• Tidak ada hasil yang ditemukan

3) Kadar Protein

1. Penelitian Pendahuluan Pembuatan Mie Basah Jagung

Mie basah berbahan baku tepung jagung merupakan produk baru yang dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan. Produk ini sekarang perlahan sudah mulai dikenal masyarakat. Pembuatan mie jagung memiliki dua metode pembuatan, yaitu metode calendering dan metode ekstrusi. Pada metode calendering tahapan proses pembuatan mie lebih lama dibandingkan dengan dengan metode ekstrusi. Tahapan-tahapan pembuatan mie dengan metode calendering terdiri dari pencampuran bahan, pengukusan, pengulian, pembentukan lembaran, pemotongan, perendaman dalam air dingin, dan pelumuran mie dengan minyak.

Mie yang berbahan baku non terigu lebih sesuai diolah dengan menggunakan metode ekstrusi. Hal ini disebabkan mie tepung non terigu tidak memiliki gluten yang apabila dicampur dengan air dingin dan diaduk dengan tekanan akan membentuk adonan yang kohesif, elastis dan ekstensibel sehingga mudah dibentuk menjadi lembaran pada metode calendering. Pembuatan mie basah jagung lebih memanfaatkan adanya pati tergelatinisasi untuk membentuk tekstur mie yang baik. Pati yang tergelatinisasi akan bertindak sebagai matriks pengikat sebelum adonan dapat diadon dan diekstrusi menjadi untaian mie (Tam et al. 2004). Oleh karena itu pembuatan mie basah jagung dengan metode ekstrusi lebih disarankan, baik dengan proses gelatinisasi di dalam ataupun di luar ekstruder. Selain itu, pembuatan mie basah jagung dengan menggunakan metode ekstrusi juga memiliki efisiensi waktu yang lebih baik dibandingkan dengan metode calendering karena tidak membutuhkan tahapan pembentukan lembaran (sheeting) dan pembentukan lembaran menjadi untaian mie (slitting).

Penelitian ini menggunakan ekstruder pencetak mie baru model MS9, Multifunctional noodle modality machine, Guangdong Henglian Food Machine Co., Ltd., China (Gambar 14). Alat ini berbeda dengan ekstruder yang digunakan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hatorangan (2007) dan Etikawati (2007) yaitu ekstruder type model Scientific Laboratory Single Screw Extruder Type LE25-30/C dari Labtech Engineering Co. Ltd.,

75 Thailand. Ekstruder pasta yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki pengatur suhu, waktu, dan kecepatan ulir. Namun memiliki kelebihan dari segi ukuran die yang sesuai dengan produk mie pada umumnya. Pembuatan mie jagung menggunakan alat ini membutuhkan proses gelatinisasi adonan tepung jagung yang dilakukan di luar ekstruder karena ekstruder tidak memiliki pemanas internal.

Gambar 14 Ekstruder pencetak mie.

Ekstruder pencetak mie model MS9, Multifunctional noodle modality machine, Guangdong Henglian Food Machine Co., Ltd., China ini memiliki spesifikasi sebagai berikut (Tabel 16).

Tabel 16 Spesifikasi ekstruder pencetak mie model MS9, Multifunctional noodle modality machine, Guangdong Henglian Food Machine Co., Ltd., China

Model MS 9

Production capacity 9 kg/h

Rating Input Power 1.5 Kw

Power 1.1 Kw Dimension 600x330x430 mm Net weight 60 kg Voltage 220 V Frekuency 50 Hz Series no VA 5000 Date 2005

76 a. Pembuatan Mie Basah Jagung

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan mie jagung pada penelitian ini adalah tepung jagung, garam (NaCl), dan air. Garam digunakan sebagai komponen pemberi rasa, memperkuat tekstur, mengikat air, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie (Budiyah 2005). Garam juga mampu menghambat aktifitas enzim protease dan amilase sehingga adonan tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan 2002). Penambahan air akan menyebabkan pada saat proses gelatinisasi granula pati akan mengembang karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Pati yang tergelatinisasi inilah yang akan menjadi zat pengikat sehingga tepung jagung dapat dicetak menjadi untaian mie. Selain itu, air juga berfungsi untuk melarutkan garam sebelum dicampurkan ke dalam tepung.

Proses pembuatan mie menggunakan ekstruder pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan: penimbangan bahan, pencampuran, pengadonan, pembentukan lembaran secara manual, pengukusan I, pencentakan mie dengan ekstruder, dan pengukusan II. Penimbangan bahan-bahan pembuatan mie basah jagung meliputi basis tepung jagung 100 g, NaCl 2% (2 g), dan penambahan air hingga mencapai kadar air adonan 70% bk.

Selanjutnya dilakukan pencampuran dan pengadonan secara manual yang bertujuan mendapatkan adonan yang homogen dan meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga tidak membentuk gumpalan. Jika pada tahapan ini tidak dicapai pencampuran yang homogen dapat mengakibatkan gelatinisasi yang tidak merata pada proses pengukusan I, yang ditandai dengan adanya spot-spot berwarna putih atau kuning pucat pada lembaran adonan. Pencampuran air dan garam ke dalam tepung jagung dilakukan sedikit demi sedikit dengan cara melarutkan garam terlebih dahulu dalam air yang akan ditambahkan.

Kemudian adonan dibentuk lembaran menggunakan pengepres kayu sampai ketebalan ± 0.5 cm dan dipotong berbentuk kotak dengan ukuran ±

77 3x3 cm2 (Gambar 15). Hal ini bertujuan untuk meratakan distribusi panas yang diterima adonan saat proses pengukusan pertama. Pengukusan ini berlangsung selama 15 menit. Selama pengukusan, adonan akan mengalami proses gelatinisasi sebagian sehingga tekstur adonan akan menjadi lebih lunak, kenyal, dan elastis sehingga adonan mudah dicetak menjadi untaian mie. Pati yang tergelatinasi pada proses ini akan berperan membentuk matriks pengikat sehingga adonan dapat dicetak menjadi mie.

Apabila tidak dilakukan pengukusan maka adonan yang terbentuk tidak dapat dicetak menjadi mie. Hal ini dikarenakan jagung tidak memiliki protein gluten seperti pada tepung terigu yang mempunyai sifat membentuk masa yang elastis dan kohesif bila ditambah air dan diuleni. Pengukusan akan membuat adonan tepung jagung dapat dibentuk menjadi masa adonan yang lunak, kohesif, cukup elastis, dan mudah dicetak dalam bentuk untaian mie. Protein yang terkandung dalam endosperma jagung sebagian besar terdiri dari zein dan glutelin, sedangkan protein dalam endosperma gandum sebagian besar terdiri atas glutenin dan gliadin yang merupakan penyusun protein gluten yang mempunyai sifat mampu membentuk masa yang elastis dengan penambahan air dingin. Pregelatinisasi ini hanya bertujuan agar tepung tergelatinisasi sebagian, karena apabila mengalami gelatinisasi sempurna adonan yang dihasilkan akan menjadi lengket. Lembaran adonan setelah proses pengukusan pertama memiliki tekstur yang agak lengket dan kenyal serta penampakan yang semi transparan.

Gambar 15 Adonan tepung jagung setelah pengepresan dan pemotongan menjadi kotak-kotak.

78 Selanjutnya, adonan yang telah dikukus langsung dimasukan ke dalam ekstruder tipe MS9 Multifunctional noodle modality machine. Adonan yang telah mengalami pencampuran di dalam ekstruder, kemudian akan keluar melalui lubang/die ekstruder khusus untuk mie dengan ukuran diameter die 1.5 mm (Gambar 16). Selanjutnya mie yang dihasilkan kembali dikukus selama 15 menit untuk menyempurnakan proses gelatinisasi sehingga diperoleh tekstur mie yang lebih baik. Secara subjektif mie dikatakan bertekstur baik dan matang setelah pengukusan kedua ini apabila pada untaian mie tidak ditemukan partikel-partikel tepung berwarna putih atau kuning pucat.

Gambar 16 Proses pencetakan untaian mie dalam ekstruder.

b. Hasil Analisis KPAP dan Elongasi Mie Basah Jagung pada Penelitian Pendahuluan

Terdapat dua parameter utama yang digunakan dalam penelitian ini dan menjadi penentu mutu mie jagung yang dihasilkan, yaitu KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan) dan persen elongasi. Hal ini didukung oleh Hou dan Krouk (1998) yang menyatakan bahwa karaketristik fisik mie yang terpenting adalah KPAP dan elongasi. Mie basah jagung dinyatakan bermutu baik apabila memiliki persen elongasi yang tinggi dan KPAP yang rendah.

Penelitian pendahuluan ini mengukur KPAP menggunakan metode Oh et al. (1985) dan pengukuran elongasi dilakukan dengan menggunakan

79 alat Texture Analyzer. Berdasarkan analisis kedua parameter tersebut, diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Hasil pengukuran KPAP dan elongasi mie basah jagung

No Varietas jagung Rata-rata KPAP ± SD (%) Rata-rata % Elongasi ± SD 1 Nusantara 1 3.99 ± 0.65 120.45 ± 10.97 2 Jaya 4.67 ± 2.15 103.33 ±10.47 3 Prima 5.24 ± 0.62 69.15 ± 6.36 4 Bisi 16 6.00 ± 1.50 83.34 ± 3.03 5 NT 10 8.53 ± 1.46 153.09 ± 14.62

Berdasarkan kedua data tersebut terlihat bahwa untuk data KPAP diperoleh hasil yang sangat bervariasi dilihat dari nilai standar deviasinya yang cukup tinggi. Variasi data ini diperkirakan akibat basis bahan baku yang digunakan terlalu sedikit dan adanya parameter proses yang tidak terkontrol. Jumlah 100 g tepung jagung diduga belum cukup untuk mendapatkan proses yang stabil (steady) jika menggunakan alat ekstruder tipe MS9 Multifunctional noodle modality machine. Selain itu, kelemahan ekstruder tipe MS9 ini adalah tidak adanya pengaturan waktu, suhu, dan tekanan juga menjadi salah satu penyebab nilai KPAP yang bervariasi.

Pengaturan tekanan menjadi penting karena diasumsikan bahwa tekanan yang tinggi akan meningkatkan daya ikat pati tergelatinisasi terhadap pati yang tidak tergelatinisasi sehingga mampu menghasilkan mie dengan KPAP yang rendah dan elongasi yang tinggi yang menyebabkan mie tidak mudah putus.

c. Perbaikan Proses Pembuatan Mie Basah Jagung

Melihat hasil yang diperoleh dari penelitian pendahuluan pembuatan mie jagung, timbullah hipotesis awal yaitu variasi perbedaan mutu mie basah yang dihasilkan disebabkan oleh bahan baku yang terlalu sedikit dan tidak adanya keseragaman tekanan yang diterima bahan selama bahan berada dalam ekstruder. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan proses dengan cara meningkatkan jumlah bahan baku dan mengontrol tekanan selama bahan berada dalam ekstruder.

80 Dalam penelitian selanjutnya dibuat mie basah jagung dengan basis bahan baku dua kali lipat lebih besar daripada yang dilakukan pada pembuatan mie pendahuluan, yaitu 200 g tepung jagung, 2% (4 g) garam dan air yang ditambahkan hingga kadar air adonan tepung mencapai 70% bk. Selain peningkatan jumlah bahan baku, juga dilakukan pemberian tekanan secara manual yang diterapkan pada satu jenis varietas tepung jagung yaitu tepung jagung varietas NT 10.

Pemberian tekanan perlu dilakukan karena diperkirakan bahwa tekanan yang tidak sama diterima oleh tiap untaian mie, sehingga apabila tekanan yang diberikan rendah akan menghasilkan mie yang mudah patah, elongasi yang rendah dan KPAP yang tinggi. Pemberian tekanan secara manual terhadap adonan dilakukan menggunakan balok kayu yang berukuran ± 13x3x3 cm3. Selanjutnya dihitung waktu keluar pertama mie dari die, hingga adonan tepung habis di dalam ekstruder yang disebut dengan waktu filling rate. Dengan perlakuan ini, diasumsikan bahwa jika waktu keluar mie hingga adonan habis di dalam ekstruder lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan, artinya adonan mendapatkan tekanan yang lebih besar dan akan dihasilkan mie yang memiliki elongasi yang tinggi dan KPAP yang rendah. Waktu filling rate mie yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.

Tabel 18 Waktu filling rate adonan mie dalam ekstruder Ulangan Dengan tekanan Tanpa tekanan

1 2 menit 30 detik 2 menit 50 detik 2 2 menit 35 detik 2 menit 53 detik 3 2 menit 35 detik 2 menit 52 detik Rata-Rata 2 menit 33 detik 2 menit 51 detik

Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa pemberian tekanan yang dilakukan mempersingkat waktu filling rate. Perlakuan tekanan menghasilkan filling rate rata-rata 2 menit 33 detik, sedangkan perlakuan tanpa tekanan memberikan waktu filling rate yang lebih lama, yaitu 2 menit 51 detik. Fahmi (2007) menyatakan bahwa kualitas mie basah berbasis tepung jagung dengan teknologi ekstrusi paling baik adalah mie

81 yang dihasilkan dengan kecepatan ulir 130 rpm dibandingkan mie yang diproses dengan kecepatan ulir 110 dan 120 rpm. Dengan kecepatan ulir 130 rpm, dihasilkan produk mie basah jagung yang memiliki kekerasan tinggi, kelengketan rendah, persen elongasi yang tinggi, dan KPAP yang rendah. Kecepatan berbanding terbalik dengan waktu. Oleh karena itu, waktu filling rate yang singkat akan menghasilkan kualitas mie yang lebih baik.

Waktu filling rate yang singkat memberikan tekanan yang lebih tinggi dibandingkan waktu filling rate yang lebih lama. Tekanan berpengaruh terhadap mutu mie basah jagung karena dengan tekanan yang tinggi, molekul-molekul pati jagung akan lebih rapat sehingga membentuk matriks pengikat yang lebih kuat. Hal ini mengakibatkan molekul pati akan sulit terlepas dari untaian mie yang dihasilkan, sehingga mampu meningkatkan persen elongasi dan menurunkan KPAP mie.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 19, terlihat perbedaan mutu mie basah jagung yang dibuat tanpa pemberian tekanan dan dengan pemberian tekanan. Mie basah jagung yang dihasilkan dengan pemberian tekanan memberikan nilai KPAP yang lebih rendah daripada mie yang dihasilkan tanpa pemberian tekanan. Hal ini disebabkan oleh pemberian tekanan meningkatkan kekompakan antar partikel dalam untaian mie yang dihasilkan.

Tabel 19 KPAP dan elongasi mie yang diberi perlakuan tekanan dalam ekstruder pada tepung jagung varietas NT 10

Rata-rata KPAP ± SD (%) Rata-rata % Elongasi ± SD Tanpa tekanan Dengan tekanan Tanpa tekanan Dengan tekanan

7.15 ± 0.11 5.56 ± 0.04 108.46 ± 2.78 126.29 ± 6.29 Selain itu diperoleh pula persen elongasi yang lebih tinggi pada mie basah jagung yang dihasilkan dengan pemberian tekanan dibandingkan mie basah jagung yang dihasilkan tanpa pemberian tekanan. Hal ini disebabkan tekanan yang lebih besar menyebabkan sifat kohesif pati tergelatinisasi terhadap partikel-partikel lain semakin meningkat.

82 Oleh karena perlakuan pemberian tekanan ini dapat memperbaiki mutu mie basah jagung yang dihasilkan, maka pada pembuatan mie basah jagung dari empat varietas lainnya dilakukan dengan metode yang sama.