• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan Sastra dalam Majalah Gadjah Mada

Dalam dokumen PROSIDING HASIL PENELITIAN BAHASA DAN SA (Halaman 57-62)

Tirto Suwondo

5. Keberadaan Sastra dalam Majalah Gadjah Mada

Tidak dapat dipungkiri bahwa majalah Gadjah Mada, termasuk juga majalah Gama, memiliki kontribusi atau sumbangan yang relatif besar bagi perkembangan sastra Indonesia di Yogyakarta. Meskipun Gadjah Mada (dan Gama) bukan satu-satunya majalah yang berperan penting bagi perkembangan seni pada umumnya dan sastra khusus- nya di Yogyakarta, —sebab di Yogyakarta ada pula majalah Basis, Bu- daya, Medan Sastera, Seriosa, Pusara, Suara Muhammadiyah, dan sebagai- nya yang juga mempublikasikan karya-karya sastra—, tetapi karena sejak awal penerbitannya kedua majalah tersebut hampir secara rutin mempublikasikan karya sastra (puisi, cerpen, dan esai/kritik), jelas bahwa keberadaan (eksistensi) majalah sekaligus keberadaan karya sastra dalam majalah tersebut dapat dikatakan menjadi penyumbang yang cukup berarti bagi perkembangan seni dan sastra Indonesia di Yogyakarta.

Pada awalnya, di dalam majalah Gadjah Mada, karya sastra, ter- utama puisi, ditampilkan secara tidak teratur, artinya, puisi-puisi itu hanya dimuat pada sela-sela ruang kosong tulisan lain. Akan tetapi, pada perkembangan berikutnya, puisi-puisi itu, termasuk karya-karya

sastra lainnya, disajikan secara khusus di dalam rubrik budaya. Rubrik budaya itu diberi nama “Pelangi: Lembaran Kebudayaan Majalah Gadjah Mada”. Di dalam lembaran kebudayaan itu karya puisi, cerpen, dan esai atau kritik seni (sastra) ditampilkan dengan cukup menarik; bahkan tidak jarang ditampilkan pula karya-karya terjemahan. Di dalam dan lewat lembaran kebudayaan itu pula nama- nama penyair dan cerpenis masih ada yang aktif hingga saat ini. Se- mentara itu, di dalam majalah Gama, pada awalnya karya sastra (puisi, cerpen, dan esai atau kritik) juga disajikan secara tidak teratur, tetapi pada masa perkembangannya kemudian, karya-karya sastra itu khu- sus disajikan di dalam rubrik “Bunga dan Bintang: Lembaran Seni dan Sastera”. Seperti halnya dalam majalah Gadjah Mada, dalam ma- jalah Gama sering ditampilkan karya-karya terjemahan.

Sejak awal penerbitannya, di dalam majalah Gadjah Mada, nama redaktur yang khusus mengasuh subrik “Pelangi” tidak disebutkan secara eksplisit. Hal ini berbeda dengan majalah Gama. Di dalam maja- lah Gama, nama-nama yang bertindak sebagai redaktur khusus rubrik “Bunga dan Bintang” disebutkan secara eksplisit. Hanya saja, penye- butan secara eksplisit nama-nama redaktur lembaran seni dan sastra itu baru dilakukan mulai akhir tahun 1950-an. Mulai akhir tahun 1950- an, tepatnya sejak terbitan Mei 1958, hingga awal tahun 1960-an, yang bertindak sebagai redaktur seni dan sastra adalah Muhardi Atmosen- tono, Budi Darma, dan Amir Prawiro.

Seperti telah disebutkan bahwa di dalam lembaran kebudayaan “Pelangi” majalah Gadjah Mada disajikan karya-karya sastra berupa puisi, cerpen, esai dan atau kritik, di samping karya-karya terjemahan. Akan tetapi, apabila dibuat perbandingan, jenis karya yang paling banyak dimuat dalam majalah itu adalah karya puisi, baru kemudian diikuti oleh esai atau kritik dan kemudian cerpen. Beberapa karya puisi dalam Gadjah Mada yang dapat disebutkan, antara lain, “Sampai Surya Terbit Kembali” karya Usje, “Pusaka dan Kami” dan “Kessah Baru” karya Army, “Tertuju ke Gadjah Mada” karya Rasip, “Untuk— Kepada ... Mu” karya Harjono S.H. (edisi April 1951), “Kenangan bagi Diana Sarsidi” karya Sudiro (Mei 1951), “Antara Temali” dan “Pe- main” karya Soediro, “Ukuranku” karya Usje (Juni 1951), “Serinade Vox Passio” karya Toha Mochtar, “Untuk Mystici Muda” karya Yud- dha (Juli 1951), “Memburu Deru” karya Mayang n’Dresjwari, “Dari Revolusi” karya J. Cobs (November 1951), “Lagu Kerakyatan” karya Yuddha, “Sampai Surya Terbit Kembali” karya Usje (Oktober 1952), “Pelangi” karya Soejanto Wongsojoedo (Februari 1953), “Rangsang”

karya Soegi Notosoewarso, “Senja” karya Yap Yan Keng (Januari 1954), Cintaku Redup Di Pagi Cerah” karya Yap Yan Keng, “Sampai Surya Terbit Kembali” karya Usje, “Pesan” karya Utji Tjitraasmara (Februari 1954), “Variasi Hidup dalam Lintasan Bertemu” karya Riva’i Yusuf, “Pengakuan” karya Muhardi Atmosentono (Maret 1954), “Kepada Adikku” karya Yap Yan Keng” (April 1954), “Janggar-Janggar” dan “Dari Bawah Kemboja” karya Us, “Sebuah Nada bagi Mien” karya Yap Yan Keng (Mei 1954), “Terjaga” karya Didi Jahadi, “Bagi Seorang yang Menerima” dan “Penggalan” karya Nh. Dini (Juni 1954), “Peng- alaman Hidup” karya M.Ch.Arthum, “Salju Sejuk” karya Utji Tjitra- asmara (Agustus 1954), “Senja Pasang” karya Taufiq A.G., “Bunuh Diri” karya Wiratmo Sukito, “Cerita di Perjalanan” karya Attie D. (September 1954), “Di Titik Tengah” karya Sugi Notosuwarso (Oktober 1954), “Membangun Kembali” karya Bier, “Mimbar” karya Soewito Ms. (November 1954), “Perampasan” karya Sunar Hs, “Kesesalan” karya R. Wasita S. (Desember 1954), “Sirna” karya Hidjaz Jamani (April 1955), “Kebekuan Di Negeri Seberang” karya Sangkuriang, “Hampa” karya Sjamsul Suhud (Juli 1955), “Kemalangan” karya Hidjar Jamani, “Lari” karya Wahju T. (Agustus 1955), “Anak Perjuangan” dan “Berpisah” karya Yusmanam (Oktober 1955), “Mula” dan “Sedih” karya Hidjaz Jamani, “Amor Fati” dan “Sajak Buat Nur” karya Henry Guntur Tarigan (November 1955), “Satu Kehidupan” karya Hidjaz Jamani (Desember 1955), “Hidup Ini” dan “Renungan Tak Berkesudah” karya H.G. Tarigan (Januari 1956), “Penggali Batu Kapur”, “Lonceng”, “Taptu”, dan “Hukuman Mati” karya Kirjomulyo (Februari 1956), “Tangisan” dan Pelarian” karya Hidjaz Jamni, “Kisah dari Gunung” karya Amrin Thaib, “Mula Kenal” dan “Jalanmu” karya Victor Hege Riganta (Maret 1956), “Bumi Hijau: 30 buah Sajak” karya Rendra (Desember 1958), “Setangkai Mawar Putih” karya Ninik S, “Mandulang” karya Kusni Sulang (Juli 1961), “Nawang Wulan” karya Subagio Sastrowardoyo, “Tak Bisa Kubayangkan” karya Kusni Sulang (Agustus 1961), “Geliat Rahasia” karya Budiman S. Hartojo (Oktober 1961), “Derita Atas Tanahku” karya M. Rochansie (Desember 1961), “Majulah Pahlawan” karya Budiman S. Hartojo, “Dunia Amat Manja” karya Syamsul Arifin (Februari 1962), “Dalam Perjalanan Itu” karya Budiman S. Hartojo, “Gaun Merah Tua” karya M. Rochansie, “Lagu Malam Di Gubuk” karya Umbu Landu Paranggi (April 1963), “Nelayan Pulang” karya Umbu Landu Paranggi, dan “Lagu Musim dalam Tahun” karya Kusni Sulang (Juni 1963).

Beberapa cerpen yang dimuat di dalam majalah Gadjah Mada, antara lain, “Pelayan” karya Mutijar (Juli 1950), “Akim Pelor” karya Mutijar (Juli 1950), “Riang Kecil” (Agustus 1950), “Riang Kecil Akhir

Permulaan” (Desember 1950), “Dua Jalan” (Januari 1951), “Menguji Hati” karya Harjono S.H. (Maret 1951), “Dua Jalan” karya Yuddha (Juni 1951), “Belanda dan Karabin” (Februari 1952), “Dua Buah Cerita” karya Rip (September 1952), “Desideratum yang Tragis” karya Zally’s (Maret 1953), “Senja Terakhir” karya Supomo S.H. (Juli 1954), “Ke- nang-Kenangan 17 Agustus 1954” karya M.S. (Agustus 1954), “Perca- kapan dengan Pelukis Jalanan” karya Frits Kandou (Juni 1955), “Bo- cah” (Januari 1959), “Setelah Ia Pulang” karya Syamsul Arifin S.H. (April 1959), “Ibunda” karya Syamsul Arifin (Mei 1959), dan “Tiga Pusara” karya Rachmat Djoko Pradopo (April—Juni 1962).

Sementara itu, beberapa esai atau kritik yang dimuat dalam maja- lah Gadjah Mada, antara lain, “Novel dan Cerita dari Blora” karya Anas Ma’ruf (Februari 1951), “Kesusasteraan dan Masyarakat” karya Anas Ma’ruf (Juli 1951), “Pengaruh Revolusi 17 Agustus terhadap Kesusas- traan Indonesia” karya Anas Ma’ruf (Agustus—September 1951), “Buah Kesusastraan SMA bag A dan Surat Terbuka kepada Sdr. Su- harno” karya Majang n’Dresjwari (November 1951), “Pengarang se- bagai Pemberontak” karya S. Mundingsari (Februari 1953), “Wanita dalam Musik dan Kesusastraan” karya Wiratmo Sukito (Februari 1953), “Masalah Penulis” karya Rip (Januari 1954), “Sartre Tambah Musuh Lagi” karya Wiratmo Sukito (Mei 1954), “Pelukis Kontra Po- lisi” karya Wiratmo Sukito (November 1954), “Seniman, Radio, dan Politik” karya Wiratmo Sukito (November—Desember 1955), “Sym- posium Sastera 1955” karya Wiratmo Sukito (Januari 1956), “Keluarga Kemuning dalam ‘Sayang Ada Orang Lain’ buah Pena Utuy Tatang Sontani” karya Setiawan H.S. (Januari 1956), “Revolusi dalam Bahasa” karya Wiratmo Sukito (Maret 1956), “Kehidupan Seni Drama dan Kebudayaan” karya Wiratmo Sukito (Agustus 1958), “Fakultas Sastra dan Drama” karya Pong Waluyo (Maret 1959), dan “Fakultas Sastra dan Drama: Tanggapan Tulisan Pong” karya Budi Darma (Juni 1959). Seperti halnya di dalam lembaran kebudayaan “Pelangi” majalah Gadjah Mada, di dalam lembaran seni dan sastra “Bunga dan Bintang” majalah Gama pun dimuat puisi, cerpen, dan esai atau kritik sastra. Beberapa karya puisi yang dipublikasikan di dalam lembaran itu, antara lain, “Lagu Malam Hari” karya Hardjana HP, “Dari Perjalanan Jauh”, “Diri”, “Yang Mabuk” karya Herman Soekardjo, “Kembali” karya Attie D., “Cemerlang di Ambang 58”, “Madah” dan “Generatie” karya Suparto R. Sastrowardojo, “Kampung” dan Di Lereng Bukit” karya Rusdi W., “Perjalanan” karya G.H. Hendrarto, “Kedatangan” karya Budi Darma, “Ada Bulan di Laut” karya S. Tarno J.C. (Desember 1957—Januari 1958), “Hati Lalu” karya S. Tarno J.C., “Kabar dari

Daerah Kering” karya Hardjana H.P., “Tahun Baru” karya Moehardi, “Cinta” karya Jussi Soehardi, “Lintasan” dan “Hati” karya Herman Soekardjo, “Catatan” karya Amir Pr., “Pintu” karya An Aly, “Kemana?” karya S.I. Pringgaputera, “Penemuan Dirinya” karya Budi Darma (Fe- bruari 1958), “Pengakuan”, “Berdua”, “Janji”, dan “Pertukaran” karya Budi Darma (Maret 1958), “Di Luar” karya Subagijo Joseph, “Machluk Kehilangan” dan “Pengakuan” karya Suminar, “Pelancong Malam” dan “Gersang” karya Suparto R. Sastrowardojo (April 1958), “Pesta” karya Roedjito S.K. (Mei 1958), “Tentang Bidang dan Buah” dan “Bunga Malam” karya Suradal, “Kisah Perjalanan” (?), “Perjalanan” dan “Senja” karya Roedjito S.K., “Rumah yang Kutinggalkan” karya R. Rosa (Juni— Juli 1958), “Pulang” karya Subagijo Joseph, “Teori dan Nanti”, “Harga Diri dan Lagu”, “Titik dan Adik” karya Suradal, “Lagu 31 Maret 1958” karya Hardjana H.P., “Hati yang Jauh” karya S. Tarno J.C. (Agustus 1958), “Kehidupan” karya A.S. Abdullah, “Timpang” karya F.P. Janta, “Hakekat” karya Jussar A.S. (September 1958), “Catatan” dan “Sendiri” karya Mir, “Peristiwa Sehari” dan “Rumah” karya Dis, “Perjalanan ke S. Sono” karya Iko Kastino Sk. (Oktober 1958), “Terimalah dari Penye- rahan” karya Iko Kastino, dan “Jutinah” karya Yoesmanam R.M. (No- vember 1958).

Beberapa cerpen yang telah dimuat dalam majalah Gama, antara lain, “Willis” karya Budi Darma (Desember 1957—Januari 1958), “Pu- langnya Seorang Kekasih” karya Amir Prawiro (Februari 1958), “Perpi- sahan” karya Mircham (Maret 1958), “Ada Bintang di Langit” karya Amir Prawiro (April 1958), “Kalau Bulan Belum Turun di Pangkuan” karya Mircham (Mei 1958), “Penunggang Gunung” karya Soebagijo Joseph (Juni—Juli 1958), “Senja, Bulan, dan Kenangan” karya Amir Prawiro (Oktober 1958), dan “Sebuah Pagar” karya Mircham (Oktober 1958). Sementara itu, beberapa karya esai atau kritik yang muncul da- lam majalah Gama, antara lain, “Aku Ini Binatang Jalang” karya Dja- linus Sjah dan “Masalah Plagiat dalam Kesusastraan Indonesia” karya L.S. Rrento (Februari 1958), “Seni, Seniman, dan Estetika” karya Moe- hardi (April 1958), “Prasaran Simposion: Situasi Sastera Puisi Sesudah Tahun 45” karya Subagijo Sastrowardojo dan “Si Rangka dan Beberapa Cerita Pendek Lain” karya (?) (Juni—Juli 1958, dan “Hujan Kepagian” karya (?). Di dalam lembaran seni dan sastra ini Budi Darma selaku redaktur banyak menulis riwayat para pengarang dunia.

Dilihat dari segi tematik tampak bahwa puisi-puisi dan cerpen- cerpen yang dimuat di dalam majalah Gadjah Mada dan Gama me- nampilkan tema dan masalah yang beragam, baik yang menyangkut kehidupan manusia pada tingkat atau level personal (pribadi, indi-

vidual), sosial (kemasyarakatan), maupun level metafisikal (religius). Atau dengan kata lain, karya-karya puisi dan cerpen yang umumnya ditulis oleh para pengarang yang masih muda usianya itu tidak hanya mempersoalkan sisi dan gejolak hidup kaum muda, tetapi juga mem- persoalkan berbagai sisi dan gejolak sosial, ekonomi, budaya, politik, agama, penderitaan rakyat, nilai-nilai kemanusiaan, hakikat hidup, dan sejenisnya. Jadi, karya-karya puisi dan cerpen itu tidak berbeda de- ngan karya-karya puisi dan cerpen yang dipublikasikan di dalam majalah khusus sastra dan budaya. Berikut dikutipkan satu contoh puisi yang menyuarakan masalah sosial (perjuangan dan cinta tanah air) berjudul “Dari Revolusi” (Gadjah Mada, November 1951) karya J. Cobs.

Dalam dokumen PROSIDING HASIL PENELITIAN BAHASA DAN SA (Halaman 57-62)