• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Hubungan Juragan dan Buruh terhadap Eksistensi Kampoeng Batik Laweyan

Perusahaan batik kelas besar (Large)

Pengaruh pola hubungan antara juragan dan buruh terhadap eksistensi Kampoeng Batik Laweyan pada perusahaan batik kelas besar (large) memiliki pengaruh yang signifikan (Lampiran 14). Omnibus test of model coefficients menunjukkan bahwa nilai X2 0,002 <X2 tabel pada DF 1 yaitu 3,841 atau dengan signifikasi sebesar 0,002 (<0,05) sehingga menolak H0, yang menunjukkan bahwa penambahan variabel independen dapat memberikan pengaruh nyata terhadap model, atau dengan kata lain model dinyatakan fit. Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai Exp (B) atau disebut juga Odds Ratio (OR). Variabel modal sosial dengan OR 2,600 maka buruh yang memiliki pola hubungan antara juragan dan buruh memiliki peluang terhadap eksistensi Kampoeng Batik Laweyan pada klasifikasi tinggi sebanyak 21,600 kali lipat dibanding yang berada pada klasifikasi rendah.

Perusahaan batik kelas menengah (Medium)

Pengaruh pola hubungan antara juragan dan buruh terhadap eksistensi Kampoeng Batik Laweyan pada perusahaan batik kelas menengah (medium) memiliki pengaruh yang signifikan (Lampiran 15), hal ini berdasarkan hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa pada omnibus test of model coefficients

menunjukkan bahwa nilai X2 4,378 > X2 tabel pada DF 1 yaitu 3,841 atau dengan signifikasi sebesar 0,036 (< 0,05) sehingga menolak H0, yang menunjukkan bahwa penambahan variabel independen dapat memberikan pengaruh nyata terhadap model, atau dengan kata lain model dinyatakan fit. Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai Exp (B) atau disebut juga Odds Ratio (OR). Variabel modal sosial dengan OR 16,000 maka buruh yang memiliki pola hubungan antara juragan dan buruh memiliki peluang pada klasifikasi tinggi sebanyak 16,000 kali lipat dibanding yang berada pada klasifikasi rendah.

Perusahaan batik kelas kecil (Small)

Pengaruh pola hubungan antara juragan dan buruh terhadap eksistensi Kampoeng Batik Laweyan memiliki nilai X2 8,618 > X2 tabel pada DF 1 yaitu 3,841 atau signifikansi 0,003 lebih kecil dari 0,05 (Lampiran 16), sehingga penambahan variabel independen dapat memberikan pengaruh nyata terhadap model atau dengan kata lain model dinyatakan fit, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan pola hubungan juragan dan buruh terhadap eksistensi Kampoeng Batik Laweyan. Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai Exp (B) atau disebut juga Odds Ratio (OR). Variabel modal sosial dengan OR 22,000 maka buruh yang memiliki pola hubungan antara juragan dan buruh memiliki peluang sebanyak 22,000 kali lipat terhadap eksistensi Kampoeng Batik Laweyan pada klasifikasi tinggi dibanding yang berada pada klasifikasi rendah.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan regresi logistik dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan pola hubungan antara juragan dan buruh terhadap eksistensi Kampoeng Batik Laweyan pada setiap kelas perusahaan batik. Kampoeng Batik Laweyan, sudah ada sejak lama jauh sebelum kota Solo ada, Kampoeng Batik Laweyan pun mengalami perkembangan atau dinamika dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya. Konsumen batik di Kampoeng Batik Laweyan, cenderung memilih batik berdasarkan jenis, model, bahan kain, motif, dan juga warna. Meskipun harganya mahal, konsumen batik di Kampoeng Batik Laweyan tetap membeli batik tersebut. Batik-batik yang dihasilkan oleh Kampoeng Batik Laweyan, juga mengikuti perkembangan zaman. Upaya untuk menjaga eksistensi Kampoeng Batik Laweyan pun dilakukan oleh dinas terkait yaitu, pemerintah kota Surakarta, yang mengenalkan batik Surakarta melalui pertunjukan Solo Batik Carnival, selain itu juga adanya Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan yang diketuai oleh Alpha Fabela Priyatmono, membantu para pengusaha batik dalam sharing informasi tentang batik, sehingga masing-masing perusahaan batik dapat mengembangkan batiknya, dan menciptakan kekhasan karya batiknya. Kampoeng Batik Laweyan hingga saat ini masih tetap bertahan meskipun nilai-nilai budaya dan sosialnya mulai berubah seiring perkembangan zaman. Eksistensi Kampoeng Batik Laweyan juga tidak lepas dari peran pemerintah Surakarta. Hal ini didukung dengan hasil kutipan wawancara.

“... Eksistensi kampoeng batik, saya pikir cukup bisa dianggap ada manfaatnya lah dari segi orang laweyan, laweyan dengan batiknya, yang cukup menonjol, gara-gara kampoeng batik laweyan terangkat sekali, kemudian perhatian dari pemerintah pusat lebih dibentuk Kampoeng batik laweyan dibentuknya IPAL12, namun sekarang baru rusak belum diperbaiki...”. (A, Laki-laki, 43 Tahun)

Sementara menurut ibu P yang mengatakan bahwa peran pemerintah yaitu dengan dibuatnya tempat pembuangan limbah.

“... Limbah, dulu dibuang di kali sekarang sudah ada dibuati pipa, tapi sekarang gak tau saya, itu masuknya ke pipa, ada tempat buangnya limbah terus di proses dimana saya gak tau, ponakan syaa kan dari mipa oh itu gak ada gunanya, karena masih tetap saja limbah ...”. (P, Perempuan, 52 Tahun)

Masyarakat Jawa khususnya Kampoeng Batik hingga saat ini masih memegang teguh penggunaan batik pada tradisi upacara pernikahan mereka. Pengantin menggunakam batik dengan motif khusus yang bernama Sido mukti. Pengantin memakai motif batik tersebut dengan harapan kedua pengantin itu akan menemui kebahagiaan dan kemuliaan dalam hidup mereka. Sido artinya menjadi, mukti artinya mulia dan makmur (Soekamto 1986). Motif ini melambangkan kehidupan yang makmur (cukup sandang dan cukup pangan). Truntum artinya

12

mengumpulkan harta benda, dalam masyarakat Jawa Tengah sering dihubungkan dengan falsafah membagikan harta warisan kepada seseorang (Soekamto 1986).

Motif parang kusuma, motif ini bermakna bahwa hidup harus dilandasi dengan perjuangan untuk mencari kebahagiaan lahir dan batin. Ibarat keharuman bunga kusuma. Contohnya bagi orang Jawa yang paling utama dari hidup di masyarakat adalah keharuman (kebaikan) pribadinya tanpa meninggalkan norma- norma yang berlaku dan sopan santun agar dapat terhindar dari bencana lahir dan batin. Mereka harus mematuhi aturan hidup bermasyarakat dan taat kepada perintah Tuhan. Motif-motif batik tersebut saat ini sudah tidak secara spesifik hanya digunakan oleh orang ndalem keraton, namun sudah dapat digunakan oleh seluruh kalangan masyarakat.

“... Hal ini dikarenakan hilangnya feodalisme, namun pada

perkembangannya, batik telah menjadi salah satu “pakaian nasional” Indonesia yang dipakai oleh bangsa Indonesia di seluruh nusantara dalam berbagai kesempatan ...”. (P, Laki-laki, 42 tahun)

Soedarmono (2006) menyatakan bahwa batik dan kekayaan agaknya dijadikan simbol status pemiliknya yang memperoleh sebutan “saudagar” Laweyan. Hal ini dikarenakan secara sengaja mereka memamerkan kekayaan itu di masyarakat yang dapat dilihat dari bentuk bangun rumah mereka yang tinggi. Tetapi diluar dugaan orang orang banyak, tembok-tembok pagar yang tinggi dan kuat melingkari setiap bangunan rumah di Laweyan berfungsi bukan hanya melindungi kekayaan tetapi juga melindungi dari orang jahat, selain itu juga menghindari keterlibatan orang luar untuk mengetahui kepentingan ekonomi perusahaanya.

Pengaruh Modal Sosial terhadap Eksistensi