• Tidak ada hasil yang ditemukan

3) Kadar Protein

6) Kadar Pati, Amilosa, dan Amilopektin a) Kadar Pati a) Kadar Pati

d a r p a ti ( % b b )

6) Kadar Pati, Amilosa, dan Amilopektin a) Kadar Pati

Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi dan secara

Menurut Belitz (1999), biji

seperti hemiselulosa, pentosan, selulosa,

Pati beserta komponennya, yaitu amilosa dan amilopektin merupakan bagian dari karbohidrat. Pati tergolong karbohidrat polisakarida yang tersusun lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno 2008).

Kadar pati dari kelima varietas tepung jagung yang dianalisis menghasilkan nilai yang berbeda

bb yang terlihat pada Gambar 10. Kadar pati tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Prima (8

dimiliki oleh tepung jagung varietas

varietas tepung jagung hibrida yang dianalisis memiliki kadar pati jagung sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam SII (Standar Industri Indonesia), yaitu minimal 75%.

Gambar 10

Perbedaan kadar pati tiap varietas ini akan mempengaruhi karakteristik mie yang dibuat melalui proses ekstrusi. Pengaruh ini terutama disebabkan oleh rasio amilosa dan amilopektin. Selain itu,

Bisi 16 Nusantara 1

NT 10 Jaya Prima

75.57 76.28 76.39 76.84 81.10

Varietas jagung Kadar Pati, Amilosa, dan Amilopektin

Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi dan secara luas tersebar di berbagai macam tanaman. Menurut Belitz (1999), biji-bijian mengandung polisakarida selain pati seperti hemiselulosa, pentosan, selulosa, β-glukan, dan glu

Pati beserta komponennya, yaitu amilosa dan amilopektin merupakan karbohidrat. Pati tergolong karbohidrat polisakarida yang tersusun lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno 2008).

Kadar pati dari kelima varietas tepung jagung yang dianalisis menghasilkan nilai yang berbeda-beda dengan kisaran 75.57

erlihat pada Gambar 10. Kadar pati tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Prima (81.10% bb) dan yang paling rendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Bisi 16 (75.57% bb

varietas tepung jagung hibrida yang dianalisis memiliki kadar pati jagung sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam SII (Standar Industri Indonesia), yaitu minimal 75%.

Gambar 10 Kadar pati tepung jagung varietas hibrida.

Perbedaan kadar pati tiap varietas ini akan mempengaruhi karakteristik mie yang dibuat melalui proses ekstrusi. Pengaruh ini terutama disebabkan oleh rasio amilosa dan amilopektin. Selain itu,

60 Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai tersebar di berbagai macam tanaman. bijian mengandung polisakarida selain pati glukan, dan glukofruktan. Pati beserta komponennya, yaitu amilosa dan amilopektin merupakan karbohidrat. Pati tergolong karbohidrat polisakarida yang tersusun lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno 2008).

Kadar pati dari kelima varietas tepung jagung yang dianalisis 75.57-81.10% erlihat pada Gambar 10. Kadar pati tertinggi dimiliki oleh ) dan yang paling rendah bb). Seluruh varietas tepung jagung hibrida yang dianalisis memiliki kadar pati jagung sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam SII (Standar Industri

Kadar pati tepung jagung varietas hibrida.

Perbedaan kadar pati tiap varietas ini akan mempengaruhi karakteristik mie yang dibuat melalui proses ekstrusi. Pengaruh ini terutama disebabkan oleh rasio amilosa dan amilopektin. Selain itu,

0.00 10.00 20.00 30.00 Prima 21.53 K a d a r a m il o sa ( % b b )

pati juga akan mempengaruhi proses

pada proses pengukusan. Selama proses pengukusan pati tepung jagung akan mengalami gelatinisasi yang mengakibatkan pengembangan granula pati sehingga adonan mie menjadi mudah dicetak menjadi untaian mie dalam ekstruder. Pati yang tergelatinisasi ini akan berperan sebagai matriks pengikat pada produk mie yang dihasilkan menggantikan keberadaan protein gluten seperti yang terdapat pada mie terigu.

b) Kadar Amilosa

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin dan bahan

(Greenwood 197 polimer linear dari

4)-D-glukosa (Hoseney 1988). jagung hibrida yang dianalis

(Gambar 11). Kadar amilosa tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Bisi 16 (29.80%) dan yang terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Prima (21.53%). Kandungan amilosa seluruh tepung jagung yang dianalisis

diungkapkan oleh Bellizt dan Grosch (1999) yaitu sebesar 28% kecuali tepung jagung Bisi 16. Perbedaan jumlah amilosa ini dapat disebabkan oleh perbedaan varietas jagung

tanaman (Hoseney

Gambar 11

Prima Jaya Nusantara 1

NT 10 Bisi 16

21.53 22.31 23.94 24.16

29.80

Varietas jagung

pati juga akan mempengaruhi proses pembuatan mie jagung, teruta pada proses pengukusan. Selama proses pengukusan pati tepung jagung akan mengalami gelatinisasi yang mengakibatkan pengembangan granula pati sehingga adonan mie menjadi mudah dicetak menjadi untaian mie dalam ekstruder. Pati yang tergelatinisasi n berperan sebagai matriks pengikat pada produk mie yang dihasilkan menggantikan keberadaan protein gluten seperti yang terdapat pada mie terigu.

Kadar Amilosa

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara, seperti lipid dan protein (Greenwood 1976, diacu dalam Pomeranz 1976). Amilosa merupakan polimer linear dari α-D glukosa yang dihubungkan dengan ikatan

glukosa (Hoseney 1988). Kandungan amilosa kelima varietas jagung hibrida yang dianalisis berada pada kisaran 21.53-29.80% bb (Gambar 11). Kadar amilosa tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Bisi 16 (29.80%) dan yang terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Prima (21.53%). Kandungan amilosa seluruh tepung jagung yang dianalisis berada di bawah kisaran amilosa yang diungkapkan oleh Bellizt dan Grosch (1999) yaitu sebesar 28% kecuali tepung jagung Bisi 16. Perbedaan jumlah amilosa ini dapat disebabkan oleh perbedaan varietas jagung, faktor genetik dan tingkat usia tanaman (Hoseney 1998).

Gambar 11 Kadar amilosa tepung jagung varietas hibrida.

61 mie jagung, terutama pada proses pengukusan. Selama proses pengukusan pati tepung jagung akan mengalami gelatinisasi yang mengakibatkan pengembangan granula pati sehingga adonan mie menjadi mudah dicetak menjadi untaian mie dalam ekstruder. Pati yang tergelatinisasi n berperan sebagai matriks pengikat pada produk mie yang dihasilkan menggantikan keberadaan protein gluten seperti yang

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu antara, seperti lipid dan protein Amilosa merupakan D glukosa yang dihubungkan dengan ikatan

α-(1-Kandungan amilosa kelima varietas 29.80% bb (Gambar 11). Kadar amilosa tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Bisi 16 (29.80%) dan yang terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Prima (21.53%). Kandungan amilosa seluruh tepung berada di bawah kisaran amilosa yang diungkapkan oleh Bellizt dan Grosch (1999) yaitu sebesar 28% kecuali tepung jagung Bisi 16. Perbedaan jumlah amilosa ini dapat disebabkan faktor genetik dan tingkat usia

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 Bisi 16 K a d a r a m il o p e k ti n ( % b b )

Kandungan amilosa yang cukup tinggi merupakan satu hal yang diharapkan dalam pembuatan mie

yang lebih kuat (Kim

bahwa produk dengan amilosa yang tinggi (40% yang rendah (0.2%

keras dan menghasilkan mie yang kurang baik. Menurut Guo (2003) pada umumnya mie di Asia dibuat dari te

kandungan amilosa 1

memberikan kualitas mie terbaik adalah 21

tersebut kelima tepung jagung yang dianalisis memiliki kisaran kandungan amilosa yang dapat menghasilkan mie berkualita

kecuali tepung jagung Bisi 16 yang memiliki kandungan amilosa sebesar 29.80%.

c) Kadar Amilopektin

Kandungan amilopektin yang terkandung dalam tepung jagung kelima varietas diperoleh dengan cara menghitung selisih antara kadar pati dengan

diperoleh kadar amilopektin tepung jagung berkisar antara 45.77 59.97% bb dengan kadar amilopektin tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Prima (59.57% bb) dan yang terendah dimiliki oleh tepung jagung va

dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Kadar amilopektin tepung jagung varietas hibrida. Bisi 16 NT10 Nusantara 1 Jaya Prima 45.77 52.23 52.34 54.53 59.57 Varietas jagung

Kandungan amilosa yang cukup tinggi merupakan satu hal yang diharapkan dalam pembuatan mie non terigu karena memiliki daya ikat yang lebih kuat (Kim et al. 1996). Tam et al. (2004) menyatakan bahwa produk dengan amilosa yang tinggi (40%-60.8%) dan amilosa yang rendah (0.2%-3.8%) akan menghasilkan produk ekstrusi yang keras dan menghasilkan mie yang kurang baik. Menurut Guo (2003) pada umumnya mie di Asia dibuat dari tepung dengan kandungan amilosa 1-29%, namun kandungan amilosa optimum yang memberikan kualitas mie terbaik adalah 21-24%. Berdasarkan hal tersebut kelima tepung jagung yang dianalisis memiliki kisaran kandungan amilosa yang dapat menghasilkan mie berkualita

kecuali tepung jagung Bisi 16 yang memiliki kandungan amilosa sebesar 29.80%.

Kadar Amilopektin

Kandungan amilopektin yang terkandung dalam tepung jagung kelima varietas diperoleh dengan cara menghitung selisih antara kadar pati dengan kadar amilosa. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh kadar amilopektin tepung jagung berkisar antara 45.77 59.97% bb dengan kadar amilopektin tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Prima (59.57% bb) dan yang terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Bisi 16 (45.77% bb). Kadar amilopektin ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Kadar amilopektin tepung jagung varietas hibrida.

62 Kandungan amilosa yang cukup tinggi merupakan satu hal yang karena memiliki daya ikat (2004) menyatakan 60.8%) dan amilosa 3.8%) akan menghasilkan produk ekstrusi yang keras dan menghasilkan mie yang kurang baik. Menurut Guo et al. pung dengan 29%, namun kandungan amilosa optimum yang 24%. Berdasarkan hal tersebut kelima tepung jagung yang dianalisis memiliki kisaran kandungan amilosa yang dapat menghasilkan mie berkualitas baik, kecuali tepung jagung Bisi 16 yang memiliki kandungan amilosa

Kandungan amilopektin yang terkandung dalam tepung jagung kelima varietas diperoleh dengan cara menghitung selisih antara kadar amilosa. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh kadar amilopektin tepung jagung berkisar antara 45.77-59.97% bb dengan kadar amilopektin tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Prima (59.57% bb) dan yang terendah dimiliki oleh adar amilopektin ini

63 Sama halnya dengan kadar amilosa, kadar amilopektin juga akan mempengaruhi tekstur mie yang dihasilkan. Kadar amilopektin yang terlalu tinggi akan menyebabkan adonan mie yang dibuat bersifat lengket pada mesin ekstrusi pencetak mie, sehingga alat sulit dibersihkan. Selain itu, juga akan dihasilkan untaian mie yang terlalu lengket karena amilopektin sulit mengalami retrogradasi untuk mempertahankan struktur mie (Tam et al. 2004). Amilopektin yang tinggi membutuhkan waktu yang lama untuk beretrogradasi dibandingkan dengan amilosa dan kristal amilopektin kurang stabil dibandingkan dengan kristal amilosa (Eerligen and Delcour 1995, di acu dalam Tam et al. 2004).

c. Sifat Fungsional Tepung Jagung 1) Sifat Amilografi

Uji amilografi dilakukan untuk mengukur tingkat gelatinisasi. Pada uji ini, terdapat beberapa parameter yang diamati yaitu suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, viskositas maksimum, viskositas pada suhu 95oC setelah holding (holding paste viscosity), breakdown viscosity, dan setback viscosity. Uji amilograf dilakukan terhadap kelima varietas tepung jagung dengan ukuran ayakan 100 mesh. Sebanyak 45 g tepung dilarutkan ke dalam 450 ml air akuades. Suhu awal diatur 30oC dan suhu akhir 95oC dengan waktu holding 10 menit. Data hasil pengukuran sifat amilografi dapat dilihat pada Tabel 13 dan salah satu profil gelatinisasi pati jagung, yaitu varietas Nusantara 1 dapat dilihat pada Gambar 13.

64 Tabel 13 Sifat amilografi tepung jagung hibrida

Parameter yang diamati Varietas tepung jagung

NT10 BISI 16 Nusantara I Jaya Prima

Suhu awal gelatinisasi (oC) 70.50 72.00 72.00 72.75 73.50

Waktu awal gelatinisasi (menit) 27.00 28.00 28.50 28.50 29.00

Viskositas maksimum (BU) 510.00 410.00 357.50 475.00 462.50

Suhu puncak gelatinisasi(oC) 84.38 90.50 83.25 81.00 83.25

Viskositas saat 95 oC (BU) 347.50 357.50 345.00 430.00 432.50

Viskositas setelah holding 95oC (BU) 270.00 305.00 325.00 370.00 370.00

Viskositas saat 50 oC (BU) 477.50 540.00 480.00 550.00 510.00

Viskositas setelah holding 50oC (BU) 560.00 650.00 550.00 610.00 580.00

Breakdown viscosity BU) 240.00 105.00 32.50 105.00 92.50

Stabilitas panas (BU) 77.50 52.50 20.00 60.00 62.50

Setback viscosity (BU) 212.50 292.50 205.00 180.00 147.50

Stabilitas setelah pendinginan (BU) 80.00 650.00 70.00 70.00 60.00

Gambar 13 Profil gelatinisasi tepung jagung Nusantara 1.

a) Suhu awal gelatinisasi

Suhu awal gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan pada saat kurva mulai menaik dikalikan dengan kecepatan kenaikan suhu (1.5oC/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Menurut Leach (1965) diacu dalam Goldsworth (1999), yang dimaksud dengan suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Peningkatan viskositas ini disebabkan karena terjadinya penyerapan air dan pembengkakan granula pati yang

Waktu awal gelatinisasi Viskositas maksimum Viskositas saat suhu 95o C Viskositas setelah holding 95o C Viskositas saat suhu 50o C Viskositas setelah holding 50o C

65 irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik pati di dalam granula pati.

Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa dan amilopektin (Collinson 1968). Tabel 12. menunjukkan bahwa suhu awal gelatinisasi kelima varietas jagung berada pada kisaran 70.5-73.5oC dengan suhu gelatinisasi tertinggi dimiliki oleh pati tepung jagung varietas Prima (73.5oC) dan suhu gelatinisasi terendah dimiliki oleh pati tepung jagung varietas NT 10 (70.5oC). Menurut Fennema (1996) suhu awal gelatinisasi pati jagung berkisar antara 60-72oC. Artinya, tepung jagung Prima memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dari kisaran tersebut, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memulai proses gelatinisasinya.

Tingginya suhu awal gelatinisasi ini diakibatkan oleh kandungan protein dan lemak yang tinggi pada tepung jagung Prima. Tepung jagung prima memiliki kandungan protein tertinggi (8.05% bb) dan kandungan lemak tertinggi (2.90% bb) dibandingkan keempat jenis jagung lainnya. Menurut Quinn et al. (1980) diacu dalam Afdi (1989) selama pemanasan, protein akan terdenaturasi di sekitar suhu gelatinisasi. Dengan adanya protein, proses migrasi air ke dalam granula pati terhalang sehingga meningkatkan suhu gelatinisasi. Begitu pula halnya lemak. Kadar lemak yang tinggi dapat mengganggu proses gelatinisasi pati, sebab lemak mampu membuat kompleks dengan amilosa sehingga amilosa tidak dapat keluar dari granula pati. Akibatnya diperlukan energi yang lebih besar untuk melepaskan amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi. Suhu gelatinisasi yang rendah akan menguntungkan karena dapat menghemat energi pemasakan.

Suhu awal gelatinisasi ini penting diketahui pada proses pembuatan mie untuk optimasi pada tahapan proses pengukusan sebelum adonan mie dicetak dalam ekstruder menjadi untaian mie dan

66 pengukusan setelah dihasilkannya untaian mie dari ekstruder. Suhu awal gelatinisasi mengandung arti bahwa tepung jagung akan mulai tergelatinisasi pada suhu tersebut sehingga terbentuk adonan yang elastis dan kohesif yang dapat dicetak ketika keluar dari die ekstruder. Jika suhu yang digunakan di bawah suhu awal gelatinisasi maka akan terbentuk adonan mie yang kurang elastis dan menghasilkan untaian mie yang permukaan teksturnya kasar, terlihat spot-spot putih atau kuning pada untaian mie, dan mudah patah ketika dicetak karena belum mengalami gelatinisasi. Sebaliknya, jika suhu yang digunakan di atas suhu gelatinisasi maksimum dalam waktu di atas waktu tercapainya puncak gelatinisasi maka akan terjadi proses peleburan granula pati. Hal ini mengakibatkan tidak terbentuknya matriks yang seragam yang akan meningkatkan ikatan antar granula. Selain itu juga mengakibatkan adonan yang dihasilkan tidak elastis dan kohesif sehingga mie yang keluar dari die ekstruder memiliki penampakan tekstur yang kasar dan lengket sehingga tidak baik untuk dibuat mie.

b) Suhu puncak gelatinisasi

Suhu puncak gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan pada saat kenaikan kurva mencapai maksimum dikalikan dengan kecepatan kenaikan suhu (1.5oC/menit) kemudian ditambah dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran adalah 30oC. Suhu puncak gelatinisasi juga dikenal dengan suhu pada saat tercapainya viskositas maksimum yaitu suhu ketika granula pati mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutnya pecah. Suhu puncak gelatinisasi kelima varietas tepung jagung berkisar antara 81.00-90.50oC, dengan suhu puncak gelatinisasi tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Bisi 16 (90.50oC) dan yang terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Jaya (81.00oC). Pada suhu inilah akan tercapai viskositas maksimum dari suspensi pasta pati. Pada proses pembuatan mie, parameter ini dicapai pada

67 proses pengukusan. Pengukusan pertama dilakukan pada air mendidih (100oC) selama 15 menit. Pada tahap ini diharapkan akan terjadi proses gelatinisasi sebagian pada adonan tepung dan pada proses pengukusan kedua dilakukan juga pada air mendidih selama 15 menit untuk menyempurnakan gelatinisasi pati sehingga dihasilkan mie dengan tekstur yang halus dan tidak mudah patah.

c) Viskositas maksimum

Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan (Glickman 1969). Pada titik ini granula pati yang mengembang mulai pecah dan diikuti dengan penurunan viskositas. Viskositas maksimum dinyatakan dalam satuan Brabender Unit (BU). Tabel 12 memperlihatkan viskositas maksimum lima varietas tepung jagung yang berada pada kisaran 357.50-510.00 BU dengan viskositas maksimum tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas NT 10 (510.00 BU) dan viskositas maksimum terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Nusantara 1 (357.50 BU). Viskositas maksimum ini menggambarkan fragilitas dari granula pati yang mengembang, yaitu mulai saat pertama kali mengembang sampai granula tersebut pecah selama pengadukan yang terus-menerus secara mekanik oleh alat Brabender (Mazurs et al. 1957). Pada pembuatan mie jagung, tepung jagung yang digunakan dikehendaki memiliki viskositas maksimum yang tinggi untuk menghasilkan daya ikat yang baik pada mie.

d) Viskositas setelah holding suhu 95oC (Holding paste viscosity) Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam Brabender dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi, granula pati menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer dan agregat serta viskositasnya menurun akibat terjadinya leaching amilosa. Penurunan tersebut terjadi pada pemanasan suhu suspensi 95oC yang dipertahankan selama 10 menit. Tabel 12 menunjukkan

68 bahwa holding paste viscosity pada tepung jagung yang dianalisis berkisar antara 270.00-370.00 BU, holding paste viscosity tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas Jaya dan Prima (370.00 BU) dan holding paste viscosity terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas NT 10 (270.00 BU)

Menurut Jin et al. (1994) diacu dalam Beta and Corke (2001) holding paste viscosity yang tinggi secara umum menggambarkan cooking loss yang rendah yang baik pada mie. Hal ini disebabkan oleh tingginya viskositas berhubungan dengan tingginya ketahanan pasta terhadap gaya yang diberikan kepadanya (shear).

e) Breakdown viscosity

Nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95oC selama 10 menit disebut dengan breakdown viscosity. Dari hasil yang diperoleh, nilai breakdown viscosity lima varietas tepung jagung hibrida berkisar antara 32.50-240.00 BU, dengan nilai breakdown viscosity tertinggi dimiliki oleh tepung jagung varietas NT 10 (32.50-240.00 BU) dan nilai breakdown viscosity terendah dimiliki oleh tepung jagung varietas Nusantara I (32.50 BU). Breakdown viscosity menggambarkan kestabilan pasta pati terhadap proses pemanasan (Panikulata 2008).

Menurut Beta and Corke (2001) breakdown viscosity berhubungan dengan kestabilan pati selama pemanasan. Semakin rendah breakdown viscosity, maka pati semakin stabil pada kondisi panas. Breakdown viscosity merupakan ukuran kemudahan pati yang dimasak untuk mengalami disintegrasi. Besarnya viskositas breakdown menunjukkan bahwa granula-granula tepung yang telah membengkak secara keseluruhan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses pemanasan (Panikulata 2008). Pada produk mie, diperkirakan bahwa pada proses pemasakan mie yang terlalu lama dapat mengakibatkan rusaknya tekstur mie dan mie yang patah-patah akibat pemanasan.

69 f) Setback viscosity

Pasta pati yang dihasilkan pada pemanasan suspensi hingga suhu 95oC akan mengalami kenaikan viskositas jika didinginkan. Dalam hal ini, pasta mengalami pendinginan dari suhu 95oC hingga suhu 50oC dengan kecepatan pengadukan konstan yaitu 1.5oC/menit dan suhu dipertahankan tetap 50oC selama 10 menit. Kenaikan viskositas yang terjadi disebabkan oleh retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolukuler (Swinkels 1985, diacu dalam Roels dan Beynum 1985). Nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati didinginkan disebut setback viscosity. Nilai setback viscosity diperoleh dengan menghitung selisih antara viskositas pasta pati pada suhu 50oC dengan viskositas maksimum yag telah dicapai pada saat pemanasan.

Nilai setback viscosity pati lima varietas tepung jagung berkisar antara 180.00–292.50 BU. Dengan setback viscosity tertinggi dimiliki oleh varietas tepung jagung Bisi 16 (292.50 BU) dan yang terendah dimiliki oleh varietas tepung jagung Jaya (180.00 BU). Beta and Corke (2001) mengatakan bahwa setback viscosity merupakan ukuran dari rekristalisasi pati tergelatinisasi selama pendinginan.

Setback viscosity adalah parameter yang dipakai untuk melihat kecenderungan retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi, sedangkan sineresis adalah keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari pati (Winarno 2008). Pada produk mie, tidak dikehendaki terjadinya sineresis dan menghendaki adanya retrogradasi untuk mempertahankan bentuk mie. Semakin positif nilai setback viscosity, proses retrogradasi semakin kuat dan bila nilainya semakin negatif, yang terjadi adalah proses sineresis (Munarso 1996). Hasil analisis menunjukkan bahwa kelima tepung jagung memiliki nilai set back viscosity yang bernilai positif, artinya mie yang dihasilkan cenderung akan mengalami retrogradasi ketika didinginkan. Hal ini lah yang dikehendaki ada pada produk mie.

70 2) Water Absorption Capacity (Daya absorbsi air).

Absorbsi air digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan tepung untuk menyerap air. Daya absorbsi air ini ditentukan dengan cara sentrifugasi. Daya absorbsi air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik pati setelah ditambahkan dengan sejumlah air. Granula dapat menyerap air dan membengkak (Fennema 1976) dan menurut Elliason (1981), granula pati dapat basah dan secara spontan terdispersi dalam air. Pada Tabel 14 dapat dilihat nilai daya absorbsi lima varietas tepung jagung yang relatif sama, yaitu berkisar antara 1.44-1.63 (g/g). Daya absorbsi air terbesar dimiliki oleh tepung jagung varietas NT 10 (1.63 g/g) dan yang paling rendah adalah tepung jagung varietas Jaya (1.44 g/g).

Tabel 14 Daya absorbsi air tepung jagung hibrida

No Varietas jagung Daya absorbsi air (g/g)

1 Jaya 1.44

2 Prima 1.51

3 Nusantara 1 1.56

4 Bisi 16 1.59

5 NT 10 1.63

Daya absorbsi dari tepung perlu diketahui karena banyaknya air yang ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat-sifat fisik dari tepung. Air yang terserap dalam molekul disebabkan oleh absorbsi oleh granula yang terikat secara fisik maupun terikat secara intramolekular (Kulp 1975). Daya absorbsi air ini dipengaruhi oleh kadar amilosa. Amilosa yang tinggi dapat membantu penyerapan air yang lebih banyak. Kandungan amilosa tertinggi terdapat pada tepung jagung Bisi 16 yaitu sebesar 29.80% bb, namun daya absorbsi airnya bukan yang paling rendah. Hal ini diduga akibat adanya perbedaan ukuran granula dan daerah amorphous pada tepung jagung tersebut.

Keberadaan protein dan lemak juga mempengaruhi daya absorbsi air. Kadar protein dan lemak yang tinggi dapat menurunkan daya absorbsi air karena protein dan lemak dapat menutupi partikel pati sehingga penyerapan air menjadi terhambat (Fennema 1996). Berdasarkan kandungan protein dan lemak yang dimiliki oleh kelima varietas tepung