• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.4 Kefatisan Berbahasa

Fatis secara etimologi berasal dari bahasa yunani phatos, bentuk verba dari ins phatai “Berbicara” (Yusra dkk, 2012:504). Malinowski (1923 dalam Waridin 2008:39) memberikan perian mengenai ungkapan fatis yaitu tipe tuturan digunakan untuk menciptakan ikatan sosial yang harmonis dengan semata-mata bertukar kata-kata. Teori Malinowski tersebut lebih mengedepankan komunikasi fatis sebagai sarana utuk menjaga hubungan sosial antar pelaku tutur. Sarana yang digunakan oleh pelaku tutur tersebut biasanya topik pembicaraan yang ringan.

Konsep phatic communication menurut Kridalaksana (2008: 114) terbagi dalam beberapa kategori, diantaranya, kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan kawan bicara. Kelas kata ini biasanya terdapat dalam konteks dialog wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan bicara.

Menurut Jacobson (1980), komunikasi fatis dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi. Maksud pernyataan tersebut adalah bahasa fatis berfungsi untuk memastikan jalannya saluran komunikasi dan para pelaku tutur tersebut saling menjaga dan memperhatikan pada saat peristiwa tutur terjadi. Teori Jakobson ini menitikberatkan pada komunikasi fatis sebagai media yang digunakan penutur untuk menyampaikan isi atau pesan pembicaraan kepada mitra tuturnya.

Fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu merupakan basi secara praktis (Arimi, 1998: 95). Dapat dikatakan, basa-basi adalah peristiwa lingual yang alami, tetapi pengguna bahasa tersebut menolak jika dinyatakan sedang berbasa-basi. Arimi (1998: 96) memaparkan bahwa secara metodologis, penolakan tersebut akan terlihat lebih jelas jika dibandingkan dengan aktivitas verbal nonbasa-basi, seperti ketika marah atau menunjukkan keseriusan. Para pelaku tutur akan saling mengaku ketika sedang menunjukkan keseriusannya. Maka, berbasa-basi berkaitan erat

dengan hal kesantunan, seperti tegur sapa maupun beramah tamah. Ada kalanya berbasa-basi dipahami sebagai ungkapan kepura-puraan, tidak bersungguh-sungguh, dan terkadang kebohongan. Dapat dikatakan basa-basi bermakna penolakan dari yang sebenarnya, untuk menjaga harmonisasi antar pelaku tutur.

Dalam tesisnya Arimi (1998: 171) membagi basa-basi menjadi dua yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni berarti ungkapan-ungkapan yang diucapkan secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang menunjukkan basa-basi murni ialah, selamat (pagi, siang, malam), selamat datang, mengucapkan terima kasih, berpamitan, dll. Basa-basi polar berarti tuturan yang berlawanan dengan kenyataan, biasanya digunakan untuk saling menunjukkan hal yang lebih sopan. Untuk memperjelas ungkapan tersebut perhatikan contoh kutipan percakapan di bawah ini.

Penutur: “Selamat pagi, Bu. Ada apa ya memanggil saya?”

Mitra tutur: “Pagi. Silakan duduk dulu.”

Cuplikan tuturan di atas merupakan basa-basi murni karena diucapkan ketika saling berjumpa. Ungkapan selamat pagi merupakan ungkapan otomatis ketika peristiwa tutur menandai kenyataan sedang pagi hari.

Dalam basa-basi polar, tuturan yang muncul akan berbeda dari basa-basi murni. Untuk memperjelas ungkapan tersebut perhatikan contoh kutipan percakapan di bawah ini.

Penutur: “Sini saya antar sekalian?”

Mitra tutur: “Terima kasih, Pak. Sebentar lagi dijemput, kok.”

Maksud penutur dalam cuplikan tuturan “Sini saya antar sekalian?”

menunjukkan ungkapan yang tidak sebenarnya karena penutur dan mitra tutur berpapasan dan kebetulan mitra tutur sedang menunggu jemputan. Penutur sebenarnya sudah tahu jika mitra tutur sedang menunggu jemputan. Namun, untuk berbasa-basi penutur menawarkan mitra tutur untuk ikut bersamanya.

Maksud mitra tutur dalam cuplikan tuturan “Terima kasih, Pak. Sebentar lagi dijemput, kok.” Juga menunjukkan ungkapan yang tidak sebenarnya. Mitra

tutur meyakinkan penutur bahwa ia akan segera dijemput, walaupun sebenarnya ia tidak tahu jam berapa ia akan dijemput. Namun, dengan sopan mitra tutur menolak tawaran penutur.

Arimi (1998: 87-96) juga menambahkan bahwa basa-basi termasuk dalam tindakan ilokusi, khususnys tindakan ilokusi ekspresif. Dapat dikatakan tindak ekspresif karena berkaitan dengan perilaku psikologis penutur terhadap peristiwa tutur dengan mitranya, misalnya memberikan salam, menanyakan kabar seseorang, mengucapkan terima kasih, memberikan selamat, dan lain-lain. Oleh karena itu, basa-basi termasuk dalam fenomena pragmatik.

Menurut Ibrahim (1993: 16), tindak tutur ilokusi komunikatif diklasifikasikan kedalam Skema Tindak Tutur (STT). Maksud ilokusi atau sikap yang terekspresikan menjadi dasar STT tersebut. Kegunaannya adalah untuk membedakan tindak-tindak ilokusi yang homogen.

Taksonomi tindak tutur tersebut mencakup, antara lain, tindak tutur konstantif (constantives), direktif (directives), komisif (comissives), dan acknowledgements. Konstantif adalah ekspresi kepercayaan bersamaan dengan ekspresi maksud, sehingga mitra tutur membentuk kepercayaan yang sama. Direktif adalah ekspresi sikap penutur terhadap tindakan prospektif oleh mitra tutur dan kehendaknya terhadap tindakan mitra tutur. Komisif adalah ekspresi kehendak dan kepercayaan penutur sehingga ujarannya diharuskan untuk melakukan sesuatu. Acknowledge adalah ekspresi perasaan mitra tutur atau dalam kasus-kasus ujaran yang berfungsi secara formal.

Acknowledgements meliputi apologize, condole, congratulate, greet, thank, bid, accept, dan reject.

Dapat dikatakan acknowledgement merupakan basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan antara pembicara dengan penyimak.

Menurut Ibrahim (1993: 37), acknowledgement sering diungkapkan bukan karena perasaan yang benar-benar murni tetapi karena ingin memenuhi harapan sosial sehingga perasaan tersebut dapat diekspresikan. Dengan kata lain, basa-basi sebagai sopan santun semata. Berikut tuturan yang termasuk acknowledge.

1) Apologize (meminta maaf)

Seseorang mengekspresikan rasa penyesalan karena telah melakukan suatu hal, atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf.

2) Condole (berduka cita)

Seseorang mengekspresikan rasa simpati karena terkena musibah, atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan berduka cita.

3) Congratulate (mengucapkan selamat)

Seseorang mengekspresikan rasa gembira karena kabar baik, atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan ucapan selamat.

4) Greet (salam)

Seseorang mengekspresikan rasa senang karena bertemu seseorang, atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan salam.

5) Thank (berterima kasih)

Seseorang mengekspresikan terima kasih karena mendapatkan bantuan, atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan terima kasih.

6) Bid (mengundang)

Seseorang mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang.

7) Accept (menerima)

Seseorang mengekspresikan penghargaan acknowledgement atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima.

8) Reject (menolak)

Seseorang mengekspresikan penghargaan acknowledgement atau mitra tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak.

Dokumen terkait