• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kampoeng Batik Laweyan merupakan suatu kawasan industri batik tertua di Indonesia Pertumbuhan industri batik di kampung ini mengalami pasang

surut, hal ini diawali sejak munculnya metode printing dan cap pada tahun 1970. Pada masa itu benar-benar mengalami penurunan drastis.

“... Hampir semua, hampir 75%, warga Laweyan ini produksi batik, begitu hancurnya itu ketika orang–orang Arab datang, batik di saingi sama printing

yang bukan tulis yang pakek stampel. Baru satu minggu baru bisa jadi, sedangkan printing satu hari aja udah ratusan meter, kalau tulis satu minggu mungkin ya satu kodi, 20 potong tapi printing, satu minggu udah berapa ratus, kalau orang tidak tahu motif printing sama cap, cuma warnanya kalau yang

printing satu minggu di cuci pakai deterjen sudah punah, tapi kalau yang produksi batik nyucinya pakai lerak satu tahun aja warnanya masih ...”. (S, Laki-laki, 61 Tahun)

Selanjutnya, pada tahun 2004 Laweyan resmi menjadi Kampoeng Batik Laweyan Semenjak kebijakan dari Bapak Jokowi, selaku wali kota Solo pada saat itu. Semenjak resmi menjadi Kampoeng Batik Laweyan, produksi batik di Kampung ini kembali bangkit, dan mulai ramai lagi produksi batiknya di masing-masing perusahaan. Data dari Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, terdapat 3 cluster perusahaan batik, yaitu perusahaan batik kelas besar (large), menengah (medium), dan kecil (small). Pada saat awal-awal terbentuknya Kampoeng Batik Laweyan tercatat sebanyak 72 perusahaan batik yang terdapat pada 3 kelas perusahan batik. Namun saat ini, jumlah pengusaha batik semakin menurun, hal ini dikarenakan banyaknya warga pendatang yang membuka

showroom di Laweyan. Kampoeng Batik Laweyan juga mengalami perkembangan dibidang sosial, ekonomi, maupun budaya. Di bidang sosial yaitu, dulunya masyarakat Laweyan merupakan masyarakat yang tertutup, hal ini dikarenakan bentuk bangunan pengusaha batik pada saat itu tinggi-tinggi. Hal ini dikarenakan alasan untuk melindungi harta kekayaan dan proses ekonomi didalamnya yaitu, proses produksi batik. Para pengusaha memilih menutup rapat-rapat proses produksi batik tersebut, hal ini agar tidak ada yang mengetahui cara-cara produksi batik di perusahaan tersebut. Sementara dalam bidang ekonomi yaitu dengan diresmikannya Kampoeng Batik Laweyan, maka perubahan secara ekonomi juga terasa, mulai banyak dikunjungi para wisatawan asing. Hal ini didukung dengan hasil kutipan wawancara sebagai berikut.

“... Dari luar negeri ya ada, sering pas pak Jokowi masih jadi wali kota Solo. Perubahannya Laweyan ini ya banyak , umpanya mengantar tamu belajar batik ada insentifnya, dulu gak ada ... “. (P, Laki-laki, 52 Tahun)

Selain itu juga, Kampoeng Batik Laweyan ini semakin ramai semenjak diresmikan sebagai kampung wisata batik. Hal ini didukung dengan pernyataan Bapak S sebagai berikut.

“... Ya begitu dapet suntikan pemerintah, lumayan sekarang, daripada tahun dua ribu nan ...”. (S, Laki-laki, 62 Tahun)

Kampoeng Batik Laweyan juga menjadi tempat praktik mahasiswa Indonesia, hal ini didukung dengan pernyataan Dosen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

“... Dulu itu nganu belum dikelola sebagai kampung batik , tetapi sudah menjadi kampung industri, nah sekarang sudah ditingkat sebagai wisata, sehingga ya dikelola musti di pemasaran di promosinya, ada promosi lewat biro-biro perjalanan ya sekarang sebagai wisata industri bisa praktik disana, seperti mahasiswa Indonesia juga praktik disana, sekarang ada yang mengelola, masyarakat yang mengelola sebagai kampung batik, dan juga lingkungan, disitu juga ada tempat- tempat sejarah yang lama ada masjid, makam, dan sebagainya pada masa kerajaan dahulu ...”. (S, Perempuan, 48 Tahun)

Di masyarakat Laweyan, sudah menjadi tradisi bahwa seorang ayah dari keluarga pengusaha hanya memegang peranan 25% dari seluruh kegiatan perusahaan. Terutama dalam bidang pengawasan produksi. Selebihnya, baik dalam urusan keuangan, ketentuan jumlah produksi sampai pada proses pendistribusian barang ke tangan konsumen sepenuhnya berada ditangan ibu pengusaha. Begitu besarnya peranan ibu di perusahaan keluarga itu sampai bisa diwujudkan dalam suatu simbol status kekuasaannya, yang cukup populer di masyarakat dengan sebutan “mbok mase”. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak W13.

“... Mbok itu berarti putri, dan mase itu berarti seperti pria yang kuat sebagai pemegang kendali kekuasaan dalam produksi batik. Mbok mase sebenarnya sebagai bentuk emansipasi wanita saat itu, karena pada saat itu wanita dianggap sebagai konco winking, yang berarti teman dibelakang. Namun, pada saat itu munculah istilah mbok mase sebagai perempuan kuat yang mengurusi semua hal yang berkaitan dengan produksi batik ...”. (W, Laki-laki, 48 Tahun)

Mbok mase inilah yang memegang peranan penting dalam Kampoeng Batik Laweyan, sebagai kampung batik tertua di Indonesia, sehingga eksistensi Kampoeng Batik Laweyan ini perlu dijaga oleh tidak hanya para pengusaha tetapi juga para generasi muda. Berikut pernyataan dari Bapak A14.

“... Cintailah batik indonesia, dan bukan cuma mencintai, bukan Cuma memakai, tapi kita dan berharap Anda menjadi produsen batik, belum bisa? Anda datang kesini 100 % kita bersedia untuk memberikan pembelajaran ... “. (A, Laki-laki, 67 Tahun)

Selain itu juga, dalam rangka menjaga eksistensi Kampoeng Batik Laweyan, salah satu pengusaha muda yang orang tuanya juga pengusaha batik adalah mas A. Berikut kutipan wawancara dengan mas A.

“... Jangan malu, istilahnya kalau bapak ibunya atau keturunannya ada yang bekerja di batik tu mbok mau terjun, istilah sedikit saja nanti coba dirasakan dulu , saya harapkan tu generasi penerusnya ada, saya sangat menyayangkan kalau batik gak ada penerusnya kasihan leluhur ...”. (A, Laki-laki, 38 Tahun)

13

Merupakan cucu dari pengusaha batik ndalem Tjokrosoemartan, yang merupakan pengusaha 14

Merupakan pemiliki Batik Puspa Kencana, yang berada di Jalan Sidoluhur, Laweyan, Surakarta.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karang Manunggal, Muba pada tanggal 11 Juli 1994 dari ayah Syafi‟i dan ibu Asnawati. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Unggulan Palembang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengambangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi presenter/master of ceremony, voice over, protocoler, divisi reporter koran kampus 2012 IPB, divisi

broadcasting HIMASIERA IPB 2014, penulis pernah menjadi ketua divisi acara di IPB

Green Living Movement (IGLMI) 2015, anggota koperasi mahasiswa IPB 2014-2015, divisi acara IPB Art Contest 2014 dan 2015, divisi manajemen pementasan UKM Lises Gentra Kaheman 2014, divisi DDD Gebyar Nusantara IPB 2015, divisi sponsorship

IDEA IPB 2014, selain itu penulis juga pernah menjadi panitia di Peringatan Hari Ikan Nasional, Ayo Kita Makan Ikan bersama Himpunan Alumni IPB 2015, dan juga pernah menjadi pembicara di Jakarta unplastic 2015 serta penulis juga memiliki bisnisbernama

BRAPACHOCOLATE dan Maeswara Agency. Selain itu penulis juga mendapatkan beasiswa Bidikmisi tahun 2012-2016.

Penulis juga aktif mengikuti perlombaan di IPB. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah juara 1 Drama Musikal Semarak Bidik Misi 2014, juara 3 Tulis dan Baca Puisi Bidik Misi 2014, dan juara 3 Vokal Grup Bidik Misi 2014.