• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum SD pada Masa Pendudukan Jepang

A. Kebijakan Pendidikan pada Masa Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang, sekolah-sekolah berbahasa Belanda ditutup. Sering dikatakan dalam literatur oleh banyak kalangan bahwa pada masa pendudukan Jepang, seluruh sekolah dasar hanyalah berbentuk SR atau Sekolah Rakyat (Kokumingakkō), dengan lama belajar 6 tahun. Ini tidak benar. karena menurut

bunkyō no gaikyō, bab 2, dan gakkōkyouiku (pendidikan formal), bagian 2, kankōritsushokyōiku (Sekolah Negeri dan Swasta), ada beberapa model Sekolah

Rakyat. Pertama, Sekolah Rakyat (Kokumingakō) yang memberikan pelajaran dasar (shotōka) dan pelajaran lanjutan atau komprehensif (futsūka), masing-masing diselenggarakan dalam 3 tahun. Kedua, Sekolah Pertama (otōkokumingakkō), yang hanya memberikan pendidikan selama 3 tahun. Ketiga, Sekolah Rakyat yang hanya memberikan pendidikan komprehensif (disebut Futsūka kokumingakkō). Sekolah jenis ini memiliki tipe yang lain, yaitu sekolah 4 tahun dan sekolah 7 tahun. Pada tahun ajaran 1944, semua sekolah jenis ini dijadikan sekolah 3 tahun dan semua Sekolah Rakyat (Shotōkokumingakkō) dijadikan sekolah 6 tahun. (Sumber: bunkyō no

gaikyō : halaman 34-35 seperti dikutip Ramli Murni, 2010).

Dengan demikian, masa pendudukan Jepang menyediakan jalan untuk menyederhanakan dan menyeragamkan sistem persekolahan yang bermacam-macam yang berciri diskriminatif. Penyederhanaan dan penyeragaman itu telah mulai diusahakan tetapi belum tuntas, karena masa pendudukan Jepang hanya berlangsung sekitar 3 tahun. Yang cukup menonjol adalah usaha Jepang mendorong sekolah pada tingkat dasar ini terbuka bagi penduduk Indonesia tanpa diskriminasi ras dan suku, tanpa diskriminasi pangkat dan kedudukan sosial. Keadaan sekolah dasar sebelum dan sesudah pendudukan Jepang di Indonesia kurang jelas karena langkanya data otentik. Dokumen militer Jepang yang disebut

‘Jawa ni okeru bunkyō no gaikyō’ menjadi satu sumber yang penting tentang hal ini.

Jumlah sekolah dasar dan siswa dilaporkan menurun drastis. Namun, dalam artikel Murni Ramli (Pascasarjana Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Universitas Nagoya, Jepang) “Primary School System in Java Before and Under

Japanese Occupation (1940 – 1944)”, dikemukakan bahwa jumlah sekolah dasar tidak

menurun secara signifikan, dan bahkan jumlah siswa meningkat di Jawa. Sistem satu guru dua kelas dan satu ruang untuk dua kelas diterapkan untuk menanggulangi kekurangan guru. Kurikulum “di-Jepang-kan” melalui penerapan mata pelajaran baru, seperti bahasa Jepang, pendidikan mental, pendidikan jasmani, dan kegiatan keterampilan. Sekolah dasar pada masa pendudukan Jepang

23

-menekankan pendidikan praktis, tidak seperti sistem Belanda yang berciri akademis.

Pendudukan Jepang hanya berlangsung tiga setengah tahun, namun muncul kebijakan pendidikan penting yang membuka jalan diterapkannya sistem 6 tahun sekolah dasar, 3 tahun sekolah menengah pertama, dan 3 tahun sekolah menengah atas (sistem 6 – 3 – 3). Pendidikan jasmani atau senam fisik sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, namun senam fisik yang disebut taisō secara rutin dipraktikkan pagi hari pada waktu yang “sama” di seluruh Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa kebiasaan ini merupakan asal-mula senam pagi yang diwajibkan di semua sekolah dan kantor pemerintah pada salah satu hari dalam seminggu selama yang jamak dilakukan di era Orde Lama dan kemudian ditekankan di era pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.

R.Thomas Murray (1966 seperti yang dikutip Murni Ramli) mengungkapkan beberapa kebijakan oleh militer Jepang di Indonesia, yaitu:

● Menghapus bahasa Belanda di sekolah-sekolah;

● Melarang penggunaan dan pengajaran bahasa Inggris dan Prancis di sekolah menengah dengan alasan itu adalah “bahasa musuh”;

● Memasukkan pengajaran bahasa Jepang di sekolah dasar dan menengah;

● Menetapkan bahasa Melayu / bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang digunakan di sekolah dan pemerintahan.

● Menekankan kegiatan jasmani dan mengintensifkan latihan militer di sekolah menengah;

● Menerapkan pekerjaan tangan atau kerja bakti untuk mendukung perang dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti menanam sayur, beternak ikan atau hewan;

● Mereorganisasi beberapa sekolah menengah Belanda menjadi sekolah kejuruan; ● Menghapus pengajaran sejarah Belanda dan Eropa dan menggantinya dengan

sejarah Asia dan Indonesia.

(Sumber: Murni Ramli pada International Journal of History Education No 1. Vol. XI, June 2010)

Murid sekolah memegang bendera Jepang depan militer Jepang

24

-Pendidikan pada masa pendudukan Jepang. Lebih banyak kegiatan barsi-berbaris.

(Foto/wikipedia/tropenmuseum.nl/blogspot)

Ijazah Kokumin Gakko atau Sekolah Rakyat berlatar belakang bendera Hinomaru (Sumber: http://bloggerpurworejo.com/2009/08/mengenang-%E2%80%9Ckokumin-gakko%E2%80%9D-sekolah-rakyat-jaman-jepang/)

25

-Boekoe Laporan Moerid Sekolah Pertoekangan di Jogjakarta tahun 2603-2604 menurut Kalender Showa. Tahun Masehi 1943-1944

26

-Tentara pelajar di masa pendudukan Jepang

Sumber:https://www.slideshare.net/MuliaFathan/sejarah-masa-penjajahan-jepang-di-indonesia-tingkat-xi-ma-sederajat

Latihan kemiliteran pada masa pendudukan Jepang

Sumber:https://belajar.kemdikbud.go.id/sumberbelajar/tampilajar.php?ver=12&idmateri=116&lvl1=2&lvl2=0&l vl3=0&kl=8

27

-Senam pagi atau taiso pada masa pendudukan Jepang

Sumber:https://www.google.co.uk/search?hl=en&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1002&bih=463&q=se kolah+masa+pendudukan+jepang&oq

Latihan berbaris di sekolah pada masa pendudukan Jepang Sumber: http://www.guruips.com/2016/05/dampak-pendudukan-jepang-di-indonesia.html

28

-Adegan di panggung sandiwara pada masa pendudukan Jepang /Fadjar Masa Kebanyakan sekolah rakyat 6 tahun di Jawa menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, seperti bahasa Melayu, Jawa, Sunda, dan Madura. Siswa yang menyelesaikan sekolah rakyat hanya sampai dengan kelas V tidak menerima ijasah kelulusan, tapi menerima semacam surat tanda tamat belajar yang dapat digunakan untuk bekerja di masyarakat. Sedangkan, siswa yang sampai kelas VI atau sampai 7 tahun di sekolah rakyat mendapatkan ijasah kelulusan yang dapat digunakan untuk melanjutkan ke sekolah menengah. Kedua sistem sekolah dasar ini diadopsi oleh

Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) dalam proposalnya pada

tahun 1946 seperti dikutip Tilaar (1995:72). Namun, Panitia Penyelidik Pengajaran pada tahun 1947 hanya menerima sekolah rakyat 6 tahun dan menghapuskan tipe-tipe sekolah yang lain.