• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 PEMBAHASAN

4.2 Sub Instalasi Produksi

menyertakan MSDS saat mengirimkan B3, sebaiknya yang sudah diterjemahkan bila tidak bisa maka petugas gudang harus menerjemahkannya. b. Masalah keterlambatan penerimaan PF dari distributor sebaiknya lokasi

gudang dibuat lebih ideal dengan penambahan jalan untuk mobil sehingga mudah diakses pihak eksternal atau membuat jadwal rutin penerimaan PF dan menyediakan lahan parkir khusus distributor pada jam yang telah terjadwal tersebut.

4.2 Sub Instalasi Produksi

Salah satu kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di RSCM dilakukan yaitu dengan melakukan kegiatan produksi yang dilakukanoleh Sub Instalasi Produksi. yang berlokasi di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan aseptik dispensing. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari sediaan steril dan non steril. Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM adalah di:

a. CMU 2: pencampuran obat suntik (IV admixture) (4 asisten apoteker), pencampuran obat kemoterapi (3 Asisten Apoteke dan 1 pekarya), repacking obat padat steril (2 asisten apoteker)

b. Perinatologi : pencampuran obat suntik (iv adm), TPN (5 asisten apoteker) c. Gedung A lt 8: pencampuran obat kemoterapi (4 asisten apoteker)

d. IKA: pencampuran obat kemoterapi (2 asisten apoteker) 4.2.1 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) yang terdapat di Sub Instalasi Produksi terdiri dari 2 apoteker, 20 asisten apoteker (AA) dan 4 pekarya. Sub instalasi produksi beroperasi selama 2 shift, dari jam 08.00-20.00 dari hari Senin hingga Sabtu.

4.2.2 Fasilitas

Sub Instalasi Produksi memiliki fasilitas untuk menunjang kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya. Fasilitas disesuaikan

karantina merupakan ruangan tempat alat yang baru masuk disimpan sebelum digunakan untuk proses produksi.

a. Ruang pencucian, tempat alat dan kemasan yang digunakan dibersihkan. b. Bahan baku, tempat disimpannya bahan baku obat yang digunakan dalam

proses produksi. Penyimpanan disimpan berdasarkan penggunaan bahan baku, yaitu untuk bahan baku sediaan oral dan obat luar.

c. Ruang peracikan sediaan farmasi non steril terdiri dari: ruangan tempat dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan farmasi/obat luar d. Ruang produksi steril merupakan ruang tempat dilakukannya kegiatan

produksi steril dan repackaging.

e. Ruang uji mutu, ruangan tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas sediaan yang dihasilkan.

f. Ruang penyiapan aseptik

Pada ruang penyiapan aseptic terbagi menjadi beberapa ruang antara lain: a. Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan

pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi yang sifatnya sitostatik. Prinsip ruangan ini adalah ruangan bertekanan negatif, sehingga tekanan dari luar ruangan lebih besar dari tekanan dalam ruangan. Dengan prinsip seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar keluar ruangan.

b. Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan positif, sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari luar ruangan.

4.2.3 Kegiatan Sub Instalasi Produksi

Kegiatan yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi adalah pengadaan sediaan farmasi steril, non steril dan aseptik. Sediaan yang diproduksi memiliki kriteria sebagai berikut:

47

a. Formula khusus

b. Kemasan yang lebih kecil (repacking) c. Tidak ada di pasaran

d. Untuk penelitian e. Harga lebih murah

f. Produk Recenter Paratus (harus dibuat segar) 4.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Perbekalan farmasi yang digunakan dalam kegiatan produksi, dikelola sesuai dengan alur perencanaan, pengadaan, penyimpanan, produksi dan distribusi.

a. Perencanaan dan pengadaan

Sub instalasi produksi melakukan defekta seminggu sekali yaitu pada hari Senin langsung ke Gudang Farmasi Pusat. Permintaan sesuai dengan kebutuhan bahan baku yang akan digunakan.

b. Penyimpanan

Bahan baku yang diperoleh dari gudang disimpan di Ruang Bahan Baku. Penyimpnan dipisahkan berdasarkan tujuan penggunaan obat, obat luar dan Obat Oral. Suhu ruangan dijaga agar terdapat dalam rentang di bawah 250C agar mutu bahan baku tetap terjaga.

c. Produksi

Sediaan yang diproduksi oleh instalasi produksi berupa sediaan non steril, steril dan aseptik. Sub Instalasi Produksi bertanggungjawab dalam melayani permintaan dari seluruh RSCM. Untuk dispensing sediaan sitostatika yang ada di CMU 2 melayani permintaan dari RSCM Kencana dan pasien rawat jalan yang akan melaksanakan kemoterapi. Sediaan parenteral yang diproduksi, salah satunya adalah campuran NaCl dan KCl premix, dibuat agar memudahkan dalam pemberian.

Alur pelayanan di Instalasi Produksi dimulai ketika ada permintaan barang berupa sistem peresepan elektronik atau formulir permintaan barang dari gudang. Permintaan dibagi menjadi formula standar dan resep individu. Selanjutnya

petugas memeriksa kelengkapan resep. Apabila resep telah diperiksa, petugas akan memulai proses produksi. Proses produksi ditulis dalam buku pembuatan obat.

d. Distribusi

Terdapat 84 jenis sediaan yang diproduksi oleh Sub Instalasi Produksi dengan jumlah yang rutin diproduksi tiap bulan kurang lebih sebanyak 40 jenis. Distribusi hasil produksi dilakukan ke Gudang Farmasi sebagai ruang penyimpanan. Gudang kemudian mendistribusikan hasil produksi langsung ke unit kerja yang membutuhkan. Untuk sediaan aseptik dispensing, sediaan dengan formula standar, seperti KCL premix didstribusikan melalui Gudang Farmasi, sementara untuk permintaan khusus langsung didistribusikan ke unit pelayanan kesehatan yang membutuhkan.

Selama melakukan kegiatan PKPA di bagian Sub Instalasi Produksi, mahasiswa ikut mengamati kegiatan produksi sediaan farmasi, salah satunya kegiatan handling cytotoxix (dispensing obat sitotoksik) berupa obat kemoterapi. Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Instalasi Produksi adalah:

a. Penerimaan obat sitostatik

Pasien sebisa mungkin tidak dilibatkan dalam pendistribusian obat sitostatik untuk menjamin keamanan pasien dan kualitas obat sitostatik yang umumnya tergolong mahal. Pengantaran dilakukan oleh petugas satelit pusat atau unit lain. Petugas handling cytotoxic yang menerima terlebih dulu memeriksa obat-obat yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Penyimpanan obat hasil rekonstruksi dapat disimpan di Sub Instalasi Produksi sebagai obat titipan pasien. Formulir pencampuran obat sitostatik dapat dilihat pada lampiran 4.

b. Penerimaan resep

Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa formulir pelayanan pencampuran obat sitostatika instalasi farmasi. Selain itu, untuk menghindari terjadinya kesalahan, formulir juga dilengkapi dengan protokol kemoterapi yang dituliskan dokter. Selanjutnya petugas depo sitostatik melakukan pengkajian resep dengan memeriksa kesesuaian pasien, dosis,

49

ketersedian obat untuk menjamin keamanan pasien.Contoh protokol kemoterapi dapat dilihat pada lampiran 5.

c. Persiapan pencampuran obat sitostatik

Persiapan pencampuran obat sitostatik meliputi penyiapan obat sitostatik, cairan pelarut, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu juga dilakukan penulisan etiket yang berisi nama pasien, nomor rekam medik (RM), jumlah obat yang direkonstruksi beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kadaluarsa. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan dalam kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis.

d. Pencampuran obat sitostatik

Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD sesuai dengan ketentuan yang berlaku terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi menggunakan baju steril dan alat pelindung diri seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, dan penutup mata (goggle) serta penutup kaki. Sarung tangan yang dikenakan untuk prosedur aseptis rangkap dua, sarung tangan yang kedua dipakai setelah masuk ke dalam ruang steril.

Persiapan lain yang perlu dilakukan yaitu membersihkan searah bagian dalam Bio Safety Cabinet (BSC), kemasan obat, cairan dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alkohol, menyiapkan tempat pembuangan tertutup khusus limbah sitostatik, dan menyiapkan peralatan lain yang dibutuhkan seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pencampuran obat sitostatik dilakukan di ruang steril dalam Biological Safety Cabinet (BSC) yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal.

e. Pengemasan obat sitostatik

Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatik ditempelkan etiket dan label obat sitostatik yang sesuai. Pelabelan dan pemberian etiket dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat di lapisi dengan

diletakkan kembali ke dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box.

Selain itu, mahasiswa mengamati kegiatan dispensing sediaan parenteral berupa KCl premix, serta kegiatan repacking sediaan steril. Selama kegiatan PKPA pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan produksi memenuhi syarat baik dalam produksi steril maupun aseptis.

Produk yang dihasilkan di Sub Instalasi Produksi haruslah terjamin kualitasnya. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan pengendalian mutu dalam kegiatan produksi. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kerja yang memiliki kompetensi khusus. Sub Instalasi Produksi telah melakukan kegiatan pengendalian mutu, tetapi kendala yang dihadapi oleh Sub Instalasi Produksi adalah kurangnya SDM yang memiliki kompetensi sesuai standar dalam kegiatan produksi. Dengan petugas yang kurang menyebabkan petugas kewalahan dan terkadang kegiatan tersebut tidak dilakukan. Contohnya dalam kegiatan double checking, kegiatan uji mutu seperti double checking oleh petugas yang kompeten tidak dapat dilakukan sesuai dengan yang dapat dilakukan untuk setiap produk yang dihasilkan. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan penambahan tenaga kerja dengan kompetensi yang memadai terutama dalam hal kegiatan penjaminan mutu sediaan yang diproduksi.