• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

e-mail: irham_psy@yahoo.com

Mukadimah

Hidup adalah suatu permainan (Armytage Ware).

Pada dasarnya kita hidup tidak ubahnya sebagai suatau permainan, hal inilah yang hendak dikatakan Armytage Ware dalam salah satu syairnya. Manusia senantiasa berperan sebagi konsumen

permainan dimulai dari masa anak hingga dewasa. Semenjak masa

anak, manusia sudah diperkenalkan permainan, baik permainan tradisional ataupun permainan modern.

Sebagaimana media sosial yang lain, permainan juga berupa entitas, maka diapun ada, eksis, meredup dan bahkan menghilang. Sebagaimana bentuknya, permainan memiliki aneka farian. beberapa permainan memiliki farina yang eksis lebih lama dan

beberapa yang lain punah dalam sekejap. Kepunahan permainan tersebut disebabkan membanjirinya permainan yang baru dan mampu menjadi pemenang dalam menarik perhatian pengguna permaianan disbanding permainan klasik.

Melalui pengamatan terhadap realitas yang terjadi dikota Malang, penulis melihat adanya pergeseran permainan-permainan tradisional kepermainan yang lebih modern yang kerap dimainkan oleh anak-anak asli Malang.

Secara bahasa permainan tradisional adalah permainan yang

diwariskan nenek moyang atau sesepuh yang berasal dari daerah

tersebut, tidak datang dari luar. Permainan tradisional biasanya bersifat alami, dalam arti alat-alat yang digunakan kebanyakan dari alam. Seperti bentengan, gobak sodor, sepak tekong, patil lele, engklek, egrang dan yang lain. Selain bersifat alami permainan tradisional

tidak memiliki kesan mewah dan ramah lingkungan.

Selanjutnya, permainan tradional di kota Malang tersebut semakin punah. Selain dunia yang terus berubah, permainan tradisional akan punah dikarenakan semakin maraknya permainan modern. Permainan modern lebih bersifat western dan bersifat eksklusif. Dalam arti lain, bisa dinikmati oleh kalangan menengah atas dengan kompensasi ekonomi yang tinggi. Karena permainan modern biasanya bersifat teknologi yang komersil.

Bentuk permaianan modern beraneka ragam, seperti halnya permainan yang bisa dilakukan di dalam rumah saja seperti Playstationn, atau permainan-permainan di computer, game online dan lain sebaginya. Selain itu, permainan modern juga sebagai pelengkap fasilitas yang diberikan di MALL dan super market.

Seperti yang ada di Mall Malang Town Square atau biasa dikenal

dengan nama MATOS kota Malang ini. Adapun jika permainan- permainan modern tersebut akan dinikmati, maka pengguna harus mengeluarkan uang yang cukup banyak.

85 Eksistensi Permainan ... ~ Irham Ketika bermain timezone misalnya, pengguna harus membeli kartu yang telah disiapkan. Harga kartu itu bermacam-macam, mulai dari nominal Rp. 15.000, Rp. 20.000 hingga ratusan ribu. Inilah yang membedakan yang paling mencolok antara permainan tradisional dengan modern, dan biaya ini yang akan memberikan dampak budaya konsumtif dikalangan masyarakat remaja dan anak-anak.

Tentang dampak permainan modern terhadap budaya

konsumtif, budayawan Agus Sunyoto memberikan argumentasi

Makanya orang modern itu kepalanya besar. Apalagi sejak kecil sudah dikenalkan budaya konsumtif, kalau sudah begini apakah ia mampu mengahadapi realitas hidup, ke depan sulit diajak mandiri tidak mau kreatif,” katanya penuh heran.

Disisi lain, jika permainan tradisional diperhatikan lebih cermat, hal ini memiliki banyak manfaat, banyak kalangan telah menyetujuinya. ”Dalam permainan tradisional anak diajari membangun rasio dan emosi. Lihat mereka (anak-anak kecil) membuat kuda, kalau tidak pakai emosi bisa tidak pas dan tidak sesuai kedua kaki kuda yang terbuat dari tanah liat itu,” kata budayawan asal Surabaya.

Mengingat masa kecilnya ia sering membuat kapal-kapalan atau mobil-mobilan dari kulit Jeruk maupun gangsingan dengan tangannya sendiri. Jika bermain sudah bosan dan mulai layu, tinggal dibuang kulit Jeruk tersebut. ”itu akan kembali ke tanah. Ini melambangkan bahwa permainan tradisional ramah lingkungan, dan daya kreativitas maupun imagi mulai dibangun dan diasah sejak kecil, dan lebih- lebih kreativitas mereka telah diasah di benak anak-anak,” kisah Mbah Harryadjie BS.

Namun kebanyakan manfaat dari permainan tradisional ini justru sekarang jarang sekali ditemukan masyarakat di kota Malang.

Hal tersebut diungkapan Irawan M. Hum, dosen Antropologi

Universitas Negeri Malang, permainan tradisional mulai dilupakan masyarakat, disebabkan oleh beberapa hal: Pertama, tidak adanya

pengenalan warisan dari generasi lama untuk melestarikan warisan

itu. Disamping juga mulai bermunculan permainan baru yang lebih

efektif dan eisien. Kedua, Pengaruh dari luar seperti datangnya permainan modern, dan yang terakhir tidak adanya lahan yang memadai.

Senada dengan Irawan, sekjen Dewan Kesenian Malang Anthony Wibowo menyayangkan perihal punahnya permainan tradisional dengan berubahnya waktu. ”Saya prihatin, padahal yang dibangun dalam permainan tradisional adalah kerukunan, keguyuban, dan kerja sama. Dan terlebih lagi yang lebih ditonjolkan adalah asas kekeluargaan,” kata pria bercucu tiga ini.

Kepunahan tersebut disebabkan beberapa faktor, diantaranya adalah perhatian pemerintah yang kurang maksimal terhadap permainan tersebut. Hal tersebut terbukti dengan sedikitnya ruang yang bisa dijadikan lahan permainan tradisional. Tata letak kota yang tidak mendukung permainan tradisional dan disebabkan pula banyaknya industrialisasi dan globalisasi dikota malang. Industrialisasi dan globalisasi tersebut terlambangkan banyaknya pabrik dan Mall dikota Malang. Alasan-alasan inilah yang membuat permainan tradisional semakin tidak mempunyai tempat di kota malang.

Punahnya permainan tradisional ini dapat disaksikan di

daerah Sumebersari Kecamatan Lowokwaru kota Malang. Melalui

pengamatan peneliti, jarang dan bahkan tidak ada anak-anak yang mempermainkan permainan tradisional seperti gobak sodor, sepak tekong, patil lele, dan petak kumpet. Mereka banyak bermain play station dan game online.

Beberapa kecamatan lain dikota Malang juga mengalami hal yang sama, jarang dan bahkan tidak ada anak-anak dan remaja yang memainkan permainan tradisional, semuanya hanyut kedalam globalisasi yang menjanjikan kegemerlapan dan kegelamoran.

87 Eksistensi Permainan ... ~ Irham Pengaruh globalisasi terhadap permainan ini dilambangkan dengan banyaknya permainan modern yang sedikit demi sedikit menggeser penggunaan permainan tradisional.

Latar belakang inilah yang membuat peneliti terlecut untuk meneliti tentang Eksistensi Permainan Tradisional ditengah Globalisasi di kota Malang. Hal ini menjadi penting dikarekan Permainan Modern yang merupakan arus dari globalisasi tidak lagi

menjadi daya untuk membuat kreatiitas anak, dan justru membuat anak menjadi hedonisme dan konsumerisme. Kekhawatiran

tersebut juga diungkapkan Agus Sunyoto “salah satu pengaruhnya adalah media massa, dan membanjirnya permainan-permainan modern yang tidak membuat anak didik kurang kreatif dan ketergantungan. Lalu apa yang diarapkan bangsa kalau anak bangsanya seperti ini”, cetusnya sembari mengeluh.