• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERAKSI SOSIAL DALAM TRILOGI DARAH EMAS

F. Kooperasi antara Sakim dan Harimau Sumatera

4.1.3 Interaksi Sosial Disosiatif

Interaksi yang dilakukan setiap individu tidak selalu mengindikasikan adanya pendekatan atau penyatuan. Hal-hal yang mengindikasikan pertentangan juga merupakan salah satu faktor munculnya interaksi tersebut. Keadaan seperti ini terdapat juga dalam trilogi DE yang diwujudkan melalui tindakan para tokoh yang memiliki perbedaan persepsi. Justru melalui perbedaan tersebut, terjalin interaksi di antara mereka.

Berdasarkan pandangan Norma (2007: 65), bentuk-bentuk interaksi sosial disosiatif terdiri atas kompetisi (persaingan), konflik (pertentangan), dan kontravensi. Ketiga bentuk ini juga terdapat dalam trilogi DE.

4.1.3.1 Kompetisi (Persaingan)

Kompetisi adalah usaha seseorang untuk memperebutkan tujuan tertentu yang dilakukan dalam keadaan damai (kondusif). Kompetisi dalam trilogi DE terjadi antara Datuk Itam dan Hartanto. Kompetisi itu merupakan kompetisi terselubung, artinya

dilakukan secara samar, tidak secara terang-terangan agar tidak mengganggu hubungan kedua belah pihak.

Kompetisi ini diawali oleh Datuk Itam yang mulai merasakan ketidakcocokan dalam bekerja sama dengan Hartanto. Meski sebelumnya mereka berhasil bekerja sama membunuh mempelai Naga, Datuk Itam dan Hartanto sebenarnya memiliki tujuan (kepentingan) yang berbeda. Diam-diam Datuk Itam menyusun rencana sendiri untuk menemukan Leng Cu, sang putri Naga, tanpa perlu melibatkan Hartanto. Setiap memperoleh penglihatan mengenai Leng Cu, Datuk Itam tidak sepenuhnya menjelaskan isi penglihatan itu secara rinci kepada Hartanto. Kalau dijelaskan secara rinci, Datuk Itam khawatir, Hartanto akan terlebih dahulu menemukan dan membunuh Leng Cu, padahal Datuk Itam ingin menangkap putri Naga itu hidup-hidup untuk mencabut sisik Naga yang bersarang di tubuhnya.

Latar belakang Datuk Itam melakukan kompetisi tergambar dalam kutipan berikut.

Sambil menarik napas panjang, Datuk Itam membaringkan tubuhnya. Dia setengah menyesali keterlibatan Hartanto dalam urusan Naga ini, menyesali kecerobohannya menawarkan persekongkolan yang waktu itu dinilainya mutualis. Seandainya dia tidak pernah memberi tahu Hartanto, klien terbesarnya, tentang tanda Naga dalam garis nasibnya, mungkin mereka akan berjuang sendiri-sendiri dan menjalani nasib yang berbeda sekarang. Dia tidak akan terserempet ke jalur asimtot maut ini (GBTET: 44).

Dia sadar bahwa kisahnya bersama Hartanto dengan putri Naga akan berakhir di persimpangan bernama konflik kepentingan. Hartanto yang kaya raya pasti tidak ingin keluarganya dibasmi, tetapi Datuk Itam sebaliknya.... Bagi dirinya sendiri, dia hanya ingin bebas dari sisik-sisik Naga (GBTET: 69).

Hartanto sendiri bukannya tidak menyadari perubahan sikap Datuk Itam. Dia juga sudah mulai menduga bahwa ”Datuk Itam berniat menusuknya dari belakang”

(GBTET: 68). Hartanto pun bertekad ”tidak mau lagi tunduk pada skenario dukun tua itu” (GBTET: 200).

4.1.3.2 Konflik

Konflik merupakan persaingan yang bersifat ekstrem dan dibarengi dengan kekerasan. Kekerasan yang terjadi, menurut Roucek dan Roland (1963: 42), merupakan suatu percobaan untuk menyingkirkan lawan dalam proses persaingan. Menurut Ritzer dan Douglas (2008: 159), konflik dibutuhkan dalam proses berinteraksi karena akan membantu fungsi komunikasi. Selanjutnya, Ritzer dan Douglas menyebutkan bahwa konflik memungkinkan pihak yang bertikai menemukan cara untuk mengenal kekuatan musuhnya sehingga kemungkinan untuk saling mendekati atau saling berdamai akan tercapai.

Dalam trilogi DE, tokoh yang paling sering mengalami konflik dengan tokoh lain adalah Hartanto. Sesuai dengan deskripsi perwatakan dan alur yang melingkupinya, Hartanto merupakan biang keladi terjadinya berbagai peristiwa dalam trilogi DE. Hartanto mendirikan pabrik di atas lahan situs Kemingking, melakukan penyimpangan dalam penyusunan AMDAL, dan tidak peduli dengan pelestarian alam dan lingkungan hidup.

Perilaku Hartanto membuat Naga, roh langit dan bumi, murka. Berdasarkan daftar dosa Hartanto tersebut, Naga melampiaskan kemarahannya melalui pihak ketiga, yakni melalui keturunannya yang dilahirkan oleh perempuan terpilih.

Konflik yang terjadi antara Hartanto dan Naga diwujudkan melalui tindakan-tindakan ekstrem yang dilakukan keduanya. Naga menyarangkan sisiknya ke tubuh

229) serta membunuh kerabat dan rekan Hartanto yang terlibat dalam penimbunan situs Kemingking, melalui telapak tangan berapi Leng Cu (Sbr: 68).

Sementara itu, tindakan ekstrem yang dilakukan Hartanto untuk menumpas klan/keturunan Naga, antara lain, menjerat Naga dengan tunas alang-alang emas, sekelompok tumbuhan yang dapat melumpuhkan Naga (MN: 118), membunuh Guat Kim, ibu tiri Cen Cu (MN: 229), dan membunuh Rombeng, penjaga Leng Cu (GBTET: 130).

Hartanto juga berkonflik dengan Rigel, putri kandung hasil perselingkuhannya dengan Sulastri. Konflik di antara mereka masih berkisar seputar keberadaan situs Kemingking. Rigel ingin menguak kebenaran keberadaan situs itu, tetapi Hartanto menggagalkan usahanya secara tragis. Hartanto menculik bayi Rigel yang baru saja dilahirkan (MN: 220) sebagai pembalasan atas perbuatan Rigel yang sebelumnya menerbitkan berita mengenai situs Kemingking beserta bukti-bukti otentik (MN: 91). Penculikan itu juga dilakukan Hartanto setelah anaknya, Betel, tewas overdosis karena cintanya ditolak Rigel. Hartanto ingin ”perempuan yang telah menyebabkan kematian anaknya itu juga merasakan pedihnya kehilangan anak” (MN: 200).

Selain masalah situs Kemingking, konflik antara Hartanto dan Rigel terjadi karena memperebutkan Xander, anak Rigel yang diculik Hartanto. Rigel -yang selama dua puluh tahun tidak pernah melihat sosok anaknya itu- ingin bertemu dengan Xander, tetapi Hartanto menolaknya. Penolakan itu menyebabkan Rigel sakit hati dan melakukan tindakan ekstrem untuk mempermalukan Hartanto. Dibantu teman arkeolognya, Rigel melakukan penggalian rahasia di sekitar kompleks pabrik kayu milik Hartanto (GBTET: 173). Bekas penggalian yang membuktikan bahwa pabrik itu

memang dibangun di atas situs Kemingking, dibiarkan menganga sehingga mengundang perhatian para pekerja pabrik yang datang keesokan harinya.

4.1.3.3 Kontravensi

Kontravensi merupakan proses untuk menghalangi, merintangi, dan menggagalkan pihak lain dalam mencapai tujuan Kontravensi dalam trilogi ini tampak dalam usaha Teddy Kho, Sakim dan istrinya, Yuni, serta hewan-hewan yang berbicara: tiga ekor tikus dan kuda penarik andong. Masing-masing tokoh ini mempunyai peran dalam menggagalkan usaha Reuben Moore, tukang sihir berkedok arkeolog, yang ingin menguasai dunia. Tokoh Moore, pada awalnya, dianggap memiliki kepedulian dalam menyelamatkan situs Kemingking. Ternyata, Moore bertujuan untuk melipatgandakan kekuatannya dengan memanfaatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan situs tersebut.

Moore melakuan ritual pembakaran dengan tujuan untuk berinkarnasi dari abu hasil pembakaran tersebut. Yang menjadi tumbal pembakaran adalah Leng Cu, putri Naga yang memiliki kesaktian tangan berapi; Raja, anak harimau yang berdarah panas seperti api cair; dan Xander, cucu Hartanto, yang memiliki aura yang sangat berenergi. Dengan memadukan ketiga kekuatan itu, Moore berharap, dia bisa terlahir kembali, seperti phoenix, yang bangkit dari abu pembakaran, dengan kesaktian yang berlipat ganda.

Namun sayang, niat Moore tidak kesampaian karena kontravensi yang dilancarkan oleh para tokoh yang telah disebutkan sebelumnya. Teddy dan Sakim menggagalkan rencana Moore dengan cara melakukan sabotase listrik pada saat

”Sekarang!” seru Sakim. Teddy tidak membuang waktu. Sekuat tenaga dia menarik tuas utama dan menghidupkan aliran listrik kembali. Percikan-percikan api bermunculan ketika ribuan watt arus bertekanan tinggi mengalir simpang-siur. Rambut-rambut di tubuh mereka berdiri dan Teddy menggenggam linggisnya kuat-kuat. Mereka melihat Moore mengumpulkan tenaga untuk melepaskan percikan-percikan api yang segera menjilati tumpahan-tumpahan solar di sekitar unggunnya, lalu merangkak naik ke puncak tumpukan kayu bakar (Sbr: 227).

Yuni, istri Sakim, menggagalkan rencana Moore melalui tetesan darahnya yang dicampur dengan darah Rigel.

Campuran darah Yuni, orang yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan semua korban lainnya, merusak susunan ramuan sihir Moore dan menggagalkan persembahannya (Sbr: 229).

Puncak kontravensi terjadi ketika Sembrani berhasil menggagalkan rencana Moore dengan cara merenggut tubuh Leng Cu yang akan dikorbankan Moore dalam ritual pembakaran.

Tawa nyaring Reuben Moore menggema menggetarkan rongga dada. Penuh kemenangan dan sangat yakin, sampai sesosok bayangan putih tiba-tiba melesat masuk dan menabrak tubuh gadis itu di udara, menghentikan lajunya, dan memutuskan aliran energi sihir Moore.... Dia melihat cahaya putih menutupi pandangannya, yakin bahwa itu berarti terbukanya gerbang nirwana, dan sebelum tahu benar apa yang dilakukannya, Sembrani telah mengepakkan sayapnya diiringi lolongan memilukan Reuben Moore ketika ledakan besar dan kobaran api menelan tubuhnya (Sbr: 230).

Kegagalan Moore dalam pelaksanaan ritual pembakaran tersebut berdampak langsung pada dirinya. Moore menjadi semakin marah dan tidak terkendali sehingga akhirnya tewas dalam ritual yang diciptakannya dan impiannya untuk menambah kekuatan agar dapat menguasai dunia tidak tercapai.