• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Pengembangan Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d. Masa Orde Lama

Kurikulum SD pada Awal Kemerdekaan dan Masa Pemerintahan Orde Lama

C. Prinsip Pengembangan Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d. Masa Orde Lama

Prinsip pengembangan kurikulum sering pula disebut sebagai asas pengembangan kurikulum. Yang dimaksudkan dengan asas ini adalah prinsip pedagogis dan didaktik pembaharuan kurikulum yang dijadikan pedoman untuk memilih bahan dan kegiatan belajar, menentukan luas dan urutan bahan dan kegiatan, serta menyusun metodologi pengajaran.

Kurikulum 1947

Ada 5 prinsip (asas) pembaharuan yang melahirkan Kurikulum 1947, yaitu:

1. Asas pendidikan dan pengajaran sebagai alat pembangunan bangsa dan negara.

2. Perkembangan yang seimbang dan harmonis.

3. Isi pengajaran yang praktis dan beban yang tidak terlalu berat. 4. Belajar aktif, kreatif, dan produktif.

5. Menyesuaikan pendidikan dan pengajaran dengan tingkat perkembangan anak.

Kelima prinsip atau asas ini amat dipengaruhi oleh gagasan sekolah kerja (Arbeitschule dalam bahasa Jerman, Doe-school dalam bahasa Belanda atau Doing

School dalam bahasa Inggris) yang diperbincangkan dalam rapat-rapat Panitia

Penyelidik Pengajaran, terutama dalam Komisi Penyelidik II (Sekolah Kerja, Pekerjaan Tangan, Gerak Badan, dan Sekolah Partikelir). Gagasan ini dilontarkan untuk mengganti model sekolah lama yang disebut sebagai ”lusiteren praat-school” (sekolah ”dengar dan bicara”). Dalam laporan komisi itu ditandaskan bahwa

35

-pembaharuan pendidikan untuk bangsa Indonesia akan berarti sebesar-besarnya jika pembaharuan itu akan menghasilkan:

a) Cara mendidik yang dapat membuat bangsa kita terlepas dari tradisi kolonial, dan dapat membangkitkan serta mengembangkan kekuatan kreatif sehingga bangsa kita dapat merupakan masyarakat yang kuat serta sehat, baik lahir maupun batin; dan

b) Cara mendidik yang membawa kita kepada martabat perikemanusiaan yang tinggi. Dalam sekolah kerja anak-anak dipimpin agar produktif dan berguna bagi masyarakat.

Melalui sekolah kerja anak dapat berkembang secara seimbang dan harmonis karena ciri pendidikan kolonial adalah terlalu intelektualistik atau terlalu menekankan perkembangan kecerdasan otak (intelek). Pendidikan nasional hendaknya menekankan keseimbangan antara perkembangan kecerdasan otak dan perkembangan watak, budi pekerti, jasmani dan rasa keindahan, antara perkembangan manusia sebagai pribadi dan sebagai warga negara dan anggota masyarakat, antara isi pelajaran teoritis dan yang praktis dan keterampilan tangan. Untuk itu, dalam memilih bahan pelajaran harus dijaga agar praktis atau relevan dengan kebutuhan anak, masyarakat, dan pembangunan bangsa serta tidak terlalu berat bagi anak.

Gagasan sekolah kerja ini tampak juga pada prinsip belajar aktif, kreatif, dan produktif. Melalui sekolah kerja anak dipimpin agar produktif dan berguna bagi masyarakat. Untuk itu, sekolah harus berusaha agar:

a) Anak-anak bersifat aktif, kreatif, dan belajar atas dasar pengalaman;

b) Anak-anak bisa mencari, mendapat, dan mempergunakan pengetahuan dan pengalamannya;

c) Perhatian dan usaha pendidikan dipusatkan pada keadaan dan jiwa anak; d) Anak-anak dapat menghasilkan barang sesuatu dengan kemauan dan

kekuatan sendiri;

e) Anak-anak belajar menyediakan diri untuk keperluan masyarakat; f) Anak-anak kelak menjadi anggota masyarakat yang bertabiat sosial; dan g) Sekolah berwujud ’kuntum masyarakat’ dan kelas menjadi persekutuan

kerja.

Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan, pendidikan dan pengajaran di sekolah rendah harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, dengan selalu mengindahkan pusat-pusat perhatian murid serta batas-batas kejiwaan atau kesanggupannya yang berhubungan dengan umur, corak jiwa, sifatnya (laki-perempuan), agamanya, dan suasana lingkungan lainnya.

(Laporan Komisi II dan Laporan Komisi Pekerja tentang Pengajaran Rendah, , Panitia Penyelidik Pengajaran, 1946).

Konsep sekolah kerja tampaknya dipengaruhi aliran psikologi belajar inkuiri yang pada masa itu amat dipengaruhi pandangan-pandangan John Dewey tentang

36

-pendidikan progresif. Ia menandaskan bahwa -pendidikan warga negara yang terlibat mengandung:

● Penghargaan terhadap keanekaragaman, dalam arti kemampuannya, minat, ide, kebutuhan, dan identitas budayanya tiap individu harus diakui; dan

● Pengembangan kecerdasan kritis dan terlibat secara sosial yang memampukan individu untuk memahami dan berpartisipasi secara efektif dalam urusan masyarakat setempat dalam upaya kerja sama untuk mencapai kebaikan umum. Belajar berbasis inkuiri berhubungan dengan:

● Pertanyaan: muncul dari pengalaman. ● Bahan: bervariasi, otentik, menantang.

Kegiatan: melibatkan, pengalaman konkret menggunakan tangan (hands-on

experience), membuat kreasi, bekerja sama, menghidupi peran baru.

● Dialog: mendengarkan orang lain; mengartikulasi pemahaman.

● Refleksi: mengekspresikan pengalaman; bergerak dari konsep baru ke tindakan. John Dewey menandaskan bahwa dalam menghadapi sebuah dunia yang berubah, gunakanlah metode ilmiah:

● Menyadari suatu masalah ● Rumuskan masalah itu

● Ajukan hipotesis untuk memecahkannya

● Selidiki konsekuensi hipotesis dalam cahaya pengalaman ● Tes solusi yang paling mungkin

Inti gagasan sekolah kerja digambarkan berikut ini.

Tampaknya para penyusun Kurikulum 1947 hendak meninggalkan konsepsi tradisional kurikulum ini, yang amat menekankan konten atau isi ilmu pengetahuan yang terlalu intelektualistis.

37

-Tampaknya melalui gagasan sekolah kerja, mereka menghendaki agar siswa-lah yang aktif mencari dan menemukan dalam dunia empirik dengan melakukan kegiatan belajar melalui dialog atau kerja sama antar-siswa. John Dewey mengatakan,“Education is life itself” (Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri).

38

-Untuk itu, guru pun hendaknya melakukan hal yang sama dalam melakukan pengajaran yang berpusat kepada siswa (student-centered learning). John Dewey mengatakan, “True learning is based on discovery guided by mentoring rather than the

transmission of knowledge” (Belajar yang benar lebih berdasarkan penemuan yang

39

-Siswa-lah yang melakukan aktivitas dalam siklus inkuiri ini

Kurikulum 1964

Pemikiran yang mendahului kelahiran Kurikulum 1964 menunjukkan keinginan yang kuat agar penyusunan kurikulum selalu didasarkan atas pertimbangan seberapa jauh program pengajaran atau kurikulum itu memberikan sumbangan bagi:

1. Kesejahteraan anak-anak didik di sekolah;

40

-3. Pembangunan bangsa dan negara dalam rangka mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi bagi rakyat dan masyarakat Indonesia, lahir dan batin.

Keinginan itu tercermin pula dalam salah satu prinsip atau asas didaktik Kurikulum 1964 yang menyatakan bahwa semua pengetahuan dan kegiatan yang diajarkan haruslah fungsional praktis dalam arti berguna bagi anak dan masyarakat, sekarang dan di masa yang akan datang, dalam mencapai tiga kerangka tujuan revolusi nasional.

Sehubungan dengan gagasan sekolah kerja dan pendekatan inkuiri tampaknya gagasan ini belum terwujud pada sekolah dasar. Namun, upaya pembaharuan pendidikan dan pengajaran telah mulai dilembagakan secara struktural pada awal tahun 1950-an. Kementerian PP dan K mulai mendirikan lembaga-lembaga yang diserahi tugas membuat pembaharuan kurikulum, seperti:

Balai Pendidikan Pengetahuan Alam (Science Learning Center – STC) yang bertugas menatar guru dan mengembangkan kurikulum IPA.

● Urusan Pengajaran Bahasa Indonesia dan Balai Bahasa Daerah (UPBID) dan Urusan Pengajaran Ilmu Kemasyarakatan (UPIK) yang bertugas mengawasi dan membina mata pelajaran serta membantu mengembangkan dan memperbaiki mata pelajaran yang bersangkutan.

Urusan penyelidikan (research) yang melanjutkan tugas Balai Penyelidikan dan Perancang Pendidikan dan Pengajaran (BP4) dalam menyelenggarakan sekolah-sekolah percobaan, mengembangkan tes hasil belajar, dan mengumpulkan statistik persekolahan. Kurikulum yang diujicoba merupakan revisi rencana pelajaran Sekolah Dasar yang berlaku waktu itu.

● Urusan Kewajiban Belajar yang menyelenggarakan percobaan pelaksanaan kewajiban belajar dan mengusahakan pembaharian isi pendidikan dan metode pengajaran, terutama Pendidikan Keterampilan.

● Urusan Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Rakyat (UPTK/SR) sebagai bagian Jawatan Pendidikan Umum bertugas dan bertanggung jawab dalam perencanaan, pengawasan, dan penilaian pendidikan, termasuk perencanaan kurikulum dan penyelenggaraan ujian negara, yaitu Ujian Masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama secara rutin. Ketika Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan melalui Instruksi No. 2 tahun 1961 memerintahkan mengadakan pembaharuan kurikulum sesuai dengan sistem Pancawarhana, UPTK/SR-lah yang melaksanakan penyusunan kurikulum sekolah dasar yang baru (1961). Konsep kurikulum sekolah dasar yang baru kemudian diujicoba. Akan tetapi, upaya itu hanya berjalan dua tahun (1962 – 1963) karena perencanaan yang kurang sistematis dan matang serta biaya dan sarana yang serba kurang. Setelah Jawatan Pendidikan Umum dihapuskan pada tahun 1963, dibentuk Direktorat Pendidikan Prasekolah, Sekolah Dasar, dan Sekolah Luar Biasa. Direktorat baru ini meneruskan tugas UPTK/SR.

Upaya pembaharuan kurikulum yang mendahului Kurikulum 1964 tampaknya kurang membuahkan hasil yang diharapkan berkenaan dengan konsepsi sekolah kerja dan pendekatan inkuiri karena perencanaan yang kurang matang dan keterbatasan dana dan sarana.

41

-D. Ciri-ciri Manusia pada Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d. Masa Orde Lama

Kurikulum 1947:

● Perasaan bakti kepada Tuhan YME; ● Perasaan cinta kepada ibu dan bapak;

● Perasaan cinta kepada alam, negara, bangsa, dan kebudayaan; ● Perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut

pembawaan dan kekuatannya;

● Keyakinan bahwa orang menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat;

● Keyakinan bahwa orang hidup dalam masyarakat harus tunduk kepada tata tertib;

● Keyakinan pada dasarnya manusia itu sama harganya karena itu harus hormat-menghormati, berdasar rasa keadilan, dengan berpegang teguh atas harga diri sendiri;

● Keyakinan negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, tahu kewajiban, jujur dalam pikiran dan tindakan.

(Keputusan Menteri PP&K 1946 No. 1186/Bahg.A)

Tujuan institusional sekolah dasar pada Kurikulum 1947:

Tujuan pendidikan di sekolah rendah, agar murid-murid lambat laun dengan rasa tanggung jawab:

● makin dapat menyelenggarakan sendiri kesehatannya, ● rasa bahagia, serta

● paham hidupnya bersama penyesuaian diri dengan corak kebangsaan Indonesia (yang berdasar Ketuhanan YME dan kemanusiaan yang adil dan beradab), dan

● makin tegas hasratnya untuk mengembangkan (dan mempergunakan) jiwa-raganya ke arah keluhuran kebudayaan serta kemakmuran Republik Indonesia (sebagai negara kesatuan yang berbentuk kedaulatan rakyat dan keadilan sosial).

(Sumber: Laporan Panitia Penyelidik Pengajaran, Bagian Pengajarana Rendah, 1946)

Kurikulum 1964:

● Semangat patriot, ● Gotong royong, ● Bersahaja,

● Mengutamakan kejujuran,

● Mendahulukan kewajiban daripada hak,

● Mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, ● Susila dan budi luhur,

42 -● Hidup hemat,

● Disiplin,

● Kepandaian untuk menghargai waktu, ● Cara berpikir rasional dan ekonomis,

● Kesadaran bekerja untuk membangun dengan kerja keras.

(Sumber: Tap MPRS No. II/MPRS/1960: Gambaran manusia sosialis Indonesia yang dimuat juga dalam Lampiran Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961).

E.Perkembangan Struktur Program Kurikulum pada Awal Kemerdekaan s.d.