juga, kau tidak tahu bagaimana perasaan ayahnya tentang hal-hal semacam ini, akan tetapi kau ingin menjalankan sopan santun merokok. Saat kau merasakan pikiranmu berkecamuk dengan pertimbangan-pertimbangan ini, kau menjadi semakin tidak sabar.
Gadis itu tidak mempersilakanmu merokok sehingga masalahmu rampung, dan kau terus berharap bisa menawarinya sebatang rokok. Akhirnya dalam keputusasaan kau meminta izin kepadanya untuk merokok, yang segera ia berikan, dan kau mengambil sebatang rokok tetapi tidak menawarinya. Saat kau merokok kau melayangkan
pandanganmu mencari asbak. Gadis itu, saat memperhatikan
pandanganmu, mempersilakanmu menggunakan asbak yang ia rancang untuk ayahnya. Dengan kikuk kau menggunakan piring itu dan memulai pembicaran tentang berbagai hal.
Saat kau berbicara kau jadi sadar betapa tidak sabarnya kau menunggu ayahnya pulang. Seketika itu juga kau semakin tidak sabar sehingga kau tidak bisa lagi menikmati rokok. Dan kau sungguh gelisah dan tertekan sehingga kau menaruh begitu saja ke piring itu ketika rokokmu sudah pendek dan tidak mematikannya lebih dulu. Dan kau melanjutkan pembicaraan dengan si gadis. Gadis itu jelas tidak memperhatikan tindakanmu, tetapi setelah beberapa menit kau tiba-tiba mendengar suara retakan, dan kau segera menyadari bahwa rokok yang kauletakkan
di asbak terus menyala dan memanaskan kaca begitu rupa, dan menyebabkan asbak itu retak dan kemudian pecah.
Kau merasa sangat kacau karena hal ini, tetapi si gadis dengan lembut dan sopan menegaskan bahwa itu hanya masalah kecil, bahwa ia belum memberikan asbak itu kepada ayahnya, bahwa ayahnya tidak akan tahu apa pun tentang itu, dan bahwa ayahnya tidak akan kecewa. Namun bagaimanapun kau merasa sangat bersalah atas keteledoranmu
memecahkan asbak, dan kau penasaran seperti apa perasaan ayahnya jika ia akhirnya tahu soal itu. Kegelisahanmu tampak jelas, dan ketika si ibu masuk ke dalam ruangan itu kau mencoba menjelaskan, tetapi ia dengan lembut menenangkanmu dan mengatakan bahwa itu benar-benar tidak jadi masalah. Namun, kau merasa sangat tidak nyaman mengenai itu, dan dalam penglihatanmu si gadis seperti itu juga.
Sebentar setelah itu ada telepon dari ayahnya yang memberitahukan bahwa ia harus di luar seharian penuh dan ia meminta izin kepadamu untuk bertemu besok saja. Kau meninggalkan rumah itu sangat lega. Kau merasa sangat tersiksa selama kejadian itu dan tak bisa melakukan apa-apa.
Sekarang setelah kau bangun, seluruh kejadian itu akan terus terpatri di benakmu. Kau tidak akan mengetahui secara sadar itu apa, tetapi
bagaimanapun ia akan terus ada di benakmu. Hal itu mencemaskanmu, mempengaruhi tindakan dan bicaramu meskipun kau tidak akan sadar bahwa yang terjadi seperti itu.
Aku sekadar menceritakan pengalamanmu baru-baru ini, dan saat aku menceritakan ulang itu kepadamu, kau teringat lagi secara detail,
menyadari selamanya bahwa aku telah memberimu cerita yang sungguh akurat tentang sebuah kejadian, bahwa aku telah menyampaikan cerita penting.
Setelah kau bangun, seluruh kejadian itu akan terus ada di benakmu, tetapi kau tidak akan menyadari apa itu, kau bahkan tidak akan paham apa kiranya itu, tetapi itu akan menggelisahkanmu dan itu akan
mempengaruhi cara bicara dan tindakan-tindakanmu. Apakah kau paham? Dan kau merasa kocar-kacir dengan kejadian ini?
Teknik cerita rekaan yang kompleks ini terus ia kembangkan dan kemudian menjadi salah satu prosedur terapi yang memberikan hasil memuaskan. Puncak dari eksperimen ini adalah keberhasilan Erickson sepuluh tahun
yang paling terkenal di mana Erickson menghadirkan tokoh fiktif dalam kehidupan subjeknya. Ini dilakukan karena subjeknya membutuhkan pengalaman tertentu sebagai sumberdaya untuk mengatasi masalahnya. Ketika pengalaman itu tak ada, Erickson menghadirkan pengalaman tersebut melalui cerita fiktif dengan tokoh fiktif dan menyusupkannya ke dalam ingatan subjek, seolah-olah peristiwa itu betul-betul terjadi. Kasus ini juga merupakan penanganan terlama Erickson, yakni memakan waktu hingga lebih dari dua tahun.
Perkembangan lebih lanjut dari teknik ini adalah penggunaan metafora. Dengan metafora kita tidak lagi menyampaikan cerita rekaan tentang
kejadian yang seolah-olah dialami oleh subjek. Tentang metafora, kita akan membahasnya lebih lanjut dalam bab tersendiri.