• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Spesifikasi Produk

Produk yang peneliti kembangkan adalah prototipe perangkat pembelajaran daring berbasis STEAM dengan model PjBL untuk kelas V Tema 3 Subtema 3 Pembelajaran 1. Prototipe perangkat pembelajaran ini dapat digunakan saat pembelajaran daring, dapat dimodifikasi untuk pembelajaran luring atau tatap muka, dan juga dapat digunakan sebagai contoh untuk membuat perangkat pembelajaran daring berbasis STEAM dengan model PjBL. Spesifikasi produk dapat dilihat sebagai berikut:

1. Prototipe perangkat pembelajaran daring dikemas dalam bentuk sebuah buku dengan ukuran 27 x 18 cm yang berisi 53 halaman.

2. Cover depan buku berjudul “Prototipe Perangkat Pembelajaran Daring Berbasis STEAM dengan Model PjBL untuk Kelas V Tema 3 Subtema 3

“Pentingnya Menjaga Asupan Makanan Sehat” Pembelajaran 1”. Terdapat logo Universitas Sanata Dharma, nama penulis, serta gambar susu dan

yogurt yang merupakan gambaran kegiatan pembelajaran daring yang dikembangkan peneliti berdasarkan muatan pembelajaran dari tema yang dipilih.

3. Buku prototipe perangkat pembelajaran daring ini terdiri dari tiga bagian, bagian pertama yaitu pendekatan STEAM yang berisi penjelasan mengenai pendekatan STEAM dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran daring. Bagian kedua yaitu model PjBL yang berisi penjelasan mengenai model PjBL serta penerapannya dalam kegiatan pembelajaran daring. Bagian ketiga yaitu RPP daring yang memuat kompetensi dasar pengetahuan (KD 3) dan keterampilan (KD 4) dari Tema 3 “Makanan Sehat” Subtema 3 “Pentingnya Menjaga Asupan Makanan Sehat” Pembelajaran 1. Langkah-langkah dalam RPP daring menggunakan langkah model PjBL yang diintegrasikan dengan pendekatan STEAM.

4. Buku prototipe perangkat pembelajaran daring dilengkapi dengan link google drive berisikan video pendukung pembelajaran serta power point berisi materi. Link-link tersebut dapat digunakan guru sebagai pendukung pelaksanaan pembelajaran daring.

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini akan membahas mengenai kajian pustaka, penelitian relevan, dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka

Bab ini menjelaskan beberapa teori yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian. Beberapa teori tersebut yaitu pembelajaran abad 21, pembelajaran daring, perangkat pembelajaran daring, pendekatan STEAM, model Project Based Learning (PjBL), pembelajaran tematik, dan karakteristik peserta didik kelas V SD.

1. Pembelajaran Abad 21

Abad 21 merupakan abad yang ditandai dengan perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai aspek kehidupan, terutama pada ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Perkembangan dan kemajuan IPTEK yang sangat pesat ini berpengaruh pada bidang pendidikan, sehingga pendidikan yang dilaksanakan juga harus menyesuaikan dengan kemajuan abad-21 (Sujana&Wahyu Sopandi, 2020:2). Dalam menanggapi perkembangan abad 21, dibutuhkan juga keterampilan yang mendukung. Keterampilan abad ke-21 merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai oleh setiap orang agar berhasil dalam menghadapi tantangan, permasalahan, kehidupan, dan karir di abad ke-21. National Education Association (n.d.) telah mengidentifikasi keterampilan abad ke-21 sebagai keterampilan “The 4Cs” (dalam Redhana, 2019: 2241). Keterampilan 4C ini wajib dikuasai oleh peserta didik agar dapat menghadapi tantangan abad 21. Kemampuan 4C diantaranya: 1) Critical thinking (berpikir kritis) yaitu kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis berupa bernalar, mengungkapkan, menganalisis dan menyelesaikan masalah, 2) communication (komunikasi) yaitu bentuk nyata keberhasilan pendidikan dengan adanya komunikasi yang baik dari para pelaku pendidikan demi peningkatan kualitas pendidikan. 3) collaboration (kolaborasi) yaitu mampu bekerja sama, saling bersinergi dengan berbagai pihak dan bertanggung jawab dengan diri sendiri, masyarakat dan lingkungan. 4) creativity (kreativitas) yaitu kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Terdapat berbagai

pandangan yang mencoba merumuskan berbagai jenis kompetensi dan keterampilan yang perlu dikuasai dalam menghadapi abad 21. US-based Apollo Education Group (Zubaidah, 2016: 2-3) mengidentifikasi sepuluh keterampilan yang perlu dikuasai peserta didik abad-21 diantaranya: (1) keterampilan berpikir kritis, keterampilan ini mencakup kemampuan dalam mengakses, menganalisis informasi, mengartikan dan mengevaluasi informasi yang dapat digunakan, (2) komunikasi, keterampilan ini mencakup kemampuan dalam menyampaikan pendapat dengan kalimat yang jelas sehingga mudah dipahami oleh orang lain dan dapat memotivasi orang lain melalui kemampuan atau cara menyampaikan informasi, (3) kepemimpinan, keterampilan ini mencakup kemampuan peserta didik untuk mandiri dan bertanggung jawab baik untuk diri sendiri maupun kerja sama dengan orang lain (4) kolaborasi, keterampilan ini mencakup kemampuan peserta didik dalam bekerja sama menyelesaikan sebuah tugas (5) kemampuan beradaptasi, mencakup kemampuan peserta didik untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar atau lingkungan baru yang ditemui (6) produktifitas dan akuntabilitas, (7) inovasi, (8) kewarganegaraan global, (9) kemampuan dan jiwa entrepreneurship, (10) kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan merangkum informasi.

Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat pada abad ini membawa dampak yang sangat signifikan terhadap dunia pendidikan. Dalam mengimplementasikan visi pembelajaran abad 21, UNESCO telah membuat 4 (empat) pilar pendidikan (Zubaidah, 2016:3-7), yaitu: 1) Learning to how (belajar untuk mengetahui) belajar mengetahui melalui kegiatan untuk memperoleh, memperdalam, dan memanfaatkan materi pengetahuan, 2) Learning to do (belajar untuk melakukan) belajar menghubungkan pengetahuan dan keterampilan, kreatif dan adaptif, serta mampu mentransformasikan aspek-aspek tersebut ke dalam keterampilan yang berguna, 3) Learning to be (belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri yang berkepribadian) belajar menjadi pribadi yang berkualitas dan beridentitas sehingga mampu menanggapi kegagalan, konflik, dan krisis, serta siap menghadapi dan mengatasi masalah sulit di abad ke-21,

dan 4) Learning to live together (belajar untuk hidup bersama) belajar bersama dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibt aktif dalam diskusi, dapat membuat strategi dan pencapaian belajar serta menjadi pemikir kritis. Pendidikan yang membangun kompetensi (partnership 21st Century Learning) yaitu framework pembelajaran abad 21 yang menuntut peserta didik memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran, inovasi, dan keterampilan hidup (Sajidan, 2018: 8-9).

Menurut Slavin (2019: 14) dijelaskan bahwa Partnership 21st Century Learning didirikan untuk memajukan kebijakan yang merumuskan dan mendukung hasil belajar peserta didik yang selaras dengan kebutuhan saat ini.

Lembaga ini pun telah menciptakan kerangka kerja yang mengorganisasikan kemampuan abad ke-21 ke dalam empat kategori, diantaranya: 1) Mata pelajaran inti dan tema abad ke-21 (seperti seni bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, kesadaran global, dan kemelekhurufan keuangan), 2) kemampuan belajar dan inovasi (kreativitas, pemikiran kritis, dan penyelesaikan masalah), 3) kemampuan di bidang informasi, media, dan teknologi, 4) kemampuan di bidang kehidupan dan karier (inisiatif dan pengarahan diri). Penekanan pada kemampuan abad ke-21 dimaksudkan untuk membantu guru berpikir lebih mendalam tentang bagaimana cara masing-masing keputusan yang diambil guru mengenai kurikulum, metode pengajaran, penggunaan teknologi, penilaian, dan seterusnya dalam memberi andil membantu peserta didik berhasil bukan hanya berdasarkan ukuran dewasa ini, melainkan juga ukuran dunia mendatang.

Dari beberapa uraian yang tertulis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran abad 21 adalah sebuah pembelajaran berbasis teknologi yang menuntut peserta didik dapat menguasai berbagai keterampilan yang diperlukan di abad-21. Oleh karena itu, peserta didik dituntut untuk menguasai berbagai keterampilan abad 21 serta penguasaan teknologi sehingga di masa pendemi ini pembelajaran tetap dapat dilaksanakan dengan pembelajaran daring.

2. Pembelajaran Daring

Pembelajaran jarak jauh mulai diterapkan serentak dalam dunia pendidikan sejak terjadinya wabah Covid-19 yang terjadi di Indonesia yang di mulai awal maret 2020. Salah satu metode yang dipakai yaitu dengan pembelajaran daring (dalam jaringan) atau pembelajaran online. Pembelajaran daring dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang pelaksanaannya menggunakan jaringan internet, intranet dan ekstranet atau komputer yang dapat terhubung langsung dan cakupannya luas (Yanti,dkk., 2020: 62). Adapun pengertian selanjutnya mengungkapkan bahwa pembelajaran daring adalah bentuk pembelajaran yang mampu menjadikan peserta didik mandiri tidak bergantung pada orang lain. Hal ini dikarenakan melalui pembelajaran daring peserta didik akan fokus pada layar gadget untuk menyelesaikan tugas ataupun mengikuti diskusi yang sedang berlangsung (Syarifudin, 2020: 33).

Pembelajaran daring juga dapat diartikan sebagai sebuah interaksi antara pengajar dan peserta didik yang dibangun dalam jaringan melalui komputer atgg. ,au alat komunikasi elektronik (Trisnadewi & Ni Made, 2020: 40).

Pembelajaran daring pada dasarnya adalah pembelajaran yang dilakukan secara virtual melalui aplikasi yang tersedia. Walau demikian, pembelajaran daring harus tetap memperhatikan kompetensi yang ingin diajarkan (Syarifudin, 2020: 32).

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran daring adalah suatu pembelajaran yang dilakukan secara online menggunakan alat komunikasi elektronik yang tersambung dalam jaringan internet serta dapat menghubungkan setiap orang yang menggunakannnya. Dalam pembelajaran daring, guru tidak mampu mengontrol pembelajaran peserta didik secara langsung, sehingga dibutuhkan juga niat dan kemauan dari peserta didik untuk memperhatikan pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu menyusun perangkat pembelajaran daring semenarik mungkin dengan memilih model, metode, ataupun media yang menarik sehingga dapat menumbuhkan semangat peserta didik untuk belajar.

3. Perangkat Pembelajaran Daring

Subbab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Teori-teori tersebut yaitu pengertian perangkat pembelajaran dan komponen perangkat pembelajaran yang dikembangkan peneliti.

a) Pengertian Perangkat Pembelajaran

Perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut dengan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran tersebut dapat berupa silabus, RPP, LKS, Instrumen evaluasi atau tes, media pembelajaran, serta buku ajar peserta didik (Trianto, 2011:210). Suhadi, (2007: 24) mengemukakan bahwa perangkat pembelajaran adalah seperangkat bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang dapat digunakan dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Dalam Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, perangkat pembelajaran masuk dalam tahap perencanaan pembelajaran yang terdiri dari silabus dan RPP yang penyusunannya disesuaikan dengan pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Perangkat pembelajaran adalah alat atau perlengkapan untuk melaksanakan proses belajar oleh guru atau pendidik dan peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran (Zuhdan, dkk., 2011: 16).

Dalam KBBI, perangkat merupakan alat atau perlengkapan, lalu pembelajaran merupakan proses atau cara untuk menjadikan orang belajar, sehingga perangkat pembelajaran merupakan alat atau perlengkapan belajar yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran daring adalah rancangan pembelajaran berupa perlengkapan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan gadget atau teknologi internet.

b) Macam-macam Perangkat Pembelajaran

Macam-macam perangkat pembelajaran yang peneliti kembangkan berupa:

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Menurut permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. Sementara itu, menurut panduan teknis penyusunan RPP di Sekolah Dasar, RPP dikembangkan secara rinci dari materi pokok atau suatu tema tertentu yang mengacu pada silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik sebagai upaya mencapai kompetensi yang diharapkan. RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran yang dibuat oleh pendidik atau guru sebagai upaya mempersiapkan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Dalam surat edaran kemendikbud nomor 14 tahun 2019 tentang penyederhaan rencana pelaksanaan pembelajaran dijelaskan bahwa 1) penyusunan RPP dilakukan dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid, 2) dari 13 (tiga belas) komponen RPP yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menjadi komponen inti adalah tujuan pembelajaran, langkah-langkah (kegiatan) pembelajaran, penilaian pembelajaran (assessment), 3) sekolah, kelompok guru, serta individu guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP secara mandiri untuk sebesar-besarnya keberhasilan belajar murid, dan 4) RPP yang telah dibuat dapat digunakan dan disesuaikan dengan ketentuan pada langkah-langkah sebelumnya. Berdasarkan surat edaran tersebut, peneliti mengembangkan RPP sesuai dengan kebutuhan guru dalam pelaksanaan pembelajaran daring.

2) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

LKPD merupakan suatu bahan ajar cetak yang berupa lembar yang berisi petunjuk pelaksanaan tugas yang harus dikerjakan peserta didik (Satura, dkk., 2021: 64). LKPD diberikan kepada peserta didik agar dapat

mengaktifkan peserta didik dalam mencari informasi sebagai upaya belajar mandiri. Salah satu LKPD yang dapat digunakan yaitu LKPD aplikatif integratif. LKPD aplikatif integratif yaitu lembar kerja peserta didik yang membantu peserta didik menerapkan materi kegiatan dalam kehidupan sehari-hari (Satura, dkk., 2021: 65). LKPD ini peneliti gunakan karena lebih relevan dengan kegiatan pembelajaran yang menggunakan model PjBL.

3) Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah sarana atau alat yang dapat digunakan untuk membantu dan meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar (Kustandi & Daddy, 2020: 6). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), media dalam bidang pendidikan diartikan sebagai alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Media merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran (Putri & Desyandari, 2019: 233).

Media pembelajaran dapat berupa hardware (perangkat keras) yakni sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dan diraba dengan pancaindera atau software (perangkat lunak) yaitu suatu informasi yang terdapat dalam perangkat keras yang dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk proses pembelajaran. Media pembelajaran biasanya digunakan untuk membantu guru dalam menyampaikan suatu pembelajaran atau membantu peserta didik untuk memahami dan mengingat materi pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, seorang guru membutuhkan media yang dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan pada peserta didik agar dapat memahami serta mengingat pembelajaran dengan baik.

Perangkat pembelajaran yang sekarang dibutuhkan oleh guru yaitu perangkat pembelajaran daring. Adapun cara mengajar secara daring yang dapat diterapkan berdasarkan kemendikbud (dalam Fahmi, 2020: 152) diantaranya: (1) secara sinkronus, pembelajaran daring secara sinkronus dilakukan dengan cara tatap muka virtual yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik di waktu yang bersamaan dalam bentuk video conference, video call, teleconference, atau bisa dalam grup media sosial seperti whatsapp group,

(2) secara asinkronus, pembelajaran daring secara asinkronus dilakukan dengan cara mengakses informasi, pemberian materi, pengumpulan tugas, konsultasi, dan evaluasi yang dapat diakses melalui aplikasi atau situs yang mendukung seperti whatsapp group, youtube, google form, google drive, Learning Management System (LMS) dimana pendidik dan peserta didik tidak bertemu atau tatap muka secara virtual di waktu yang bersamaan. Meskipun kemendikbud memberi beberapa rekomendasi media dan sumber belajar yang dapat digunakan selama pembelajaran daring, namun sekolah dan pendidik diberi kebebasan dalam memilih media dan sumber belajar berdasarkan kebutuhan, ketersediaan, atau kondisi suatu wilayah. Berdasarkan peraturan kemendikbud No 14 tahun 2019, Kemendikbud memberi kebebasan kepada Sekolah, kelompok guru atau individu guru secara bebas dalam memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP secara mandiri untuk keberhasilan belajar peserta didik. Oleh karena itu, hal ini dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran daring.

Dalam melaksanakan pembelajaran daring tentu memerlukan pendekatan yang dapat digunakan sebagai acuan agar tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan, salah satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan STEAM.

4. STEAM

STEAM merupakan gabungan dari Science, Technology, Engineering, Art dan Mathematics. STEAM muncul dari STEM, masuknya unsur “arts”

diinisiasi oleh Rhode Island School of Design dengan tujuan untuk menumbuhkan inovasi yang sedang berkembang dengan menggabungkan pikiran seorang teknolog atau ilmuwan dengan seniman. Dalam hal ini, seni (arts) bukan berarti mewarnai atau mencoret-coret kertas dengan krayon maupun alat tulis lainnya, namun mengembangkan pemikiran seseorang untuk memecahkan masalah secara kreatif. STEAM adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memperluas pengetahuannya dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk berkembang di abad ke-21 seperti keterampilan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, kepemimpinan, kerja tim, kreativitas, ketangguhan,

dan keterampilan lainnya (Zubaidah, 2019: 8). Menurut Guy A. Boy dan Yakman, STEAM (Science Technology Engineering Art and Mathematics) merupakan pendekatan terintegrasi yang dapat mendorong kreativitas (dalam Hadinugrahaningsih, 2017: 19). STEAM adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang menggunakan sains, teknologi, ilmu teknik, seni dan matematika sebagai cara untuk membimbing peserta didik dalam proses belajar. Peserta didik dilatih untuk bisa melakukan penelitian, diskusi dan kolaborasi, dan berpikir kritis yang hasil akhirnya peserta didik berani mengambil resiko namun dengan pertimbangan yang matang, terlibat langsung dalam menemukan solusi atas masalah, aktif dalam kolaborasi, dan bekerja dengan cara yang kreatif (Rachim, 2019: 41). Pembelajaran STEAM berkonsep pendidikan yang berfokus pada aspek kolaborasi, membantu peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, berinovasi, serta mencari solusi (problem solving) yang didasari pada nilai-nilai moral dan budaya setempat (Asmar,dkk., 2019:

24).

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan STEAM adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang mendorong peserta didik aktif dalam belajar sehingga dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan di abad 21 yakni kreativitas, kolaborasi, berpikir kritis dan pemecahkan masalah. Adapun konsep dari bagian-bagian yang terkandung dalam STEAM (Asmar,dkk., 2019: 9-12) diantaranya: (1) Unsur science yaitu pengetahuan yang dipelajari dalam suatu pembelajaran yang dapat dipahami oleh indera baik indera penglihatan, sentuhan, pendengaran, peraba maupun pengecap. (2) Unsur teknologi yaitu sarana yang digunakan untuk membantu seseorang menyelesaikan masalah yang dialami, unsur ini terdiri dari dua jenis yaitu low technology dan high technology. High technology adalah teknologi yang paling canggih misalnya guru mengajar menggunakan tampilan proyektor, sedangkan low technology adalah teknologi sederhana yang lebih tradisional seperti kerajinan dan peralatan pra-revolusi industri misalnya guru mengajar dengan menulis di papan tulis. (3) Unsur engineering yaitu cara menyelesaikan masalah dengan menerapkan IPTEK. (4) Unsur art yaitu seni, seni dalam hal ini bukan berarti melukis ataupun mewarnai melainkan sebuah

kegiatan yang menghasilkan karya yang kreatif. (4) Unsur mathematic yaitu penerapan bidang-bidang matematika. Untuk menerapkan berbagai unsur-unsur pendekatan STEAM dalam pembelajaran, diperlukan model pembelajaran yang mendukung. Berikut keterampilan abad 21 yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran berbasis STEAM (dalam zubaidah, 2016:

3-5).

Tabel 2.1 Keterampilan abad 21 yang dikembangkan dari pembelajaran STEAM

Keterampilan Deskripsi

Literasi STEAM Keterampilan ini mencakup:

Literasi Science: kemampuan menganalisis dan menggunakan informasi tentang pengetahuan yang dicari.

Literasi Technology: kemampuan mengakses, mengatur, dan melakukan sesuatu dengan menggunakan teknologi digital.

Literasi Engineering: kemampuan mengatur, mengembangkan sesuatu dengan teknologi secara kreatif dan diinovasikan dari berbagai informasi yang diperoleh.

Literasi Art: kemampuan menjelaskan dan mempresentasikan sebuah hasil karya dari kegiatan yang dilakukan.

Literasi Mathematic: kemampuan menganalisis dan menggunakan teknik atau cara matematik dalam menyelesaikan masalah.

Berpikir Kritis Keterampilan ini mencakup kemampuan dalam mengakses, menganalisis informasi, mengartikan dan mengevaluasi informasi yang dapat digunakan.

Kreativitas Keterampilan ini mencakup kemampuan dalam berpikir kreatif dan menyampaikan ide-ide atau solusi yang dapat digunakan.

Pemecahan masalah Keterampilan ini mencakup kemampuan untuk mencari, memilih, mengevaluasi, mengorganisir, dan mempertimbangkan berbagai pilihan dan mengartikan suatu informasi.

Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran berbasis STEAM dalam mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan di abad 21, diperlukan model pembelajaran yang mendukung. Salah satu model pembelajaran yang dapat diintegrasikan dengan STEAM yaitu model Project Based Learning.

5. Model Project Based Learning (PjBL)

Dalam dunia pendidikan, sekolah diharapkan dapat memberikan pengalaman yang berguna dan keterampilan yang memadai bagi peserta didik.

Oleh karena itu salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dalam mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di sekitar masyarakat adalah melalui pembelajaran berbasis proyek.

Salah satu alasan munculnya PjBL dalam lingkungan persekolahan yaitu kebosanan peserta didik dengan pembelajaran di sekolah yang masih tradisional dan pasif (Sujana & Wahyu Sopandi, 2020: 146-147). Model Project Based Learning atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik. Peserta didik akan menyelesaikan proyek sebagai bentuk pemecahan masalah (dalam Listiani & Agung Purwanto, 2018: 26).

Adapun pengertian model PjBL menurut Daryanto (2014:23) yaitu model pembelajaran yang menggunakan suatu proyek atau kegiatan sebagai media dalam pembelajaran. Selanjutnya Saefudin (2014: 58) menjelaskan PjBL merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman yang dilakukan secara nyata.

Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa model PjBL adalah model yang digunakan dalam pembelajaran dengan melibatkan peserta didik untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengatasi permasalahan dan membuat proyek sebagai bentuk pemecahan masalah yang dihadapi. Menurut Daryanto & Rahardjo (2012: 162) model PjBL memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) peserta didik membuat suatu keputusan tentang sebuah kerangka kerja, 2) adanya permasalahan yang diberikan pada peserta didik, 3) peserta didik merancang proses untuk solusi dari permasalahan yang diberikan, 4) peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan mencari informasi untuk memecahkan masalah, 5) proses evaluasi dijalankan secara kontinu, 6) peserta didik secara bertahap melakukan refleksi dari kegiatan yang sudah dilakukan, 7) produk akhir

kegiatan belajar akan dilakukan evaluasi secara kualitatif, 8) situasi pembelajaran sangat toleran terhadap perbaikan atau perubahan. Berikut langkah- langkah model PjBL dalam kemendikbud (2013).

Tabel 2.2 Langkah-langkah model PjBL

Langkah Kegiatan

Langkah 1: Mengamati fenomena

Tahap ini peserta didik mengamati masalah yang terjadi di sekitarnya.

Langkah 2: Menentukan pertanyaan mendasar

Tahap ini peserta didik mengidentifikasi masalah dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan.

Langkah 3: Mendesain perencanaan proyek

Tahap ini peserta didik membuat rencana atau langkah penyusunan proyeknya.

Langkah 4: Menyusun jadwal proyek

Tahap ini peserta didik menyusun waktu pelaksanaan proyeknya, dari awal sampai akhir.

Langkah 5: Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek

Tahap ini peserta didik mulai membuat produk sesuai rencana mereka dan guru hanya mengecek pelaksanaan proyek peserta didik.

Langkah 6: Menguji hasil dan mengevaluasi pengalaman

Tahap ini peserta didik mempresentasikan hasil pelaksanaan proyeknya dan guru mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh peserta didik.

Model PjBL juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan model PjBL menurut kemendikbud antara lain yaitu: 1) meningkatkan motivasi

Model PjBL juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan model PjBL menurut kemendikbud antara lain yaitu: 1) meningkatkan motivasi