• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAMPAI SURYA TERBIT KEMBALI Kepada Ida,

Dalam dokumen PROSIDING HASIL PENELITIAN BAHASA DAN SA (Halaman 64-68)

Tirto Suwondo

SAMPAI SURYA TERBIT KEMBALI Kepada Ida,

Sudah lama saat itu tinggal di belakang kita. Bukan lagi berbilang bulan; sudah banyak pula tahun yang silam sesudah kejadian itu; sejak engkau dan aku berpandangan mata, menjum-pakan rasa. Masih ingatkah engkau?

Engkau percaya aku pun percaya. Harapan saling kita simpan di dalam dada sebagai bekal melangkah maju ke muka; bekal mencari bekal untuk nanti ….

Kemudian kita berpisah; aku tidak lagi melihat dikau se- perti dahulu di hari-hari bahagia itu. Setahun lalu satu tahun itu lama. Tahun perpisahan kedua tampil, ketiga menyusul keempat tiba juga. Dan satu tahun itu lama seorang bayi dapat berjalan. Kini kita belum juga berjumpa kembali, belum, belum. Berapa lama gerangan sudah?

Harapanku di dada ini kusimpan terus seperti dahulu, ta’ luntur di basah waktu. Kucari engkau di anak mata; kunampak engkau seperti dulu juga; tenang memandang, senyum setia.

Terdengar kabar –bukan sengaja—bahasa engkau lupa pandanganmu yang dulu. Sayu pandangmu beralih arah, te- nang senyummu berubah warna.

Mungkinkah itu, benarkah kabar itu, sedang dada ini me- rasa terus seperti dahulu, tiada berubah, setia mencari bekal… bekal untuk nanti.

Rasa dan pikir bertumbuh-tubi. Kedua-duanya ingin be- nar, rasa terus terasa, yang nyata nyata sekali, jalan menjadi buntu.

Orang berkata, ta’ ada sesuatu di dunia ini yang tidak bertanding balas. Tiap sesuatu mem-punyai lawan, lawan ber- satu, lawan berpisah. Budi berbalas budi, hati menawan hati, jika benar dada merasa.

Tentu di sana terasa juga.

Orang berkata, jika kembang sungguh melati, tentu putik berbau wangi. Apakah kembangku melati sungguh berbau wangi?

Terasa melati, melati sejati! Jadi lawan di hati lawan ber- satu, berarah tinggal, berdasar sama di lubuk rasa: di sini terasa, di sana terasa.

Kini aku belum juga melihat engkau Ida. Tetapi tentram sudah rasaku ini. Karena jelas bagiku melati di dadaku ini putih, berbau wangi, ta’ akan layu, biar berjuta tahun yang lalu dan satu tahun sudah tak lama lagi.

Aku sanggup menunggu sampai subuh, sampai surya terbit kembali, embun dan uap naik angkasa.

Aku Usje

Hasil penelusuran terhadap karya-karya esai atau kritik mem- buktikan bahwa walaupun dalam setiap terbit majalah tersebut selalu memuat karya esai atau kritik, esai/kritik itu tidak selalu berisi kritik sastra, tetapi juga kritik seni dan budaya pada umumnya. Bahkan, aspek seni, sastra, dan budaya yang menjadi objek kritik bukan hanya seni, sastra, dan budaya Indonesia, tetapi juga seni, sastra, dan budaya dunia. Para penulis esai dan atau kritik itu pun tidak hanya berasal dari Indonesia, lebih-lebih dari kalangan kampus UGM, tetapi para penulis asing juga banyak memuat karyanya di majalah tersebut. Se- lain itu, tulisan-tulisan kritik hasil terjemahan juga sering muncul. Sementara itu, dilihat dari orientasi kritiknya, kritik yang berisi pen- jelasan atau paparan (eksposisi) atas “dunia atau masyarakat di sepu- tar sastra”-lah yang paling dominan muncul. Karena umumnya tu- lisan kritik di media massa itu bersifat impresif, tidak mengherankan jika karya-karya kritik itu tidak dapat memfokuskan perhatian secara khusus pada salah satu aspek (pengarang, karya, penerbit, atau pem- baca), tetapi selalu berkaitan dengan aspek-aspek lain yang lebih luas. Itulah sebabnya, yang terlihat di dalam karya-karya kritik itu adalah gabungan dari beberapa orientasi.

Satu hal lagi yang perlu dicatat ialah bahwa baik di dalam majalah Gadjah Mada maupun Gama, karya sastra yang berupa (naskah) drama dan novel (cerita bersambung) boleh dikatakan tidak pernah muncul. Ketidakmunculan dua jenis sastra itu dapat dianggap wajar karena jika dilihat dari segi efisiensi, karya semacam itu jelas tidak efisien karena umumnya banyak menyita halaman (ruangan). Sementara itu, sebagai sebuah majalah umum, majalah-majalah itu harus memberi porsi yang cukup banyak dan beragam bagi berbagai bidang. Itulah sebabnya, yang setiap terbit pasti muncul adalah puisi. Bahkan, di dalam majalah Gama, cerpen, yang di sini disebut sebagai “fiksi pen- dek”, diartikan sebagai suatu cerita yang benar-benar pendek. Sebab, panjang cerpen pada umumnya hanya satu halaman dan di dalam ruang pemuatan cerpen itu pun dicantumkan pula keterangan alokasi waktu untuk baca, misalnya “waktu baca 9 menit” atau “waktu baca 7 menit”.

6. Simpulan

Dari seluruh paparan di depan akhirnya dapat disimpulkan bebe- rapa hal berikut. Dari pengamatan terhadap majalah Gadjah Mada (ter- masuk Gama) dapat dikatakan bahwa walaupun diterbitkan oleh dan di lingkungan tertentu (terbatas), yakni oleh Dewan Mahasiswa di lingkungan kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, majalah tersebut bukanlah majalah eksklusif. Sebab, majalah tersebut dijual bebas kepada masyarakat umum seperti halnya majalah-majalah lain yang diusahakan oleh kalangan umum (swasta) yang berorientasi pa- da segi finansial atau “pasar”. Lagipula, majalah tersebut terlepas dari sifat eksklusif karena para pengelola, penulis, dan tulisan-tulisannya tidak hanya menyangkut lingkungan kampus dan sekitarnya, tetapi juga mengangkat berbagai persoalan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Bahkan, majalah tersebut juga me- miliki beberapa agen di berbagai kota di Indonesia dan juga memiliki wakil di luar negeri.

Di samping itu, meskipun media atau majalahnya tidak berumur panjang (18 tahun) dan para pengelola dan bentuknya pun berganti- ganti, dapat dikatakan bahwa keberadaan sastra yang lahir dari ma- jalah tersebut memiliki kontribusi yang berarti bagi perkembangan sejarah sastra (dan seni-budaya) Indonesia di Yogyakarta. Sebab, walaupun bukan merupakan majalah khusus mengenai sastra dan budaya, (sejak tahun kedua) majalah tersebut membuka lembaran khusus mengenai sastra (seni) dan budaya. Di dalam lembaran itulah, yakni “Pelangi” dalam majalah Gadjah Mada dan “Bunga dan Bintang” dalam majalah Gama, karya puisi, cerpen, dan esai/kritik seni-sastra hadir dalam setiap kali terbit. Peran sastra dalam majalah tersebut semakin tampak besar karena para penulis dan pengarang yang tampil pada waktu itu menjadi penulis dan atau pengarang-pengarang besar pada masa kemudian. Nama-nama yang kemudian menjadi besar itu ialah Wiratmo Sukito, Subagijo Sastrowardojo, Umar Kayam, Rendra, Teuku Jakob, Budi Darma, Rachmat Djoko Pradopo, Kusnadi Hardja- sumantri, Kirjomulyo, Anas Ma’ruf, dan masih banyak lagi.

Sementara itu, berdasarkan pengamatan terhadap karya-karya sastra (puisi, cerpen, esai/kritik) yang dimuat di dalamnya dapat dika- takan bahwa karya sastra yang berjenis puisi menduduki posisi per- tama dan utama karena puisi diberi ruang paling luas oleh majalah Gadjah Mada dan Gama. Setiap kali terbit majalah itu memuat paling sedikit dua puisi, dan tidak jarang sampai lima atau enam puisi. Kemu- dian, posisi kedua ditempati oleh esai atau kritik, baru kemudian cerpen. Rata-rata dalam sekali terbit majalah itu hanya memuat sebuah

cerpen, sedangkan esai atau kritik tidak jarang lebih dari satu buah. Hanya saja, esai atau kritik itu tidak semuanya berupa kritik sastra, tetapi juga kritik seni dan budaya pada umumnya.

Daftar Pustaka

Damono, Sapardi Djoko. 1993. Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Escarpit, Robert. 2008. Sosiologi Sastra. Diterjemahkan oleh Ida Sundari Husen dari buku Sociologie de La Literature. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Laurenson, Diana dan Alan Swingewood. 1972. The Sociology of Literature. London: Penguin.

Nasir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sugiyono. 2012. Cetakan ke-15. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,

dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Tanaka, Ronald. 1976. Systems Models for Literary Macro-Theory. Lisse: The Peter de Ridder Press.

Wellek, Rene & Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Catatan: Seluruh data yang berupa puisi, cerpen, dan esai/kritik diperoleh dari beberapa bundel majalah Gadjah Mada dan Gama terbitan Dewan Mahasiswa Gadjah Mada, Yogyakarta, antara tahun 1950 dan 1968.

WACANA KARYA TULIS ILMIAH SISWA SMA

Dalam dokumen PROSIDING HASIL PENELITIAN BAHASA DAN SA (Halaman 64-68)