• Tidak ada hasil yang ditemukan

- - normal normal normal 2. Kadar air % bb 20-35

3. Kadar abu % bb maks. 3

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

4. Kadar protein % bb min. 3

5. Bahan tambahan pangan :

5.1. Boraks dan asam borat 5.2. Pewarna 5.3. Formalin - - -

tidak boleh ada sesuai SNI-02220 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/88 6. Cemaran logam : 6.1. Timbal (Pb) 6.2. Tembaga (Cu) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maks. 1.0 maks. 10.0 maks. 40.0 maks. 0.05 7. Arsen mg/kg maks. 0.05 8. Cemaran mikroba 8.1.Angka Lempeng Total 8.2. E. coli 8.3. Kapang koloni/g APM/g koloni/g maks. 1.0 x 106 maks. 10 maks. 1.0 x 104

E. MIE JAGUNG DAN TEKNOLOGI PROSESNYA

Mie jagung merupakan mie dengan bahan baku utama tepung jagung. Pembuatan mie jagung telah banyak diteliti, tetapi masih belum banyak diperdagangkan. Penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan mie jagung

22 basah maupun mie jagung kering, pembuatan mie jagung dengan bahan baku tepung dan pati jagung, desain proses dan formulasi yang berbeda untuk membentuk mie jagung yang terbaik dilihat dari sifat fisik mie dan sifat kimia mie jagung itu sendiri, dan paket teknologi dalam memproduksi mie jagung.

Perbedaan antara mie jagung dan mie terigu adalah komponen pembentuk tekstur mie. Pembentuk tekstur yang elastis dan kompak pada mie terigu adalah gluten. Adanya gluten pada mie terigu menyebabkan terbentuknya tekstur yang elastis dan kompak setelah terigu ditambahkan air, sehingga adonan tersebut dapat dibentuk menjadi lembaran. Hal tersebut tidak dapat terjadi ketika tepung jagung ditambahkan air, sehingga membutuhkan bahan atau proses tertentu agar terbentuk adonan yang memiliki tekstur elastis dan kompak. Berdasarkan Soraya (2006) dan Putra (2008), pembentukan adonan pada mie jagung berasal dari matriks yang terbentuk akibat gelatinisasi pati. Mie non terigu (seperti mie beras, kacang hijau dan ubi jalar) lebih memanfaatkan pati daripada protein untuk membentuk struktur mie.

Berbagai teknik pembuatan mie jagung telah dikembangkan dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) pembuatan mie jagung dengan teknik calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran (sheeting) dan pemotongan (sliting) atau modifikasi teknik mie terigu (Juniawati 2003; Budiyah 2005; Fadlillah 2005; Rianto 2006; Soraya 2006; Kurniawati 2006; Putra 2008), dan (2) pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi (Fahmi 2007; Etikawati 2007; Hatorangan 2007; Susilawati 2007). Penggunaan teknik calendering pada produk mie yang berbahan baku non terigu sulit dilakukan karena adonan tidak dapat membentuk lembaran yang kohesif, ekstensibel dan elastis. Pembentukan adonan mengandalkan proses gelatinisasi, sehingga teknik yang dianggap paling sesuai untuk mie jagung adalah teknik ekstrusi menggunakan ekstruder pencetak, baik proses gelatinisasi terpisah maupun yang menyatu di dalam ekstruder.

Budiyah (2004) melakukan penelitian untuk membuat mie jagung instan dengan bahan baku pati jagung dengan penambahan baking powder, CMC dan Corn Gluten Meal (CGM). Basis teknologi yang digunakan adalah teknologi pembuatan mie terigu (teknik calendering). Teknik pembuatan mie yang

23 dikembangkan Budiyah (2004) memiliki kelebihan utama dalam produksi masal yaitu peralatan dan mesin yang telah siap. Namun kelemahan dari teknik ini adalah waktu pengolahan yang lama karena terdiri dari tahapan proses pencampuran bahan, pengukusan pertama, pengulian, pembentukan lembaran, pemotongan, perebusan, perendaman dalam air dingin, dan pelumuran mie dengan minyak. Menurut Rianto (2006), pembuatan mie dengan menggunakan teknik calendering, secara garis besar terdiri dari tahapan pencampuran bahan-bahan, pengukusan, pencetakan (pressing, sheeting, dan slitting), dan perebusan. Putra (2008) membuat mie kering jagung dengan teknik calendering dengan tahapan pencampuran bahan-bahan, pengukusan adonan, penggilingan adonan, pencetakan (sheeting dan slitting), pengukusan mie, dan pengovenan.

Penelitian Rianto (2006) mengenai pembuatan mie basah berbahan baku tepung jagung dengan teknologi calendering menghasilkan mie dengan parameter mutu terbaik yang dibuat dengan penambahan air 30 ml dan waktu pengukusan 3 menit. Formula tersebut menghasilkan mie basah jagung dengan KPAP 17.6%, elongasi 19.78%, dan mie yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu lengket. Soraya (2006) dalam penelitiannya mengenai perancangan proses dan formulasi mie basah jagung berbahan dasar High Quality Protein Maize yang juga menggunakan metode calendering, menghasilkan mie basah jagung terbaik dengan penambahan guar gum 0.6% dan pengukusan selama 5 menit. Mie yang dihasilkan memiliki parameter mutu KPAP 10.10%, elongasi 14.7%, dan kelengketan serta kekerasan yang relatif rendah. Penelitian Putra (2008) menghasilkan mie jagung dengan mutu yang semakin baik, yaitu KPAP 8.21% dan elongasi 219.96-268.34%.

Pembuatan mie jagung dengan metode ekstrusi yang dilakukan oleh Fahmi (2007) menghasilkan produk mie basah jagung terbaik dengan komposisi tepung jagung 60 gram, kadar air 70%, dan diolah pada suhu 90oC dengan kecepatan ulir ekstruder 130 rpm. Proses pembuatan mie basah jagung tersebut terdiri dari tahap pencampuran bahan, pemasakan yang terjadi selama di dalam ekstruder, pencetakan dan perendaman dalam air dingin. Proses pengolahan mie basah jagung ini berbeda dengan pengolahan mie basah terigu

24 karena setelah pencampuran bahan baku dilakukan pemasakan di dalam ekstruder. Pemasakan yang terjadi di dalam ekstruder diperlukan agar adonan dapat dibentuk dan dicetak menjadi mie. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh optimasi produksi mie basah berbasis tepung jagung dengan teknologi ekstrusi menggunakan alat ekstruder pemasak (forming extruder model Scientific Laboratory Single Screw Extruder type LE25-30/C dari Labtech Engineering Co. Ltd., Thailand). Mie jagung yang dihasilkan memiliki parameter mutu yang cukup baik, yaitu KPAP sebesar 2.24% dan elongasi sebesar 324.05%. Hatorangan (2007) yang juga menggunakan teknik ekstrusi dengan ekstruder yang sama menghasilkan mie basah jagung yang memiliki nilai elongasi, kekerasan, tekanan, kelengketan yang lebih tinggi dibandingkan mie glosor dan spaghetti. Mie basah jagung yang dihasilkan dengan menggunakan ekstruder ini memiliki diameter yang cukup besar yaitu 4.53±0.12 mm (Hatorangan 2007).

Jika dibandingkan antara teknik pembuatan mie jagung dengan calendering dan ekstrusi terlihat bahwa dengan menggunakan teknik ekstrusi dihasilkan mie jagung dengan mutu yang lebih baik. Kelebihan dan kekurangan kedua teknik tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Teknik pembuatan mie jagung dengan ekstrusi piston (Subarna et al. 1999) serta teknik pembuatan mie jagung dengan sistem ekstrusi ulir (Waniska et al. 2000) memiliki kelebihan yaitu proses yang lebih sederhana karena tidak memerlukan tahapan proses sheeting, slitting, dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.