• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN KOPI ARABIKA GAYO

2. Kabupaten Bener Meriah

Pada umumnya, saluran pemasaran kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah hampir sama, terdiri atas 4 macam saluran pemasaran antara lain: Saluran 1 : Petani-kolektor-koperasi-eksportir(non-koperasi)-konsumen (importir) Saluran 2 : Petani-kolektor-eksportir(non-koperasi)-konsumen(importir)

Saluran 3 : Petani-kolektor-eksportir(koperasi)-eksportir(non-koperasi)-konsumen Saluran 4 : Petani-kolektor-eksportir (koperasi)-konsumen (importir).

Namun, terdapat perbedaan dalam bentuk produk yang dipasarkan dan keterlibatan petani dalam anggota koperasi. Pada Gambar 22 terlihat bahwa sebagian besar (n=18) petani responden tergabung dalam koperasi yang tidak melakukan ekspor langsung seperti Koperasi Tunas Indah, sedangkan sisanya (n=12) merupakan anggota koperasi yang telah melakukan ekspor langsung seperti KBQ. Baburrayan, KSU. Permata Gayo dan GLOC. Di sisi lain, seluruh petani responden (n=30) hanya menjual kopi dalam bentuk kopi ceri. Hal ini menggambarkan bahwa petani di Kabupaten Bener Meriah tidak melakukan perubahan nilai tambah terhadap kopi yang mereka pasarkan. Gambar 22 menunjukkan 4 macam saluran pemasaran kopi Arabika Gayo yang terdapat di Kabupaten Bener Meriah.

Gambar 22 Saluran pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Bener Meriah Keterangan : Saluran 1; Saluran 2; Saluran 3; Saluran 4

Total produksi kopi yang dihasilkan rata-rata sebesar 4 200 kg/ha, produksi ini lebih tinggi dibandingkan produksi kopi di Kabupaten Aceh Tengah. Hal ini disebabkan perbedaan ketinggian lahan tempat penanaman kopi. Pada Gambar 22 terlihat bahwa rata-rata volume penjualan kopi petani sebesar 347 kg/minggu dan seluruh petani menyalurkannya melalui kolektor dalam bentuk kopi ceri. Petani menjual kopi ceri disebabkan oleh faktor kebiasaan. Sejak tahun 1984, perusahaan

Vol. Kopi beras 79 kg/minggu Vol. Kopi beras

818 kg/minggu 1.32% 100% 79.22% 98.68% Petani (n=12)

Vol. kopi ceri 352 kg/minggu/petani Kolektor (n=2) Vol. kopi HS 8 561 kg/minggu Eksportir (n=3) [Koperasi]

Vol. Green bean 163 937 kg/minggu KONSUMEN (IMPORTIR) 20.78% 100% 8.11% 100% 100% 91.89% Petani (n=18)

Vol. kopi ceri 341 kg/minggu/petani

Kolektor (n=3)

Vol. kopi HS 8 985 kg/minggu

Koperasi (n=2) Vol. Green off-grade

59 218 kg/minggu Eksportir (n=3) [ Non Koperasi] Vol.Green bean 53 892 kg/minggu KONSUMEN (IMPORTIR)

kopi asal Belanda yang berada di Kabupaten Bener Meriah hanya akan membeli kopi dari petani dalam bentuk kopi ceri. Hal ini bertujuan untuk menjaga konsistensi kualitas kopi yang dihasilkan. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan eskpor kopi dan bekerja sama dengan Perusahaan Daerah Genap Mupakat (PDGM). Namun, pada tahun 1994 perusahaan ini tutup akibat instabilitas keuangan perusahaan. Oleh karenanya, kebiasaan petani yang telah terbentuk lama menyebabkan petani lebih memilih menjual kopi mereka dalam bentuk kopi ceri.

Selain itu, jauhnya jarak kebun kopi dengan rumah petani atau kilang kopi tempat pengupasan kulit kopi (pulper) menyebabkan petani lebih mudah untuk menjualnya langsung kepada pedagang pengumpul (kolektor) yang menjemput kopi ke kebun petani. Lokasi kebun petani di Kabupaten Bener Meriah umumnya berada pada ketinggian 1 200 sampai 1 800 m dpl. Berbeda halnya dengan petani kopi di Kabupaten Aceh Tengah yang memiliki jarak lebih dekat antara kebun kopi dengan rumah petani atau kilang kopi tempat dilakukannya pengupasan kulit kopi. Lokasi kebun kopi yang rata-rata berada pada ketinggian 700 sampai 1 000 m dpl memudahkan petani untuk mengolah kopi terlebih dahulu sebelum memasarkannya.

Di Kabupaten Bener Meriah, perubahan nilai tambah dari kopi ceri menjadi kopi HS diperankan oleh kolektor. Volume pembelian kopi ceri oleh kolektor rata-rata sebesar 19 842 kg/minggu dengan jumlah petani yang terlibat mencapai 60 orang tiap kolektor. Total penjualan kolektor rata-rata mencapai 9 227 kg/minggu, sebagian besar (>90%) dijual kepada koperasi dalam bentuk kopi HS dan sisanya (<10%) dijual kepada eksportir dalam bentuk kopi beras yang belum di grading (grade off grade). Sama halnya dengan kolektor di Kabupaten Aceh Tengah. Kolektor yang menjual kopi beras umumnya memiliki tingkat pembelian kopi ceri rata-rata lebih besar dari 19 ton, selain untuk meningkatkan efisiensi, pilihan kolektor untuk menjual dalam bentuk kopi beras disebabkan adanya permintaan eksportir dengan penawaran harga yang lebih tinggi. Di tingkat koperasi dan eksportir, peran yang dilakukan kedua lembaga pemasaran ini sama dengan yang terjadi di Kabupaten Aceh Tengah. Hal ini disebabkan, koperasi maupun eksportir memperoleh sumber pasokan kopi yang berasal dari kedua kabupaten ini.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran yang dilewati petani di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah terdiri atas 4 macam saluran. Perbedaan bentuk kopi yang dipasarkan pada masing-masing kabupaten akan mempengaruhi tingkat harga dan jumlah kopi yang dipasarkan. Di tingkat petani, terbatasnya alternatif saluran pemasaran disebabkan oleh keterikatan petani dengan kolektor. Secara institusi, koperasi merupakan lembaga yang menampung hasil kopi petani. Melalui kolektor, petani dapat menjual hasil panen mereka kepada koperasi. Di sisi lain, keterikatan pinjaman yang dilakukan petani dengan kolektor menyebabkan petani tidak dapat memasarkan kopinya selain kepada kolektor yang telah memberikan pinjaman. Kondisi ini menyebabkan posisi petani lemah dalam proses penentuan harga. Selain itu, perbedaan bentuk produk yang dipasarkan petani akan mempengaruhi marjin pemasaran dan share harga yang diterima oleh petani. Analisis marjin dan farmer share akan dibahas lebih lanjut dalam analisis kinerja pasar.

MekanismePenentuan Harga

Secara teknis, penentuan harga kopi Arabika Gayo berdasarkan pada tingkat kualitas kopi yang dipasarkan. Di tingkat eksportir penentuan harga dilakukan melalui kontrak jual beli antara eksportir dan buyers (importir) dengan mengacu pada perkembangan harga pasar dunia (Terminal New York) (ICRRI 2008). Harga di Terminal New York ditentukan berdasarkan standar mutu Arabica Brazillian natural dan barang diterima di pelabuhan di Amerika Serikat. Harga kopi arabika mutu 1 dari Gayo biasanya lebih mahal dari pada harga NY, hal ini karena kopi Arabika Gayo dikelompokkan dalam other milds yang memiliki mutu lebih baik dibandingkan dengan mutu kopi Arabica Brazillian natural. Nilai kontrak ekspor biasanya berbasis FOB (free on board), yaitu barang diatas kapal di pelabuhan eksportir, untuk kopi Arabika Gayo biasanya harganya lebih tinggi 30 sampai 40 sen US$/lbs atau setara dengan Rp6 377/kg sampai Rp8 502/kg. Tambahan harga seperti ini dalam perdagangan disebut dengan premium harga (ICRRI 2008).

Umumnya, kesepakatan harga antara eksportir dan impotir terjadi melalui sistem tawar-menawar. Hal penting yang menjadi perhatian adalah pembentukan harga sangat dipengaruhi oleh kemampuan eksportir dalam melakukan negosiasi. Sistem negosiasi biasanya diwakili oleh orang yang memiliki pengetahuan yang baik tentang kualitas kopi yang diperjualbelikan, perkembangan harga kopi baik di pasar produsen maupun konsumen serta perkembangan produksi dan konsumsi kopi dunia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya tawar eksportir dalam proses penentuan harga. Selain itu, hubungan kerjasama yang telah terjalin lama dan baik antara eksportir dan importir akan mampu meningkatkan kepercayaan importir terhadap nilai harga yang ditetapkan oleh eksportir. Pada Tabel 24 menunjukkan sumber informasi harga dan proses penentuan harga kopi Arabika Gayo pada setiap lembaga pemasaran.

Tabel 24 Sumber informasi dan proses penentuan harga kopi Arabika Gayo pada setiap lembaga pemasaran

Lembaga

pemasaran Sumber informasi harga Proses penentuan harga

Persentase (%) Petani Kolektor, Petani lain Ditentukan oleh kolektor

Tawar-menawar

83.33 16.67 Kolektor Koperasi, Eksportir Ditentukan oleh koperasi

Tawar-menawar

64.29 35.71 Koperasi Pasar NewYork, eksportir

Pasar lokal

Tawar-menawar 100.00

Eksportir Pasar NewYork, Importir, Koperasi

Tawar-menawar 100.00

Di tingkat koperasi hubungan kerjasama yang dilakukan dengan beberapa eksportir akan memudahkan koperasi dalam memperoleh informasi harga. Informasi ini dijadikan acuan bagi koperasi dalam proses penentuan harga. Sistem penentuan harga antara koperasi dengan eksportir dilakukan dengan cara tawar menawar. Koperasi sebagai sumber pasokan utama kopi Arabika Gayo yang bersertifikat akan memberikan gambaran kondisi pasokan kopi yang tersedia dan perkembangan harga yang terjadi di pasar produsen. Eksportir akan memberikan gambaran kondisi perkembangan harga dan permintaan kopi dunia teradap kopi

arabika. Berdasarkan pertimbangan terhadap kondisi yang ada maka koperasi dan eksportir akan melakukan kontrak sejumlah kopi dengan spesifikasi mutu dan harga yang sesuai, selanjutnya transaksi jual beli akan ditandatangani diatas materai.

Pedagang pengumpul (kolektor) sebagai perpanjangan tangan koperasi akan diinfokan secara langsung oleh pihak koperasi dan koperasi sebagai penentu harga. Informasi harga yang diperoleh dari koperasi, dijadikan oleh kolektor sebagai acuan dalam menentukan harga beli kopi tersebut kepada petani. Posisi petani terhadap pedagang pengumpul (kolektor) hanya sebagai penerima harga (price taker). Keterbatasan petani dalam memperoleh informasi harga dan keterikatan petani dengan kolektor, meyebabkan posisi tawar (bargaining position) petani lemah dalam proses penentuan harga. Namun, adapula petani responden (16.67%) yang dapat melakukan tawar-menawar dengan kolektor. Kondisi ini dapat terjadi apabila petani tidak memiliki keterikatan hutang dan memiliki pengetahuan lebih baik terhadap perkembangan harga yang terjadi. Sehingga posisi tawar petani lebih baik dihadapan kolektor.

Sebagai alternatif yang dapat diusahakan oleh petani sehubungan dengan posisinya sebagai penerima harga (price taker) adalah memanfaatkan variasi harga yang terjadi di pasar. Perbedaan tahap pengolahan yang dilakukan akan meningkatkan harga jual petani. Kopi yang dijual dalam bentuk HS akan lebih tinggi harganya dibandingkan kopi ceri yang baru dipanen. Harga jual kopi HS juga bervariasi berdasarkan tingkat kadar air yang diperoleh. Sehingga, petani dalam hal ini perlu memahami tingkat kadar air yang terdapat pada kopi mereka. Selain itu, kemandirian petani dalam memperoleh sumber modal dan kemampuannya dalam mengelola keuangan keluarga akan mampu meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani dalam proses penentuan harga.

Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran dalam pemasaran kopi Arabika Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah umumnya terdiri atas sistem pembayaran kontrak, tunda, tunai/langsung. Sistem kontrak umumnya diterapkan oleh eksportir terhadap koperasi. Setelah menandatangani kontrak, perusahaan akan mengirimkan uang sebesar 20 sampai 30 persen dari harga yang telah ditetapkan. Selanjutnya perusahaan akan melunasi seluruh sisanya setelah seluruh barang diterima dan sesuai dengan kesepakatan kontrak. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan fasilitas perbankan, sehingga bukti transfer akan dijadikan sebagai salah satu bukti bahwa uang telah dikirmkan.

Di tingkat kolektor, sebagian besar (61.54%) eksportir (koperasi dan non koperasi} menerapkan sistem pembayaran tunda. Sedangkan sebesar 38.46 persen terdapat koperasi yang membayar tunai/tunda kepada kolektor. Pembayaran dilakukan antara 2 sampai 4 hari setelah barang diterima dari pedagang pengumpul (kolektor). Alasan koperasi menerapkan sistem tunda disebabkan besarnya nilai uang yang harus disediakan oleh koperasi. Faktor keamanan dan kemudahan juga menjadi pertimbangan perusahaan dalam melakukan pembayaran kepada pedagang pengumpul (kolektor). Pada sistem pembayaran langsung, koperasi kan membayar sesuai dengan jumlah kopi yang diberikan. Prosedur pembayaran dilakukan dengan menunjukkan bukti penerimaan yang diberikan oleh koperasi setelah barang diterima. Selanjutnya, pedagang pengumpul

menyerahkan bukti tanda terima ke bagian pembayaran pada saat yang sama. Maka, uang akan diserahkan sesuai dengan harga yang tertera pada tanda bukti yang diterima.

Sistem pembayaran tunda juga dilakukan pada saat pembeli (kolektor) meminjamkan uang kepada petani (55.00%). Namun, proses pembayaran akan dilakukan setelah dikurangi dengan jumlah pinjaman. Penentuan harga didasarkan pada harga yang berlaku saat panen berlangsung. Prosedur peminjaman yang sangat mudah, fleksibel, informal dan tidak terikat waktu dan tempat. Hal ini yang menjadi daya tarik petani untuk memperoleh pinjaman dengan cepat dan praktis. Pedagang pengumpul (kolektor) sebagai kreditor dan pembeli hasil kopi petani mendapatkan keuntungan berlipat. Keuntungan diperoleh dari bunga pinjaman yang diberikan dan keuntungan dari selisih harga beli di petani dengan harga jual di koperasi. Biasanya pedagang pengumpul (kolektor) akan membeli hasil panen petani dengan harga rendah karena posisi tawar kolektor yang lebih kuat dibandingkan petani. Oleh karennya, selisih keuntungan akan lebih banyak dinikmati pedagang pengumpul (kolektor). Di sisi lain adapula petani yang telah mandiri dan tidak meminjam uang kepada kolektor. Pada kondisi petani seperti ini, kolektor akan langsung membayar uangnya kepada petani (16.67%) atau menundanya selama 2 sampai 3 hari setelah barang diterima (28.33%). Penundaan terjadi akibat pedagang pengumpul menunggu pembayaran yang diberikan oleh koperasi, sehingga kolektor memiliki modal untuk membayarkannya kepada petani. Pada Tabel 25 menunjukkan sistem pembayaran yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Tabel 25 Sistem pembayaran pada setiap lembaga pemasaran Penjual

Pembeli Persentase

(%) Sistem pembayaran

Koperasi Eksportir 100.00 Kontrak

Kolektor Eksportir Koperasi 61.54 38.46 Tunda Tunda/ Tunai Petani Kolektor 16.67 28.33 55.00 Langsung/Tunai Tunda

Tunda dan dipotong hutang

Analisis Kinerja Pasar (Market Performance)

Kinerja pasar (market performance) akan mencerminkan interaksi yang terjadi antara struktur pasar dan perilaku pasar (Dahl dan Hammond 1990). Analisis yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar antara lain marjin pemasaran, farmer share dan integrasi pasar vertikal.

Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran kopi Arabika Gayo dilakukan mulai dari pedagang pengumpul (kolektor), koperasi dan eksportir. Pengertian marjin disini adalah selisih harga beli dan harga jual di setiap tingkat lembaga pemasaran. Dengan demikian marjin total merupakan selisih harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir. Analisis marjin didalam penelitian ini mempergunakan

metode akuntansi yang bertujuan untuk mengetahui penyebaran marjin pemasaran diantara lembaga-lembaga yang terlibat pada saluran pemasaran. Saluran yang ada akan dianalisis terdiri atas 8 saluran pemasaran yaitu 4 saluran di Kabupaten Aceh Tengah dan 4 saluran di Kabupaten Bener Meriah. Adanya perbedaan bentuk kopi yang dipasarkan oleh petani akan menyebabkan terjadinya perbedaan marjin yang dihasilkan, dimana di Kabupaten Bener Meriah petani menjual dalam bentuk kopi ceri (belum dikupas kulit luarnya) dan di Kabupaten Aceh Tengah petani menjual dalam bentuk kopi HS (kopi ceri yang telah dikupas kulit luarnya). Besarnya marjin pada masing-masing saluran pemasaran berbeda-beda, tergantung pada saluran yang dilalui dan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat.