• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebangkitan Yesus bisa saja merupakan legenda atau mitos

B ANGKIT DARI K EMATIAN ?

Hipotesis 1: Kebangkitan Yesus bisa saja merupakan legenda atau mitos

Karena pertanyaan tentang cerita-cerita mitos telah dibahas tuntas dalam bab 7, maka hanya ada beberapa materi yang dirangkum di sini. Banyak kitab PB (Injil dan berbagai surat-surat) ditulis cukup dekat dengan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang dilaporkan atau digam-barkan di dalamnya. Legenda dan mitos tidak cukup waktu untuk menyu-sup ke dalam kisah-kisah Alkitab.

Meskipun kematian Yesus terjadi pada tahun 30 atau 33 M, ada alasan kuat untuk percaya bahwa Injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) sudah ada pada awal tahun 60-an (mungkin Injil Markus ada pada akhir tahun 50-an), satu generasi dengan peristiwa-peristiwa seputar kehi-dupan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Baik Injil maupun kitab Kisah Para Rasul menyebutkan tiga peristiwa bersejarah yang ter-jadi antara tahun 60 dan 70 M: penganiayaan terhadap orang Kristen

oleh Kaisar Romawi, Nero (ca. pertengahan tahun 60-an), kematian rasul Petrus dan Paulus sebagai martir (ca. 64-66 M), dan jatuhnya Yerusalem di bawah pemimpin militer Romawi Titus (70 M).5 Karena tidak satu pun peristiwa-peristiwa ini, yang pasti sangat menarik perhatian orang-orang Kristen, disebutkan di dalam Injil, beberapa ahli PB dengan yakin berpendapat bahwa Injil Sinoptik sudah ada sejak awal tahun 60-an.

Selain itu, kitab Kisah Para Rasul mengikuti Injil Lukas sebagai karya pendamping. Karena Kisah Para Rasul tidak menyebutkan tentang peristiwa-peristiwa yang sangat signifikan ini, Injil sinoptik mungkin bahkan ditulis jauh sebelum awal tahun 60-an, terutama jika berasumsi bahwa prioritas Markus itu benar (teori yang dominan dalam ilmu penge-tahuan modern menyatakan bahwa Markus adalah Injil yang paling awal ditulis).

Injil ini tidak saja terlalu dini untuk menjadi mitos, tetapi Injil-Injil ini juga terhubung ke peristiwa-peristiwa yang dilaporkan, melalui sebuah jembatan penghubung yang kokoh dari sumber-sumber lisan dan tertulis. Beberapa surat Rasul Paulus (Galatia 1 dan 2 Tesalonika) mung-kin ditulis sejak akhir tahun 40-an atau awal tahun 50-an. Kritik terhadap sumber (studi tentang sumber-sumber di balik teks tertulis) menunjuk-kan bahwa informasi lisan dan mungkin yang tertulis juga usianya lebih tua daripada Injil berbahasa Yunani, yang bahkan makin memperkecil jarak antara peristiwa kehidupan Yesus dan catatan-catatan yang tertulis. Pengetahuan tentang PB mengungkapkan banyak alasan untuk percaya bahwa Matius, Markus, dan Lukas menggunakan sumber-sumber tersebut.6

Teori demitologisasi (ide bahwa mitos telah menyusup ke dalam fakta-fakta kehidupan Yesus) tampaknya hanya mungkin bila ada yang sanggup menampilkan beberapa generasi yang di dalamnya mitos itu pernah tumbuh.7 A. N. Sherwin-White, ahli sejarah Yunani dan Romawi kuno dari Oxford, telah menyatakan bahwa jarak dua generasi penuh pun tidak cukup bagi mitos dan legenda untuk berkembang dan mem-belokkan fakta sejarah.8 Seperti dikatakan sebelumnya, mengingat inter-val waktu yang singkat antara kehidupan Yesus dan munculnya catatan-catatan Injil, tidak ada cukup waktu untuk mendistorsi catatan-catatan-catatan-catatan itu. Ahli legenda Julius Muller menyatakan bahwa legenda tidak dapat menggantikan fakta, sepanjang saksi-saksi mata masih hidup.9

Alasan selanjutnya untuk menolak teori mitos dan legenda adalah bahwa para rasul mengerti perbedaan antara mitos dan kesaksian saksi mata faktual, dan mereka dengan sabar menegaskan (dengan risiko pribadi yang besar) bahwa mereka adalah saksi mata dari peristiwa-peristiwa sejarah yang sebenarnya (Luk. 1:1-4; Yoh. 19:35; 1Kor. 15: 3-8; Gal. 1:11-12; 2Ptr. 1:16; 1Yoh. 1:1-2). Alih-alih mereka-rekakan cerita mereka, para rasul justru secara aktif berusaha memadamkan rumor dan kebohongan yang berkembang di masyarakat (Yoh. 21: 22-25). Mereka dengan jujur menyatakan ketidakpercayaan mereka sendiri ketika dihadapkan pada bukti kebangkitan Kristus.

Para penulis Injil sangat memperhatikan detail-detail sejarah. Mereka mencatat detail-detail sejarah yang mereka ketahui terjadi pada periode Yesus (termasuk nama, tanggal, peristiwa, adat istiadat, dll.). Secara historis, kriteria utama untuk memasukkan Injil dalam kanon PB adalah Injil ini harus muncul dari kalangan para rasul (saksi mata atau yang ada hubungannya dengan saksi mata).

Gaya bahasa dan isi dari kisah-kisah Injil juga berbeda jika diban-dingkan dengan tulisan mitos yang dikenal.10 Mukjizat-mukjizat di dalam Alkitab tidak aneh atau sembrono seperti yang ditemukan dalam literatur mitologis (mis., dalam mitologi Yunani). Mukjizat-mukjizat Yesus selalu dilakukan dalam konteks pelayanan-Nya, khususnya untuk kemuliaan Allah, dan biasanya untuk menanggapi kebutuhan nyata manusia. Sejarah dan mukjizat-Nya bersama-sama bersinergi di dalam Injil dengan cara yang berbeda dengan literatur mitologi lainnya.

Beberapa orang berusaha menghubungkan kebangkitan Yesus dengan penyembahan dewa-dewa kesuburan yang konon dibangkitkan dalam agama-agama pagan kuno (Osiris, Adonis, Attis, Mithra, dsb.).11 Namun, perbandingan-perbandingan ini terbukti dangkal, tidak tepat, dan sering berpijak pada sumber-sumber yang muncul belakangan. Dengan demi-kian, perbandingan-perbandingan ini tidak memiliki hubungan sejarah atau pengaruh pada kekristenan. Tak satu pun dari cerita-cerita agama pagan ini memiliki landasan historis yang mendukung kebangkitan Yesus Kristus.

Ada bukti kuat yang mendukung kesimpulan bahwa Injil mencer-minkan sumber-sumber awal mengenai kehidupan dan kematian Yesus. Jika para penulis Injil menyimpang dari fakta-fakta sejarah kebangkitan,

maka saksi-saksi musuh yang mengetahui peristiwa-peristiwa yang ter-jadi pada waktu itu bisa dan akan menelanjangi mereka.

Memandang kebangkitan Yesus Kristus sebagai legenda atau mitos berarti mengabaikan dukungan sejarah yang solid di balik peristiwa tersebut, dan tampaknya berakar dalam prasangka-prasangka anti-supranatural yang tidak kuat, serta gagal mengenali interval waktu yang singkat antara munculnya tulisan-tulisan Injil itu sendiri dan peristiwa-peristiwa sebenarnya yang ingin dilaporkan dan dijelaskan. Dengan demikian, hal ini harus dianggap sebagai hipotesis penjelas yang lemah.

Hipotesis 2: Para murid bisa saja mencuri tubuh itu dan membuat