• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. STEAM

STEAM merupakan gabungan dari Science, Technology, Engineering, Art dan Mathematics. STEAM muncul dari STEM, masuknya unsur “arts”

diinisiasi oleh Rhode Island School of Design dengan tujuan untuk menumbuhkan inovasi yang sedang berkembang dengan menggabungkan pikiran seorang teknolog atau ilmuwan dengan seniman. Dalam hal ini, seni (arts) bukan berarti mewarnai atau mencoret-coret kertas dengan krayon maupun alat tulis lainnya, namun mengembangkan pemikiran seseorang untuk memecahkan masalah secara kreatif. STEAM adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memperluas pengetahuannya dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk berkembang di abad ke-21 seperti keterampilan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, kepemimpinan, kerja tim, kreativitas, ketangguhan,

dan keterampilan lainnya (Zubaidah, 2019: 8). Menurut Guy A. Boy dan Yakman, STEAM (Science Technology Engineering Art and Mathematics) merupakan pendekatan terintegrasi yang dapat mendorong kreativitas (dalam Hadinugrahaningsih, 2017: 19). STEAM adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang menggunakan sains, teknologi, ilmu teknik, seni dan matematika sebagai cara untuk membimbing peserta didik dalam proses belajar. Peserta didik dilatih untuk bisa melakukan penelitian, diskusi dan kolaborasi, dan berpikir kritis yang hasil akhirnya peserta didik berani mengambil resiko namun dengan pertimbangan yang matang, terlibat langsung dalam menemukan solusi atas masalah, aktif dalam kolaborasi, dan bekerja dengan cara yang kreatif (Rachim, 2019: 41). Pembelajaran STEAM berkonsep pendidikan yang berfokus pada aspek kolaborasi, membantu peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, berinovasi, serta mencari solusi (problem solving) yang didasari pada nilai-nilai moral dan budaya setempat (Asmar,dkk., 2019:

24).

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan STEAM adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang mendorong peserta didik aktif dalam belajar sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan di abad 21 yakni kreativitas, kolaborasi, berpikir kritis dan pemecahkan masalah. Adapun konsep dari bagian-bagian yang terkandung dalam STEAM (Asmar,dkk., 2019: 9-12) diantaranya: (1) Unsur science yaitu pengetahuan yang dipelajari dalam suatu pembelajaran yang dapat dipahami oleh indera baik indera penglihatan, sentuhan, pendengaran, peraba maupun pengecap. (2) Unsur teknologi yaitu sarana yang digunakan untuk membantu seseorang menyelesaikan masalah yang dialami, unsur ini terdiri dari dua jenis yaitu low technology dan high technology. High technology adalah teknologi yang paling canggih misalnya guru mengajar menggunakan tampilan proyektor, sedangkan low technology adalah teknologi sederhana yang lebih tradisional seperti kerajinan dan peralatan pra-revolusi industri misalnya guru mengajar dengan menulis di papan tulis. (3) Unsur engineering yaitu cara menyelesaikan masalah dengan menerapkan IPTEK. (4) Unsur art yaitu seni, seni dalam hal ini bukan berarti melukis ataupun mewarnai melainkan sebuah

kegiatan yang menghasilkan karya yang kreatif. (4) Unsur mathematic yaitu penerapan bidang-bidang matematika. Untuk menerapkan berbagai unsur-unsur pendekatan STEAM dalam pembelajaran, diperlukan model pembelajaran yang mendukung. Berikut keterampilan abad 21 yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran berbasis STEAM (dalam zubaidah, 2016:

3-5).

Tabel 2.1 Keterampilan abad 21 yang dikembangkan dari pembelajaran STEAM

Keterampilan Deskripsi

Literasi STEAM Keterampilan ini mencakup:

Literasi Science: kemampuan menganalisis dan menggunakan informasi tentang pengetahuan yang dicari.

Literasi Technology: kemampuan mengakses, mengatur, dan melakukan sesuatu dengan menggunakan teknologi digital.

Literasi Engineering: kemampuan mengatur, mengembangkan sesuatu dengan teknologi secara kreatif dan diinovasikan dari berbagai informasi yang diperoleh.

Literasi Art: kemampuan menjelaskan dan mempresentasikan sebuah hasil karya dari kegiatan yang dilakukan.

Literasi Mathematic: kemampuan menganalisis dan menggunakan teknik atau cara matematik dalam menyelesaikan masalah.

Berpikir Kritis Keterampilan ini mencakup kemampuan dalam mengakses, menganalisis informasi, mengartikan dan mengevaluasi informasi yang dapat digunakan.

Kreativitas Keterampilan ini mencakup kemampuan dalam berpikir kreatif dan menyampaikan ide-ide atau solusi yang dapat digunakan.

Pemecahan masalah Keterampilan ini mencakup kemampuan untuk mencari, memilih, mengevaluasi, mengorganisir, dan mempertimbangkan berbagai pilihan dan mengartikan suatu informasi.

Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran berbasis STEAM dalam mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan di abad 21, diperlukan model pembelajaran yang mendukung. Salah satu model pembelajaran yang dapat diintegrasikan dengan STEAM yaitu model Project Based Learning.

5. Model Project Based Learning (PjBL)

Dalam dunia pendidikan, sekolah diharapkan dapat memberikan pengalaman yang berguna dan keterampilan yang memadai bagi peserta didik.

Oleh karena itu salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di sekitar masyarakat adalah melalui pembelajaran berbasis proyek.

Salah satu alasan munculnya PjBL dalam lingkungan persekolahan yaitu kebosanan peserta didik dengan pembelajaran di sekolah yang masih tradisional dan pasif (Sujana & Wahyu Sopandi, 2020: 146-147). Model Project Based Learning atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik. Peserta didik akan menyelesaikan proyek sebagai bentuk pemecahan masalah (dalam Listiani & Agung Purwanto, 2018: 26).

Adapun pengertian model PjBL menurut Daryanto (2014:23) yaitu model pembelajaran yang menggunakan suatu proyek atau kegiatan sebagai media dalam pembelajaran. Selanjutnya Saefudin (2014: 58) menjelaskan PjBL merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman yang dilakukan secara nyata.

Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa model PjBL adalah model yang digunakan dalam pembelajaran dengan melibatkan peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengatasi permasalahan dan membuat proyek sebagai bentuk pemecahan masalah yang dihadapi. Menurut Daryanto & Rahardjo (2012: 162) model PjBL memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) peserta didik membuat suatu keputusan tentang sebuah kerangka kerja, 2) adanya permasalahan yang diberikan pada peserta didik, 3) peserta didik merancang proses untuk solusi dari permasalahan yang diberikan, 4) peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan mencari informasi untuk memecahkan masalah, 5) proses evaluasi dijalankan secara kontinu, 6) peserta didik secara bertahap melakukan refleksi dari kegiatan yang sudah dilakukan, 7) produk akhir

kegiatan belajar akan dilakukan evaluasi secara kualitatif, 8) situasi pembelajaran sangat toleran terhadap perbaikan atau perubahan. Berikut langkah- langkah model PjBL dalam kemendikbud (2013).

Tabel 2.2 Langkah-langkah model PjBL

Langkah Kegiatan

Langkah 1: Mengamati fenomena

Tahap ini peserta didik mengamati masalah yang terjadi di sekitarnya.

Langkah 2: Menentukan pertanyaan mendasar

Tahap ini peserta didik mengidentifikasi masalah dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan.

Langkah 3: Mendesain perencanaan proyek

Tahap ini peserta didik membuat rencana atau langkah penyusunan proyeknya.

Langkah 4: Menyusun jadwal proyek

Tahap ini peserta didik menyusun waktu pelaksanaan proyeknya, dari awal sampai akhir.

Langkah 5: Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek

Tahap ini peserta didik mulai membuat produk sesuai rencana mereka dan guru hanya mengecek pelaksanaan proyek peserta didik.

Langkah 6: Menguji hasil dan mengevaluasi pengalaman

Tahap ini peserta didik mempresentasikan hasil pelaksanaan proyeknya dan guru mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh peserta didik.

Model PjBL juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan model PjBL menurut kemendikbud antara lain yaitu: 1) meningkatkan motivasi belajar peserta didik, 2) meningkatkan kreativitas dan keterampilan peserta didik dalam memecahkan masalah, 3) meningkatkan kolaborasi, 4) mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan berkomunikasi, 5) memberikan pengalaman kepada peserta didik dalam mengorganisasi proyek, mengelola sumber dan mengalokasikan waktu, 6) menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara langsung, 7) melibatkan peserta didik untuk belajar mengambil informasi, menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, dan mengimplementasikan pada dunia nyata. Adapun kelemahan model PjBL menurut kemendikbud antara lain yaitu: 1) memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah, 2) banyak peralatan yang harus disediakan, 3) ada kemungkinan terdapat peserta didik

yang kurang aktif dalam kerja kelompok, 4) kemungkinan peserta didik akan mengalami kesulitan dan tidak memahami topik secara keseluruhan.

Dari beberapa penjelasan di atas, peneliti memilih model PjBL karena dapat membantu peserta didik untuk bisa berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-harinya. Pembelajaran dengan model PjBL juga dapat menjadikan belajar menjadi lebih kreatif dan menyenangkan dengan suatu proyek atau kegiatan mandiri yang dilakukan oleh peserta didik.

Dalam penelitian ini, proses kegiatan pembelajaran ditekankan pada permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari khususnya permasalahan dalam organ pencernaan. Selain itu, menanamkan kesadaran pada peserta didik untuk menjaga asupan makanan dan minuman sehat yang dapat diolah sebagai upaya pencegahan gangguan pada organ pencernaan.

Dalam hal ini, proyek yang dilakukan yaitu membuat minuman sehat dari buah atau sayuran untuk mengatasi gangguan dalam organ pencernaan.

6. Pembelajaran Tematik kelas V

Uraian dalam subbab ini akan menjelaskan teori-teori yang digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran tematik kelas V.

Penjelasan dalam subbab ini terdiri dari pengertian pembelajaran tematik dan materi pembelajaran tematik kelas V Tema 3 Subtema 3 “Pentingnya Menjaga Asupan Makanan Sehat” Pembelajaran 1.

a) Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara individual atau kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep/prinsip ilmu secara holistik, bermakna, dan otentik melalui tema – tema tertentu (Akbar, 2013: 69). Arti pembelajaran tematik juga disampaikan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 57 yang menyatakan tematik merupakan salah satu model belajar yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik (Permendikbud, 2014: 220). Rusman (2011: 254) juga berpendapat bahwa pembelajaran tematik adalah salah satu model

pembelajaran yang memungkinkan peserta didik aktif dalam menggali dan menemukan konsep-konsep keilmuan yang bermakna. Berdasarkan beberapa pengertian tentang pembelajaran tematik di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang mengaitkan berbagai mata pelajaran dengan menggunakan tema untuk memberikan pembelajaran yang lebih bermakna bagi peserta didik.

b) Materi Pembelajaran Tematik Kelas V Tema 3 Subtema 3

Materi pembelajaran tematik kelas V tema 3 subtema 3 terdiri atas 5 muatan pembelajaran yang terintegrasi dalam satu judul subtema

“Pentingnya Menjaga Asupan Makanan Sehat”. Kelima muatan pembelajaran tersebut adalah PPKN, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan SBdP. Namun peneliti membatasi membahas mengenai tema 3 subtema 3 yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yakni 2 muatan pembelajaran yang dibahas dalam pembelajaran 1, kedua muatan pembelajaran tersebut adalah IPA dan Bahasa Indonesia. Muatan pembelajaran Bahasa Indonesia mempelajari tentang iklan dan IPA mempelajari tentang organ pencernaan manusia, macam-macam gangguan pada organ pencernaan manusia dan cara memelihara kesehatan organ pencernaan manusia. Berikut adalah uraian materi ajar dalam muatan pembelajaran yang menjadi bahan ajar yang dikembangkan:

1) Organ pencernaan manusia (IPA)

Organ pencernaan manusia terdiri dari enam bagian, diantaranya mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus.

Apabila asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak sehat, maka akan mengakibatkan gangguan pada organ pencernaan. Hal ini sering terjadi pada semua orang, terutama anak-anak apabila pola makannya tidak diatur dengan baik. Salah satu gangguan yang sering dialami yaitu sembelit. Sembelit sebagai salah satu penyakit gangguan pencernaan akibat pola makan. Sembelit adalah suatu gangguan ketika seseorang mengalami kesulitan melakukan Buang Air Besar (BAB) karena feses yang keras. Beberapa faktor penyebab sembelit adalah kurangnya kandungan serat pada makanan yang dikonsumsi. Makanan yang

mengandung serat terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Makanan-makanan berserat tersebut dapat juga diolah menjadi minuman sehingga dapat dikonsumsi dengan mudah dan menambah ketertarikan bagi yang tidak atau kurang suka mengonsumsi makanan-makanan tersebut secara langsung.

2) Iklan (Bahasa Indonesia)

Dalam KBBI, terdapat dua pengertian iklan yaitu berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan dan pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual di media massa seperti surat kabar dan majalah, di media elektronik seperti televisi, dan di tempat umum. Unsur-unsur iklan dapat dilihat berdasarkan dua segi yaitu segi isi iklan dan segi bahasa iklan (Widyatama, 2007: 4). Dari segi isi iklan, iklan memuat kejujuran, mudah dipahami, tidak menyinggung pihak lain serta menarik perhatian banyak orang. Dari segi bahasa iklan, iklan menggunakan bahasa yang sopan dan logis, menggunakan ungkapan yang mengajak dan menarik, serta menggambarkan produk barang atau jasa yang ditawarkan. Iklan berdasarkan jenis medianya terdapat dua jenis yaitu iklan media cetak dan iklan media elektronik. Iklan media cetak adalah jenis iklan yang dapat ditemukan di koran, majalah, atau poster.

Sedangkan iklan media elektronik adalah jenis iklan yang biasa ditemukan di televisi, radio, atau gadget. Iklan yang digunakan dalam penelitian ini adalah iklan media cetak dan iklan media elektronik. Iklan media elektronik yang digunakan yaitu iklan yang ditampilkan di televisi berisi video ajakan untuk hidup sehat dengan menjaga kebersihan dan pola makan yang teratur, penyakit cacingan dan penawaran obat yang dapat membasmi cacingan. Iklan media cetak yang digunakan yaitu poster iklan aqua sebagai air mineral yang bermanfaat bagi kelancaran pencernaan. Iklan dalam kegiatan pembelajaran menjadi salah satu alternatif ajakan agar kebutuhan manusia terhadap asupan air putih dan minuman yang mengandung vitamin, mineral, dan serat dapat terpenuhi.

7. Karakteristik Peserta Didik Kelas Atas

Setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda, karakter seseorang akan terbentuk sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Karakter seseorang juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik perlu mengetahui karakter peserta didiknya, sehingga bisa menempatkan diri dan memberikan pelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya. Pada usia sekolah (6-12 tahun), dunia sosial anak meluas. Anak mulai bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini, memendam insting seksual sangat penting karena akan membuat anak mempelajari teknologi, budaya, dan interaksi sosialnya. Di sekolah, anak banyak belajar tentang sistem, aturan, metode yang membuat suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien (Rahmat, 2018: 66).

Terdapat jenjang dalam kategori sekolah dasar, diantaranya kelas bawah (mulai dari kelas I-III) dan kelas atas (mulai dari kelas IV-VI). Anak-anak sekolah dasar ini pun memiliki karakter yang berbeda di setiap jenjangnya.

Berikut merupakan karakter peserta didik kelas V yang memiliki rentang usia antara 8-10 tahun secara kognitif yaitu: 1) Selalu ingin belajar hal-hal baru, 2) Kemampuan untuk memahami pandangan orang lain mulai berkembang, 3) Mulai mengenal perasaan ‘malu’ dalam situasi-situasi tertentu, 4) Pemahaman konsep berkembang berdasarkan lingkungan sekitarnya, 5) Keterampilan menulis dan berbahasa terus berkembang, 6) Dapat memahami lebih dari

“seluruh” gambar yang ada, 7) Sangat kreatif dan senang menemukan hal-hal baru, 8) Sangat ingin tahu, 9) Mudah mengingat, dan 10) Mengetahui tentang konsep yang benar dan salah. Ciri-ciri anak-anak pada kelas atas juga dapat dilihat diantaranya sebagai berikut (Rohmah, 2012: 60): 1) Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, 2) Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar, 3) Menjelang akhir masa ini ada minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran tertentu atau mulai menonjolnya bakat-bakat khusus, 4) Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama.

B. Penelitian yang Relevan

Uraian dalam subbab ini terdiri dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan bersangkutan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Penelitian-penelitian itu adalah sebagai berikut.

1. Penelitian tentang Pembelajaran Daring

Penelitian tentang pembelajaran daring yang peneliti jadikan referensi penelitian adalah penelitian yang dilakukan oleh Hamdani & Asep (2020: 1-9) yang berjudul “Efektifitas implementasi Pembelajaran Daring (Full Online) di masa pandemi covid-19 pada Jenjang Sekolah Dasar di Kabupaten Subang”.

Penelitian ini mengamati efektifitas penerapan pembelajaran daring masa pandemi Covid-19 di SD Kabupaten Subang. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei, dengan instrumen yang digunakan yaitu angket yang disebarkan kepada 80 orang guru SD secara acak di Kabupaten Subang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran daring akan efektif jika memenuhi syarat-syarat berikut: (1) kenyamanan pembelajaran masa pandemi, guru dan peserta didik sama-sama merasa nyaman dengan pembelajaran yang terjadi agar pembelajaran tersebut lebih bermakna, (2) kemampuan literasi digital guru, dimana guru dituntut mampu menguasai tentang informasi digital, (3) tingkat adaptasi peserta didik terhadap pembelajaran pandemi Covid-19, (4) kecukupan perangkat pembelajaran online membutuhkan perangkat berupa smartphone atau perangkat komputer yang terkoneksi internet, (5) koneksi internet, (6) biaya pembelajaran daring, mulai dari penyiapan infrastruktur, koneksi internet (paket data internet), sampai biaya bulanan listrik yang naik, (7) tingkat kenyamanan aplikasi untuk menyampaikan informasi dari seorang guru kepada peserta didik, (8) komitmen daring pasca pandemi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengemukakan saran-saran agar pembelajaran daring dapat diterapkan dengan baik dan benar, dengan cara guru memahami dengan baik kenyamanan jangkauan dari rata-rata peserta didik dalam menggunakan aplikasi atau media lainnya yang sering guru gunakan dalam pembelajaran daring, sehingga guru dapat mengulas atau memikirkan kembali proses penerapan pembelajaran

daring dengan media dan alat-alat yang tersedia agar dapat dijangkau oleh seluruh peserta didik. Berdasarkan penelitian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran daring dilakukan dengan memperhatikan aplikasi dan media belajar lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdapat pada implementasi pembelajaran daring yang mulai diberlakukan di sekolah, khususnya di sekolah dasar. Dalam hal ini, peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran daring yang dapat digunakan untuk pembelajaran tematik kelas V SD Tema 3 Subtema 3 “Pentingnya Menjaga Asupan Makanan Sehat” pembelajaran 1.

Perbedaannya, penelitian ini hanya mengamati efektifitas penerapan pembelajaran daring di masa pandemi untuk jenjang SD, sedangkan peneliti mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran daring untuk kelas V SD Tema 3 Subtema 3 “Pentingnya Menjaga Asupan Makanan Sehat”

Pembelajaran 1 yang dapat digunakan oleh guru kelas V SD.

2. Penelitian tentang Pembelajaran STEAM

Penelitian tentang pembelajaran STEAM yang peneliti jadikan referensi adalah penelitin yang dilakukan oleh Estriyanto Yuyun (2020: 68-74) yang berjudul “Menanamkan Konsep Pembelajaran Berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics) pada Guru-guru Sekolah Dasar di Pacitan”. Penelitian ini merupakan program kemitraan masyarakat untuk menanamkan konsep pembelajaran berbasis STEAM pada guru-guru SD di Kabupaten Pacitan. Program ini berupa pelatihan dan pendampingan dalam penyusunan RPP berbasis STEAM dalam pembelajaran tematik di SD. Untuk mengetahui pemahaman konsep pembelajaran berbasis STEAM pada guru-guru tersebut diukur dengan membagikan instrumen berupa angket dengan fasilitas online form. Hasil dari program kemitraan masyarakat yang berbentuk pelatihan pembelajaran berbasis STEAM pada guru-guru SD di Kabupaten Pacitan adalah kegiatan ini membentuk antusias yang tinggi pada guru SD terhadap pembelajaran berbasis STEAM, memberikan pemahaman yang baik mengenai konsep pembelajaran STEAM sesuai dengan yang diharapkan, menanamkan bahwa pembelajaran berbasis STEAM cocok diterapkan dalam pembelajaran tematik SD serta memberikan pengetahuan dan keterampilan

dasar dalam penerapan pembelajaran berbasis STEAM pada pembelajaran tematik SD namun masih memerlukan pendampingan lebih lanjut untuk menerapkan secara nyata dalam pembelajaran. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah konsep pembelajaran berbasis STEAM, sedangkan perbedaannya peneliti mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran berbasis STEAM dengan model PjBL agar dapat digunakan guru sebagai contoh serta dapat digunakan dalam pembelajaran tematik kelas V Tema 3 Subtema 3 Pembelajaran 1.

Penelitian selanjutnya tentang pembelajaran STEAM yang peneliti jadikan referensi penelitian adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati Beatrica Aulia (2020) yang berjudul “Implementasi pembelajaran berbasis STEAM dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis di SD My Little Island Malang”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran berbasis STEAM dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis serta masalah dan solusi dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis STEAM di SD My Little Island Malang. Penelitian ini menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis STEAM masih jarang penerapannya di sekolah dikarenakan kurangnya pelatihan mengenai pengenalan pembelajaran STEAM pada guru sekolah dasar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis STEAM membantu guru menumbuhkan keterampilan berpikir kritis pada peserta didik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penerapan pembelajaran berbasis STEAM pada anak sekolah dasar. Perbedaannya, penelitian ini hanya mendeskripsikan penerapan pembelajaran STEAM yang dilakukan di sekolah dasar, sedangkan peneliti mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran berbasis STEAM yang dapat digunakan guru sebagai contoh penerapan STEAM dalam pembelajaran tematik SD.

3. Penelitian tentang PjBL

Penelitian tentang penerapan model PjBL yang peneliti jadikan referensi penelitian adalah penelitian yang dilakukan oleh Putri, Henny Dewi dan Sri Giarti (2021) yang berjudul “Perbedaan Model Problem Based Learning dan

Project Based Learning Terhadap Hasil Belajar Peserta didik Sekolah Dasar”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara hasil belajar peserta didik yang diberi pembelajaran dengan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang diberi pembelajaran dengan model Project Based Learning. Hasil dari penelitian ini yaitu berdasarkan data yang diperoleh dari nilai posttest dan pretest hasil belajar peserta didik yang menunjukkan bahwa penerapan model PjBL memberi pengaruh yang lebih tinggi daripada model PBL. Penelitian ini memiliki saran agar pengajar menerapkan model PjBL dalam kegiatan pembelajaran karena dapat menciptakan keaktifan peserta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara hasil belajar peserta didik yang diberi pembelajaran dengan model Problem Based Learning dengan peserta didik yang diberi pembelajaran dengan model Project Based Learning. Hasil dari penelitian ini yaitu berdasarkan data yang diperoleh dari nilai posttest dan pretest hasil belajar peserta didik yang menunjukkan bahwa penerapan model PjBL memberi pengaruh yang lebih tinggi daripada model PBL. Penelitian ini memiliki saran agar pengajar menerapkan model PjBL dalam kegiatan pembelajaran karena dapat menciptakan keaktifan peserta