• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEADAAN SISWA MAN RANTAU PANJANG PEUREULAK

Dalam dokumen Mengelola Keragaman Islam dan Relasi A (1) (Halaman 104-124)

BERDASARKAN PENDAPATAN ORANG TUA

N No

Kelas Jumlah siswa berdasarkan Penghasilan Orang Tua (Rp.)

Jmlh ≤ Rp. 1.500.000 Rp. 1.500.000 ≥ Rp. 1.500.000 1 X 25 59 23 107 2 XI 23 81 20 124 3 XII 15 38 22 75 Jumlah 63 178 65 306

Sumber: Arsip Tata Usaha MAN Ranto Panjang Peureulak September 2013

Dari tabel data tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa mayoritas siswa MAN Ranto Panjang Peureulak berasal dari orang tua yang berpenghasilan dibawah Sejahtera/ prasejahtera, dengan penghasilan orang tua rata-rata Rp.1,5 Juta yang diperoleh dengan pekerjaan yang berfariasi pula mulai dari petani, pedangan karyawan swasta dan lain sebaginya, sebagimana data yang diperoleh dari dokumen MAN Rantau Panjang Peureulak sbb.

Tabel

Daftar Keadaan Pekerjaan Orang Tua siswa MAN Rantau Panjang Peureulak

No Jenis Mata Pencaharian Orang Tua Siswa Jmlh Pesentase (100%) 1 Pedagang 37 12,09 2 Petani 89 29,08 3 Nelayan 4 1,31 4 Buruh 59 19,28 5 Pengrajin 2 0,65 6 PNS 28 9,15 7 ABRI/POLRI 2 0,65 8 Peternak 12 3,92 9 Pertukangan 9 25 10 Karyawan swasta 36 11,76 11 Lainnya 29 9,48 Jumlah 306 100,00

Sumber: Arsip Tata Usaha MAN Ranto Panjang Peureulak September 2013

Orientasi pemikiran

Pada dasarnya semua bangsa di dunia bersifat multikultural. Adanya masyarakat multikultural memberikan nilai tambah bagi bangsa tersebut. Keragaman ras, etnis, suku, ataupun agama menjadi karakteristik tersendiri, sebagaimana bangsa Indonesia yang unik dan rumit karena kemajemukan suku bangsa, agama, bangsa, maupun ras. Masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal. Berkaca dari masyarakat multikultural bangsa Indonesia, kita akan mempelajari penyebab terbentuknya masyarakat multikultural.

Sejak lama, rakyat Indonesia selalu diingatkan agar dapat hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang beraneka suku bangsa, agama, ras, dan antar golongan. Kita diserukan untuk mengerti, menghayati, dan melaksanakan kehidupan bersama demi terciptanya persatuan dan kesatuan dalam perbedaan sebagaimana semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Artinya kita selalu diingatkan untuk menghargai dan menghayati perbedaan

SARA sebagai unsur utama yang mempersatukan bangsa ini dan bukan dijadikan alasan terjadinya konflik. Dalam studi sosial, ajakan agar selalu hidup berdampingan secara damai (koeksistensi damai) ini merupakan bentuk sosialisasi nilai yang terkandung dalam multikulturalisme.

Kesadaran akan pentingnya keragaman mulai muncul seiring gagalnya upaya nasionalisme negara, yang dikritik karena dianggap terlalu menekan kesatuan daripada keragaman. Kemajemukan dalam banyak hal, seperti suku, agama, etnis, golongan, yang seharusnya menjadi hasanah, dan modal untuk membangun seringkali dimanipulasi oleh penguasa untuk mencapai kepentingan politiknya. Mungkin ketika kemudian konflik bergejolak di daerah, negara seakan-akan menutupi realitas kemajemukan itu atas nama “kesatuan bangsa” atau “stabilitas nasional”. Konflik sosial yang sering muncul sebagai akibat pengingkaran terhadap kenyataan kemajemukan dan penyebab adanya konflik sosial.

Bertolak dari kenyataan itu, hal tersebut juga ikut dirasakan oleh para peserta didik dalam hal ini siswa MAN Rantau Panjang Peureulak yang merupakan salah satu Madrasah di Kabupaten Aceh timur, dimana aceh merupakan salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang juga merupakan daerah dengan Keragaman penduduk dari berbagai suku dan budaya. suku aceh kadang disebutkan dengan keragaman etnis, ACEH, diterjemahkan sebagai singkatan ARAB, CINA, EROPA, HINDUSTAN, karena memang etnis yang hidup di aceh dari beragam etnis, profil yang seperti arab/persia ,profil indo, banyak kita temukan di lamno atau bireun dengan mata yang biru, demikin profil cina atau juga profil india misalnya kita lihat pada profil cut nyak dien dengan sanggul tinggi khas dari india ,demikian juga dengan warna kulit.

Selain itu, ideologi kedaerahan yang semakin berkembang dalam masyarakat juga menjamur di sekolah yaitu pada siswa bahkan guru, Ketika sesuatu bersentuhan dengan isu kedaerahan atau lebih dikenal dengan Konsep “putra daerah” di kegiatan kesehariannya di Madrasah, sehingga putra daerah lebih berkuasa dan dapat lebih leluasa beraktifitas dan berbicara, sedangkan siswa yang berasal dari luar daerah harus dapat menjaga perasaan kelompok siswa yang berasal dari dalam daerah.

Mayoritas siswa pendatang di MAN Rantau Pantau Panjang Peureulak merupakan siswa yang beretnik/ suku jawa, sehingga siswa khususya laki-laki akan merasa lebih sempit ruang lingkup pergerakan mereka dibandingkan dengan siswa yang beretnik/ suku

Aceh, ditambah lagi dengan berkembangnya praktik malak (ngompas) yang dilakukan siswa yang berasal dari daerah setempat, lagi-lagi korbannya adalah siswa pendatang. Berbagai tindakan telah dilakukan pihak Madrasah untuk menghilangkan praktik yang dilakukan oleh oknum tertentu disekolah, namun, siswa pendatang itu sendiri yang terkadang merasa tidak keberatan, karena mereka ingin lebih nyaman beraktifitas bersama siswa lainnya yang berasal dari daerah setempat.

Selain itu, Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah fanatisme sempit, yang menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar, paling baik, dan kelompok lain harus dimusuhi. fanatisme sempit ini menjadi hal yang destruktif. Terjadinya perseteruan dan perkelahian antara kelompok siswa.

Potret Keberagaman Guru MAN Ranto Panjang Peureulak

Guru merupakan bagian terpenting bagi terselenggaranya pendidikan, karena guru berfungsi sebagai tenaga pengajar yang menyampaikan ilmu kepada peserta didik. Guru juga sebagai pembimbing, motivator, serta suri tauladan yang baik yang mampu mengajarkan dan menanamkan kepada peserta didik akan arti dan nilai sebuah keragaman sosial, sehingga peserta didik akan mampu menjalin hubungan sosial yang baik di tengah masyarakat yang pluralis.

Adapun keadaan guru di MAN Ranto Panjang Peureulak, yang juga mencerminkan kulturalistik corak keberagaman masyarakat Aceh Timur. Untuk melihat keberagaman tersebut mari kita lihat tabel keadaan Guru dan Pegawai MAN Ranto Penjang Peureulak berikut:

TABEL

Keadaan Etnis/suku Guru dan Pegawai MAN Rantau Panjang Peureulak

No Suku/ Etnis Jumlah Persentase

1 Aceh 16 61% 2 Jawa 3 12% 3 Batak 2 8% 4 Padang 1 4% 5 Mandailing 2 8% 6 Melayu 2 8% Jumlah 26 100%

Sumber: Arsip Tata Usaha MAN Ranto Panjang Peureulak September 2013

Dari Tabel diatas dapat kita lihat corak keragaman Guru di MAN Ranto Panjang Peureulak dan dengan adanya guru-guru yang memiliki kultur dan etnik yang berbeda diharapkan adanya tingkat solidaritas dan interaksi sosial yang tinggi pula.

Dari data yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa keadaan akademik guru di MAN Rantau Panjang Peureulak sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan guru yang rata- rata telah menempuh jenjang pendidikan S1 bahkan ada juga yang sudah menempuh jenjang S2 serta kesesuaian dengan bidang studi yang diajarkan.

Dengan adanya tingkat akademik yang tinggi diharapkan para guru mampu tidak hanya mendidik dan membimbing peserta didik sebatas marteri di dalam kelas, akan tetapi juga mampu mendidik dan membimbing mereka menjadi manusia yang memilki tingkat solidaritas sosial yang tinggi. Khususnya adalah guru Pendidikan Agama Islam yang memang notabene adalah guru yang membentuk akhlak dan prilaku siswa serta membentuk karakter-karakter yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.

Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, Indonesia khususnya Aceh Timur dihadapkan pada beragam tantangan baru yang sangat kompleks. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah persoalan budaya. Dalam arena budaya, terjadinya pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah membawa dampak besar terhadap pengakuan budaya lokal dan keragamannya. Bila pada masa Orba, kebijakan yang terkait dengan kebudayaan masih tersentralisasi, maka kini tidak lagi.

Lagi-lagi Konsep “putra daerah” yang juga berkembang di MAN Ranto Panjang Peureulak untuk menduduki Jabatan-jabatan penting disekolah sekalipun memang merupakan tuntutan yang demi pemerataan kemampuan namun tidak perlu diungkapkan menjadi sebuah ideologi. Tampilnya putra daerah dalam pos-pos penting memang diperlukan agar putra-putra daerah itu ikut memikirkan dan berpartisipasi aktif dalam perkembangan Madrasah itu sendiri. Harapannya tentu adalah adanya asas kesetaraan dan persamaan. Namun bila isu itu terus menerus dihembuskan justru akan membuat orang terkotak oleh isu kedaerahan yang sempit. Orang akan mudah tersulut oleh isu kedaerahan. Faktor pribadi (misalnya iri, keinginan memperoleh jabatan) dapat berubah menjadi isu publik yang destruktif ketika persoalan itu muncul di antara orang yang termasuk dalam putra

daerah dan pendatang.

Penerapan Pendidikan Multikultural :Upaya Membangun Keberagaman Inklusif di Madrasah Aliyah Negeri Ranto Peureulak

A. Pola dan Penerapan Pendidikan Multikultural berdasarkan Suku Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan pembelajaran dan pengajaran kearah memberi peluang yang sama pada setiap anak jadi tidak ada siswa dikorbankan deni persatuan. Untuk itu semua elemen masyarakat(sekolah) harus damai, saling memahami, mengakhiri konflik tetapi tetap menekankan pada tujuan untuk mencapai persatuan. Ketika siswa berada diantara sesamanya yang berlatar belakang berbeda suku, mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi dan berkomunikasi sehingga dapat menerima perbedaan diantara mereka.

Gibson menyebutkan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah proses dimana individu mengembangkan yang berbeda dari sistem kebudayaan sendiri.151 Oleh sebab itu siswa sangat penting memiliki kemampuan untuk dapat hidup dalam keberagaman.

Mengimpletasikan pendidikan multikultural di sekolah tidak harus menjadi mata pelajaran khusus masuk pada kurikulum formal. Yang paling penting dapat diimplementasikan langsung pada tindakan nyata terhadap siswa. Senada dengan itu, Sri Sultan Hamengkubuwono X juga mengungkapkan bahwa dalam pendidikan multikultural, guru ataupun dosen harus memberi contoh sikap dan keteladanan seperti yang ada pada nilai-nilai multikultural dengan demikian para siswa akan mengikutinya.152

Pola guru dalam pendidikan multikultural dalam wawancara dengan guru Bahasa Indonesia Ibu Dra. Chairul Bariyah yang juga merupakan Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Rantau Panjanag Peureulak mengatakan ada tiga pola yaitu kegiatan intrakurikuler, kegiatan ekstrakurikuler dan metode pembelajaran

151 Faruida hanum, dalam seminar Pendidikan Nasional “pendidika

multikultural dan demokrasi pendidikan di indonesia”. Di STT Alma Ata Yogyakarta, 7 Juni 2008

152 Sultan Hamengkubuwono X, 2004. “Multikultural itu Kekuatan

di sekolah.153 Sehingga siswa yang berbeda suku dapat terakomodasi sesuai dengan tiga pola itu tadi.

Untuk itu pola yang dimaksud sebagai berikut: 1. Kegiatan intrakurikuler

Adalah kegiatan yang dilakukan dalam struktur program. Kegiatan ini ddi maksudkan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai tiap-tiap mata pelajaran. Hal ini adalah dalam mata pelajaran PPKn, Akidah Akhlak, Bahasa Daerah dan Kesenian Daerah.

2. Kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ektrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan diluar kegiatan jam belajar mengajar yang mana kegiatan tersebut dilakukan disekolah maupun diluar sekolah, dengan tujuan untuk memperluas pengertian siswa dalam masalah minat dan bakat siswa. Dalam hal ini menyangkut hubungan anatar siswa tanpa memandang suku untuk mengembangkan hobinya. Berikut ini kegiatan ektrakurikuler siswa tersebut adalah sebagai berikut: PORSENI, PMR, dan Olahraga

3. Metode Pembelajaran.

Metode tempat sesungguhnya akan memperoleh hasil yang maksimal dalam pendidikan multikultural, ada empat metode yang di berikan guru kepada siswa agar aktif dalam proses pembelajaran tanpa melihat latar belakang suku siswa sebagai berikut:

Pertama, metode kontribusi. Dalam metode ini anak didik diajak berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi suku lain. Kedua, metode pengayaan. Secara umum metode pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya. Kegiatan metode pengayaan dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperdalam penguasaan materi pelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal.

Ketiga, metode transformasi. Metode Transformasi yang dilakukan adalah perubahan watak serta bentuk pada sekolah- sekolah kita. Dari sekolah tempat menghafal menjadi sekolah tempat belajar berfikir. Dari sekolah yang tidak akrab dengan

153 Wawancara dan observasi dengan Ibu Dra. Chairul Bariyah selaku

guru Bahasa Indonesia MAN Rantau Panjang Peureulak pada tanggal 12 September 2013

lingkungan lokalnya menjadi sekolah yang dikenal, dicintai dan dibanggakan lingkungan lokalnya. Pendekatan ini dapat mengubah kurikulum, dan memberanikan anak didik untuk memahami isu persoalan dari beberapa perspektif suku tertentu. Metode ini menuntut anak didik mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis dasarnya. Dan mempelajari suku-suku yang ada di profinsi Aceh khususnya di Aceh Timur agar siswa mengetahui suku-suku yang ada.

Keempat, metode aksi sosial. Metode ini mengintegrasikan metode Tranformasidengan aktifitas nyata dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial. Anak didik tidak hanya dituntut untuk memehami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu. Dalam pendidikan multikultural, seorang guru tidak hanya dituntut mampu secara profesional megajar mata pelajaran yang diajarkan. Akan tetapi mampu menanamkan nilai-nilai keberagaman yang inklusif kepada para siswa, selain itu guru harus mampu untuk berinteraksi dan merkomunikasi secvara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, karyawan, orang tua atau wali, dan warga sekitar. sehingga empat kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik atau guru, yaitu psikologis, kepribadian, profesionalme dan sosial.

Pada akhirnya, dengan langkah-langkah demikian, output yang diharapkan dari sebuah proses belajar mengajar natinya adalah para lulusan sekolah tidak hanya pandai dengan disiplin ilmu yang ditekuni, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam memahami dam menghargai keberadaan masyarakat yang lain.

Guna penerapan pendidikan pada sebuah lembaga pendidikan, seorang guru atau pendidik selaku orang dewasa yang berperan dan bertanggungjawab dalam membina, membimbing dan mendidik para siswanya khususnya dan warga sekolah pada umumnya. Berikut ini penerapan pendidikan multikultural berdasarkan suku.

MAN Rantau Panjang Peureulak siswa siswinya cukup beragam, ini dapat dilihat dari data sekolah yang diambil tahun 2012-2013, berikut ini data siswa berdasarkan suku sebagai berikut:

TABEL

GAMBARAN KEBERAGAMAN ETNIS PADA SISWA TAHUN AJARAN 2013/2014154

No Suku/ Etnis Jumlah Persentase

1 Aceh 137 45 % 2 Jawa 107 35 % 3 Batak 16 5 % 4 Padang 16 5 % 5 Mandailing 15 5 % 6 Melayu 15 5 % Jumlah 306 100%

Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa siswa yang sekolah cukup banyak siswa yang berlainan suku. Untuk itu penerapan pendidikan multikultural berdasarkan suku sebagi berikut:

1. Kegiatan intrakurikuler

Kegiatan intrakurikuler terletak pada mata pelajaran siswa, mata pelajaran siswa terdapat mata pelajaran berhubungan dengan pendidikan multikultural yaitu PPKn, Akidah Akhlak, Bahasa Daerah dan Kesenian Daerah.

Dalam penerapan pendidikan multikultural para guru mengajarkan pada siswa mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan menberi salam kepada guru dengan aba-aba dan salam dengan bahasa sesuai bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia, selanjutnya, dalam kegiatan proses belajar mengajar sehari-hari guru tidak membiasakan berbicara dengan bahasa daerahnya agar semua siswa yang berlainan suku dapat mengerti penyampaian guru dengan jelas, tampa ada rasa deskriminasi.

2. Kegiatan ektrakurikuler

Penerapan kegiatan ekstrakurikuler ini sudah dijalankan oleg guru dalam rangka pembinaan siswa agar ilmu mereka dapatkan dapat berguna, berikut ini ada beberapa kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan multikultural berdasarkan suku:

Pertama, personi. Dalam kegiatan disekolah baik intra maupun ekstra pengurus OSIM yang terlibat dalam kegiatan pelaksanaan mereka membuat suatu kegiatan dalam bentuk

154 Hasil wawancara dan observasi lapangan dengan Ibu Suryati, S.Ag

selaku Kepala Tata Usaha MAN Rantau Panjang Peureulak pada tanggal 10 September 2013

PORSENI atau Pekan Olahraga dan Seni yang didalamnya terdapat berbagai macam kegiatan misalnya, sepak bola, bola voli, MTQ, Seni Tari, Pidato Dalam Bahasa Inggris dan lain sebagainya, para siswa ikut terlibat dalam kegiatan tersebut, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka seleksi untuk mengikuti seleksi PORSENI tingkat Provinsi yang dilakukan Kementrian Agama setiap Tahunnya.

Peserta kegiatan ini terdiri dari semua kelas, dalam satu kelas para siswa diberi keluasan bagi siapa saja boleh ikut berpartisipasi sesuai dengan minat dan bakat siswa. Kegiatan ini berlangsung seminggu di sekolah para pemenang akan diumumkan dan akhir acara dan dapat mengikuti seleksi ditingkat berikutnya yaitu seleksi PORSENI Tingkat Kabupaten.155

Kedua, PMR. kegiatan ini dilaksanakan setiap hari sabtu siang mulai pukul 15.00-16.00 WIB di lingkungan sekolah ekstrakurikuler ini dibimbing oleh pelatih khusus yaitu kejasama pihak sekolah dengan Pengurus PMI Kabupaten Aceh Timur dan diikuti oleh semua siswa peserta PMR.156 Kegiatan ini bertujuan melatih dan membentuk kepribadian siswa untuk berjiwa mandiri, bertangungjawab dan mengerti lebih banyak tentang hal-hal yang bersifat tanggap darurat seperti bencana alam.

Ketiga, olah raga. Ektrakurikuler ini berupa sepak bolea bola voli dan badminton, kegiatan ini dilakukan setiap hari kamis sore mulai pukul 15.00-17.00 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh semua siswa sesuai dengan bakat dan minat siswa. Bahkan dengam cabang bola voli pernah beberapa kali mengikuti seleksi PORSENI tingakat Kabupaten Aceh Timur dan meraih juara I dan berhak mengikuti seleksi selanjutnya di tingkat Provinsi Aceh.157 Kegiatan ini bertujaun sebagai media pengembangan dan pengayaan siswa dalam bidang olah raga.

Keempat, metode pembelajaran. Penerapan metode pembelajaran ini strategi guru dalam mengajar, selanjutnya dalam hal mengajar dikelas tidak ada perlakuan istimewa dalam pemberian nilai kepada siswa yang ada hanya berdasarkan kompetensi siswa dalam belajar apabila siswa menegerjakan tugas yang diberikan dari guru untuk itu inilah metode guru dalam

155 Hasil wawancara dengan Azhari Saputra selaku ketua OSIM MAN

Rantau Panjang Peureulak pada tanggal 20 September 2013

156ibid 157ibid

mengajr agar siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan dari guru sebagi berikut :

a. Metode kontribusi. Dalam metode ini guru merancang dan menddesain dalam kegiatan pembelajran yang dilaksanakannya bagai mana agar satu sama lain siswa bisa ikut berkontribusi menyumbangkan pemikirannya dalam segala hal. Contoh dalam soal belajar Bahasa Indonesia, dengan materi mengarang cerpen, siswa disuruh membuat bahasa dalam cerpen tersebut sesuai dengan bahasa yang dia punya, kemudain diartikan dalam bahasa indonesia.158

b. Metode Pengayaan. Penerapan metode pengayaan yang ada di MAN Rantau Panjang Peureulak dengan cara memberlakukan kelas khusus yaitu X.1, XI.1 dan XII.1 dimana siswa dalam kelas tersebut memiliki kemampuan diatas rata-rata dibandingkan denga kelas lain. Guru pun dalam mengajar juga tidak sama dengan kelas lain.159 c. Metode Transformasi. Metode pembelajaran menuntut

adanya perubahan yang mencakup aspek Kognitif

(perubahan pemikiran, persepsi), Afektif (sikap dan respon) dan psikomotor (tindakan dan keterampilan). Penerapan metode transformasi disampaikan kepada siswa secara pasti, kontnyu, pelan-pelan, sedik demi sedikit, dalam nuansa kebersamaan dan kekeluargaan. Transformasi tersebuat akan membentuk sifat, kebiasaan dan kepribadian.

d. Metode Aksi Sosial. Metode aksi sosial ini merupakan hasil dari proses belajar kemudian proses nyata dilakukan yang ada di MAN Rantau Panjang Peureulak berupa BAKSOS. Bentuk kegiatannya adalah di pusatkan pada kegiatan Membersihkan lingkunagn sekolah setiap ada agenda kegiatan tertentu, dengan melibatkan semua siswa, dan Mengunjungi rumah siswa yang tengah tertimpa musibah, siswa secara suksrela memberikan sumbangan dalam bentuk uang yang dikutip oleh pengurus OSIM.

158Observasi kelas X.2 mata pelajaran Bahasa indonesia pada tanggal 24

September 2013

159 Hasil wawancara dengan ibu Rizayanti, S.Pd. Wakil Kepala MAN

Pola pendidikan Multikultural yang diintegrasikan ke dalam ke Kurikulum Pengajaran

Bentuk pengembangan pendidikan multikultural di setiap Sekolah berbeda-beda sesuai dengan permasalahan yang dihadapi masing-masing Sekolah. mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum maupun pembelajaran di sekolah yang bila dicermati relevan untuk diimplementasikan di MAN Rantau Panjang Peureulak.160

Pertama, Pendekatan kontribusi. Level ini yang paling sering dilakukan dan paling luas dipakai dalam fase pertamadari gerakan kebangkitan etnis. Cirinya adalah dengan memasukkan pahlawan/pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang sesuai. sebagaimana yang selama ini sudah dilakukan di Indonesia melalui buku-buku bacaan siswa dan buku-buku referensi guru khususnya bidang study IPS dan PKN.

Kedua, Pendekatan aditif. Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan dan karakteristik dasarnya. Pendekatan aditif ini sering dilengkapi dengan buku, modul, atau bidang bahasan terhadap kurikulum tanpa mengubah secara substansif. Pendekatan aditif sebenarnya merupakan fase awal dalam melaksanakan pendidikan multikultural, sebab belum menyentuh kurikulum utama.

Ketiga, Pendekatan transformasi. Pendekatan transformasi berbeda secara mendasar dengan pendekatan kontribusi dan aditif. Pendekatan transformasi mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan kompetensi dasar siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Perspektif berpusat pada aliran utama yang mungkin dipaparkan dalam materi pelajaran. Siswa doleh melihat dari perspektif yang lain. Yang disebut dengan proses multiple acculturation, sehingga rasa saling menghargai, kebersamaan dan cinta sesame dapat dirasakan melalui pengalaman belajar. Konsepsi akulturasi ganda (multiple acculturation conception) dari masyarakat dan budaya Negara mengarah pada perspektif bahwa memandang peristiwa etnis, sastra, music, seni, pengetahuan

Dalam dokumen Mengelola Keragaman Islam dan Relasi A (1) (Halaman 104-124)