• Tidak ada hasil yang ditemukan

Restu Frida Utami, S.E., M.Si Erny Rachmawati, S.E., M.M Annisa Ilma Hartikasari, S.E., M.Si

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 103

Saat ini industri halal sedang digandrungi oleh berbagai negara di dunia, bukan hanya negara yang pendudukannya mayoritas muslim saja namun negara minoritas muslim pun ikut ambil bagian dalam industri ini seperti Thailand, Korea Selatan, Jepang dan lain-lain. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memiliki peluang untuk mengembangkan industri halal dengan menjadi produsen produk-produk halal, sehingga tidak hanya menjadi sasaran atau konsumen dari produk industri halal. Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2020 wisatawan muslim yang datang ke Indonesia sebanyak 5 juta orang dari total 168 wisatawan muslim sedunia. Untuk mencapai target dan menghadapi persaingan yang ketat dalam industri ini, pemerinta sudah memulai mengembangkan berbagai sektor usaha. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan empat komponen utama industri halal yaitu wisata syariah, kuliner, kosmetik-spa, perhotelan, busana muslimah. Serta komponen pendukung yaitu jasa keuangan syariah dan biro perjalanan (travel).

Organisasi Aisyiyah merupakan salah satu organisasi kewanitaan terbesar di Indonesia. Salah satu misinya adalah memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas. Masih banyak pengusaha yang tergabung dalam organisasi Aisyiyahyang memiliki usaha atau produk halal namun belum memiliki sertifikat halal, dari 300 orang warga Aisyiyah Cabang Kembaran, tercatat jumlah UMKM sebanyak 14 unit (sumber wawancara). Dimensi halal tidak hanya ditinjau dari zatnya, dan label halal pun tidak hanya melekat pada produk makanan.Selain itu kehalalan merupakan nilai positif dalam dunia bisnis. Program pemerintah ini merupakan peluang usaha dan momen penting bagi pengusaha warga aisyiyah untuk lebih meningkatkan usahannya melalui pemenuhan standar bisnishalal.Salah satu tujuan kegiatan pengabdian ini adalah untuk

104 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n mendukung program pemerintah dan Aisyiyahyang mana memiliki tujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.

Peluang Bisnis Produk Halal

Permintaan terhadap produk halal diperkirakan setiap tahunnya akan terus meningkat. Salah satu faktor pendorongnya adalah faktor demografi. Jumlah penduduk muslim dunia sangat besar dan diperkirakan jumlah penduduk muslim dunia akan terus meningkat, seperti yang dirilis oleh PEW Research Center pada tabel berikut ini:

Tabel 1.

Jumlah dan Prediksi Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan Kelompok Agama Mayoritas di Dunia Tahun 2010 – 2050

Keterangan Tahun 2010 Populasi

Populasi Dunia Tahun 2010 (%) Perkiraan Populasi Tahun 2050 Perkiraan Populasi Dunia Tahun 2050 Pertumbuhan Populasi Tahun 2010 – 20150 Kristen 216.8330.000 31,4 2.918.070.000 31,4 749.740.000 Islam 159.9700.000 23,2 2.761.480.000 29,7 1.161.780.000 Tidak ada Agama 113.1150.000 16,4 1.230.340.000 13,2 99.190.000 Hindu 1.032.210.000 15,0 1.384.360.000 14,9 352.140.000 Budha 487.760.000 7,1 486.270.000 5,2 1.490.000 Kepercayaan 404.690.000 5,9 449.140.000 4,8 44.450.000

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 105 Agama Lain 58.150.000 0,8 61.450.000 0,7 3.300.000 Yahudi 13.860.000 0,2 16.090.000 0,2 2.230.000 Total 6.895.850.000 100 9.307.190.000 100 2.411.340.000

Sumber: The Future of World Religions: Population Growth Projections,

2010 – 2050. PEW Research Center (World affairs journal, 2015)

Jumlah penduduk muslim yang meningkat akan mendorong peningkatan kebutuhan produk-produk halal.

Tabel 2.

Total Pengeluaran Muslim Dunia Tahun 2013 Dan Prediksi Total Pengeluaran Muslim Tahun 2019

Sektor Pengeluaran Muslim Dunia Tahun 2013 Total Pengeluaran Dunia Tahun 2013 (%) Perkiraan Pengeluaran Muslim Dunia Tahun 2019 Total Perkiraan Pengeluaran Dunia Tahun 2019 (%) Makanan Dan Minuman U$$ 1.292 miliar 10,8 U$$ 2.537 miliar 21,2 Perjalanan (di luar perjalanan haji dan umroh) US$ 140 miliar 7,7 US$ 238 miliar 11,6

106 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n

Rekreasi

Data: Thomson Reuters (Global Islamic Economy Report 2014 – 2015)

Beberapa hal yang menjadi pendorong pertumbuhan produk-produk halal di kancah global adalah jumlah penduduk muslim yang berusia muda dan berjumlah besar, pesatnya pertumbuhan ekonomi negara mayoritas muslim, nilai Islam mendorong tumbuhnya bisnis dan gaya hidup Islami, pertum-buhan transaksi perdagangan antara negara-negara OKI, partisipasi perusahaan multinasional, teknologi dan keterhubungan antar negara.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Ketentuan lainnya:

1. Pengertian

Produk adalah barang dan atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau diman-faatkan oleh masyarakat.

Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 107

Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.

Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk.

2. Bahan Dan Proses Produk Halal

Bahan yang digunakan dalam produk halal terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong.

Bahan tersebut dapat berasal dari: hewan, tumbuhan, mikroba, bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik.

Bahan yang berasal dari hewan pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat.

Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan meliputi: bangkai, darah, babi, hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat dan bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa MUI.

Hewan yang digunakan sebagai bahan Produk wajib disembelih sesuai dengan syariat dan memenuhi kaidah kesejahteraan hewan serta kesehatan masyarakat veteriner.

Bahan yang berasal dari tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang memabukkan dan atau membahayakan kesehatan bagi orang yang mengonsumsinya.

108 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n Bahan yang berasal dari mikroba dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik diharamkan jika proses partum-buhan dan/atau pembuatannya tercampur, terkandung, dan/atau terkontaminasi dengan bahan yang diharamkan. Lokasi, tempat, dan alat PPH wajib dipisahkan dengan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengol-ahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penju-alan, dan penyajian Produk tidak halal.

Lokasi, tempat, dan alat wajib:dijaga kebersihan dan higienitasnya, bebas dari najis,bebas dari Bahan tidak halal.

3. Pelaku Usaha

Pelaku Usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat, dan alat dikenai sanksi administratif berupa: per-ingatan tertulis atau denda administratif.

Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Serti-fikat Halal wajib:

a. Memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur; b. Memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan,

pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistri-busian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal;

c. Memiliki Penyelia Halal;

d. Melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH.

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 109

Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib:

a. Mencantumkan Label Halal terhadap Produk yang telah mendapat Sertifikat Halal;

b. Menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal;

c. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistri-busian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal;

d. Memperbarui Sertifikat Halal jika masa berlaku Sertifikat Halal berakhir; dan

e. Melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH.

Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan dikec-ualikan dari mengajukan permohonan Sertifikat Halal dan wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada Produk. 4. Tata Cara Memperoleh sertifikat

Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH.

Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen:

a. Data Pelaku Usaha; b. Nama dan jenis Produk;

110 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n d. Proses pengolahan Produk.

BPJPH mendapat mandat untuk menerbitkan produk sertifikat halal.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI memiliki 3 kewenangan yaitu: a. Mengeluarkan fatwa kehalalan suatu produk.

b. Melakukan sertifikasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal.

c. MUI memberikan persetujuan kepada auditor LPH Kewajiban pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikat halal:

a. Memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur. b. Memisahkan lokasi, tempat.

5. Label Halal

BPJPH menetapkan bentuk Label Halal yang berlaku nasional

Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal wajib mencantumkan Label Halal pada:

a. Kemasan Produk;

b. Bagian tertentu dari Produk; dan/atau c. Tempat tertentu pada Produk.

Pencantuman Label Halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.

Pelaku Usaha yang mencantumkan Label Halal tidak sesuai dengan ketentuan dikenai sanksi administratif berupa:

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 111

a. Teguran lisan;

b. Peringatan tertulis; atau c. Pencabutan Sertifikat Halal.

Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan.

Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.

Biaya Sertifikasi Halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal.

Dalam hal pelaku usaha merupakan usaha mikro dan kecil, biaya Sertifikasi Halal dapat difasilitasi oleh pihak lain.

6. Produk Luar Negeri

Produk halal luar negeri yang diimpor ke Indonesia berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

a. Produk halal tidak perlu diajukan permohonan Sertifikat Halalnya sepanjang Sertifikat Halal diterbitkan oleh lembaga halal luar negeri yang telah melakukan kerja sama

b. Sertifikat Halal wajib diregistrasi oleh BPJPH sebelum Produk diedarkan di Indonesia.

112 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 08/Dsn-Mui/X/20161

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 08/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah

a. Ketentuan Umum, yang dimaksud dengan:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara; 2. Wisata Syariah adalah wisata yang sesuai

dengan prinsip syariah;

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah; 4. Pariwisata Syariah adalah pariwisata yang sesuai

dengan prinsip syariah;

5. Destinasi Wisata Syariah adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas ibadah dan umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan yang sesuai dengan prinsip syariah;

6. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata;

7. Biro Perjalanan Wisata Syariah (BPWS) adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, dan menyediakan pelayanan bagi

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 113

seseorang atau sekelompok orang, untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama berwisata yang sesuai dengan prinsip syariah; 8. Pemandu Wisata adalah orang yang memandu

dalam pariwisata syariah;

9. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata;

10. Usaha Hotel Syariah adalah penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu bangunan yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan dan atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan memperoleh keuntungan yang dijalankan sesuai prinsip syariah;

11. Kriteria Usaha Hotel Syariah adalah rumusan kualifikasi dan atau klasifikasi yang mencakup aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan; 12. Terapis adalah pihak yang melakukan spa,

sauna, dan atau massage;

13. Akad ijarah adalah akad perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran atau upah; 14. Akad wakalah bil ujrah adalah akad pemberian

kuasa yang disertai dengan ujrah dari hotel syariah kepada BPWS untuk melakukan pemasaran.

15. Akad .ju'alah adalah janji atau komitmen (i‟tizam) perusahaan untuk memberikan imbalan (reward/'iwadh/ju'i tertentu kepada pekerja ('amil) atas pencapaian hasil (prestasinya/natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan (obyek akad ju'alah).

114 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n b. Ketentuan Hukum, Penyelenggaraan pariwisata

berdasarkan prinsip syariah boleh dilakukan dengan syarat mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini.

c. Prinsip Umum Penyelenggaraan Pariwisata Syariah, Penyelenggaraan wisata wajib:

1) Terhindar dari kemusyrikan, kemaksiatan, kemafsadatan, tabdzir/ israf, dan kemunkaran ;

2) Menciptakan kemaslahatan dan kemanfaatan baik secara material maupun spiritual.

d. Ketentuan terkait Para Pihak dan Akad Pihak-pihak yang Berakad

1) Pihak-pihak dalarn penyelenggaraan Pariwisata Syariah adalah:

a) Wisatawan;

b) Biro Perjalanan Wisata Syariah (BPWS); c) Pengusaha Pariwisata:

d) Hotel syariah; e) Pemandu Wisata: f) Terapis.

2) Akad antar Pihak

a) Akad antara Wisatawan dengan BPWS adalah akad ijarah;

b) Akad antara BPWS dengan Pemandu Wisata adalah akad ijarah atau ju'alah; c) Akad antara Wisatawan dengan Pengusaha

Pariwisata adalah ijarah;

d) Akad antara hotel syariah dengan wisatawan adalah akad ijarah;

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 115

e) Akad antara hotel syariah dengan BPWS untuk pemasaran adalah akad wakalah bil ujrah;

f) Akad antara Wisatawan dengan Terapis adalah akad ijarah;

g) Akad untuk penyelenggaraan asuransi wisata, penyimpanan dan pengelolaan serta pengembangan dana pariwisata wajib menggunakan akad-akad yang sesuai fatwa dengan DSN-MUI dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Ketentuan terkait Hotel Syariah

1) Hotel syariah tidak boleh menyediakan fasilitas akses pornografi dan tindakan asusila; 2) Hotel syariah tidak boleh menyediakan fasilitas hiburan yang mengarah pada kemusyrikan, maksiat, pornografi dan atau tindak asusila:

3) Makanan dan minuman yang disediakan hotel syariah wajib telah mendapat sertifikat halal dari MUI;

4) Menyediakan fasilitas, peralatan dan sarana yang memadai untuk pelaksanaan ibadah, termasuk fasilitas bersuci;

5) Pengelola dan karyawan/karyawati hotel wajib mengenakan pakaian yang sesuai dengan syariah;

6) Hotel syariah wajib memiliki pedoman dan atau panduan mengenai prosedur pelayanan hotel guna menjamin terselenggaranya pelayanan hotel yang sesuai dengan prinsip syariah;

116 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n 7) Hotel syariah wajib menggunakan jasa

Lembaga Keuangan Syariah dalam melakukan pelayanan.

f. Ketentuan terkait Wisatawan, Wisatawan wajib memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

1) Berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah dengan menghindarkan diri dari syirik, maksiat, munkar, dan kerusakan (fasad); 2) Menjaga kewajiban ibadah selama berwisata; 3) Menjaga akhlak mulia;

4) Menghindari destinasi wisata yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. g. Ketentuan Destinasi Wisata

1) Destinasi wisata wajib diarahkan pada ikhtiar untuk:

a) Mewujudkan kemaslahatan umum, b) Pencerahan, penyegaran dan

penenangan;

c) Memelihara amanah, keamanan dan kenyamanan;

d) Mewujudkan kebaikan yang bersifat universal dan inklusif;

e) Memelihara kebersihan, kelestarian alam, sanitasi, dan lingkungan;

f) Menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan kearifan lokal yang tidak melanggar prinsip syariah.

2) Destinasi wisata wajib memiliki:

a) Fasilitas ibadah yang layak pakai, mudah dijangkau dan memenuhi persyaratan syariah;

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 117

b) Makanan dan minuman halal yang terjamin kehalalannya dengan Sertifikat Halal MUI.

3) Destinasi wisata wajib terhindar dari: a) Kemusyrikan dan khurafat;

b) Maksiat, zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba dan judi; c) Pertunjukan seni dan budaya serta atraksi

yang bertentangan prinsip-prinsip syariah.

h. Ketentuan Spa, Sauna dan Massage,

Spa, sauna, dan massage yang dilakukan wajib memenuhi ketentuan berikut:

1) Menggunakan bahan yang halal dan tidak najis yang terjamin kehalalannya dengan Seftifikat Halal MUI;

2) Terhindar dari pornoaksi dan pornografi; 3) Terjaganya kehormatan wisatawan;

4) Terapis laki-laki hanya boleh melakukan spa, sauna, dan massage kepada wisatawan laki-laki; dan terapis wanita hanya boleh melakukan spa, sauna, dan massage kepada wisatawan wanita;

5) Tersedia sarana yang memudahkan untuk melakukan ibadah.

i. Ketentuan terkait Biro Perjalanan Wisata Syariah. Biro Perjalanan Wisata Syariah wajib memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

1) Menyelenggarakan paket wisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;

2) Memiliki daftar akomodasi dan destinasi wisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

118 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n 3) Memiliki daftar penyedia makanan dan

minuman halal yang memiliki Serlifikat Halal MUI

4) Menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam melakukan pelayanan jasa wisata, baik bank, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun;

5) Mengelola dana dan investasinya wajib sesuai dengan prinsip syariah;

6) Wajib memiliki panduan wisata yang dapat mencegah terjadinya tindakan syirik, khurafat, maksiat, zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba dan judi.

j. Ketentuan terkait Pemandu Wisata Syariah. Pemandu Wisata Syariah wajib memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

1) Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam menjalankan tugas; terutama yang berkaitan dengan fikih pariwisata;

2) Berakhlak mulia, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab;

3) Memiliki kompetensi kerja sesuai standar profesi yang berlaku yang dibuktikan dengan sertifikat;

4) Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai dan prinsip-prinsip islam

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 119 PROSEDUR PENGAJUAN SERTIFIKAT HALAL MUI

Bagi perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal LPPOM MUI, baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), dan restoran/katering/dapur, harus melakukan pendaftaran sertifikasi halal dan memenuhi persyaratan sertifikasi halal. Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan mendaftar proses sertifikasi halal :

1. Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH

Perusahaan harus memahami persyaratan sertifikasi halal yang tercantum dalam HAS 23000. Ringkasan HAS 23000 dapat dilihat Dokumen HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga harus mengikuti pelatihan SJH yang diadakan LPPOM MUI, baik berupa pelatihan reguler maupun pelatihan online (e-training).

2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH)

Perusahaan harus menerapkan SJH sebelum melakukan pendaftaran sertifikasi halal, antara lain: penetapan kebijakan halal, penetapan Tim Manajemen Halal, pembuatan Manual SJH, pelaksanaan pelatihan, penyiapan prosedur terkait SJH, pelaksanaan internal audit dan kaji ulang manajemen.

3. Menyiapkan dokumen sertifikasi halal

Perusahaan harus menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk sertifikasi halal, antara lain: daftar produk, daftar bahan dan dokumen bahan, daftar penyembelih (khusus RPH), matriks produk, Manual SJH, diagram alir proses,

120 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan internal dan bukti audit internal.

4. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data)

Pendaftaran sertifikasi halal dilakukan secara online di sistem Cerol melalui website www.e-lppommui.org. Perusahaan harus membaca user manual Cerol terlebih dahulu untuk memahami prosedur sertifikasi halal. Perusahaan harus melakukan upload data sertifikasi sampai selesai, baru dapat diproses oleh LPPOM MUI.

5. Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi

Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi. Monitoring pre audit disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil pre audit. Pembayaran akad sertifikasi dilakukan dengan mengunduh akad di Cerol, membayar biaya akad dan menandatangani akad, untuk kemudian melakukan pembayaran di Cerol dan disetujui oleh Bendahara LPPOM MUI melalui email ke : bendaharalppom@halalmui.org. 6. Pelaksanaan audit

Audit dapat dilaksanakan apabila perusahaan sudah lolos pre audit dan akad sudah disetujui. Audit dilaksanakan di semua fasilitas yang berkaitan dengan produk yang disertifikasi.

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 121

7. Melakukan monitoring pasca audit

Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan monitoring pasca audit. Monitoring pasca audit disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil audit, dan jika terdapat ketidaksesuaian agar dilakukan perbaikan.

8. Memperoleh Sertifikat halal

Perusahaan dapat mengunduh Sertifikat halal dalam bentuk softcopy di Cerol. Sertifikat halal yang asli dapat diambil di kantor LPPOM MUI Jakarta dan dapat juga dikirim ke alamat perusahaan. Sertifikat halal berlaku selama 2 (dua) tahun.

Potret Pengusaha Aisyiyah

Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) terhadap mitra, beberapa permasalahan mitra dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Kurangnya wawasan dan pengetahuan pengusaha Aisyiyah

tentang peluang bisnis di bidang industri halal yang sedang diminati di banyak negara dan menjadi program pemerintah, sehingga banyak pengusaha Aisyiyahyang sebenarnya telah memiliki usaha dan produk halal tetapi kurang menggarapnya dengan serius.

2. Kurangnya wawasan dan pengetahuan pengusaha Aisyiyah tentang Fatwa dan Undang-Undang yang mengatur ketentuan usaha dan produk halal.

3. Kurangnya wawasan dan pengetahuan pengusaha Aisyiyah tentang syarat dan prosedur untuk mengajukan sertifikat halal atau sertifikat kesesuaian syariah sehingga banyak usaha dan

122 | P e m b e r d a y a a n P e r e m p u a n M e l a l u i K e w i r a u s a h a a n produk yang sebenarnya sudah halal namun belum memiliki sertifikat halal atau sertifikat kesesuaian syariah.

4. Kurangnya wawasan dan pengetahuan pengusaha Aisyiyah tentang peran sertifikat halal dan sertifikat kesesuaian syariah dalam bisnis sehingga usaha dan produk halal yang mereka miliki tidak mempunyai value dded karena tidak memiliki sertifikat halal atau sertifikat kesesuaian syariah.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan-permasalah di atas, maka kegiatan ini diarahkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut;

1. Pengusaha Aisyiyahdapat memanfaatkan peluang bisnis di bidang industri halal yang menjadi tren di lingkungan nasional dan global.

2. Usaha dan produk milik pengusaha Aisyiyahmemenuhi ketentuan halal dan ketentuan prinsip syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 08/DSN-MUI/X/2016 tentang pariwisata berdasarkan prinsip syari‟ah dan Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal.

3. Pengusaha Aisyiyahmemproses pengajuan sertifikat halal atau sertifikat kesesuaian syariah untuk produk dan usahanya. 4. Pengusaha Aisyiyahmemiliki nilai tambah (value added) dalam

bisnisnya dengan kepemilikan sertifikat halal atau sertifikat kesesuaian syariah.

Sementara itu, kegitan pengabdian ini diharapkan dapat menghasilkan:

1. Bertambahnya wawasan dan pengetahuan pengusaha Aisyiyahtentang tren bisnis industri halal di kancah nasional dan global.

Dr. Naelati Tubastuvi ,SE.,M.Si., Ika Yustina Rahmawati, S.E.,M.Sc DKK| 123

2. Bertambahnya wawasan dan pengetahuan pengusaha Aisyiyahtentang Fatwa DSN-MUI No: 08/DSN-MUI/X/2016 tentang pariwisata berdasarkan prinsip syariah dan Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang