• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manusia ada untuk dicintai, bukan untuk digunakan -Budi Nugraha-

KABUPATEN BOGOR Rosita

Sebelum menuju Lokasi KKN

Di suatu siang saat saya sedang dalam perjalanan menunaikan kewajiban di tempat saya bekerja, saya dikejutkan dengan sederet pesan

WhatsApp dari nomor tak dikenal, “Assalamu’alaikum, maaf ini bener sama

Rosita? Saya Rista, kebetulan kita satu kelompok KKN”. Itu adalah sapaan pertama dari nomor tak dikenal yang hari ini sudah terasa sebagai keluarga, kerabat, dan sosok penyabar yang mengagumkan. Saat membaca pesan itu saya sempat kaget, bertanya-tanya darimana Rista bisa tahu nomor telpon Rosita, mungkin saya cukup terkenal. Pikir saya iseng.Ada satu kata yang saya garis bawahi saat membaca pesan singkat yang dikirimkan Rista, yaitu kata “kebetulan”. Saya spontan kaget karena yang saya pahami di dunia ini tidak ada yang namanya “kebetulan”, segala sesuatu yang terjadi adalah suatu takdir yang terencana dan terarah untuk suatu tujuan.

Takdir itu tidak salah, takdir itu mengubah banyak sudut pandang saya mengenai banyak hal, salah satunya tentang pembangunan manusia yang tidak segampang yang saya baca di situs resmi negara dalam menjalankannya. Pembangunan manusia ternyata memang memerlukan banyak pengorbanan. Dari mulai materi, tenaga, kesempatan, dan kebahagiaan. Tentu saat membangun sumber daya manusia akan sangat melelahkan jika tanpa didasari dengan keikhlasan sebagaimana yang diajarkan Rista dan menjadi sangat penting bagi saya. Tentu ini sangat penting karena pada awalnya saya tidak memiliki itu dalam mengabdi pada masyarakat.

Bayangkan saja, saat pertamakali pak Djaka Badranaya memberikan pembekalan di Auditorium Harun Nasution saya tidak sedikitpun tertarik untuk mengikuti KKN, karena menurut saya KKN adalah suatu bentuk inefisiensi dari anggaran saya selaku mahasiswa, dan tentu saja pada saat itu saya menganggap semua tentang KKN ini hanya membuang-buang waktu saja.Bahkan saya sangat tidak tertarik untuk

mengikuti rapat, survei lokasi, dan mengetahui segala macam informasi terkait KKN. Ditambah lagi, saat pertama kali mengikuti survei, saya cukup shock melihat keadaan desa KKN yaitu Desa Sukasari yang terlihat sangat becek dan tidak layak huni. Pertama kali saya melakukan perjalanan sampai-sampai sepeda motor saya penuh dengan lumpur. Menurut saya pada saat itu, saya tidak akan bisa lama bertahan hidup dengan kehidupan yang memiliki akses serba terbatas.

Saat semua teman di fakultas membicarakan tentang KKN dengan sangat antusias, saya justru masih merasa biasa saja. Menurut saya, kegiatan semacam KKN ini hanya buang-buang waktu saja.

Desa Kami Desa Sukasari

Setelah beberapa bulan, tibalah saatnya persiapan dan orang tua saya mempersiapkan keberangkatan saya dengan sangat baik dan sedikit meragukan daya tahan saya untuk tinggal di tempat KKN, tapi ternyata pandangan saya salah begitu pun pandangan orang tua saya yang mengkhawatirkan kemampuan saya untuk bertahan hidup di Desa Sukasari itu. Pada akhir KKN bahkan saya merasa sangat sedih dan menangis kemudian saat saya mengenang bagaimana buruknya keadaan di Desa dan bagaimana besarnya simpati warga terhadap saya.Perubahan pandangan ini tidaklah instan seperti halnya mie rebus. Ini memakan waktu sampai KKN berakhir. Jika pada awalnya saya menganggap kegiatan KKN ini hanya buang-buang waktu saja, maka pandangan itu sudah jauh berubah hari ini. Hari dimana segala sesuatu pembicaraan tentang KKN menjadi sangatlah menarik untuk dibicarakan, hari dimana apa pun lagu yang diputar ulang di rumah KKN mengundang kerinduan kepada teman kelompok atau pun suasana desa tempat kami melaksanakan pengabdian.

Ketertarikan itu datang secara tidak terduga, jika dilihat saat tiba di tempat KKN, saya benar-benar merasa dibuang di tengah hutan. Karena saya tiba di rumah tinggal untuk pertama kali pada malam hari. Pemandangannya menyeramkan sekali. Bagaimana tidak, rumah tinggal untuk kelompok kami tidak terletak di tepi jalan raya, tapi dikelilingi kebun kelapa dan rumpun Bambu pun menjadi pelengkap pemandangan menyeramkan di desa itu.Pada hari pertama, saya langsung membereskan rumah tempat tinggal kami karena saya sangat tidak menyukai keadaan yang berantakan dan kotor. Ada banyak hal yang saya amati di awal hari

| 87 saya hidup bersama teman-teman KKN dengan segala latar belakang dan watak yang tidak sama.Hidup bersama teman-teman jauh lebih rumit jika dibandingkan dengan kehidupan orang-orang yang ada di rumah saya. Jika di rumah saya, semua orang rendah hati dan tidak pernah saling membenci satu sama lain, maka di tempat KKN memiliki kehidupan yang sebaliknya.

Saya sempat bingung untuk mengambil peran seperti apa dalam kelompok yang sangat beragam ini. Meskipun ada komunikasi, komunikasi yang dipraktikan kebanyakan teman di kelompok saya ini sangat kasar, nyaris tidak ada kerendahan hati disana. Dengan segala pertimbangan saya memutuskan untuk memainkan peran sebagai penengah saja, karena setelah saya amati sepertinya akan terjadi banyak konflik internal dalam kelompok. Bagaimana tidak, komunikasi yang dibangun memang masih berlandaskan kepentingan, bukan atas dasar cinta kasih seperti yang diajarkan agama dan ibunda di lingkungan tempat saya dibesarkan. Hal ini menjadi menarik saat semua individu yang berbeda berada dalam satu rumah dan mereka harus saling menyesuaikan. Sebagaimana kita tahu bahwa kesalahan dalam melakukan penyesuaian dan memainkan peran pasti akan menimbulkan gesekan kecil yang pada akhirnya terakumulasi menjadi konflik yang cukup besar. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam memainkan peran sangat dituntut disini. Pada awalnya saya hanya menganalisa bahwa ada pola yang salah, tapi saya tidak paham salahnya dimana. Yang jelas, pada awal memainkan peran sebagai penengah saya memiliki firasat yang kuat bahwa akan terjadi konflik yang cukup besar hanya karena masalah komunikasi.

Saya menjalani minggu pertama dengan tidak sama sekali menyukai kegiatan apa pun yang diadakan oleh kelompok KKN, saya sangat tidak menikmatinya. Bagaimana tidak, pada dasarnya saya memang tidak menyukai kerja lapangan seperti harus mengajar di kelas 4 SD, mengajari anak-anak sekitar rumah untuk les, dan lain-lain. Jujur saya sangat tidak menyukainya. Tapi semua berubah saat melihat antusias anak-anak di hari pertama saya mengajar di kelas 4 SDN Sukasari 03 ini. Anak-anak itu mengajari saya banyak hal. Saya sempat terheran dan bertanya pada diri sendiri, mengapa mereka bisa begitu antusias menerima pelajaran dari saya yang sebenarnya biasa saja. Bagaimana bisa mereka sangat bahagia saat saya sekedar mau berjalan dan mendengarkan cerita mereka? Bagaimana bisa saya mengajari mereka sampai benar-benar

mereka bisa hafal apa yang saya ajarkan? Apakah saya sangat beruntung dalam kehidupan saya, dimana pendidikan tersedia dengan sangat mapan sejak saya kecil? Ini adalah pertanyaan awal yang muncul di pikiran saya saat beberapa hari mencobaberbaur dengan anak-anak di sekolah.

Lagi-lagi saat kebingungan, saya teringat pesan dari pak Djaka bahwa emas akan sangat berharga saat berada di tengah orang-orang yang tidak memilikinya. Itu sebabnya saya mencoba menggali lebih dalam pesan yang disampaikan oleh beliau. Saya terus mengajar selama beberapa hari dan pada akhirnya saya menemukan bahwa saya menyukai anak-anak. Bahwa saya meyukai kegiatan mengajar. Benar apa yang dikatakan Emha bahwa setiap orang punya potensi, yang berbeda hanyalah apakah lingkungannya mendukung pengembangannya atau tidak. Dan dulu sebelum mengalami ini, saya tidak mempercayainya, sangat lain dengan hari ini. Hari dimana saya memahami keikhlasan dalam mengabdi dan turut serta dalam pembangunan manusia secara nyata. Saya tidak lagi menanyakan mengapa banyak guru bersedia hidup di daerah terpencil hanya untuk bisa terus mengajari anak-anak sebagai penerus generasi yang lebih baik.

Suatu hal yang saya benci, saat hendak pulang dan berpamitan mengapa saya menjadi tidak bisa berkata apa-apa. Seakan-akan saya dihantui bayang-bayang pertama kali saya datang kepada mereka sebagai guru baru yang sangat muda dan menyita perhatian semua siswa di kelas. Saya hanya bisa menangis dan tak sanggup lagi menatap wajah-wajah menggemaskan yang penuh cinta, tak mungkin ada manusia yang menolak untuk tetap tinggal dan menetap bersama orang yang dicintainya, namun saya bingung apa yang harus saya lakukan. Pertunjukan harus terus berlangsung dan tempatnya bukan di Desa Sukasari sebagai mahasiswa KKN, tapi saya terpaksa harus kembali ke Ciputat dan menyelesaikan banyak urusan yang belum terselesaikan. Saya terlalu bersedih dan saya memutuskan untuk pulang saja ke rumah tinggal secepat mungkin, karena jika saya tetap berada di sekolah mungkin saya bisa menangis parah seperti saat anjing saya mati tempo hari.

Ada hal lain yang saya pelajari selain mengajar, saya membangun komunikasi dengan warga hanya lewat public speaking skill di acara yang diadakan. Hampir setiap acara saya hanya bisa berperan sebagai pembawa acara. Dan ternyata itu cukup efektif untuk menjalin komunikasi. Pada

| 89 saat menjadi seorang pembawa acara tentu banyak sekali kesempatan untuk mencairkan suasana dengan masyarakat. Karena saat menjadi pembawa acara, terdapat banyak sekali kesempatan untuk sekedar bercanda dan menyapa banyak orang.Tentu teknik ini sudah didapatkan sejak lama, yang baru adalah situasinya. Sangat berbeda dengan berbagai acara yang diadakan di Jakarta dimana semua undangan paham dan membawa misi khusus dalam menghadiri sebuah forum, di Desa Sukasari ini kadang peserta acara hanya asal datang saja tanpa memiliki tujuan khusus atas kehadirannya. Maka sangat wajar ketika dalam forum pesertanya sangat ribut dan susah diatur.

Untuk kali pertama tentu saja saya emosi, dan akhirnya bisa segera menetralisir karena saya mungkin memiliki sedikit bekal dalam pengendalian diri yang cukup baik. Perlu sedikit penyesuaian saat sebuah acara dilakukan ditengah masyarakat yang kurang kondusif. Perlu kerja ekstra bagaimana cara menarik perhatian peserta agar tertuju kepada kita. Dan ini harus benar-benar dipahami untuk mahasiswa KKN. Untuk bisa dianggap ramah memang cukup sulit bagi pembawa acara, dia harus mengetahui hal yang sering dibicarakan oleh masyarakat pada umumnya disana. Dan juga harus terlebih dahulu mengenal beberapa tokoh yang terkenal dan agak baper.

Saat KKN, ternyata masyarakat sangat menyukai acara yang meriah dan banyak melibatkan mereka. KKN tidak hanya soal program kerja yang bermutu tapi bagaimana pembawaan dari program kerja itu supaya menarik dan memasyarakat.Butuh keahlian dalam mengomunikasikan hal yang sebenarnya memang rumit menjadi sangat sederhana untuk bisa dimengerti oleh masyarakat sehingga mereka bersedia untuk berbaur bersama kita. Bukan justru membuat mereka segan dan enggan untuk bergabung. Karena pada dasarnya masyarakat yang tinggal di pedesaan itu jauh lebih murah hati dan tulus jika dan hanya jika kita bisa mengambil hatinya.

Diminggu pertama, mungkin saya adalah satu-satunya mahasiswa KKN yang tidak ingin keluar rumah, apalagi harus berkomunikasi dengan warga. Namun, setelah saya membawakan satu acara, saya sangat terkagum-kagum. Beberapa warga datang dan seolah mereka mengenal saya dengan baik sebagai orang baik pula. Komunikasi yang terus berlanjut baik akhirnya mungkin menyisakan kenangan dan saya merasa sangat bersalah saat perpisahan pulang warga menangisi saya. Padahal

pada awalnya saya hanya berkomunikasi atas kepentingan. Bukan karena kasih sayang atau simpati yang benar-benar simpati. Rasa bersalah pun membuat saya malu dan ternyata topeng itu benar-benar menipu. Tapi ituilah seni. Saya menyayangi mereka semua, Bapak Dedy yang selalu membantu kegiatan dan memanggil-manggil nama saya berkali-kali di depan rumah, Ibu Kokom yang mengajak saya berkenalan saat saya menangis sendiri di dapur, dan Ibu juara joget balon yang sangat ramah dan lembut kepada saya.

Jika ada kesempatan, saya ingin sekali datang lagi, bukan untuk kepentingan melulu, kali ini saya ingin datang utuk melepas rindu. Datang sebagai seseorang yang memiliki kekuatan lebih untuk membantu mereka mungkin lebih baik. Ini cukup menjadi motivasi saya untuk bisa progresif dalam segala hal.Ada banyak yang berubah dari pola pikir saya selepas KKN ini. Pentingnya diplomasi, pentingnya belajar masak, dan pentingnya menyombongkan diri agar ketika kita rendah hati, orang lain tidak akan meremehkan.

Pelajaran yang paling Berharga

Pelajaran yang paling berharga juga datang dari kelompok kami sendiri. Sebagaimana saya prediksi diawal, saya mengamati karakteristik kelompok, masalah komunikasi menjadi masalah utama yang ada dalam kelompok kami. Bisa dikatakan semua masalah berasal dari rapat evaluasi yang tidak pernah efektif dan mendalam. Sepintas mungkin ini sepele, tapi apa jadinya jika ada pihak yang berusaha mencari keuntungan dari

Asymetric Information ini?Tentu saja jawabannya adalah mudahnya diadu

domba. Bukan mendramatisir tapi itu lah yang terjadi di kelompok KKN kami. Ada satu dari kami yang memanfaatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan sendiri dan mengadu domba yang lainnya.Ini biasa, memang dalam sebuah organisasi ini adalah taktik yang basi. Dimana salah satu dari anggota ingin unggul dan mendapatkan keuntungan sendiri dengan cara menghancurkan dan membuat anggota yang lainnya menjadi emosi. Hal ini menjadi menarik saat keuntungan yang dicari oleh pelaku berupa uang, menjadi rumit. Padahal ini bisa selesai dalam satu kali musyawarah. Tapi sayangnya, sampai malam ketika laporan ini selesai dibuat, satu dari teman kami ini belum bisa

| 91 duduk bersama, membuat semuanya clear, kesalahpahaman atau mungkin berbagai kesalahan yang direncanakannya.

Memang sensitif bicara tentang uang, tapi dalam kegiatan KKN ini bukan semata-mata uang yang membuat perilaku teman kami ini menjadi masalah yang cukup penting.Kesalahan sekecil apa pun yang dilakukan oleh teman kita dari kelompok adalah masalah bersama. Kepedulian sebagai teman akan mengental jika mengingat saat lulus nanti kami akan bergerak dan menjadi profesional di bidangmasing-masing dengan almamater yang sama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Maka dari itu, akan menjadi masalah jangka panjang jika perilaku buruk itu tetap tertanam. Merupakan tanggung jawab secara moral kami sebagai teman kelompok KKN yang pastinya sama-sama berproses untuk meluruskan apabila ada kebiasaan buruk, mengingatkan jika ada watak yang salah apalagi kriminal. Bukan lagi masalah nominal uang, tapi ini masalah kebiasaan. Kami takut jika hari ini dia baru bisa memanipulasi uang satu juta rupiah, di masa depan satu juta dollar pun akan diusahaan dengan cara yang sama jika ada kesempatan.

Namun cinta tidak selalu berbalas, niat baik tak selalu mendapat persetujuan Tuhan. Sampai hari ini, masalah dari satu orang teman kami belum selesai.Ada lagi yang unik, kelompok KKN saya seperti terbentuk menjadi dua kubu karena korban adu domba tadi. Seperti masih ada rasa benci yang semakin hari semakin membesar. Saya juga bingung mengapa beberapa orang tidak bisa semudah saya saat mengikhlaskan rasa benci hingga sayang. Kenyataannya, KKN bisa menyatukan enam orang seperti keluarga harmonis, dua sebagai penjahat, dan sisanya adalah penengah dan pengamat yang sesekali sangat kebingungan.Hanya berharap semua teman-teman kelompok KKN bisa saling mencintai satu sama lain, itu saja sudah menjadi mimpi besar. Tapi rasa-rasanya mustahil untuk saat ini. Ego yang dimiliki masing-masing sangat kuat. Sangat kuat dengan identitas masing-masing. Sampai saya berpikir kapan semua orang bisa senetral saya. Pasti tak ada pertengkaran dan permainan kasar-kasaran.

Sudahlah kita beralih topik. Lelah rasanya jika terlalu lama membicarakan masalah yang sudah menjadi keniscayaan akibat ego dan identitas yang sangat kental dari masing-masing anggota.Secara keseluruhan koordinasi di kelompok kami baik, hanya jika saja tidak ada provokator. Tapi sayangnya, karena itu koordinasi untuk setiap acara akhirnya mandeg dan cenderung lebih banyak bawa perasaannya. Mungkin

penyebab lain dari masalah teknis acara yang beberapa kali sedikit berantakan adalah kurangnya pengalaman manajemen acara dari kami sendiri. Maka dari itu, untuk para peserta KKN tahun berikutnya bisa mempersiapkan berbagai pengalaman manajemen acara untuk mengetahui bagaimana cara mengadakan sebuah acara secara utuh. Apalagi masalah akomodasi waktu dan tempat. Kemampuan ini akan menjadi bekal yang sangat penting karena tidak cukup hanya memiliki konsep acara dan program saja, saat KKN kita harus dapat merealisasikannya dengan baik. Karena itu, kemampuan teknis menjadi sangat penting dimiliki peserta KKN.

Pada akhirnya saya menemukan beberapa hal penting yang harus dimiliki jika kita ingin terjun di masyarakat. Kedepannya mungkin bukan hanya sebagai mahasiswa KKN tapi sebagai apa pun.Pertama yaitu kemampuan public speaking yang baik, sebagai alat komunikasi. Karena saat bermasyarakat memang perlu komunikasi yang baik. Yang bisa mengambil hati masyarakat banyak dan tidak terkesan menyakiti dan meremehkan siapa pun. Itu lah seni berkomunikasi, dengan ini orang lain akan bersedia melakukan apa pun tanpa harus kita perintahkan. Redaksi kalimat dan intonasi akan sangat berpengaruh terhadap kesan dan perasaan lawan bicara kita.Kedua yaitu kemampuan pengendalian diri, ini menjadi penting saat lingkungan tempat kita tinggal memang sangat tempramen. Kita tak perlu membentak untuk menyakiti dan memperingatkan. Kita juga tak perlu berbicara kasar untuk menyakiti. Ada banyak cara halus untuk memperingatkan dan memberi teman pelajaran.Ketiga yaitu kemampuan management event. Kemampuan ini menjadi penting diantara semuanya. Dan mutlak harus dimiliki oleh mahasiswa untuk bisa merealisasikan konsep yang dipikirkan.

Banyak pelajaran dari KKN GERGET UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, banyak kesan dan masalah yang sebenarnya bikin GEREGETAN. Banget. Tapi menerima apa adanya akan membuat semua lebih baik dan saya bersyukur karena mendapatkan banyak teman baik, ada yang lucu, ada yang santun, ada yang konyol, ada yang rese, ada yang penyayang, ada yang melulu bikin masalah. So far, ini menyenangkan.

| 93 4

KISAH KASIH DI SUKASARI