• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini dikemukakan tentang perkembangan mata-mata pelajaran pada umumnya pada kurikulum dari masa ke masa.

Pendidikan Moral:

Pendidikan moral dalam sejarah kurikulum Indonesia cenderung ditekankan dan mengalami perubahan dari zaman ke zaman.

● Pada kurikulum pertama setelah kemerdekaan, yaitu Kurikulum 1947, pendidikan moral berdiri sendiri sebagai satu mata pelajaran, yang diberi nama “Didikan Budi Pekerti” yang diajarkan sejak kelas I SD. Isi atau materinya bersumber pada nilai moral tradisional dalam tradisi atau adat-istiadat, yang cenderung amat dipengaruhi sopan santun atau tata krama masyarakat Jawa. ● Pada Kurikulum 1964, pendidikan budi pekerti digabungkan dengan

Pendidikan Agama dengan nama Pendidikan Agama / Budi Pekerti. Asumsi di balik penggabungan ini adalah perlunya keserasian antara nilai-nilai moral yang bersumber dari agama dan nilai-nilai moral yang bersumber dari tradisi atau adat-istiadat. Diharapkan tidak terjadi konflik nilai antara nilai-nilai moral yang berasal dari dua sumber ini.

● Namun, kemudian Departemen Agama tidak setuju dengan mengajukan keberatan secara lisan. Nama mata pelajaran dengan garis miring dapat diartikan Pendidikan Agama atau Budi Pekerti. Akibatnya, seakan-akan sekolah dapat memilih Pendidikan Agama atau Budi Pekerti. Dikhawatirkan Pendidikan Budi Pekerti dapat dianggap bisa menggantikan Pendidikan Agama. Karena keberatan ini, dalam Kurikulum 1968 Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri sedangkan budi pekerti dimasukkan sebagai bagian Pendidikan Kewargaan Negara yang dianggap tidak sekadar mencakup Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civics.

● Dalam Kurikulum 1975, pendidikan moral mengalami perkembangan baru dengan menjadi bidang studi yang berdiri sendiri dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Sebenarnya, PMP menjadi bidang studi tersendiri hanya merupakan legitimasi dari perkembangan sebelumnya melalui penerbitan buku pelajaran Pendidikan Moral Pancasila yang telah digunakan di sekolah-sekolah dari SD s.d. sekolah menengah tingkat atas (SMA dan sekolah kejuruan).

● Bidang Studi PMP dipertahankan pada Kurikulum 1984 dan Kurikulum 1994. Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 nama bidang studi ini menjadi Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 nama bidang studi ini menjadi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih menekankan demokrasi, khususnya demokrasi Pancasila.

- 123 -

● Pada Kurikulum 2013 nama mata pelajaran ini kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Perubahan ini didasarkan pada sejumlah masukan penyempurnaan pembelajaran PKn menjadi PPKn, antara lain: (1) secara substansial, PKn terkesan lebih dominan bermuatan ketatanegaraan sehingga muatan nilai dan moral Pancasila kurang mendapat aksentuasi yang proporsional; (2) secara metodologis, ada kecenderungan pembelajaran ranah sikap (afektif), ranah pengetahuan (kognitif), dan pengembangan ranah keterampilan (psikomotorik) belum dikembangkan secara optimal dan utuh (koheren).

Pendidikan Agama

● Pada Kurikulum 1947 Pendidikan Agama menjadi satu mata pelajaran tersendiri yang diajarkan dari kelas III s.d. kelas VI SD. Namun, di Sumatera Pendidikan Agama diajarkan sejak kelas I SD.

● Pada Kurikulum 1964 Pendidikan Agama dagabungkan dengan Didikan Budi Pekerti dengan nama mata pelajaran Pendidikan Agama / Didikan Budi Pekerti yang diajarkan sejak kelas I SD.

● Pada Kurikulum 1968 unsur budi pekerti dimasukkan ke dalam Pendidikan Kewargaan Negara dan Pendidikan Agama kembali menjadi mata pelajaran tersendiri. Kedudukan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri dipertahankan pada kurikulum-kurikulum selanjutnya s.d. Kurikulum 2013.

● Pada umumnya pada sistem SD di Indonesia Pendidikan Agama diajarkan oleh guru khusus Pendidikan Agama, bukan oleh guru kelas. Kalau tak ada guru khusus agama, Pendidikan Agama diajarkan oleh guru kelas.

● Pada Kurikulum 2013 budi pekerti kembali dimasukkan ke dalam mata pelajaran agama dengan nama Pendidikan Agama dan Budi Pekerti.

Bahasa

● Dalam sejarah kurikulum Indonesia, bahasa Indonesia mendapatkan kedudukan dan peran yang amat penting. Sejak Kurikulum 1947 s.d. Kurikulum 2013, bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri. ● Sejak Kurikulum 1947 s.d. Kurikulum 1968, sekolah dasar dibedakan menjadi

dua, yaitu sekolah yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dari kelas I s.d. VI dan sekolah yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada kelas I s.d. kelas III sejak kelas I s.d. VI ada tambahan mata pelajaran, yaitu mata pelajaran Bahasa Daerah. Pada golongan sekolah yang terakhir ini, bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran tersendiri sejak kelas III.

● Namun, sejak Kurikulum 1975 bahasa daerah sebagai mata pelajaran tersendiri tidak dicantumkan lagi dalam struktur program kurikulum nasional. Bahasa daerah merupakan bagian bidang studi Bahasa Indonesia. Khusus bagi sekolah-sekolah yang memerlukan bahasa daerah, disediakan waktu 2 jam pelajaran seminggu dari kelas I sampai dengan kelas VI.

- 124 -

● Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2002, ada kebijakan baru mengenai penggunaan bahasa pengantar. Pada Kurikulum 1947 s.d. Kurikulum 1994 bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun, sejak KBK 2004 dan kemudian dipertahankan pada KTSP 2006, selain bahasa Indonesia sekolah dapat memilih bahasa asing, seperti bahasa Inggris, sebagai bahasa pengantar. Kini banyak sekolah national plus dan sekolah berstandar internasional di perkotaan memilih bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Gejala yang sama terjadi juga pada perguruan tinggi. Universitas tertentu menetapkan kebijakan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Alasan utama penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar tampaknya adalah kepentingan siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Faktor pendorong lain adalah demi membekali siswa dengan keterampilan berbahasa Inggris yang semakin dibutuhkan perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Faktor umum lainnya adalah semakin dibutuhkannya keterampilan berbahasa Inggris dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.

● Pada Kurikulum 2013 mata pelajaran bahasa bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang mengemban fungsi untuk menjadi sumber pengembangan makna pada konteks pembelajaran lainnya

Berhitung/Matematika

● Pada Rencana Pelajaran 1947 yang disebut saja Kurikulum 1947 dan Rencana Pelajaran Terurai atau disebut saja Kurikulum 1952, mata pelajaran Berhitung menekankan keterampilan berhitung lisan dan tertulis serta hafalan, yaitu hitungan angka dan hitungan soal, dan pembentukan sikap hemat. Kecuali pembentukan sikap hidup hemat penekanan pada Kurikulum 1947 pada dasarnya sama dengan rencana pelajaran atau kurikulum Holandsch

Inlandscheschool (HIS) pada zaman penjajahan Belanda.

● Rencana Pendidikan atau Kurikulum 1964 menekankan:

 Sifat berhitung praktis fungsional bagi kehidupan dan keperluan masyarakat

 Memupuk dan mengembangkan sikap rasional dan ekonomis

 Kemampuan berpikir rasional, logis, dan kritis dalam memecahkan soal-soal yang dihadapi anak dalam kehidupan sehari-hari kini dan di masa mendatang.

● Kurikulum 1968 menekankan sifat berhitung yang sama dengan Rencana Pendidikan atau Kurikulum 1964. Pada kedua kurikulum ini masih ada hitungan angka tetapi lebih ditekankan latihan penguasaan empat operasi berhitung, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian yang fungsional dalam kehidupan anak sehari-hari.

● Pada periode Pelita I tampaknya belum ada niat memperkenalkan Matematika modern. Yang ditekankan adalah pembaharuan kurikulum dan metode mengajar di sekolah dasar. Upaya meningkatkan penerapan metode yang berorientasi kepada belajar aktif dilakukan oleh Ibu Dr Supartinah Pakasi dari IKIP Malang di sekolah laboratorium IKIP Malang yang dikaitkan dengan proyek Pembaharuan Kurikulum dan Metode Mengajar (PKMM) di sekolah

- 125 -

dasar. Dalam rangka upaya ini, Ibu Pakasi menyusun satu seri buku pelajaran Berhitung dengan judul “Belajar berhitung dengan i-in dan a-an”. Dalam buku ini digunakan metode yang relatif baru yang berbeda dengan buku-buku pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah.

● Pada tahun 1970 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membeli hak penerbitan buku ini untuk kelas I SD. Dalam kata pengantar Menteri P dan K Mashuri, SH pada buku ini terdapat satu “kesalahan teknis” kecil melalui pernyataan bahwa “Buku Berhitung ini sengaja disusun dengan maksud agar dapat menjadi rintisan pengantar ke suasana pengajaran matematika modern.” Sebenarnya yang disajikan dalam buku ini adalah pelajaran berhitung tradisional dengan pendekatan belajar aktif tanpa ada hubungan apa pun dengan matematika modern. Dalam kenyataan, “kesalahan teknis” ini menjadi titik awal diperkenalkannya Matematika baru di sekolah dasar. Muncul kecaman terhadap “kesalahan teknis” ini dan karena itu buku berhitung ini tidak dilanjutkan untuk kelas-kelas berikutnya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan kebijakan menyusun seri baru buku pelajaran matematika modern yang merupakan saduran Entebbe Mathematics Series”. (Edisi awal seri buku ini disusun oleh “Entebbe Mathematics Workshop” dan diterbitkan oleh Silver Burdett Company, Morristown, New Yersey untuk

“The African Education Program of Educational Services Inc.”, Watertown,

Massachusetts, 1964 – 1969).

● Karena buku Belajar Berhitung untuk kelas I telah terlanjur dicetak dalam jumlah besar dan diedarkan, seri buku matematika baru dimulai dari kelas II dan untuk kelas I disusun paling akhir setelah buku untuk kelas VI selesai. Dengan digunakannya seri buku matematika baru ini, dalam praktik Berhitung konvensional telah mulai ditinggalkan beberapa tahun sebelum lahir Kurikulum 1975.

● Kurikulum 1975 memberi legitimasi penerapan matematika modern. Kebijakan memasukkan matematika modern ke dalam Kurikulum 1975 membuat Indonesia melangkah maju mengejar ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan modern. Lebih dari berhitung, melalui matematika modern ini, anak-anak antara lain dapat:

 Belajar berpikir matematis sehingga dapat ikut serta menemukan fakta dan ide matematis, dalam arti mengetahui dan memahami unsur-unsur matematika dalam lingkungannya, memahami ide-ide fundamental tentang bilangan, pengukuran, dan bangun-bangun, serta memahami bahasa dan hubungan matematika.

 Menghargai matematika.  Terampil dalam komputasi.

Dalam penerapan matematika modern ini walaupun berhitung merupakan salah satu unsur, peran berhitung yang praktis dan fungsional dalam kehidupan sehari-hari bagi anak kian memudar.

(Sumber: Anwar Jasin. 1987, Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Jakarta: Balai Pustaka, halaman 256 – 258).

- 126 -

● Pada kurikulum 2013 mata pelajaran Matematika mempunyai ruang lingkup berikut ini.

Ilmu Pengetahuan Alam

 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam sejarah kurikulum kita pada awalnya terpisah-pisah dalam mata-mata pelajaran dengan nama Ilmu Tumbuh-tumbuhan, Ilmu Hewan dan Tubuh Manusia, kemudian muncul dengan nama Ilmu Hayat dan Ilmu Alam, lalu menjadi bidang studi (broad field of subject

matters) Pengetahuan Alamiah dan terakhir Ilmu Pengetahuan Alam.

● Kedudukan dan peran IPA dalam kurikulum kita cenderung mirip, bukan hanya sebagai alat untuk mengembangkan pengetahuan tentang gejala-gejala alam serta sikap ilmiah dan kritis, termasuk menghilangkan kepercayaan tahyul tetapi juga sebagai alat untuk mengembangkan sikap kagum kepada Sang Maha-Pencipta atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu, IPA juga menekankan pentingnya segi praktis pengetahuan alam dalam kehidupan sehari-hari guna membantu anak mengatasi masalah praktis yang menyangkut gejala atau kejadian alam dalam kehidupan sehari-hari. (Jasin Anwar, 1987).

● Pada Kurikulum 1968, kepada IPA diberikan peran atau beban yang lebih berat karena di samping perannya pada kurikulum-kurikulum sebelumnya, juga diberi peran memupuk dan mengembangkan rasa sayang kepada sesama makhluk, alam sekitar, dan dengan demikian memupuk dan mengembangkan rasa cinta kepada tanah air, serta memupuk dan mengembangkan kegiatan kerja dan daya cipta dalam mengeksploitasi dan menguasai kekayaan alam

- 127 -

untuk kehidupan masyarakat. Pada prinsipnya, peran-peran ini diteruskan pada Kurikulum 1975 (Jasin Anwar, 1987) dan kurikulum selanjutnya.

● Pada Kurikulum 1947 IPA mulai diajarkan sejak kelas IV (Ilmu Hayat) sedangkan Ilmu Alam sejak kelas V. Pada Kurikulum 1964 terjadi perubahan penting karena IPA diajarkan dari kelas I s.d. kelas VI. Ini diteruskan pada Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, dan Kurikulum 1984. Pada Kurikulum 1994 tradisi ini terputus karena pelajaran IPA kembali diajarkan sejak kelas III, bukan kelas I, seperti pada Kurikulum 1947. Pada KTSP atau Kurikulum 2006 tradisi ini dikembalikan lagi karena IPA kembali diajarkan sejak kelas I walaupun di kelas I – III IPA diajarkan bersama-sama dengan mata pelajaran lain dengan pendekatan tematik.

● Dilihat dari segi alokasi waktu jam pelajaran per minggu tampak kecenderungan penambahan jumlah jam pelajaran IPA dari kurikulum ke kurikulum dan mencapai puncaknya pada Kurikulum 1994 (IPA diajarkan dari kelas III – VI dengan alokasi waktu berturut-turut 3 – 6 – 6 – 6 - 6). Namun, pada Kurikulum 2006 terjadi penurunan karena alokasi waktu untuk IPA pada kelas IV – VI masing-masing turun menjadi 4 jam pelajaran.

● Dibandingkan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dapatlah dikatakan bahwa ada kecenderungan memberi porsi jam pelajaran yang hampir sama antara IPA dan IPS dari Kurikulum 1947 s.d. Kurikulum 1968. Namun, sejak Kurikulum 1975 s.d. Kurikulum 2006 jatah jam pelajaran bagi IPA cenderung sedikit lebih banyak daripada IPS. Hal ini menggambarkan pandangan bahwa untuk mengejar ketertinggalan dalam perkembangan Iptek, mata pelajaran IPA perlu lebih ditekankan daripada IPS.

● Pendekatan pengembangan kurikulum IPA menunjukkan perkembangan. Kurikulum IPA 1947 s.d. 1975 dikembangkan dengan pendekatan materi atau pendekatan konsep. Namun, dalam Kurikulum 1984 mulai diterapkan pendekatan keterampilan proses (process skill approach) yang lebih menekankan pengembangan keterampilan-keterampilan ilmiah daripada materi atau konsep IPA dan sebagai konsekuensinya hanya dipilih konsep-konsep esensial saja. Pendekatan keterampilan proses yang dimulai dari rintisan dan uji coba mata pelajaran IPA pada Pusat Kurikulum Balitbang Dikbud akhirnya diterima sebagai pendekatan umum dalam pengembangan mata-mata pelajaran lain dalam Kurikulum 1984. Faktor lain yang mendukung adopsi pendekatan pengembangan ini adalah mulai terlihat kemajuan dalam proyek rintisan cara belajar siswa aktif dan supervisi guru yang dilakukan Pusat Kurikulum yang dimulai di Cianjur lalu berkembang ke 8 daerah di Indonesia dan akhirnya menyebar ke seluruh Indonesia.

● Dalam pengembangan KBK / Kurikulum 2004 pendekatan pengembangan kurikulum IPA mengikuti pendekatan pengembangan yang ditempuh Pusat Kurikulum, yaitu pendekatan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (competence-based curriculum development approach). Pendekatan yang sama diteruskan dalam pengembangan KTSP / Kurikulum 2006.

● Pada Kurikulum 2013 materi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas I s.d III terintegrasi ke mata pelajaran Bahasa Indonesia dan kelas IV s.d VI berdiri sendiri, namun pembelajarannya dilaksanakan melalui pendekatan tematik terpadu dari kelas I s.d VI.

- 128 - Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sejarah kurikulum kita pada awalnya terpisah-pisah dalam mata-mata pelajaran dengan nama Ilmu Bumi, Sejarah, dan kemudian muncul dengan nama Pendidikan Kemasyarakatan (Kurikulum 1968), yang terdiri dari Ilmu Bumi, Sejarah, dan kemudian berganti nama menjadi Pendidikan Kewargaan Negara yang mencakup Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civics, lalu menjadi bidang studi (broad field of subject matters) dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Kurikulum 1975, yang menggabungkan aspek masa lampau, wilayah geografis, dan kegiatan hidup manusia. Dasar penggabungan dalam IPS ini adalah karena masalah yang dihadapi anak atau warga negara tidaklah terpisah-pisah secara tegas seperti yang yang dilakukan dalam sistem kurikulum mata pelajaran terpisah sebelumnya.

 Pada Kurikulum 1975, Pendidikan Kewargaan Negara atau Civics dipisahkan dari IPS dan menjadi bidang studi yang berdiri sendiri dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP).

● Ada 2 fungsi IPS dalam Kurikulum 1975, yaitu: (1) membina pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang bermanfaat bagi perkembangan dan kelanjutan pendidikan siswa, terutama kemampuan menelaah masalah-masalah kemasyarakatan secara ilmiah, dan (2) membina sikap-sikap yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

● Pada Kurikulum 1947 IPS mulai diajarkan sejak kelas III (Ilmu Bumi) sedangkan Sejarah sejak kelas IV. Pada Kurikulum 1964 terjadi perubahan penting karena IPS diajarkan dari kelas I s.d. kelas VI. Ini diteruskan pada Kurikulum 1968. Pada Kurikulum 1975 pelajaran IPS diajarkan sejak kelas III. Pada Kurikulum 1984 walaupun IPS tetap diajarkan sejak kelas III namun terjadi perubahan penting karena Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) diajarkan sejak kelas I s.d. kelas VI SD. Pada Kurikulum 1994, PSPB telah dihapuskan dan IPS sebagai bidang studi tetap diajarkan sejak kelas III. Pada KTSP atau Kurikulum 2006 IPS kembali diajarkan sejak kelas I walaupun di kelas I – III IPS diajarkan bersama-sama dengan mata pelajaran lain dengan pendekatan tematik.

● Pendekatan pengembangan kurikulum IPS menunjukkan perkembangan. Kurikulum IPS 1947 s.d. 1975 dikembangkan dengan pendekatan materi. Namun, dalam Kurikulum 1984 mulai diterapkan pendekatan keterampilan proses (process skill approach) yang lebih menekankan pengembangan keterampilan-keterampilan IPS daripada materi pokok IPS dan sebagai konsekuensinya hanya dipilih materi pokok saja. Pada kurikulum ini gagasan-gagasan IPS yang baik hasil pengembangan melalui proyek rintisan cara belajar siswa aktif dan supervisi guru yang dilakukan Pusat Kurikulum di Cianjur mewarnai isi kurikulum IPS.

● Dalam pengembangan KBK / Kurikulum 2004 pendekatan pengembangan kurikulum IPS mengikuti pendekatan pengembangan yang ditempuh Pusat Kurikulum, yaitu pendekatan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. Pendekatan yang sama diteruskan dalam pengembangan KTSP / Kurikulum

- 129 -

2006. Dalam Kurikulum 2006 aspek kependudukan yang ada pada Kurikulum 2004 dihapuskan dalam mata pelajaran IPS.

● Pada Kurikulum 2013 materi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas I s.d III terintegrasi ke mata pelajaran Bahasa Indonesia dan kelas IV s.d VI berdiri sendiri, namun pembelajarannya dilaksanakan melalui pendekatan tematik terpadu dari kelas I s.d VI.

Olahraga dan Kesehatan

Perkembangan mata pelajaran ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7.1 Perkembangan nama serta pemisahan / penggabungan olahraga dan kesehatan dalam sejarah kurikulum serta alokasi waktunya

Kurikulum

Tahun ... Nama Mata Pelajaran Alokasi Waktu dari kelas I – VI

1947 Gerak Badan

Kebersihan dan Kesehatan 3-3-3-3-3-3 1-1-1-1-1-1 1964 Pendidikan Jasmani / Kesehatan 3-3-4-4-4-4

1968 Pendidikan Olahraga 2-2-3-3-3-3

1975 Olahraga dan Kesehatan 2-2-3-3-3-3

1984 Olahraga dan Kesehatan 2-2-3-3-3-3

1994 Pendidikan Jasmani dan

Kesehatan 2-2-2-2-2-2

2004 Pendidikan Jasmani Kelas I – II diajarkan secara tematik dan kelas III - VI 2 jam. Kesehatan masuk ke Sains

2006 Pendidikan Jasmani Kelas I – III diajarkan secara tematik dan kelas IV - VI 4 jam. Kesehatan masuk ke IPA

2013 Pendidikan Jasmani, Olahraga,

dan Kesehatan Kelas I – III diajarkan melalui tematik terpadu dan kelas IV s.d VI diajarkan melalui mata pelajaran tersendiri selama 4 jam pelajaran perminggu

● Olahraga dan Kesehatan selalu ada dari Kurikulum 1947 s.d. Kurikulum 2013 dan diajarkan dari kelas I s.d. VI walaupun ada perubahan berupa pemisahan atau penggabungan olahraga dan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa olahraga dan kesehatan tetap dipandang penting dalam pendidikan anak untuk mencapai keharmonisan antara perkembangan jasmani dan rohani.

● Pada Kurikulum 1975 fungsi olahraga pendidikan adalah meningkatkan pertumbuhan biologis dan fisiologis, kesegaran jasmani dan kesehatan, ketangkasan dan keterampilan, pengetahuan dan kecerdasan, serta perkembangan emosi dan sosial.

● Pada Kurikulum 2006 fungsi Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan diperluas sampai kepada pembentukan dasar karakter moral seperti tampak tujuan yang dijabarkan berikut ini. Tujuan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:

- 130 -

pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih

2. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.

3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar

4. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan 5. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja

sama, percaya diri, dan demokratis

6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan

7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.

 Pada Kurikulum 2013 Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan bertujuan: 1. Mendidik anak untuk mencapai kedewasaan yang memadai menjadi warga

negara yang baik, produktif, memiliki karakter positif, serta bertakwa atas dasar keimanan yang kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai disiplin, percaya diri, sportif, jujur, bertanggungjawab, kerja sama dalam melakukan aktivitas jasmani.

3. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani, kesehatan, dan kesejahteraan.

4. Memahami konsep gerak dan menerapkannya dalam berbagai aktivitas jasmani.

5. Mengembangkan pola gerak dasar dan keterampilan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam suasana kompetitif, dan rekreasional. 6. Mengembangkan kesadaran tentang arti penting aktivitas fisik untuk

mencapai pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta gaya hidup aktif sepanjang hayat.

- 131 - Kesenian

Perkembangan mata pelajaran ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7.2 Perkembangan nama serta pemisahan / penggabungan kesenian dalam sejarah kurikulum serta alokasi waktunya

Kurikulum

Tahun ... Nama Mata Pelajaran Alokasi Waktu dari kelas I - VI 1947 Menggambar

Seni Suara Kelas V – VI 2 jam 2-2-3-3-3-3

1964 Pendidikan Kesenian 2-2-4-4-4-4 Unsur-unsur: Seni Suara / Musik, Seni Lukis / Rupa, Seni Tari, Seni Sasra / Drama

1968 Pendidikan Kesenian 2-2-4-4-4-4

1975 Kesenian 2-2-3-4-4-4 Terdiri dari Seni Musik, Seni Rupa, dan Seni Tari. Sastra dimasukkan ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. 1984 Pendidikan Kesenian 2-2-3-3-3-3

1994 Kerajinan Tangan dan Kesenian 2-2-2-2-2-2

2004 Kerajinan Tangan dan Kesenian Kelas I – II diajarkan secara tematik dan kelas III - VI 4 jam.

2006 Seni Budaya dan Keterampilan Kelas I – III diajarkan secara tematik dan kelas IV - VI 4 jam.

2013 Seni Budaya dan Prakarya Kelas I – VI diajarkan secara tematik terpadu selama 4 jam pelajaran perminggu

● Kesenian selalu ada dari Kurikulum 1947 s.d. Kurikulum 2013 dan diajarkan dari kelas I s.d. VI, kecuali pada Kurikulum 1947 hanya Menggambar yang diajarkan pada kelas V dan VI, walaupun ada perubahan berupa pemisahan atau penggabungan dengan keterampilan. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian tetap dipandang penting dalam pendidikan anak.

● Tujuan Pendidikan Kesenian pada Kurikulum 1975 adalah memperkuat kepribadian nasional, memperkuat kebanggaan nasional, memperkuat kesatuan nasional, menggali kesenian daerah untuk memperkaya kesenian Indonesia, dan menanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang tidak cocok dengan kebudayaan Indonesia.

● Tujuan Pendidikan Seni Budaya pada Kurikulum 2006 terangkum dalam