• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH : MAULA SHOFA XI IIS 5

Fania berdiri menatap rio yang kini sudah berdiri di ha-dapannya.

Rio : “aku cariin kamu dari tadi” “kenapa”, rio ter-diam. Ia terlihat usut dan tidak rapi..”mungkin lelah” fikir fania, “aku minta maaf” “ada apa?” sebelumnya aku ner-terima kasih karena kamu, sudah menjadi salah satu anu-grah untuk melengkapi kebahagiaanku.. fania terdiam, fi-rasatnya mengatakan akan ada hal buruk yang terjadi...

Rio : “tapi maaf...aku belum bisa bahagiain kamu.. maaf kalo aku pernah nyakiti kamu..mungkin kita harus berhenti sampai disini, aku gak mau buat kamu tersiksa” semua kekhawatiran dari firasat itu sudah terjawab (batin fania).

Fania :”tapi kenapa”, “aku harus pindah kebandung menjaga nenekku yang sedang sakit parah”

Sungfguh ia terluka saat seseorang yang menjadi ala-sannya untuk bahagia pergi meninggalkannya...Tapi! ia pernahmerasakan luka yang lebih besar..

Ia kecewa! Tapi ia sudah terlalu sering untuk sekedar dikecewakan.

Fania mengangguk mengerti lalu tersenyum kecil “aku ngerti kok” seraya menatap manik mata rio “hati-hati” ungkapnya singkat dan melangkah pergi meninggalkan rio yang termenung. Ia marah tapi ia selalu percaya dengan sebuah pepatah yang mengatakan asam digunung garam dilaut akhirnya bertemu dibelangga, sejauh apapun

mer-eka melangkah, jika takdir yang menjalankan mermer-eka tetap akan bertemu di satu titik.

******

Hari ini ia mengurus kepindahannya kerumah sang papa ya!! Hasil keputusan kemarin mengharuskannya hid-up bersama papanya.

Di pelataran rumah nan megah, ia menatapi setiap sudut bentuk rumah papanya.

Apa ia akan menndapat kebahagiaan ?? harapnya Papa : “fan ayo masuk, kenapa disitu” ia hanya men-gangguk dan berjalan mengikuti papanya.

Papa : “kamu pilih saja kamar yang kamu mau”

Ia menarik laju kopernya dan memilih kamar yang dis-amping tangga.

Kamarnya terlihat minimalis tapi nyaman. Perpad-uan warna yng dipakai membuatnya tenang dan damai. Di sampingnya terlihat balkon kamar yang menghadap taman memudahkannya menatap langit senja.

Tubuhnya terhempas diking size birunya. Pikiran-nya melayang mengingat kejadian kemarin bersama rio “apa ia sudah sampai di bandung?” itulah pertanyaan yang memenuhi otaknya hingga ia mulai terlelapdan hanyut dalam dunia bawah sadar.

******

Jam menunjukkan pukul 12.15, tapi ia belum juga tidur matanya sudah terasa berat.. tapi hati dan raganya memaksa untuk tetap terjaga.

“papa”. Sudah sejak pagi tadi hingga sekarang be-lum juga pulang.”apa begitu banyaknya pekerjaan hingga mengharuskannya lembur”. Batinnya.

Sudah kesekian kalinya ia ia menguap menahan kan-tuk, untung saja besok hari minggu, jadi ia tak takut untuk bangun kesiangan.

“ceklek”. Pintu utama terbuka, membuatnya berdiri dan menghampiri siapa yang datang.

“papa?”. Gumamnya.

Papa tambah kacau, bau alkohol dan rokok tercium dari aroma tubuh papanya, mata itu terlihat sayup dan memerah.

Fania: “papa kenapa?”. (seraya memegang lengan pa-panya).

“pergi”. Fania terdiam, nafasnya tercekat mendengar sentakan dingin papanya.”ta..,tapi pa!!”.”pergi”. bentak marah papanya serta mendorong bahunya. Ia terhuyung ke belakang menatap papanya tidak percaya terakhir kali ia melihat papanya marah adalah 2 hari sebelum sidang per-ceraian dengan mamanya.

Tapi!! Untuk pertama kalinya papa marah dengan-nya.

Fania:” kalau papa yang meminta sendiri aku akan pergi kok, tapi tidak untuk sekarang.., aku akan pergi ke-tika papa sudah sadar dan benar-benar menginginkan aku pergi”. Air mata itu sudah mengalir membasahi pipinya. Pa-dahal sudah 1000 kali ia menguatkan hatinya untuk tetap bersabar dan tidak menangis ketika di landa masalah, papanya berlalu meninggalkan nya dan yang sudah larut dalam tangis.

Kalau ia boleh memilih, ia tak ingin berada di po-sisinya sekarang, berada di tengah-tenag keluarga yang bahkan tak pernah peduli dengan keberadaannya. Apa ia tak pernah menghakimi tuhan ?. tidak.., itu hanyalah ske-nario kehidupannya.., bagaimanapun ia yakin tuhan itu skenario kehidupannya.., bagaimanapun ia yakin tuhan itu tetap adil.., tapi bukan sekarang waktunya untuk bahagia.

@@@@@

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 30 menit yang lalu, tapi ia masih setia duduk di bangkunya dengan tangan yang memainkan rubik. Memutarnya, menyatukan, dan memutarnya lagi.

Ia tak mau kehidupannya seperti rubik selalu di permainkan tapi nyatanya !!! dia juga sedang dipermain-kan oleh takdir.. entah rahasia apa yang tersimpan di balik semua itu. Ingatan itu kembali teringang dalam benaknya, *drtt..,*drtt” hanphone nya bergetar pertanda ada notifika-si masuk.

Mama:

Sayang mama mohon kamu dateng ya, keperni-kahan mama!. Mama mau kamu disana, undangan ada di rumah, kamu bisa lihat sendiri.

Ia tersenyum menatap pesan yang baru dibacan-ya. “ibu” sebuah panggilan yang sering di gunakan un-tuk memanggil orang yang di hormatinya, tapi baginya!! Semua terasa asing, ia sendiri pun jarang bertemu apalagi bertegur sapa denganny, tapi.., semua itu adalah takdir.., bagaimanapun juga ia tetaplah anak yang harus menghor-mati ibunya.

Terkadang ia tertawa miris memikirkan nya. Hidupnya segan tapi ia tak mau mati walau kehidupan-nya tak lekang oleh panas tapi ia tak boleh lapuk oleh hu-jan.

Ia berjalan keluar kela. Menatap langit senja yang mulai menyapanya. Suasana sekolah sudah sepi tapi be-reteman dengan sepi itu sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupannya. Langkahnya tergiring tipis-tipis.“untuk saat ini biarlah ia berada dalam tempurung masalah karena ma-sih ada hari esok untuk bahagia”. Celetuknya dalam hati.

Mentari itu terbenam! Tapi dari situlah akhir dari ceritanya, mentari yang terbenam masih menyisakan sem-burat mega merah di langit.. memberikan ketenangan un-tuk semua orang di detk_detik akhir masanya.. sebagai tanda keindahan akan kekuasaan sang pencipta.

*Motivasi : Karena menulis adalah hobi dan novelis

adalah cita-cita.

Menulis adalah apresiasi pikiran dan perasaan yang saling berkombinasi yang diungkapkan

lewat sebuah karya tulis.