• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V USULAN MODEL KEPEMIMPINAN YANG DICITA-CITAKAN

C. Kepemimpinan Transformatif dalam Praksis di Kongregasi

3. Usulan Kegiatan Katekese

Salah satu point penting yang dibahas para suster RVM dalam kapitel umum ke- 17 di Filipina adalah tentang sejauhmana pemahaman, pengungkapan dan perwujudan kepemimpinan yang sesuai dengan pola kepemimpinan Yesus dan seturut semangat Mother Ignacia, yakni “sebagai hamba Tuhan”. Kenyataan menunjukkan bahwa di tengah-tengah berkembangnya gaya hidup instant, materialisme, konsumerisme, dan hedonisme, ada suster yang belum mampu

mengatakan “cukup” untuk membatasi keinginan atau kecenderungan menikmati tawaran-tawaran yang menggiurkan misalnya berupa barang atau materi yang bila dicermati hal itu bukan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.

Tantangan lain yang juga menjadi keprihatinan kepemimpinan para suster RVM yakni, masih ada suster yang belum berani lepas bebas dari kelekatan terhadap rasa aman, kemapanan entah itu dengan lingkungan, orang, materi, atau jabatan tertentu. Sementara di pihak lain dalam pelayanan, ada yang berorientasi pada fungsi, seperti lebih fokus pada kerja dan ambisi untuk berhasil daripada mengutamakan pelayanan pada Kristus dan nilai-nilai kerajaan Allah. Dengan kata lain dalam pelayanan masih ada suster yang mengejar prestasi, dan prestise.

Kepemimpinan dalam kongregasi RVM adalah kepemimpinan yang bersemangatkan “Hamba hina Tuhan” yang dilaksanakan dalam semangat pelayanan yang sejati, penuh kerendahan hati seturut teladan Yesus Kristus yang datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani” (Konstitusi RVM, no. 94).

Kepemimpinan sebagai hamba hina Tuhan menunjuk pada kepemimpinan sebagai “Pelayan”. Pengertian pelayan dalam Kitab Suci pada dasarnya menunjuk pada mereka yang menjadi budak. Budak itu tanpa hak. Hidup dan pengabdiannya demi majikan, apa pun yang diinginkan atau diminta majikan, ia akan lakukan dengan penuh ketaatan. Dengan demikian inti spiritualitas dalam pengertian hamba ini adalah menunjuk pada hidup dan pribadi Yesus sendiri yang rela mengosongkan diri menjadi hamba dan bahkan mati di kayu salib (Fil. 2:5-11).

Kerelaan untuk mengosongkan diri dan merendahkan diri dalam gerakan menurun inilah yang penting dalam spritualitas pelayanan seorang pemimpin. Bila ada suster yang dalam kepemimpinannya masih memiliki kelekatan terhadap

jabatan, kemapanan dan sebagainya, harus belajar dan menghayati semangat kepemimpinan sebagai hamba. Ia harus berani mengosongkan diri dari semua keinginan-keinginan dan ambisinya untuk mencapai popularitas, prestasi dan prestise. Ia perlu melebur semua keinginan-keinginan yang tak teratur dalam semangat kemiskinan dan kerendahan hati, bahwa kuasa kepemimpinan dan segala fasilitas atau sarana yang dimilikinya adalah kuasa dan anugrah dari Tuhan. Ia hanyalah seorang abdi yang melakukan segala sesuatu hanya untuk kemuliaan nama Allah yang lebih besar, untuk itu ia bebas melayani orang lain di mana saja dan kapan saja dibutuhkan.

Dalam mewujudkan kepemimpinan sebagai pelayan, pertama-tama yang mau di bangun adalah kesadaran dan kesediaan untuk melakukan pembaharuan dan perubahanan melalui metanoia yang terus menerus dari segala kelekatan dan keinginan yang tidak teratur. Kesadaran inilah yang kiranya mendorong para suster untuk semakin terlibat dalam mewujudkan makna kepemimpinan sebagai pelayan dalam hidup dan karya mereka setiap hari, untuk itu katekese sebagai pembinaan iman diharapkan mendorong para suster untuk melakukan pembaharuan dan perubahan baik cara hidup, pemahaman maupun cara pandang dalam kepemimpinan mereka.

b. Tema dan Sub Tema Katekese

Tema umum yang diusulkan penulis dalam kegiatan katekese adalah “Menghayati semangat pelayanan sebagai hamba demi terwujudnya kepemimpinan transformatif” . Tema umum ini dijabarkan dalam 3 sub tema dan masing-masing

tema akan dijabarkan dalam 4 judul pertemuan katekese (Lih. Matriks kegiatan katekese terlampir). Berikut ini penjabaran sub tema, tujuan dan judul katekese : Tema umum : Menghayati semangat pelayanan sebagai hamba demi

terwujudnya kepemimpinan transformatif

Tujuan : Agar pendamping dan peserta semakin berkembang dalam pemahaman akan semangat pelayanan sebagai hamba dan mampu mengusahakan terwujudnya suatu kepemimpinan yang transformatif.

Sub Tema 1 : Belajar dari Pola Kepemimpinan Pelayanan Yesus

Tujuan : Agar peserta semakin mengenal dan memahami pola kepemimpinan Yesus sebagai teladan utama kepemimpinan. Judul 1 : Yesus raja yang melayani sebagai hamba

Tujuan : Agar bersama-sama menghayati makna kepemimpinan yang melayani sebagai hamba

Sub Tema 2 : Memahami semangat pelayanan hamba yang murah hati

Tujuan : Agar pendamping dan peserta dapat menghidupi semangat pelayanan yang murah hati dalam praksis hidup sehari-hari Judul 1 : Melayani dengan penuh pengabdian

Tujuan : Bersama semakin sadar akan kuasa kepemimpinan merupakan suatu bentuk pengabdian kepada Allah dan sesama.

Judul 2 : Melayani dengan memberi teladan bukan dengan menguasai. Tujuan : Bersama tergerak untuk melayani dengan perbuatan, kesaksian

hidup.

Tujuan : Peserta dan pendamping semakin memahami makna kepemimpinan yang transformatif.

Judul : Pembaharuan mulai dari diri sendiri

Tujuan : Bersama semakin terbuka dan bersedia melakukan pembaharuan dan perubahan mulai dari dalam diri sendiri.

c. Bentuk Kegiatan Katekese

Katekese merupakan kegiatan pembinaan iman yang terus menerus dan terencana, maka penulis bermaksud melaksanakan katekese ini dalam 4 kali pertemuan sesuai dengan sub tema yang telah diuraikan di atas.

Kegiatan pembinaan ini ditujukan kepada para suster sebagai bentuk pembinaan iman dalam tarekat RVM. Mengingat pembinaan iman ini cukup penting demi membantu pengembangan pembinaan para suster dalam tahap on going formation maka diharapkan para suster terlibat aktif dan rela mengikuti katekese ini, meskipun penulis sadar bahwa waktu, kesibukan dan jadwal yang padat serta berbeda-beda bisa menjadi kendala tersendiri.

Kegiatan ini ditujukan kepada para suster RVM yang berada di wilayah kabupaten Timor Tengah Selatan, dilaksanakan pada akhir pekan; hari Sabtu dan Minggu dengan menggunakan 5 langkah model Shared Chirstian Praxis (SCP) yang dikemas dalam bentuk rekoleksi. Lima langkah model SCP ini dalam pelaksanaannya dapat digabungkan, yaitu langkah I digabungkan dengan langkah II, langkah IV digabungkan dengan langkah V sedangkan langkah III menjadi langkah yang berdiri sendiri (tidak digabungkan dengan langkah yang lain).

Dalam menjalankan kegiatan pembinaan ini, penulis terbuka untuk bekerjasama dengan para suster RVM yang lain baik itu sebagai pendamping atau fasilitator katekese maupun sebagai nara sumber yang diundang untuk memberikan materi atau sharing pengalaman hidup berkaitan dengan tema yang ada.

4. Contoh Persiapan Katekese Model SCP dalam Bentuk Rekoleksi