• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Kurikulum SD di Indonesia: Dari Mengajar Tradisional ke Belajar Aktif Cetakan Pertama 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perkembangan Kurikulum SD di Indonesia: Dari Mengajar Tradisional ke Belajar Aktif Cetakan Pertama 2017"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i Ariantoni

Penyelaras: Ariantoni

Dra. Diah Harianti, M. Psi Kontributor:

A.F.Tangyong. M.A., M.A. Wahyudi Suseloardjo Drs. Sudyono. M.A. Dr. Sediono Abdullah, M.Si. Drs. Arief Sidharta, M.Pd. Dra. Diah Harianti, M. Psi

Milik Negara Tidak Diperdagangkan Diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Jalan Gunung Sahari Raya No. 4 Senen, Jakarta Pusat

Telepon : 3804248, 3453440, 34834862

Faksimile: 3453440, 34834862, 3806229, 34835186, 3813645

(3)

ii

Penulisan naskah buku sejarah perkembangan kurikulum yang dilakukan secara serial oleh beberapa penulis merupakan salah satu program kegiatan Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010. Para Penulis buku adalah para person yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sangat memadai untuk menghasilkan suatu produk buku serial kurikulum ini.

Khusus mengenai naskah buku “Sejarah Perkembangan Kurikulum SD: Dari Mengajar Tradisional ke Belajar Aktif” ini merupakan karya tulis dari Saudara S. Belen dan didukung oleh beberapa orang kontributor yang telah mengabdi di Pusat Kurikulum dan lembaga lain yang berpengalaman dalam pengembangan dan implementasi kurikulum.

Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan untuk mengisi perbendaharaan kepustakaan pendidikan nasional khususnya di bidang kurikulum,

sehingga masyarakat yang berkepentingan dapat mempelajari dan

memperdalamnya bagi peningkatan mutu pendidikan. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan jangkauan konseptual yang dimiliki oleh Penulis, buku ini merupakan karya yang sangat bernilai dan bermanfaat bagi kepentingan pemajuan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada para Penulis yang telah dengan ikhlas dan tulus menyumbangkan tenaga, pikiran, waktu untuk mewujudkan buku ini.

Jakarta, Desember 2010 Kepala Pusat Kurikulum

(4)

iii

Buku ini merupakan penyempurnaan terhadap buku yang telah disusun pada tahun 2010. Penyempurnaan dilakukan antara lain dengan adanya pemberlakuan Kurikulum 2013. Penulisan tentang Kurikulum 2013 sedikit tertunda mengingat adanya revisi terhadap kurikulum tersebut sejak 2014-2015. Pada saat sekarang revisi sudah dianggap selesai dan implementasi Kurikulum 2013 dilanjutkan secara bertahap.

Buku ini disusun sebagai upaya untuk memberikan gambaran perkembangan pemikiran kurikulum SD yang pernah dilakukan selama masa Penjajahan Belanda, Pendudukan Jepang, Masa Kemerdekaan. Masa Kemerdekaan adalah masa yang paling panjang dilihat dari kurun waktu dan jumlah naskah kurikulum SD yang pernah dikembangkan.

Gambaran perkembangan kurikulum selama masa yang dikemukakan di atas terutama diutamakan pada kajian terhadap dokumen kurikulum yang secara teknis dikenal dengan istilah Kurikulum Sebagai Rencana atau intended curriculum, dan curriculum as a plan. Kajian ini paling dimungkinkan mengingat ketersediaan sumber informasi dalam hal ini dokumen kurikulum. Dimensi kurikulum yang lain yaitu implementasi kurikulum yang disebut juga dengan istilah implemented

curriculum, observed curriculum atau taught curriculum tidak dikaji mengingat

ketersediaan sumber yang dapat dikatakan sangat tidak mungkin untuk membangun rekonstruksi yang dapat memberikan gambaran yang adil.

Semoga buku ini bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di Indonesia, terutama dalam memperdalam pengetahuan tentang kurikulum.

Jakarta, Mei 2017

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan

(5)

iv

Sambutan Kepala Pusat Kurikulum

Sambutan Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Daftar Tabel

Daftar Bagan dan Gambar

I. Pendahuluan

A. Kurikulum di Alam Kemerdekaan B. Definisi dan Organisasi Kurikulum

C. Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan dan Proses Pengembangan Kurikulum

II. Kurikulum SD pada Masa Hindia Belanda

A. Sekilas Sistem Persekolahan dan Sekolah Dasar pada Masa Hindia Belanda

B. Kurikulum SD pada Masa Hindia Belanda

C. Foto-foto Keadaan Pendidikan pada Masa Hindia Belanda III. Kurikulum SD pada Masa Pendudukan Jepang

A. Kebijakan Pendidikan pada Masa Pendudukan Jepang B. Kurikulum SD pada Masa Pendudukan Jepang

IV. Kurikulum SD pada Masa Awal Kemerdekaan dan Masa Pemerintahan Orde Lama

A. Landasan Hukum Perubahan/Pengembangan Kurikulum B. Dasar Pengambilan Keputusan Kurikulum pada Awal

Kemerdekaan s.d Masa Pemerintahan Orde Lama

C. Ciri-ciri Manusia pada Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d Masa Orde Lama

D. Perkembangan Struktur Program Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d Masa Orde Lama

E. Perkembangan Komponen Kurikulum pada Awal

Kemerdekaan s.d Masa Orde Lama

F. Prinsip Pengembangan Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d Masa Orde Lama

V. Kurikulum SD pada Masa Pemerintahan Orde Baru A. Landasan Hukum Perubahan/Pengembangan Kurikulum B. Dasar Pengambilan Keputusan Kurikulum pada Masa Orde

Baru

C. Ciri-ciri Manusia pada Kurikulum pada Masa Orde Baru D. Perkembangan Struktur Program Kurikulum pada Masa

Orde Baru

(6)

v

Reformasi

C. Ciri-ciri Manusia pada Kurikulum pada Masa Reformasi D. Perkembangan Struktur Program Kurikulum pada Masa

Reformasi

E. Perkembangan Komponen Kurikulum pada Masa Reformasi F. Prinsip Pengembangan Kurikulum pada Masa Reformasi VII.

VIII.

Perkembangan Mata Pelajaran dari Masa ke Masa

Perkembangan Komponen Kurikulum dari Masa ke Masa IX. Kronologi Perkembangan Kurikulum: Pengembang dan

Ciri-ciri Kurikulum

X. Refleksi Sejarah Perkembangan Kurikulum SD di Indonesia Daftar Pustaka

(7)

vi

Tabel 3.1 Daftar Jam Pelajaran bagi Sekolah Rakyat pada Masa Pendudukan Jepang

Tabel 4.1 Landasan Hukum Pengembangan Kurikulum pada Awal Kemerdekaan dan Masa Orde Lama

Tabel 4.2 Dasar Pengambilan Keputusan pada Kurikulum 1947 dan 1964

Tabel 4.3 Daftar Jam Pelajaran bagi Sekolah Rakyat yang Berbahasa Daerah Sampai Kelas III (Rencana Pelajaran 1947)

Tabel 4.4 Daftar Jam Pelajaran bagi Sekolah Rakyat yang Berbahasa Pengantar Bahasa Indonesia dari Kelas I (Rencana Pelajaran 1947)

Tabel 4.5 Daftar Jam Pelajaran bagi Sekolah Rakyat yang Diselenggarakan Sore Hari (Rencana Pelajaran 1947)

Tabel 4.6 Struktur Program dan Pembagian Waktu Per Minggu bagi Sekolah Dasar yang Menggunakan Bahasa Pengantar Bahasa Daerah di Kelas I S.D. Kelas III (Rencana Pendidikan 1964)

Tabel 4.7 Struktur Program dan Pembagian Waktu Per Minggu bagi Sekolah Dasar yang Menggunakan Bahasa Pengantar Bahasa Indonesia dari Kelas I (Rencana Pendidikan 1964)

Tabel 4.8 Bahan Pengajaran Mata Pelajaran Ilmu Hayat Kelas IV SD Kurikulum 1952

Tabel 4.9 Bahan Pengajaran Mata Pelajaran IPA Kelas IV Kurikulum 1964

Tabel 5.1 Landasan Hukum Pengembangan Kurikulum pada Awal Pada Masa Orde Lama

Tabel 5.2 Dasar Pengambilan Keputusan Pada Kurikulum Pada Masa Orde Baru

Tabel 5.3 Kerangka Kurikulum Sekolah Dasar (1968) (Bagi Sekolah Dasar yang Menggunakan Bahasa Pengantar Bahasa Daerah Sebagai Bahasa Pengantar)

Tabel 5.4 Kerangka Kurikulum Sekolah Dasar (1968) (Bagi Sekolah Dasar yang Berbahasa Pengantar Bahasa Indonesia dari Kelas I)

Tabel 5.5 Struktur Program Kurikulum Sekolah Dasar 1975

Tabel 5.6 Susunan Program Pengajaran Kurikulum Sekolah Dasar (1984)

Tabel 5.7 Susunan Program Pengajaran Kurikulum Sekolah Dasar 1994 *)

Tabel 5.8 Garis-garis Besar Program Pengajaran Bidang Studi IPA SD Kelas IV

Tabel 6.1 Landasan Hukum Pengembangan Kurikulum pada Masa Reformasi

(8)

vii

Tabel 6.5 Struktur Kurikulum SDN Pondok Bambu 14

Tabel 6.6 Tabel Kompetensi Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikuum 2004)

Tabel 6.7 Tabel Contoh Kompetensi Dasar Kurikulum 2004

Tabel 6.8 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas IV Kurikulum 2006

Tabel 6.9 Perbandingan Kurikulum 2004, 2006, dan 2013

Tabel 7.1 Perkembangan Nama Serta Pemisahan/Penggabungan Olahraga dan Kesehatan Dalam Sejarah Kurikulum Serta Alokasi Waktunya

Tabel 7.2 Perkembangan Nama Serta Pemisahan/Penggabungan Kesenian dalam Sejarah Kurikulum serta Alokasi Waktunya

Tabel 7.3 Perkembangan Nama Serta Pemisahan/Penggabungan Keterampilan dalam Sejarah Kurikulum serta Alokasi Waktunya

Tabel 8.2 Perbandingan Komponen Kurikulum 1947 s. 2013

Tabel 8.1 Kecenderungan Penekanan Materi atau Kemampuan / Kompetensi pada Kurikulum IPA

Tabel 9.1 Kronologi Perkembangan Kurikulum di Indonesia

(9)

viii

Bagan 10.1 Perkembangan Anutan Pendekatan Pengembangan Kurikulum di Negara-negara Maju

Gambar 4. 1 Unsur Kurikulum

Gambar 5.1 Langkah-langkah Desain Kurikulum

Gambar 5.2 Inti Pengertian Belajar Aktif Tampak pada Gambar Ini

Gambar 5.3 Unsur-unsur Belajar Aktif

Gambar 5.4 Prinsip-prinsip Belajar Aktif

(10)

- 1 -

A. Kurikulum di Alam Kemerdekaan

Sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945, paling tidak kita telah mengenal 10 kurikulum yang lengkap , yaitu kurikulum-kurikulum tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan terakhir 2013. Jeda waktu antara satu kurikulum dan kurikulum berikutnya berkisar dari 5, 12, 4, 7, 9, 10, 10, 2, dan 7 tahun. Pergantian kurikulum yang semakin cepat dipengaruhi perubahan politik sehingga dalam kurun waktu 7 tahun setelah merdeka kita menerapkan 2 kurikulum. Dengan kata lain, turbulensi politik berdampak terhadap pergantian kurikulum. Dari tahun 1952 – 1964, selama 12 tahun kita bertahan menerapkan Kurikulum 1952. Dari satu segi, kenyataan ini dapat dipandang sebagai akibat kurang diprioritaskannya pendidikan. Atau, karena konsistensi pemikiran pedagogis yang dianut para pengambil keputusan di bidang pendidikan. Kurikulum 1964 hanya diterapkan 4 tahun, lalu kita beralih ke Kurikulum 1968. Ini disebabkan oleh peralihan dari kekuasaan Orde Lama ke Orde Baru.

Kurikulum 1968 dilaksanakan selama 7 tahun, kemudian terbit Kurikulum 1975 yang cukup komprehensif dari segi pengembangan kurikulum. Kurikulum 1975 lahir sebagai dampak semakin terbukanya negara kita terhadap pengaruh Barat, setelah PKI tersingkir dari arena perpolitikan Indonesia. Kurikulum ini lahir sebagai hasil kerja sama internasional karena dunia politik dan ekonomi Indonesia yang semakin terbuka terhadap Blok Barat. Kemudian, lahir Kurikulum 1984 sebagai dampak hasil riset pendidikan, inovasi kurikulum dan pendidikan di Indonesia, serta perkembangan di negara-negara lain sejak awal 1970-an yang perlu ditampung dalam kurikulum baru.

Pemberlakuan kurikulum baru dalam sejarah pendidikan di Indonesia itu penting sebagai motor penggerak pembaharuan atau pengadaan berbagai komponen pendidikan yang lain, seperti buku pelajaran, sarana belajar lain, metodologi mengajar, penilaian dan ujian, dan kurikulum lembaga pendidikan guru.

Kemudian, lahir Kurikulum 1994 untuk menampung hasil inovasi kurikulum dan pendidikan yang sudah cukup meyakinkan, pendekatan komunikatif dalam bahasa, belajar aktif dalam Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan mata pelajaran lain, serta perlunya diterapkan mata pelajaran desain dan teknologi di sekolah. Walaupun pada Kurikulum 1947, 1964, dan 1968, lalu kemudian pada Kurikulum 1984 dan 1994 pendekatan belajar aktif ditekankan, sejak kemerdekaan, mulai dari Kurikulum 1947 sampai dengan Kurikulum 1994, selama 47 atau hampir 50 tahun kita tetap belum terlepas dari pendekatan pengembangan kurikulum berbasis materi atau pengetahuan (content-based curriculum development).

(11)

- 2 -

C. Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan dan Proses Pengembangan Kurikulum

Prinsip-prinsip pengambilan keputusan dan proses pengembangan kurikulum yang berkenaan dengan desain, pengembangan, dan evaluasi dikemukakan berikut ini.

Prinsip 1: Keputusan tentang kurikulum harus dibuat berdasarkan alasan-alasan pendidikan yang valid (sahih), bukan berdasarkan alasan-alasan yang kedengaran bagus atau alasan bukan pendidikan.

Definisi kurikulum

Cur ricul um is all of th ... Cur ricul um e ncom pa... Curric ulum is a pla n fo ... 33% 33% 33% 1. Kurikulum adalah semua pengalaman yang diperoleh siswa di bawah bimbingan para guru.

2. Kurikulum mencakup semua kesempatan belajar yang diadakan oleh sekolah. 3. Kurikulum adalah

sebuah rencana untuk semua pengalaman yang dihadapi siswa di sekolah. Ku rikulu m … sem ua Kurik ulu m … kese mpa tan Kurik ulu m … renc ana

Organisasi kurikulum

• Tingkat masyarakat…politisi, panitia khusus, ahli

• Tingkat institusi…ditetapkan di sekolah, kabupaten, universitas…biasanya disusun sejalan dengan disiplin mata pelajaran / kuliah • Tingkat instruksional…perencanaan guru dan

pengajaran siswa

• Tingkat ideologis…teoretisi belajar dan spesialis mata pelajaran

(12)

- 3 -

Prinsip 3: Keputusan kurikulum harus dibuat dalam konteks tujuan pendidikan yang bersifat umum.

Prinsip 4: Keputusan kurikulum harus dibuat dalam konteks keputusan yang dibuat sebelumnya dan dalam konteks kebutuhan untuk pembuatan keputusan tambahan sehingga keseimbangan dan pertimbangan kurikulum lainnya yang penting dapat dijamin aman.

Prinsip 5: Keputusan kurikulum harus dibuat berdasarkan paduan kekuatan yang berasal dari kodrat dan perkembangan pelajar,

kodrat proses belajar, tuntutan masyarakat umumnya, persyaratan dari masyarakat lokal, dan hakikat dan struktur mata pelajaran yang akan dipelajari.

Prinsip 6: Keputusan kurikulum harus dibuat

secara kooperatif oleh orang-orang yang terlibat dalam dampak keputusan itu dan dengan partisipasi penuh orang-orang yang amat terkena dampak keputusan itu.

Prinsip 7: Keputusan kurikulum harus memperhatikan fakta-fakta baru tentang kehidupan manusia, seperti perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan kebutuhan akan rasa persatuan dalam keanekaragaman.

Prinsip 8: Keputusan kurikulum harus mempertimbangkan banyak perbedaan antar-siswa, terutama yang berhubungan dengan potensi perkembangan siswa, kemampuan intelektualnya, gaya berpikirnya, kemampuan menghadapi tekanan teman sebaya, dan kebutuhan akan pendidikan nilai dan penghargaan.

Prinsip 9: Keputusan kurikulum harus dibuat berdasarkan pandangan realistis tentang hal-hal pengorganisasian atau rekayasa yang dapat mempengaruhi kualitas keputusan itu sendiri, seperti korelasi atau pemisahan mata pelajaran, distingsi antara materi kurikulum dan pengalaman siswa, dan penggunaan waktu.

(13)

- 4 -

Prinsip 11: Keputusan kurikulum harus dibuat hanya dalam hubungan dengan mata pelajaran dan pengalaman siswa yang tidak dapat diberikan secara memuaskan di luar sekolah. Sumber: Curriculum Design, Development, and Evaluation pada http://www.powershow.com/view/11f01c-MDRhY/CURRICULUM_DESIGN_DEVELOPMENT_AND_EVALUATION_powerpoint_ppt_presentation

(14)

5

-Bab II

Kurikulum SD pada Masa Hindia Belanda

A. Sekilas Sistem Persekolahan dan Sekolah Dasar pada Masa Hindia Belanda

Pada masa penjajahan Belanda di tanah air berlaku tiga sistem pendidikan, yaitu sistem pendidikan tradisional yang dilakukan di pondok dan padepokan, sistem pendidikan Barat yang diperkenalkan penjajah Belanda, dan sistem pendidikan yang berciri nasional yang dirintis para tokoh pergerakan nasional, terutama sistem perguruan Taman Siswa yang dirintis dan dikembangkan Ki Hajar Dewantara.

Pada pendidikan di padepokan seorang cantrik (murid) dididik oleh seorang

begawan (guru) untuk menguasai bidang atau hal tertentu. Kemudian, sistem

pendidikan seperti ini dilanjutkan dan dikembangkan menjadi sistem pendidikan pondok pesantren. Para murid atau santri dididik oleh seorang ulama yang menguasai ilmu Agama Islam secara mendalam. Ulama ini disebut kyai. Para santri tinggal di pondok pesantren atau di pondok-pondok sekitar rumah kyai. Sejak awal abad ke-20, sistem pendidikan tradisional ini terpengaruh sistem pendidikan kolonial dan akhirnya ada yang mengadopsi sistem sekolah seperti yang diperkenalkan Belanda sedangkan pelajaran Quran dan agama dijadikan mata pelajaran wajib. Karena itu, pada tahun 1919 misalnya Sekolah Adabiyah di Sumatera Barat amat menyimpang dari cara pendidikan tradisional dan berkembang menjadi sekolah serupa HIS (Hollandsch Inlandscheschool atau Sekolah Bumiputera Belanda). Perbedaan dengan HIS adalah pelajaran Quran dan Agama Islam dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib. Selanjutnya, sistem seperti ini berkembang menjadi madrasah. (Mahmud Yunus, 1979 dalam Yasin Anwar, 1987). Ciri utama sistem pendidikan kolonial adalah eksploitatif karena bertujuan menghasilkan tenaga kerja rendahan untuk mendukung kebutuhan ekonomi penjajah. Ciri yang kedua adalah diskriminatif rasial karena membeda-bedakan perlakuan kepada anak-anak golongan Belanda atau Eropa, golongan Timur Asing, dan pribumi. Anak-anak pribumi juga dibedakan antara anak-anak keluarga ningrat atau bangsawan (aristokrat), pemimpin agama (ulama), dan anak-anak rakyat biasa.

Potret H. W. Daendels (* 1762, † 1818), oleh E. Maaskamp / J. Wiseman. https://id.wikipedia.org/wiki/Herman_Willem_Daendels

(15)

6

-Di lapangan pendidikan pada masa penjajahan Belanda, Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan kepada bupati-bupati di Pulau Jawa agar mendirikan sekolah atas usaha dan biaya sendiri untuk mendidik anak-anak mematuhi adat dan kebiasaan sendiri. Kemudian Daendels mendirikan sekolah bidan di Batavia (Jakarta) dan sekolah ronggeng di Cirebon.

Sumber: “Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda”, Azkia, Makalah 15 April 2010, pada https://zafar14.wordpress.com/tag/pendidikan-di-indonesia-pada-masa-penjajahan-belanda/

Gubernur Jenderal Cornelis van der Capellen (1819-1823)

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Cornelis_Kruseman_-_Godart_Alexander_Gerard_Philip_Baron_van_der_Capellen.jpg

Setelah ambruknya VOC tahun 1816 pemerintah Belanda menggantikan kedudukan VOC. Sekolah pertama bagi anak Belanda dibuka di Jakarta pada tahun 1817 yang segera diikuti oleh pembukaan sekolah di kota-kota lain di Pulau Jawa. Prinsip yang dijadikan pegangan tercantum di statuta 1818 bahwa sekolah-sekolah harus dibuka di tiap tempat bila diperlukan oleh penduduk Belanda dan diizinkan oleh keadaan.

Gubernur Jenderal Van der Capellen (1819-1823) menganjurkan pendidikan rakyat dan pada tahun 1820 ia menginstruksikan regen-regen untuk menyediakan sekolah bagi penduduk guna mengajar anak-anak membaca dan menulis serta mengenal budi pekerti yang baik. Anjuran gubernur jenderal itu ternyata tidak berhasil.

Sumber: “Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda”, Azkia, Makalah 15 April 2010, pada https://zafar14.wordpress.com/tag/pendidikan- di-indonesia-pada-masa-penjajahan-belanda/

Gubernur Jenderal Jonannes Van den Bosch (1830 – 1834) Lukisan potret dibuat oleh Raden Saleh.

https://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_van_den_Bosch

Jonannes Van den Bosch mengerti, bahwa untuk memperbaiki stelsel pembangunan ekonomi bagi Belanda dibutuhkan banyak tenaga ahli. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan-peraturan yang menunjukkan pemerintah lambat laun

(16)

7

-menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia. Terbongkarnya penyalahgunaan sistem tanam paksa merupakan faktor dalam perubahan pandangan. Peraturan pemerintah tahun 1854 mengintruksikan gubernur jenderal mendirikan sekolah di tiap kabupaten bagi pendidikan anak pribumi. Peraturan tahun 1863 mewajibkan gubernur jenderal mengusahakan terciptanya situasi yang memungkinkan penduduk bumiputera pada umumnya menikmati pendidikan.

Sumber: “Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda”, Azkia, Makalah 15 April 2010, pada https://zafar14.wordpress.com/tag/pendidikan-di-indonesia-pada-masa-penjajahan-belanda/

Amatilah bagan berikut ini. 6 Pendidikan Tinggi Technische Hoogeschool (Sekolah Tinggi Teknik) Geneeskundige Hoogeschool (Sekolah Tinggi Kedokteran) Rechts Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) 5 4 3 2 1 8 7 6 Pendidikan Menengah Mid. Vak-school Kweekschool (Sekolah Guru) AMS (Sekolah Menengah Atas) 5 4 LYC EA 3 H B S V 2 MULO 1 HBS

III Eur. Vak-school (Sek. Kejuruan Eropa) 1 0 9 Voorklas 8 Pendidikan Rendah Schakel- School (Sek. Peralihan)

Inl. Vakschool (Sekolah Kejuruan) 7 6 ELS (Sekolah Rendah Eropa) Inlandsche-school (Sekolah Bumiputera Kelas 1 5 HCS (Sekolah Cina Belanda) HIS (Sekolah Bumiputera Belanda 4 Volk-school

(Sekolah Desa) Vervolg- school 3

2 2 de Inlandsche-

school (SD Kelas II) 1

Bagan 2.1 Sistem Persekolahan Zaman Pemerintahan Hindia Belanda Abad ke-20

Berikut ini dikemukakan tentang beragam jenis sekolah pada masa penjajahan Belanda yang dapat dibedakan dalam tiga golongan.

Golongan pertama

Sekolah untuk anak pribumi yang terdiri dari Volksschool atau Sekolah Desa 3 tahun berbahasa pengantar bahasa daerah. Yang ditekankan pada sekolah desa adalah pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Tamatan sekolah desa dapat meneruskan ke sekolah sambungan (Vervolgschool) 2 tahun dengan bahasa pengantar bahasa daerah serta Sekolah Peralihan (Schakelschool) yaitu sekolah lanjutan untuk sekolah desa dengan lama belajar seluruhnya 5 tahun dan berbahasa

(17)

8

-Belanda dalam kegiatan belajar-mengajar. Tamatan sekolah ini dapat melanjutkan ke sekolah guru (CVO) dan Normal School atau ke MULO (Meer Uitgebreid Lager

Onderwijs) atau sekolah rendah yang diperluas (kira-kira setara dengan SMP masa

kini). Selain itu, dikenal pula Erste Indlandscheschool (Sekolah Kelas I) dan Tweede

Inlandscheschool (Sekolah Kelas II).

Pada tahun 1893 timbullah diferensiasi pengajaran bumiputera. Hal ini disebabkan: 1. Hasil sekolah-sekolah bumiputera kurang memuaskan pemerintah kolonial. Hal

ini terutama sekali disebabkan oleh isi rencana pelaksanaannya yang terlalu padat.

2. Di kalangan pemerintah mulai timbul perhatian kepada rakyat jelata. Mereka insaf bahwa yang harus mendapat pengajaran itu bukan hanya lapisan atas saja. 3. Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kedua kebutuhan di

lapangan pendidikan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah.

Untuk mengatur dasar-dasar baru bagi pengajaran bumiputera, keluarlah indisch

staatsblad 1893 nomor 125 yang membagi sekolah bumiputera menjadi dua

bagian:

a) Sekolah-sekolah kelas I untuk anak-anak priyayi dan kaum terkemuka. b) Sekolah-sekolah kelas II untuk rakyat jelata.

Perbedaan sekolah kelas I dan kelas II antara lain:

Sekolah Kelas I

Tujuan: memenuhi kebutuhan pegawai pemerintah, perdagangan dan perusahaan. Lama bersekolah: 5 tahun

Mata pelajaran: Membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, pengetahuan alam, menggambar, dan ilmu ukur.

Guru-guru: keluaran Kweekschool

Bahasa pengantar: Bahasa daerah/Melayu

Sekolah Kelas II

Tujuan: Memenuhi kebutuhan pengajaran di kalangan rakyat umum Lama bersekolah: 3 tahun

Mata pelajaran: Membaca, menulis, dan berhitung. Guru-guru: persyaratannya longgar

Bahasa pengantar: Bahasa daerah/Melayu

Pada tahun 1914 sekolah kelas I diubah menjadi HIS (Hollands Inlandse School) dengan bahasa pengantar bahasa Belanda, sedangkan sekolah kelas II tetap atau disebut juga sekolah vervolg (sekolah sambungan) dan merupakan sekolah lanjutan dari sekolah desa yang mulai didirikan sejak tahun 1907.

Sumber: “Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda”, Azkia, Makalah 15 April 2010, pada https://zafar14.wordpress.com/tag/pendidikan-di-indonesia-pada-masa-penjajahan-belanda/

Sekolah untuk anak keluarga ningrat atau bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka atau pegawai negeri adalah HIS (Hollandsch Inlandscheschool) 7 tahun yang sering juga disebut Sekolah Bumiputera Belanda yang berbahasa pengantar bahasa Belanda. Sedangkan, untuk anak rakyat jelata dapat bersekolah di Sekolah Bumiputera (Indlancsheschool) 5 tahun yang berbahasa pengantar bahasa daerah. Kemudian, anak-anak pribumi tamatan MULO dapat masuk ke Kweekschool (KS atau sekolah

(18)

9

-guru) atau Stovia (School Tot Opleiding van Inlansche Artsen) yang sering disebut juga sebagai Sekolah Dokter Jawa dengan masa belajar 7 tahun.

Golongan kedua

Sekolah-sekolah untuk golongan Timur Asing seperti Sekolah Cina 5 tahun yang berbahasa pengantar bahasa Cina dan HCS (Hollandsch Chineeseschool) 7 tahun yang berbahasa pengantar bahasa Belanda. Selain itu ada pula sekolah untuk anak keturunan Arab, yaitu Hollandsch Arabischeschool (HAS) dan untuk anak-anak orang Ambon, yaitu Ambonsche Burgerschool dan untuk anak-anak serdadu KNIL asal Ambon – Ambonsche Soldaten School (ASS) yang terdapat di kota-kota garnisun besar, seperti Magelang, Jakarta atau Padang. Selain itu, atas usaha swasta seperti Zending dan Missi didirikan pula sekolah Jawa-Belanda atau Hollandsch

Javaanscheschool (HJS). Untuk anak bangsawan didirikan juga sekolah dasar khusus

yang disebut Sekolah Raja (Hoofden School). Sekolah ini semula didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan 1872 tapi kemudian diintegrasikan ke ELS atau HIS. Tamatan sekolah-sekolah ini dapat melanjutkan ke MULO dan seterusnya ke AMS (Algemeene Middelbar School yang dapat disetarakan dengan SMA sekarang) 3 tahun mirip HBS (Hoogere Burger School) atau sekolah menengah lanjutan dari ELS.

Golongan ketiga

Sekolah-sekolah untuk anak-anak Eropa, keturunan Timur Asing atau tokoh pribumi terkemuka dari pendidikan dasar s.d. pendidikan tinggi, yaitu ELS (Europesche Lagere School) 7 tahun yang berbahasa pengantar bahasa Belanda. Tamatannya melanjutkan ke HBS (Hoogere Burger School) 3 tahun dan 5 tahun atau

Lyceum (Lycea) 6 tahun, Middelbare Meisjeschool 5 tahun, Rechts Hoogeschool 5 tahun,

atau Geneeskundige Hoogeschool atau Sekolah Tinggi Kedokteran 8 setengah tahun dan Kedokteran Gigi 5 tahun.

Sekolah dan kursus pada strata yang lebih tinggi yang didirikan Belanda antara lain GHS atau Sekolah Tinggi Kesehatan (Geneeskundige Hoogeschool), HAC atau kursus untuk akte mengajar (Hoofd Akte Cursus), RHS atau Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hoogeschool), THS atau Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hogeschool), HKS atau Sekolah Tinggi Guru (Hogeere Kweekschool), HIK atau Sekolah Guru Belanda Bumiputera (Hollandsch Inlandsche Kweekschool)

Di luar jalur resmi pemerintah Hindia Belanda, ada sekolah-sekolah partikelir (swasta), seperti sekolah Taman Siswa, perguruan rakyat, sekolah Kristen dan sekolah Katolik. Pada jalur pendidikan Islam ada pendidikan yang diselenggarakan oleh Perguruan Muhammadiyah, madrasah, dan pondok pesantren.

Peraturan pendidikan dasar untuk masyarakat pada masa Hindia Belanda pertama kali dikeluarkan pada tahun 1848 dan disempurnakan pada tahun 1892. Peraturan yang disempurnakan itu menetapkan bahwa pendidikan dasar harus ada pada setiap karesidenan, kabupaten, kawedanan atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu. Peraturan yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya Politik Etis atau Politik Balas Budi dari Kerajaan Belanda, yang diucapkan pada pidato penobatan Ratu Belanda Wilhelmina pada 17

(19)

10

-September 1901. Inti pidato itu berisi tiga hal penting, yaitu irigasi, transmigrasi, dan pendidikan.

Pembedaan sistem persekolahan ini didorong oleh politik penjajah untuk tetap menjajah Indonesia melalui strategi divide et impera, memecah-mecah dan menguasai. Anak-anak Belanda dan turunan Eropa mendapatkan privilese istimewa agar tamatan perguruan ini tetap berperan sebagai pemimpin. Tamatan sekolah-sekolah untuk turunan Timur Asing, seperti Cina, Arab, dan India dapat menjadi penyanggah dalam beragam kegiatan perdagangan / ekonomi. Sedangkan, tamatan sekolah untuk anak pribumi dapat menjadi tenaga rendahan untuk mendukung administrasi Belanda sebagai juru tulis dan berbagai pekerjaan rendah lainnya, terutama sebagai pegawai rendah dalam berbagai kantor pemerintah, perusahaan, dan perkebunan pemerintah Belanda. Tenaga rendahan ini dapat dibayar murah sehingga pemerintah Belanda tidak perlu mendatangkan tenaga seperti ini dari negeri Belanda yang harus dibayar tinggi.

(Sumber: Jasin Anwar, 1987; Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia; http://www.ngobrolaja.com/showthread.php?t=119659, Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Hollandsch-Inlandsche_School, dan M.Ryzki Wiryawan yang diambil dari P. Swantoro, Dari Buku ke Buku, Gramedia : 2002, Keluarga EX-HIK Yogyakarta, Gema Edisi Yubileum, Forum Komunikasi keluarga Ex-HIK: 1987).

B. Kurikulum SD pada Masa Hindia Belanda

Kurikulum adalah istilah yang dikenal kemudian di alam Indonesia merdeka yang secara resmi digunakan untuk memberi nama kepada kurikulum yang lahir tahun 1968 sebagai Kurikulum 1968. Pada masa penjajahan Belanda digunakan istilah

leerplan atau rencana pelajaran yang memuat daftar mata pelajaran dan alokasi

(penjatahan) waktu per mata pelajaran. Sedangkan, istilah leervak atau vak yang dipakai berarti mata pelajaran.

Dalam buku ini:

● Rencana Pelajaran 1947 disebut penulis dengan istilah Kurikulum SD (Sekolah Dasar) 1947 atau disingkat Kurikulum 1947 yang berlaku untuk SD sesuai dengan konteks bahasan, sedangkan jika disebut bersama-sama dengan kurikulum sekolah pada jenjang menengah akan digunakan istilah Kurikulum SD 1947, Kurikulum SMP 1947 atau Kurikulum SMA 1947;

● Rencana Pelajaran Terurai 1947 untuk Sekolah Rakyat dengan istilah Kurikulum SD 1947 atau Kurikulum 1947;

● Rencana Pendidikan Dasar 1964 dengan istilah Kurikulum SD 1964 atau Kurikulum 1964;

● Kurikulum SD 1968 atau Kurikulum 1968; ● Kurikulum SD 1975 atau Kurikulum 1975; ● Kurikulum SD 1994 atau Kurikulum 1994;

● Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dengan Kurikulum 2004;

● Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dengan Kurikulum 2006; dan ● Kurikulum 2013

Tanpa merinci jumlah jam per minggu mata-mata pelajaran pada berbagai jenis sekolah dasar pada zaman Belanda seperti dikemukakan Nasution (2995) disajikan berikut ini.

(20)

11

-Tabel 2.1 Struktur program kurikulum pada sekolah dasar di zaman Belanda

ELS HIS HCS Eerste

Inlandschesc hool Tweede Indlandschesc hool Volkschool (Sekolah Desa) Pelajaran Wajib: Membaca Menulis Berhitung Bahasa Belanda Sejarah Ilmu Bumi Pelajaran Tambahan: Bahasa Prancis Bahasa Jerman Bahasa Inggris Sejarah Dunia Matematika * Kesenian/Ketera mpilan Pendidikan Jasmani Membaca Menulis Berhitung Bahasa Belanda Ilmu Bumi Bahasa Daerah Bahasa Indonesia Bahasa Jawa ** Bahasa Jerman Bahasa Inggris Sejarah Dunia Matematika * Kesenian/Ket erampilan Pendidikan Jasmani Bahasa Cina Bahasa Inggris Bahasa Prancis Bahasa Belanda Berhitung Membaca Menulis Sejarah Ilmu Bumi Sejarah Dunia Matematika * Kesenian Pendidikan Jasmani Membaca & Menulis Bahasa Daerah Bahasa Indonesia Berhitung Ilmu Bumi Indonesia Bahasa Belanda Ilmu Alam Sejarah Lokal Menggambar Ukur Tanah Menyanyi Bahasa Indonesia Berhitung Menggambar Menyanyi Ilmu Bumi Ilmu Alam Bahasa Daerah Kesenian Kelas I:

Alfabet & Bahasa Indonesia Bercakap-cakap Berhitung

Kelas II:

Alfabet & Tulisan Arab

Mendengar

Kelas III:

Ulangan Berhitung

Diolah kembali oleh penulis dari Ramli Murni, 2010

Catatan tambahan penulis:

ELS: Europesche Lagere School atau Sekolah Rendah Eropa 7 tahun. HIS: Hollandsch Inlandscheschool atau Sekolah Bumiputera Belanda 7 tahun. HCS: Hollandsch Chineeseschool atau Sekolah Cina Belanda 7 tahun. Eerste Inlandscheschool: Sekolah Bumiputera Kelas I.

Tweede Indlandsceschool: Sekolah Bumiputera Kelas II.

Matematika * : Pada masa ini istilah Matematika belum dikenal. Kemungkinan mata pelajaran ini terdiri dari Aljabar dan Ilmu Ukur.

Bahasa Jawa **: Kemungkinan hanya berlaku di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur

C. Foto-foto Keadaan Pendidikan pada Masa Hindia Belanda

Berikut ini disajikan foto-foto yang menggambarkan keadaan pendidikan pada masa Hindia Belanda

Murid Vervolgschool, sekolah sambungan dari Sekolah Desa (Volksschool) melakukan gimnastik atau senam kesegaran jasmani Sumber:

COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gymnastiekles_op_een_vervolgschool_te_Yogyakarta_Java_TMnr_100022 92

(21)

12

-Pada sekolah desa digunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dan pada foto ini tampak penulisan bukan dalam aksara Latin tapi aksara Jawa.

Bapak Soerjoadipoetro di hadapan siswa keguruan pada sekolah gaya Tagore yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut Lembaga Pengajaran Bangsa Taman Siswa di Bandung.

Sumber:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_'De_heer_Soerjoadipoetro_houdt_een_voordracht_over_de_school_ van_Tagore_voor_o.a._kwekelingen_

Sekolah seperti ini menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar

Di ruang kelas sekolah untuk anak pribumi

(22)

13

-Anak keluarga kaya dan terhormat ke sekolah naik dokar atau delman Sumber:

http://community.fansshare.com/pic24/w/paku-alam-viii/369/3033_bk_tempo_doeloe.jpg

Ini adalah dokar atau delman yang digunakan Bung Hatta ketika bersekolah di Bukittinggi dahulu pada zaman penjajahan Belanda (Foto penulis di Museum Bung Hatta di

Bukittinggi)

Ibu Soerjoadipoetro sedang berbincang-bincang dengan siswi-siswi National Onderwijs

(23)

14

-Ijasah kelas VI Sekolah Goebernemen Kelas Doea" Meisjes Vervolgschool" Terdapat segel Nederland Indie 50ct dan lambang Je Maintiendrai

Koleksi unik dunia pendidikan Tempo Deoloe

Sumber: http://bukutempodoeloe.blogspot.co.id/2015/09/sttb-antik-jaman-belanda-tahun-1932.html

Sekolah di kampoeng di Soemba, NTT. Sedang diinspeksi pengawas sekolah pada masa penjajahan Belanda

Sumber:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Schoolopziener_F._van_Dijk_inspecteert_een_afgelegen_kampongs chool_op_Sumba_TMnr_10001365

(24)

15

-Ijazah Meisjes Vervolgschool (Sekolah Sambungan khusus untuk wanita) di Mojokerto, Jawa Timur, tahun1937

(25)

16

-Ijasah Sekolah Desa di Mojokerto tahun 1922

Surat tanda tamat belajar volkschool di Pasuruan tahun 1941 Sumber: http://djejakmasa.blogspot.co.id/2011/12/

(26)

17

-Ijasah MULO (setingkat SMP) tahun 1933. Sumber: https://komunitasaleut.com/2010/page/10/

Tampak siswa turunan Belanda naik mobil sekolah perkebunan di Pengalengan, Jawa Barat (Foto by Melanie Tersteege Deijkerhoff, 1940 Source: JavaPost Dagelijks)

(27)

18

-Kelas lima sekolah pribumi Modjowarno di Jawa Timur. Seorang siswa calon guru sedang mengajar, didampingi seorang guru pribumi

Ruang menggambar sekolah guru di Jawa

Sekelompok siswa HIS sedang mengunjungi Cisarua di bawah pengawasan siswa Hogeere

(28)

19

-Sekolah pribumi di Barabai, Kalimantan Selatan Sumber: https://nl.wikipedia.org/wiki/Barabai

Sekolah pribumi (1915 – 1949) pada perusahaan Tanjung Morawa Senembah, Sumatera Utara

Sumber:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Onderwijs_op_een_Inlandsche_school_op_de_onderneming_Tandjo ng_Morawa_van_de_Senembah_Maatschappij_TMnr_60024788.jpg

Sekolah swasta pribumi di Bogor, Jawa Barat

Sumber:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Particuliere_inlandse_school_te_Buitenzorg_Java_TMnr_10002304 .jpg

(29)

20

-Siswa dari Hogeere Kweekschool (HKS) di Bandung mengajar senam anak-anak murid dari

Hollands Inlandseschool (HIS) tahun ajaran 1925-1926

Anak-anak sekolah sedang melakukan gerak badan di Mamasa, Toraja, Sulawesi

(30)

21

-Rapor sekolah zaman Belanda dari Sekolah St. Ursula, Bandung, tahun ajaran 1933 – 1934 (Sumber:

(31)

22

-Bab III

Kurikulum SD pada Masa Pendudukan

Jepang

A. Kebijakan Pendidikan pada Masa Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang, sekolah-sekolah berbahasa Belanda ditutup. Sering dikatakan dalam literatur oleh banyak kalangan bahwa pada masa pendudukan Jepang, seluruh sekolah dasar hanyalah berbentuk SR atau Sekolah Rakyat (Kokumingakkō), dengan lama belajar 6 tahun. Ini tidak benar. karena menurut

bunkyō no gaikyō, bab 2, dan gakkōkyouiku (pendidikan formal), bagian 2, kankōritsushokyōiku (Sekolah Negeri dan Swasta), ada beberapa model Sekolah

Rakyat. Pertama, Sekolah Rakyat (Kokumingakō) yang memberikan pelajaran dasar (shotōka) dan pelajaran lanjutan atau komprehensif (futsūka), masing-masing diselenggarakan dalam 3 tahun. Kedua, Sekolah Pertama (otōkokumingakkō), yang hanya memberikan pendidikan selama 3 tahun. Ketiga, Sekolah Rakyat yang hanya memberikan pendidikan komprehensif (disebut Futsūka kokumingakkō). Sekolah jenis ini memiliki tipe yang lain, yaitu sekolah 4 tahun dan sekolah 7 tahun. Pada tahun ajaran 1944, semua sekolah jenis ini dijadikan sekolah 3 tahun dan semua Sekolah Rakyat (Shotōkokumingakkō) dijadikan sekolah 6 tahun. (Sumber: bunkyō no

gaikyō : halaman 34-35 seperti dikutip Ramli Murni, 2010).

Dengan demikian, masa pendudukan Jepang menyediakan jalan untuk menyederhanakan dan menyeragamkan sistem persekolahan yang bermacam-macam yang berciri diskriminatif. Penyederhanaan dan penyeragaman itu telah mulai diusahakan tetapi belum tuntas, karena masa pendudukan Jepang hanya berlangsung sekitar 3 tahun. Yang cukup menonjol adalah usaha Jepang mendorong sekolah pada tingkat dasar ini terbuka bagi penduduk Indonesia tanpa diskriminasi ras dan suku, tanpa diskriminasi pangkat dan kedudukan sosial. Keadaan sekolah dasar sebelum dan sesudah pendudukan Jepang di Indonesia kurang jelas karena langkanya data otentik. Dokumen militer Jepang yang disebut

‘Jawa ni okeru bunkyō no gaikyō’ menjadi satu sumber yang penting tentang hal ini.

Jumlah sekolah dasar dan siswa dilaporkan menurun drastis. Namun, dalam artikel Murni Ramli (Pascasarjana Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Universitas Nagoya, Jepang) “Primary School System in Java Before and Under

Japanese Occupation (1940 – 1944)”, dikemukakan bahwa jumlah sekolah dasar tidak

menurun secara signifikan, dan bahkan jumlah siswa meningkat di Jawa. Sistem satu guru dua kelas dan satu ruang untuk dua kelas diterapkan untuk menanggulangi kekurangan guru. Kurikulum “di-Jepang-kan” melalui penerapan mata pelajaran baru, seperti bahasa Jepang, pendidikan mental, pendidikan jasmani, dan kegiatan keterampilan. Sekolah dasar pada masa pendudukan Jepang

(32)

23

-menekankan pendidikan praktis, tidak seperti sistem Belanda yang berciri akademis.

Pendudukan Jepang hanya berlangsung tiga setengah tahun, namun muncul kebijakan pendidikan penting yang membuka jalan diterapkannya sistem 6 tahun sekolah dasar, 3 tahun sekolah menengah pertama, dan 3 tahun sekolah menengah atas (sistem 6 – 3 – 3). Pendidikan jasmani atau senam fisik sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, namun senam fisik yang disebut taisō secara rutin dipraktikkan pagi hari pada waktu yang “sama” di seluruh Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa kebiasaan ini merupakan asal-mula senam pagi yang diwajibkan di semua sekolah dan kantor pemerintah pada salah satu hari dalam seminggu selama yang jamak dilakukan di era Orde Lama dan kemudian ditekankan di era pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.

R.Thomas Murray (1966 seperti yang dikutip Murni Ramli) mengungkapkan beberapa kebijakan oleh militer Jepang di Indonesia, yaitu:

● Menghapus bahasa Belanda di sekolah-sekolah;

● Melarang penggunaan dan pengajaran bahasa Inggris dan Prancis di sekolah menengah dengan alasan itu adalah “bahasa musuh”;

● Memasukkan pengajaran bahasa Jepang di sekolah dasar dan menengah;

● Menetapkan bahasa Melayu / bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang digunakan di sekolah dan pemerintahan.

● Menekankan kegiatan jasmani dan mengintensifkan latihan militer di sekolah menengah;

● Menerapkan pekerjaan tangan atau kerja bakti untuk mendukung perang dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti menanam sayur, beternak ikan atau hewan;

● Mereorganisasi beberapa sekolah menengah Belanda menjadi sekolah kejuruan; ● Menghapus pengajaran sejarah Belanda dan Eropa dan menggantinya dengan

sejarah Asia dan Indonesia.

(Sumber: Murni Ramli pada International Journal of History Education No 1. Vol. XI, June 2010)

Murid sekolah memegang bendera Jepang depan militer Jepang

(33)

24

-Pendidikan pada masa pendudukan Jepang. Lebih banyak kegiatan barsi-berbaris.

(Foto/wikipedia/tropenmuseum.nl/blogspot)

Ijazah Kokumin Gakko atau Sekolah Rakyat berlatar belakang bendera Hinomaru (Sumber: http://bloggerpurworejo.com/2009/08/mengenang-%E2%80%9Ckokumin-gakko%E2%80%9D-sekolah-rakyat-jaman-jepang/)

(34)

25

-Boekoe Laporan Moerid Sekolah Pertoekangan di Jogjakarta tahun 2603-2604 menurut Kalender Showa. Tahun Masehi 1943-1944

(35)

26

-Tentara pelajar di masa pendudukan Jepang

Sumber:https://www.slideshare.net/MuliaFathan/sejarah-masa-penjajahan-jepang-di-indonesia-tingkat-xi-ma-sederajat

Latihan kemiliteran pada masa pendudukan Jepang

Sumber:https://belajar.kemdikbud.go.id/sumberbelajar/tampilajar.php?ver=12&idmateri=116&lvl1=2&lvl2=0&l vl3=0&kl=8

(36)

27

-Senam pagi atau taiso pada masa pendudukan Jepang

Sumber:https://www.google.co.uk/search?hl=en&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1002&bih=463&q=se kolah+masa+pendudukan+jepang&oq

Latihan berbaris di sekolah pada masa pendudukan Jepang Sumber: http://www.guruips.com/2016/05/dampak-pendudukan-jepang-di-indonesia.html

(37)

28

-Adegan di panggung sandiwara pada masa pendudukan Jepang /Fadjar Masa Kebanyakan sekolah rakyat 6 tahun di Jawa menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, seperti bahasa Melayu, Jawa, Sunda, dan Madura. Siswa yang menyelesaikan sekolah rakyat hanya sampai dengan kelas V tidak menerima ijasah kelulusan, tapi menerima semacam surat tanda tamat belajar yang dapat digunakan untuk bekerja di masyarakat. Sedangkan, siswa yang sampai kelas VI atau sampai 7 tahun di sekolah rakyat mendapatkan ijasah kelulusan yang dapat digunakan untuk melanjutkan ke sekolah menengah. Kedua sistem sekolah dasar ini diadopsi oleh

Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) dalam proposalnya pada

tahun 1946 seperti dikutip Tilaar (1995:72). Namun, Panitia Penyelidik Pengajaran pada tahun 1947 hanya menerima sekolah rakyat 6 tahun dan menghapuskan tipe-tipe sekolah yang lain.

B. Kurikulum SD pada Masa Pendudukan Jepang

Literatur tentang kurikulum pada masa pendudukan Jepang amat langka. Karena itu, pada bagian ini hanya dikemukakan tentang struktur program kurikulum Sekolah Rakyat 6 tahun yang berisi daftar mata pelajaran dan alokasi waktu tiap mata pelajaran per minggu.

Tabel 3.1 Daftar Jam Pelajaran bagi Sekolah Rakyat pada Masa Pendudukan Jepang

No. Mata Pelajaran Kelas

I II III IV V VI 1 Pendidikan semangat 2 2 2 2 2 2 2 Bahasa Jepang 3 4 5 6 6 6 3 Bahasa Indonesia - - 4 4 5 5 4 Bahasa Daerah 6 6 4 3 3 2 5 Sejarah - - - 1 1 1 6 Ilmu Bumi - - - 1 2 1 7 Berhitung 4 5 5 4 4 4 8 Ilmu Alam - - - 1 1 2 9 Pendidikan Jasmani 3 3 3 3

(38)

29 -10 Seni Suara 4 4 2 2 1 1 11 Kaligrafi 1 1 1 1 0 0 12 Pertukangan Kayu 2 2 2 2 2 2 13 Menggambar 2 2 1 1 1 1 14 Latihan Kerja - - 1 1 1 1 15 Ekonomi / Industri - - - 1 2 2

16 Pekerjaan Rumah Tangga - - - 1 2 3

Jumlah seluruhnya 24 26 30 34 (35) 36 (38) 36 (38) Angka total dalam kurung adalah jumlah jam per minggu untuk sekolah anak perempuan.

(Sumber: bunkyō no gaikyō seperti ditulis Ramli Murni, 2010) Sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang

Amatilah bagan berikut ini.

Bagan Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) Sumber : Bunkyō no gaikyō:12

Tentara Jepang menduduki Indonesia dimulai dari menyerbu dan menduduki Tarakan pada tanggal 8 Maret 1942. Kurang dari 2 bulan kemudian, menurut

bunkyō no gaikyō, ada 8 ordonansi yang ditetapkan pada tahun 1942 dan sekitar 30

dekrit yang dikeluarkan pada tahun 1943 yang berhubungan dengan sistem 16

15 14 13

12 syotou Teacher Training Women Middle

11 chuugakkou Up.Sec.School Center Vocational School

10 kyouin Koutou Kyoushi (Joshisyotou

9 youseisyo chuugakkou youseisyo syokugyougakkou) Teacher

8 Agriculture Girls Mid.Sec.School Girls's Art School School Indust. School Comm.School Tech.School

7 School Joshisyotou Joshigigei (Sihan Kougyou Syougyou Syokko

6 (Nougakkou) chuugakkou gakkou gakkou) gakkou gakkou gakkou

5 4 3 2 1 0 Syotoukokumingakkou University Up.Agric School Joukyuunou gakkou Syotouchuugakkou Kokumingakkou

(39)

30

-persekolahan. Pemerintah Belanda membangun sistem pendidikan yang lengkap pada tahun 1920 ketika sekolah menengah umum, AMS akhirnya didirikan.

Sekolah desa 3 tahun, Vervolgschool 2 tahun, Sekolah Kelas Dua (Tweede Klassen

School ) 5 tahun, Schakel School 5 tahun, dan Europeesche Lagere School (ELS) 7

tahun, Hollandsch Inladsche School(HIS), or Hollandsch Chineese School (HCS) tetap ada sampai dengan akhir penjajahan Belanda (tahun 1941). Berbagai tipe sekolah dasar dikelompokkan ke dalam dua tipe sekolah, yaitu Sekolah Rakyat yang masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dan Sekolah Rakyat yang menggunakan bahasa Melayu atau bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Menurut Akta No. 3 tanggal 29 April 1942 tentang pembukaan kembali sekolah,

Shotōkokumingakkō merupakan hasil restrukturasi Sekolah Desa, Sekolah

Sambungan (Vervolgschool), Sekolah Kelas Dua (Tweede Klassen School), dan Sekolah Sambungan Putri (Meisjesvervolgschool). Itu berarti sekolah-sekolah tersisa lainnya, yaitu Schakelschool, HIS, HCS, dan mungkin ELS dibuka kembali sebagai

Kokumingakkō.

Sekolah-sekolah ini tampaknya tidak dibagi ke dalam sekolah untuk para elit dan sekolah bagi rakyat kebanyakan, tapi hanya berdasarkan lamanya sekolah dan bahasa pengantar.

(40)

31

-Bab IV

Kurikulum SD pada Awal Kemerdekaan

dan Masa Pemerintahan Orde Lama

A. Landasan Hukum Perubahan/Pengembangan Kurikulum

Landasan hukum pengembangan kurikulum yang pertama sejak Indonesia merdeka, yaitu Kurikulum 1947, adalah Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan landasan ini, Menteri Pengajaran RI menerbitkan Instruksi Menteri tanggal 29 September 1945 tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, a.l. agar segala usaha pendidikan dan pengajaran berlandaskan dasar kebangsaan Indonesia, memelihara dan menguatkan “rasa cinta Nusa dan Bangsa dalam hati sanubari murid-murid dan pelajar-pelajar dengan memasukkan semangat kebangsaan dalam segala pelajaran, serta menghapuskan segala isi pengajaran yang dapat melemahkan semangat itu.”

Landasan hukum Kurikulum 1964 adalah Manipol (Manifesto Politik) dan Usdek [UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia dengan poros Nasakom (Nasional-Agama-Komunis)], sebagai kekuatan pelaksanaan dalam mencapai tujuan revolusi nasional. Kebijakan pendidikan berdasarkan Pancasila sebagai dasar pendidikan nasional.

Landasan itu kemudian dijabarkan pada Tap MPRS No. II / MPRS / 1960: Politik dan sistem pendidikan nasional ... supaya melahirkan warga negara Indonesia yang berjiwa Pancasila ..., yang berjiwa patriot komplit, supaya melahirkan tenaga-tenaga kejuruan yang ahli dan berjiwa revolusi Agustus 1945, suatu politik dan sistem pendidikan yang menitikberatkan pendidikan kejuruan.

Selanjutnya landasan hukum itu dijabarkan lagi ke dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan, yaitu UU POKOK PENDIDIKAN No. 4 / 1950 (yo. No. 12 / 1954 Pasal 10, Ayat 1: Semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya. Kurikulum 1964 terbit tanpa keputusan Menteri tapi hanya dengan kata pengantar Pembantu Menteri Bidang Teknis Pendidikan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Landasan hukum Kurikulum 1947 dan Kurikulum 1964 dirangkum pada tabel berikut ini.

(41)

32

-Tabel 4.1 Landasan hukum pengembangan kurikulum pada awal kemerdekaan dan masa Orde Lama

Kurikulum Pancasila &

UUD 1945 TAP MPR & GBHN UU Pemerintah Peraturan Keputusan Menteri

1947 Pancasila dan UUD 1945 Instruksi Menteri Pengajaran RI 29 Sept 1945 tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, a.l. agar segala usaha pendidikan dan pengajaran berlandaskan dasar kebangsaan Indonesia, memelihara dan menguatkan “rasa cinta Nusa dan Bangsa dalam hati sanubari murid-murid dan pelajar-pelajar dengan memasukkan semangat kebangsaan dalam segala pelajaran, serta menghapuskan segala isi pengajaran yang dapat melemahkan semangat itu.” 1964 Manipol (Manifesto

Politik) dan Usdek [UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia dengan poros Nasakom (Nasional-Agama-Komunis)] sebagai kekuatan pelaksanaan dalam mencapai tujuan revolusi nasional. Kebijakan: Pancasila = dasar pendidikan nasional dan Pancawardhana = sistem pendidikan nasional.

Tap MPRS No. II / MPRS / 1960: Politik dan sistem pendidikan nasional ... supaya melahirkan warga negara Indonesia yang berjiwa Pancasila ..., yang berjiwa patriot komplit, supaya melahirkan tenaga-tenaga kejuruan yang ahli dan berjiwa revolusi Agustus 1945, suatu politik dan sistem pendidikan yang menitikberatkan pendidikan kejuruan. UU POKOK PENDIDIKAN No. 4 / 1950 (yo. No. 12 / 1954 Pasal 10, Ayat 1: Semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya.

Terbit tanpa keputusan Menteri tapi hanya dengan kata pengantar Pembantu Menteri Bidang Teknis Pendidikan, Depdikbud.

Tanggal 29 Desember 1945 Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) mengusulkan kepada Kementerian Pengajaran untuk segera menyusun pedoman pendidikan dan pengajaran, a.l.:

1) Sesuai dengan dasar susunan Negara Republik Indonesia,

2) Paham perseorangan haruslah diganti dengan paham kesusilaan dan rasa peri kemanusiaan yang tinggi,

3) Sesuai dengan dasar keadilan sosial, semua sekolah harus terbuka untuk tiap penduduk negara,

4) Untuk memperkuat kesatuan rakyat hendaklah diadakan satu macam sekolah (yang lama belajarnya 6 tahun untuk tiap-tiap anak Indonesia) yang lambat laun harus dapat dilaksanakan secara merata.

(Sumber Jasin Anwar 1987 dari Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan di Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung Agung, 1972).

Dalam rapat-rapat Panitia Penyelidik Pengajaran, Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya dasar kebangsaan yang dihubungkannya bukan hanya dengan UUD 1945, Pasal 31, Ayat 2 (sistem pengajaran nasional), tetapi juga dengan Pasal 32 (kebudayaan nasional Indonesia), Pasal 36 (Bahasa Indonesia), Pasal 27 Ayat 1 (persamaan kedudukan segala warga negara di dalam hukum dan pemerintahan) dan Ayat 2 (hak tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

“Teranglah dari fatsal-fatsal dalam Undang-Undang Dasar tersebut itu, bahwa pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia haruslah berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia menuju ke arah kebahagiaan

(42)

33

-hidup batin serta keselamatan -hidup lahir.” (Notula rapat Panitia Penyelidik Pengajaran, 12-5-1946 dan lampirannya).

Di samping dasar kebangsaan, sila-sila lain pun digunakan sebagai dasar untuk menentukan isi pendidikan dan pengajaran. Misalnya, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan menunjuk Pasal 29 UUD 1945 sebagai dasar untuk mengusulkan dimasukkannya pelajaran agama ke dalam rencana pelajaran sekolah-sekolah negeri.

Dalam pembicaraan komisi-komisi Panita Penyelidik, dasar kebangsaan sangat menonjol dalam menentukan isi dan susunan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan kebutuhan bangsa Indonesia. Tujuannya adalah untuk menarik garis pemisah yang tegas antara pendidikan dan pengajaran kolonial dan pendidikan dan pengajaran nasional. Ini adalah gambaran penerapan Pancasila dan kondisi yang melahirkan Rencana Pelajaran (Kurikulum) 1947. UU No. 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah merumuskan tujuan kurikuler pendidikan rendah sebagai berikut:

Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak agar memiliki dasar-dasar pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan baik lahir maupun batin, serta mengembangkan bakat dan minat.

B. Dasar Pengambilan Keputusan Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d. Masa Pemerintahan Orde Lama

Sesuai dengan paparan tentang dasar keputusan tentang kurikulum seperti telah dikemukakan pada Bab I. Pendahuluan, berikut ini disajikan hasil kajian tentang dasar-dasar yang digunakan para pengembang kurikulum dalam menyusun Kurikulum 1947 dan Kurikulum 1964. Kurikulum 1952 tidak dimasukkan karena sumber kepustakaannya amat terbatas, hanya satu buku tentang Rencana Pelajaran Terurai untuk Sekolah Rakyat 3 dan 6 Tahun.

Tabel 4.2 Dasar pengambilan keputusan pada Kurikulum 1947 dan 1964

No Dasar keputusan

tentang kurikulum Kurikulum 1947 Kurikulum 1964

1 Alasan pedagogis yang sahih V Pengaruh psikologi belajar & praktik sekolah kebangsaan

# Dominan pengaruh politik

2 Bukti (evidensi) terbaik yang

tersedia V Pengalaman zaman penjajahan & sekolah kebangsaan

V Bukti pengalaman transisi dari penjajahan ke alam merdeka 3 Konteks tujuan pendidikan

yang umum V Pancasila, UUD 1945, warga negara yang humanis (Kepmen PP&K 1946) V Manusia sosialis Indonesia (Tap MPRS No. II/1960) 4 Konteks keputusan sebelumnya & kebutuhan keputusan tambahan

V V

(43)

34 -proses belajar, tuntutan

masyarakat & mata pelajaran alam kemerdekaan Pancawardhana & kerja tangan 6 Kerja sama orang yang

terlibat & orang yang paling terkena dampak keputusan

X Hanya Panitia

Penyelidik Pengajaran X Hanya lembaga struktural Depdikbud 7 Fakta baru kehidupan seperti

perkembangan ilmu, rasa persatuan & keanekaragaman

V Nasionalisme negara

baru merdeka V Nasionalisme & tuntutan perkembangan ilmu 8 Perbedaan individual siswa V Pengantar bahasa

daerah & bahasa Indonesia

V Pengantar bahasa daerah & bahasa Indonesia 9 Pandangan realistis

pengorganisasian: desain kurikulum, pengalaman siswa, pengaturan waktu

V Tampak dalam struktur program, mata pelajaran terpisah

V Mulai ide bidang studi

10 Pandangan tentang cara komunikasi & diseminasi kurikulum

X X

11 Pengalaman siswa yang tidak dapat diperoleh dengan memuaskan di luar sekolah

V V

C. Prinsip Pengembangan Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d. Masa Orde Lama

Prinsip pengembangan kurikulum sering pula disebut sebagai asas pengembangan kurikulum. Yang dimaksudkan dengan asas ini adalah prinsip pedagogis dan didaktik pembaharuan kurikulum yang dijadikan pedoman untuk memilih bahan dan kegiatan belajar, menentukan luas dan urutan bahan dan kegiatan, serta menyusun metodologi pengajaran.

Kurikulum 1947

Ada 5 prinsip (asas) pembaharuan yang melahirkan Kurikulum 1947, yaitu:

1. Asas pendidikan dan pengajaran sebagai alat pembangunan bangsa dan negara.

2. Perkembangan yang seimbang dan harmonis.

3. Isi pengajaran yang praktis dan beban yang tidak terlalu berat. 4. Belajar aktif, kreatif, dan produktif.

5. Menyesuaikan pendidikan dan pengajaran dengan tingkat perkembangan anak.

Kelima prinsip atau asas ini amat dipengaruhi oleh gagasan sekolah kerja (Arbeitschule dalam bahasa Jerman, Doe-school dalam bahasa Belanda atau Doing

School dalam bahasa Inggris) yang diperbincangkan dalam rapat-rapat Panitia

Penyelidik Pengajaran, terutama dalam Komisi Penyelidik II (Sekolah Kerja, Pekerjaan Tangan, Gerak Badan, dan Sekolah Partikelir). Gagasan ini dilontarkan untuk mengganti model sekolah lama yang disebut sebagai ”lusiteren praat-school” (sekolah ”dengar dan bicara”). Dalam laporan komisi itu ditandaskan bahwa

(44)

35

-pembaharuan pendidikan untuk bangsa Indonesia akan berarti sebesar-besarnya jika pembaharuan itu akan menghasilkan:

a) Cara mendidik yang dapat membuat bangsa kita terlepas dari tradisi kolonial, dan dapat membangkitkan serta mengembangkan kekuatan kreatif sehingga bangsa kita dapat merupakan masyarakat yang kuat serta sehat, baik lahir maupun batin; dan

b) Cara mendidik yang membawa kita kepada martabat perikemanusiaan yang tinggi. Dalam sekolah kerja anak-anak dipimpin agar produktif dan berguna bagi masyarakat.

Melalui sekolah kerja anak dapat berkembang secara seimbang dan harmonis karena ciri pendidikan kolonial adalah terlalu intelektualistik atau terlalu menekankan perkembangan kecerdasan otak (intelek). Pendidikan nasional hendaknya menekankan keseimbangan antara perkembangan kecerdasan otak dan perkembangan watak, budi pekerti, jasmani dan rasa keindahan, antara perkembangan manusia sebagai pribadi dan sebagai warga negara dan anggota masyarakat, antara isi pelajaran teoritis dan yang praktis dan keterampilan tangan. Untuk itu, dalam memilih bahan pelajaran harus dijaga agar praktis atau relevan dengan kebutuhan anak, masyarakat, dan pembangunan bangsa serta tidak terlalu berat bagi anak.

Gagasan sekolah kerja ini tampak juga pada prinsip belajar aktif, kreatif, dan produktif. Melalui sekolah kerja anak dipimpin agar produktif dan berguna bagi masyarakat. Untuk itu, sekolah harus berusaha agar:

a) Anak-anak bersifat aktif, kreatif, dan belajar atas dasar pengalaman;

b) Anak-anak bisa mencari, mendapat, dan mempergunakan pengetahuan dan pengalamannya;

c) Perhatian dan usaha pendidikan dipusatkan pada keadaan dan jiwa anak; d) Anak-anak dapat menghasilkan barang sesuatu dengan kemauan dan

kekuatan sendiri;

e) Anak-anak belajar menyediakan diri untuk keperluan masyarakat; f) Anak-anak kelak menjadi anggota masyarakat yang bertabiat sosial; dan g) Sekolah berwujud ’kuntum masyarakat’ dan kelas menjadi persekutuan

kerja.

Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan, pendidikan dan pengajaran di sekolah rendah harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, dengan selalu mengindahkan pusat-pusat perhatian murid serta batas-batas kejiwaan atau kesanggupannya yang berhubungan dengan umur, corak jiwa, sifatnya (laki-perempuan), agamanya, dan suasana lingkungan lainnya.

(Laporan Komisi II dan Laporan Komisi Pekerja tentang Pengajaran Rendah, , Panitia Penyelidik Pengajaran, 1946).

Konsep sekolah kerja tampaknya dipengaruhi aliran psikologi belajar inkuiri yang pada masa itu amat dipengaruhi pandangan-pandangan John Dewey tentang

(45)

36

-pendidikan progresif. Ia menandaskan bahwa -pendidikan warga negara yang terlibat mengandung:

● Penghargaan terhadap keanekaragaman, dalam arti kemampuannya, minat, ide, kebutuhan, dan identitas budayanya tiap individu harus diakui; dan

● Pengembangan kecerdasan kritis dan terlibat secara sosial yang memampukan individu untuk memahami dan berpartisipasi secara efektif dalam urusan masyarakat setempat dalam upaya kerja sama untuk mencapai kebaikan umum. Belajar berbasis inkuiri berhubungan dengan:

● Pertanyaan: muncul dari pengalaman. ● Bahan: bervariasi, otentik, menantang.

Kegiatan: melibatkan, pengalaman konkret menggunakan tangan (hands-on

experience), membuat kreasi, bekerja sama, menghidupi peran baru.

● Dialog: mendengarkan orang lain; mengartikulasi pemahaman.

● Refleksi: mengekspresikan pengalaman; bergerak dari konsep baru ke tindakan. John Dewey menandaskan bahwa dalam menghadapi sebuah dunia yang berubah, gunakanlah metode ilmiah:

● Menyadari suatu masalah ● Rumuskan masalah itu

● Ajukan hipotesis untuk memecahkannya

● Selidiki konsekuensi hipotesis dalam cahaya pengalaman ● Tes solusi yang paling mungkin

Inti gagasan sekolah kerja digambarkan berikut ini.

Tampaknya para penyusun Kurikulum 1947 hendak meninggalkan konsepsi tradisional kurikulum ini, yang amat menekankan konten atau isi ilmu pengetahuan yang terlalu intelektualistis.

(46)

37

-Tampaknya melalui gagasan sekolah kerja, mereka menghendaki agar siswa-lah yang aktif mencari dan menemukan dalam dunia empirik dengan melakukan kegiatan belajar melalui dialog atau kerja sama antar-siswa. John Dewey mengatakan,“Education is life itself” (Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri).

(47)

38

-Untuk itu, guru pun hendaknya melakukan hal yang sama dalam melakukan pengajaran yang berpusat kepada siswa (student-centered learning). John Dewey mengatakan, “True learning is based on discovery guided by mentoring rather than the

transmission of knowledge” (Belajar yang benar lebih berdasarkan penemuan yang

(48)

39

-Siswa-lah yang melakukan aktivitas dalam siklus inkuiri ini

Kurikulum 1964

Pemikiran yang mendahului kelahiran Kurikulum 1964 menunjukkan keinginan yang kuat agar penyusunan kurikulum selalu didasarkan atas pertimbangan seberapa jauh program pengajaran atau kurikulum itu memberikan sumbangan bagi:

1. Kesejahteraan anak-anak didik di sekolah;

(49)

40

-3. Pembangunan bangsa dan negara dalam rangka mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi bagi rakyat dan masyarakat Indonesia, lahir dan batin.

Keinginan itu tercermin pula dalam salah satu prinsip atau asas didaktik Kurikulum 1964 yang menyatakan bahwa semua pengetahuan dan kegiatan yang diajarkan haruslah fungsional praktis dalam arti berguna bagi anak dan masyarakat, sekarang dan di masa yang akan datang, dalam mencapai tiga kerangka tujuan revolusi nasional.

Sehubungan dengan gagasan sekolah kerja dan pendekatan inkuiri tampaknya gagasan ini belum terwujud pada sekolah dasar. Namun, upaya pembaharuan pendidikan dan pengajaran telah mulai dilembagakan secara struktural pada awal tahun 1950-an. Kementerian PP dan K mulai mendirikan lembaga-lembaga yang diserahi tugas membuat pembaharuan kurikulum, seperti:

Balai Pendidikan Pengetahuan Alam (Science Learning Center – STC) yang bertugas menatar guru dan mengembangkan kurikulum IPA.

● Urusan Pengajaran Bahasa Indonesia dan Balai Bahasa Daerah (UPBID) dan Urusan Pengajaran Ilmu Kemasyarakatan (UPIK) yang bertugas mengawasi dan membina mata pelajaran serta membantu mengembangkan dan memperbaiki mata pelajaran yang bersangkutan.

Urusan penyelidikan (research) yang melanjutkan tugas Balai Penyelidikan dan Perancang Pendidikan dan Pengajaran (BP4) dalam menyelenggarakan sekolah-sekolah percobaan, mengembangkan tes hasil belajar, dan mengumpulkan statistik persekolahan. Kurikulum yang diujicoba merupakan revisi rencana pelajaran Sekolah Dasar yang berlaku waktu itu.

● Urusan Kewajiban Belajar yang menyelenggarakan percobaan pelaksanaan kewajiban belajar dan mengusahakan pembaharian isi pendidikan dan metode pengajaran, terutama Pendidikan Keterampilan.

● Urusan Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Rakyat (UPTK/SR) sebagai bagian Jawatan Pendidikan Umum bertugas dan bertanggung jawab dalam perencanaan, pengawasan, dan penilaian pendidikan, termasuk perencanaan kurikulum dan penyelenggaraan ujian negara, yaitu Ujian Masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama secara rutin. Ketika Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan melalui Instruksi No. 2 tahun 1961 memerintahkan mengadakan pembaharuan kurikulum sesuai dengan sistem Pancawarhana, UPTK/SR-lah yang melaksanakan penyusunan kurikulum sekolah dasar yang baru (1961). Konsep kurikulum sekolah dasar yang baru kemudian diujicoba. Akan tetapi, upaya itu hanya berjalan dua tahun (1962 – 1963) karena perencanaan yang kurang sistematis dan matang serta biaya dan sarana yang serba kurang. Setelah Jawatan Pendidikan Umum dihapuskan pada tahun 1963, dibentuk Direktorat Pendidikan Prasekolah, Sekolah Dasar, dan Sekolah Luar Biasa. Direktorat baru ini meneruskan tugas UPTK/SR.

Upaya pembaharuan kurikulum yang mendahului Kurikulum 1964 tampaknya kurang membuahkan hasil yang diharapkan berkenaan dengan konsepsi sekolah kerja dan pendekatan inkuiri karena perencanaan yang kurang matang dan keterbatasan dana dan sarana.

(50)

41

-D. Ciri-ciri Manusia pada Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d. Masa Orde Lama

Kurikulum 1947:

● Perasaan bakti kepada Tuhan YME; ● Perasaan cinta kepada ibu dan bapak;

● Perasaan cinta kepada alam, negara, bangsa, dan kebudayaan; ● Perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut

pembawaan dan kekuatannya;

● Keyakinan bahwa orang menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat;

● Keyakinan bahwa orang hidup dalam masyarakat harus tunduk kepada tata tertib;

● Keyakinan pada dasarnya manusia itu sama harganya karena itu harus hormat-menghormati, berdasar rasa keadilan, dengan berpegang teguh atas harga diri sendiri;

● Keyakinan negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, tahu kewajiban, jujur dalam pikiran dan tindakan.

(Keputusan Menteri PP&K 1946 No. 1186/Bahg.A)

Tujuan institusional sekolah dasar pada Kurikulum 1947:

Tujuan pendidikan di sekolah rendah, agar murid-murid lambat laun dengan rasa tanggung jawab:

● makin dapat menyelenggarakan sendiri kesehatannya, ● rasa bahagia, serta

● paham hidupnya bersama penyesuaian diri dengan corak kebangsaan Indonesia (yang berdasar Ketuhanan YME dan kemanusiaan yang adil dan beradab), dan

● makin tegas hasratnya untuk mengembangkan (dan mempergunakan) jiwa-raganya ke arah keluhuran kebudayaan serta kemakmuran Republik Indonesia (sebagai negara kesatuan yang berbentuk kedaulatan rakyat dan keadilan sosial).

(Sumber: Laporan Panitia Penyelidik Pengajaran, Bagian Pengajarana Rendah, 1946)

Kurikulum 1964:

● Semangat patriot, ● Gotong royong, ● Bersahaja,

● Mengutamakan kejujuran,

● Mendahulukan kewajiban daripada hak,

● Mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, ● Susila dan budi luhur,

Gambar

Tabel 2.1   Struktur program kurikulum pada sekolah dasar di zaman Belanda
Tabel 3.1   Daftar Jam Pelajaran bagi Sekolah Rakyat  pada Masa Pendudukan Jepang
Tabel 4.1   Landasan hukum pengembangan kurikulum pada awal kemerdekaan dan masa Orde Lama
Tabel 4.2   Dasar pengambilan keputusan pada Kurikulum 1947 dan 1964  No  Dasar keputusan
+7

Referensi

Dokumen terkait