• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. SITUASI UMUM KEPEMIMPINAN RELIGIUS INDONESIA

A. Pengertian Kepemimpinan

3. Kepemimpinan dalam Kongregasi RVM

a. Menurut Semangat Mother Ignacia del Espiritu Santo

Murillo Velarde, SJ, seorang sejarawan Yesuit dalam salah satu tulisannya tentang kepemimpinan Mother Ignacia, melukiskan bahwa Ignacia adalah seorang pribadi yang sangat kuat yang mampu menghadapi dan mengatasi berbagai macam tantangan dan kesulitan dalam usahanya membangun kongregasi RVM. Dikatakan bahwa pengabdian dalam kepemimpinannya adalah tanda kerendahan hatinya yang besar akan tugas pelayanan. Ia tidak memiliki keinginan untuk melekat pada kekuasaan, atau keinginan untuk memerintah atau mengontrol anggotanya, sebab keinginan yang demikian hanya akan menimbulkan penderitaan pada orang lain, seperti “penyakit kanker yang perlahan-lahan menggerogoti tubuh manusia dan merusak organ-organnya sehingga manusia tidak dapat berkembang dengan baik” (Anicia Co, 1998: 23.)

Kepemimpinan yang Ignacia hayati dalam hidupnya adalah kepemimpinan sebagai “Hamba hina Tuhan” seturut teladan Maria yang memiliki sikap terbuka dan rendah hati terhadap kehendak Bapa “aku ini hamba Tuhan, tejadilah padaku menurut perkataanMu” (Luk. 2:38). Melalui sikap Bunda Maria inilah, Ignacia belajar untuk menjadi pemimpin yang peka terhadap tanda-tanda zaman. Ia selalu mengedepankan kepemimpinan yang demokratis (Anicia Co,1998: 69) dengan menciptakan suasana bebas penuh persaudaraan, ia memberi ruang untuk anggotanya bisa membangun suasana komunikasi yang sehat, terbuka dan

mendorong mereka untuk bersikap spontan dan jujur dalam memberikan pandangan, ide, gagasan, serta pendapat mereka demi kebaikan bersama. Ignacia menghayati kepemimpinannya sebagai hamba yang mengabdi kepada Allah dan kepada sesamanya.

Berdasarkan inspirasi dari kharisma kepemimpinan yang melayani dan kehambaan yang hina dari Mother Ignacia maka hasil kapitel umum kongregasi RVM ke-17, tahun 2001 menegaskan kembali tugas para pemimpin dalam kongregasi, yaitu para pemimpin dipanggil untuk menjadi wanita-wanita yang memiliki visi, berani memimpin kongregasi menuju sebuah komunitas profetis di zaman ini. Dalam milenium ketiga ini para pemimpin harus menunjukkan secara jelas wajah Kristus yang baru dan berani menghadapi setiap tantangan, syukur bisa memberikan solusi baru sebagai pemecahannya sehingga membantu perkembangan Gereja dan dunia khususnya dalam mewujudkan visi-misi kongregasi (Hasil Kapitel Umum RVM ke-17, tahun 2001: 62).

Menjadi komunitas profetis di zaman ini berarti para suster yang telah dipilih dan dipanggil oleh Allah dan dikaruniai Roh Kudus harus melaksanakan pelayanan kenabian yang otentik dengan berbicara atas nama Allah kepada semua orang. Kenabian yang sejati bersumber pada Allah, pada relasi yang intim dengan Dia, pada sikap mendengarkan dan menghayati sabdaNya dalam setiap situasi dan peristiwa hidup sehari-hari. Para suster sebagai pribadi maupun sebagai komunitas perlu mewartakan sabda Allah melalui hidup, mulut, dan tindakan mereka. Sebagai orang-orang pilihan yang mengambil bagian dalam tugas kenabian di zaman sekarang para suster hendaknya berbicara demi perkara Allah dalam melawan kejahatan dan dosa.

Kesaksian kenabian memerlukan usaha dan perjuangan yang terus menerus dan penuh semangat mencari kehendak Allah, menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak Allah, hidup dalam persekutuan dalam Gereja, melakukan penegasan rohani, mencintai kebenaran (VC. No. 84), mengikuti dan meneladani Kristus yang murni, miskin dan taat, yang sepenuhnya dikuduskan demi kemuliaan Allah yang lebih besar dan demi cintakasih terhadap sesama. Hidup persaudaraan dalam komunitas bersifat kenabian dalam masyarakat yang mempunyai kerinduan mendalam akan persaudaraan yang sejati. Selanjutnya para suster tampil membawa wajah Kristus harus memberikan kesaksian di mana pun juga dengan keberanian seorang nabi yang tidak takut menghadapi resiko-resiko dan tantangan dalam hidupnya (VC. No. 85).

b. Menurut Konstitusi RVM

Kepemimpinan menurut konstitusi RVM no. 94 (Constitution of RVM Revised, 2002: 49) tentang kekuasaan atau kepemimpinan adalah sebagai berikut:

Kekuasaan di semua tingkatan dalam kongregasi kita jalani dalam semangat pelayanan yang sejati dan kerendahan hati seturut teladan Yesus Kristus yang datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Mereka yang memegang kekuasaan dalam kongregasi kita harus menjalani tugasnya dalam semangat ini, memperhatikan prinsip-prinsip subsidiaritas, tanggung jawab, dan kepercayaan, selalu mencari dan melaksanakan kehendak Tuhan dalam segala hal. Para pemimpin hendaknya melakukan dicernmen bersama dengan para suster demi kesejahteraan bersama, kebaikan kongregasi, dan demi membangun kerajaan Allah.

Para suster yang dipercaya menjadi pemimpin baik dari tingkat tertinggi hingga terendah dalam kongregasi harus menjalankan tugas pelayanannya seturut teladan Kristus. Jabatannya sebagai pemimpin adalah bentuk pengabdian yang tulus kepada dan demi kemuliaan Allah yang besar. Para pemimpin diharapkan tidak bekerja

sendirian dalam tugasnya tetapi hendaknya melibatkan para suster yang lain sehingga tidak terkesan ia adalah pemimpin yang single fighter segala sesuatu dikerjakan sendiri. Namun sebaliknya mengedepankan unsur partisipasi dan prinsip subsidiaritas yang melibatkan anggotanya dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

(1) Pemimpin Umum

Konstitusi RVM, no.100 (2002: 52) tentang pemimpin umum menegaskan tugas seorang pemimpin umum, sebagai berikut:

Pemimpin Umum memimpin kongregasi sesuai dengan hukum Gereja universal, konstitusi RVM, dan keputusan-keputusan kapitel umum. Sebagai seorang pemimpin yang setia kepada semangat pendiri, ia menyemangati, membimbing, dan mempersatukan seluruh anggota kongregasi. Ia terbuka terhadap Roh Kudus, ia berpikir bersama Gereja, ia melakukan dicernmen, dan tanggap terhadap tanda-tanda zaman dan berani menghadapi tantangan zaman”.

Pemimpin Umum ibaratnya sebagai seorang nakhoda yang memegang kendali dalam kongregasi, maju-mundurnya kongregasi ada dalam kepemimpinannya, karena itu dalam menjalankan tugasnya ia harus taat dan setia kepada hukum Gereja universal, konstitusi dan keputusan kapitel. Ia hadir sebagai pribadi yang memberi inspirasi dan memberi semangat, membimbing dan mempersatukan semua anggota. Ia terbuka terhadap tuntunan Roh Kudus, ia ikut terlibat dalam segala suka duka dan keprihatinan Gereja saat ini. Ia terbuka terhadap tanda-tanda zaman dan berani menghadapi setiap tantangan arus zaman ini.

(2) Pemimpin Distrik

Konstitusi RVM no. 121 mengungkapkan bagaimana tugas pelayanan seorang pemimpin Distrik, bahwa:

Pemimpin Regio/Distrik memegang pendelegasian kuasa dari pemimpin umum atas semua komunitas lokal yang berada dalam wilayah regio/distrik. Ia mengunjungi semua rumah dan memelihara komunikasi di antara para suster dengan demikian memperkuat ikatan cinta bersama dalam kesaksian akan cinta Kristus dan pelayanan dalam Gereja. Ia Bertanggung jawab dalam daya hidup rohani dan pelayanan dari regio atau distriknya. Ia menjalankan fungsinya dalam semangat pelayanan dan memberi perhatian bagi setiap suster dan menghargai keunikan kepribadiannya (Constitution of the RVM Revised 2002, no. 121).

Pemimpin distrik yang bertanggung jawab dalam sebuah wilayah atau regio tertentu dalam kepemimpinannya menjadi sosok yang cinta perdamaian dan mempersatukan setiap komunitas yang tersebar di wilayahnya dalam ikatan kasih dan persaudaraan. Perhatiannya menyeluruh dan menaruh penghargaan yang tinggi terhadap setiap keunikan anggotanya.

Pemimpin umum maupun pemimpin distrik keduanya sama-sama menjalankan sebuah tugas pengabdian kepada Allah dan sesama. Ada pun kualifikasi yang kiranya harus dimiliki oleh keduanya dalam rangka menjalankan tugas pengabdiannya sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi RVM, no.101 (2002: 53), bahwa “Ia harus berkepribadian dicerning, dan tegas. Ia menjadi teladan dalam penghayatan akan spiritualitas hamba hina dan aktif-kontemplatif, memiliki relasi yang mendalam dengan Tuhan dalam doa dan karya, ia menunjukkan kualitas kepemimpinan yang visioner dan profetis dari seorang pemimpin wanita dalam Gereja. Ia berani, rendah hati, berbelaskasih, dan bersemangat melayani, serta mampu mendengarkan dan berdialog dengan para susternya secara jujur dan terbuka demi mencapai tujuan bersama.