• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. SITUASI UMUM KEPEMIMPINAN RELIGIUS INDONESIA

B. Karakteristik kepemimpinan

Tuntutan-tuntutan dalam kepemimpinan religius dalam banyak hal sama dengan apa yang menjadi tuntutan kepemimpinan profan. Namun demikian ada hal-hal khusus dalam kepemimpinan religius yang mendasar yang menjadi kekhasan dari kepemimpinan religius. Berikut akan diuraikan tentang karakteristik atau ciri-ciri pelayanan pemimpin religius yang harus diberikan kepada para anggotanya sebagaimana yang diungkap oleh Darminta (2005: 28-34), yaitu sebagai berikut:

1. Melindungi kharisma pendiri

Pemimpin religius adalah orang yang dipercaya atau Bertanggung jawab terhadap perkembangan tarekat religius khususnya dan Gereja pada umumnya. Tidak dapat disangkal bahwa zaman telah berubah dan kemajuan telah memenuhi setiap aspek kehidupan manusia. Namun dalam perkembangan itu satu hal yang tidak boleh dilupakan atau ditinggalkan adalah “kembali kepada kharisma dan semangat pendiri” hal ini bukan merupakan suatu langkah mundur atau kekunoan dari hidup membiara melainkan kharisma dan semangat pendiri sebagai “api” dan “roh” yang memberikan semangat sekaligus menjadi pedoman langkah setiap tarekat religius. Dari sanalah mengalir semangat asli yang harus dipertahankan dalam situasi dan kondisi apapun, supaya setiap tarekat religius tidak salah arah, tanpa mengabaikan konteks zaman ini. Kharisma dan semangat pendiri merupakan api yang mampu memurnikan hidup religius dan sekaligus memberi suluh semangat bagi pengabdian kaum religius saat ini. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam aktualisasinya para pemimpin hendaknya berusaha menerjemahkan dan menyesuaikan kharisma dan semangat pendiri itu dengan tuntutan zaman.

2. Memajukan kesatuan dan persatuan

Persaudaraan dalam ikatan kasih menjadi sesuatu yang mendesak untuk dibangun dalam penghayatan hidup bersama sebagai komunitas religius. Persaudaraan yang dibangun hendaknya berdasar pada “kesadaran yang tinggi akan nilai pribadi, nilai perbedaan aspirasi dan gerak-gerak batin yang hidup. Dalam membangun persaudaraan ini pemimpin hendaknya mendorong dan mengarahkan anggotanya untuk menciptakan suatu komunitas yang harmonis dan memberi kesempatan kepada anggotanya untuk saling berbagi dan melengkapi bersama dari segala kelebihan dan kekurangan rekan-rekannya yang lain.

3. Hormat terhadap pribadi

Seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya harus mengedepankan sikap penghormatan terhadap pribadi anggota-anggotanya. Ia memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan kepribadian masing-masing anggota. Hormat terhadap pribadi didasarkan pada pemahaman bahwa hak-hak pribadi adalah sesuatu yang luhur dan mulia. Hormat terhadap pribadi juga berarti berusaha mengenal dan menghargai ide-ide dan perasaan-perasaan orang lain, menemukan dan memperkembangkan kualitas-kualitas atau sifat positif yang ada pada pribadi orang lain dalam hal ini anggota yang dipimpinnya.

4. Kasih dan percaya

Salah satu ciri dari kepemimpinan religius adalah menyatakan dan menunjukkan kasih Allah dalam hidupnya kepada para anggota. Kasih dan kepercayaan merupakan tanda apakah relasi pribadi antara pemimpin dan anggota benar-benar otentik atau tidak. Bila tidak ada kasih dan kepercayaan dalam suatu relasi diantara kedua bela pihak maka hubungan antara keduanya akan ditandai

dengan ketakutan, hambar, kaku, penuh ketegangan dan saling curiga. Hubungan ini hanya akan membekukan hubungan antar pribadi dan mematikan daya rasuli. Sebaliknya jika kasih dan percaya itu diciptakan dalam relasi pemimpin dan anggotanya maka akan nampak keharmonisan saling penghargaan dan percaya, serta menimbulkan kedekatan dan meningkatkan semangat melayani.

5. Menafsir tanda-tanda zaman

Hidup di dunia zaman sekarang disadari bahwa tidak hanya Roh Kudus yang berkarya saja tetapi roh-roh jahat yang merusak dunia pun turut bekerja di dunia ini. Karena itu, seorang pemimpin religius perlu mengembangkan kemampuan pembedaan roh dan meningkatkan kualitas relasinya dengan yang Ilahi. Sangat penting diketahui bagaimana seorang pemimpin menemukan gejala-gejala ataupun kecenderungan yang terjadi dalam hidup sehingga membawa ia ke dalam suatu pengarahan yang bijaksana dan seturut kehendak Allah. Tanda-tanda zaman memang sering bersifat mendua dan misteri, maka itu perlu diteliti dan dicermati sehingga membawa kebaikan bagi hidup. Cara yang tepat untuk membaca tanda-tanda zaman adalah pemimpin selalu mengarahkan hidupnya kepada Kristus dan melihat dengan mata Kristus tanda-tanda zaman tersebut kemudian menemukan nilai positif untuk dikembangkan dalam hidup harian.

6. Menyesuaikan unsur-unsur positif

Tidak perlu diragukan lagi bahwa tanda-tanda zaman selalu mengandung nilai-nilai positip. Dengan kata lain mengandung janji serta undangan Allah untuk hidup secara baru dan bernilai. Semuanya itu perlu diterjemahkan dalam hidup sehari-hari dan dalam hidup kelembagaan. Dialog, tanggung jawab, prinsip subsidiaritas, komunikasi antar pribadi, dan sebagainya memberi kesempatan

kepada komunitas dan pribadi-pribadi untuk memperoleh inspirasi serta cara-cara baru dalam menghayati panggilan dan perutusannya.

7. Memberi inspirasi.

Pemimpin yang hidup di tengah-tengah situasi dunia yang dipenuhi dengan ketakutan, keraguan, ketidakpastian, bahkan ketidakberdayaan yang sering membawa kerapuhan, yang memunculkan sikap pesimistis dan putus asa perlu memberi inspirasi dan daya hidup bagi orang di sekitarnya terutama para anggota. Untuk itu seorang pemimpin perlu memiliki iman yang mendalam akan cinta kasih Allah. Ia juga perlu memiliki kebesaran jiwa dan kedewasaan yang menjadikannya benar-benar siap dan tulus menerima anggota-anggota dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.

Pemimpin hendaknya juga memiliki kepekaan dan keterbukaan terhadap Roh Kudus. Dengan demikian ia akan memiliki keberanian untuk maju, visi yang luas dan membangun, semangat dan keteguhan untuk berjuang tanpa henti melawan berbagai macam ketakutan, ketidakpastian, kemapanan, kecemasan ataupun kesuraman hidup.

8. Orang yang memperbaharui diri terus menerus.

Hal ini menjadi tuntutan dasar untuk menjadi pemimpin sejati di zaman sekarang. Pada dasarnya gambaran seorang pemimpin religius adalah orang yang selalu sadar akan terjadinya perubahan terus-menerus dalam lingkungannya. Dia mau menerima kenyataan apapun bentuknya, bukannya merasa mapan dan puas dengan apa yang dicapainya saat ini. Pemimpin religius adalah orang yang terbuka dan bersedia melakukan pembaharuan terus-menerus.

Berikut ini beberapa hal yang menunjukkan pembaharuan dari seorang pemimpin Religius menurut Darminta (2005: 36-44).

a. Mengatasi rutinitas

Rutinitas sering membawa kejenuhan dalam hidup maupun dalam karya. Karena itu pemimpin perlu berjuang untuk tidak terikat dengan dengan kebiasaan-kebiasaannya sendiri. Ia perlu memupuk semangat untuk mempersembahkan pelayanan yang lebih dan terbuka mendengarkan pendapat orang lain ataupun koreksi untuk memperbaharui diri.

b. Menerima resiko berbuat salah

Seorang pemimpin harus berani melakukan percobaan-percobaan atau menempuh jalan-jalan baru dalam kepemimpinannya. Tetapi ia juga harus berani dan siap menghadapi dan menanggung segala risikonya. Bila itu terjadi maka pemimpin tidak takut akan adanya penilaian dan kritikan yang dilontarkan kepadanya. Ia tidak menjadi orang yang keras kepala atau keras hati namun sebaliknya menjadi semakin terbuka dan rendah hati mengakui segala kelemahannya. Ia juga akan memiliki daya tahan untuk tidak menyerah dan berani memulai lagi. Seorang pemimpin yang selalu merasa diri benar tidak akan mampu mendorong dan mengundang kepercayaan dari anggotanya.

c. Terus-menerus mempelajari sasaran rasuli.

Pembaharuan yang memiliki dasar kuat memerlukan analisis-refleksi yang dalam dan terus-menerus atas bidang-bidang apostolis serta tujuan yang mau dicapai dalam kerasulan. Menentukan prioritas disertai dengan kreativitas yang tinggi sangat diperlukan oleh pemimpin di zaman sekarang .

d. Menyesuaikan cara memimpin

Pembaharuan struktur organisasi yang ada dalam konstitusi harus sungguh dipahami dan dimengerti oleh seorang pemimpin. Sebagai gerakan, jiwa dan semangat, hidup religius hendaknya membentuk struktur-struktur baru yang lebih manusiawi yang menopang penghayatan hidup religius dan perkembangan tarekat. Unsur-unsur baru seperti dialog, komunikasi, prinsip subsidiaritas, dicernmen dan sebagainya merupakan unsur-unsur penting yang perlu dalam mengembangkan relasi horisontal antara pemimpin dengan anggotanya, sehingga nampak bahwa relasinya tidak melulu bersifat vertikal atau atasan-bawahan. Namun sebaliknya suatu relasi yang horisontal yang mengutamakan kesederajatan dan menjunjung tinggi martabat sebagai makhluk yang sama-sama citra Allah.

e. Memajukan komunikasi yang sehat

Pemimpin yang sadar akan perlunya pembaharuan diri terus menerus juga akan tahu nilai komunikasi. Komunikasi bukan sekadar saling menyampaikan gagasan serta perasaan emosi. Lebih dalam lagi komunikasi berarti pemberian diri dalam cinta. Tugas seorang pemimpin adalah mempermudah komunikasi antar anggotanya, ia berusaha mengikis sekat-sekat yang menghalangi perkembangan pribadi dan rohani anggota. Hubungan dan komunikasi yang sehat antara pemimpin dan anggota akan menumbuhkan saling pengertian, pengakuan dan hormat satu sama lain.

C. Situasi dan Tantangan Kepemimpinan Religius Zaman Sekarang