• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEGIATAN BELAJAR 3 Community Development

Dalam dokumen PENGANTAR PEKERJAAN SOSIAL. (Halaman 193-200)

Berbicara mengenai Profesi Pekerjaan Sosial, dari awal pertumbuhannya telah melewati perjalanan yang panjang. Para almoner yang berkerja di rumah sakit-rumah sakit di Inggris, telah memberikan aspirasi pada seorang wanita pamikir pada zaman itu (Mary Richmond) untuk membidani lahirnya sebuah profesi baru yang dikenal dengan sebutan “Case Work”. Kelahiran profesi ini didesak oleh kesadaran akan perlunya peningkatan mutu pelayanan-pelayanan sosial untuk menangani masalah-masalah anak dan keluarga, kemiskinan, kecacatan, dan jompo, yang semula ditangani secara “trial and error” melalui kegiatan-kegiatan amal saja.

Pada perkembangan selanjutnya, kemudian disadari bahwa penggunaan metode perorangan (Case Work) saja dirasa terlalu berat, jika harus diarahkan pada penanganan masalah-masalah sosial yang kuantitas maupun kualitasnya terus meningkat. Metode Pekerjaan Sosial dengan Kelompok (Group Work), Pengorganisasian Masyarakat (Community Organization), Pengembangan Masyarakat (Community Development), disusul dengan pendekatan-pendekatan lainnya, termasuk Administrasi Pekerjaan Sosial dan Penelitian Pekerjaan

Sosial, kemudian bermunculan dan memperkaya khasanah pendekatan profesi baru yang selanjutnya dikenal dengan Profesi Pekerjaan Sosial.

Perkembangan profesi baru ini tidak hanya berhenti sampai di situ saja, seiring dengan perkembangan masyarakat dan berbagai penemuan teknologi baru dalam bidang-bidang lain, profesi Pekerjaan Sosial pun terus sibuk memoles dan memperbaiki diri. Pada tahap perkembangan selanjutnya, Perencanaan Sosial mulai diakui sebagian orang sebagai metode Pekerjaan Sosial tersendiri. Selain itu, aliran generalist, kemudian lahir dan mendeklarasikan bahwa “intervensi multi level” merupakan pendekatan yang perlu ditempuh agar penanganan masalah dapat lebih komprehensif dan tuntas. Aliran generalist kemudian merebak tanpa dapat dibendung, kemudian disusul dengan bermunculannya berbagai pendekatan baru, walau tidak selalu berasal dari penemuan teori baru. Pendekatan-pendekatan tersebut diantaranya, pendekatan ekologi, pendekatan sistem, pendekatan pengubahan perilaku, pendekatan ekitensialis dan banyak lagi.

Dalam perkembangan terakhir, seperti dikemukakan David Cox (1993), pendekatan “Social Development” cenderung menjadi idola para Pekerja Sosial yang bekerja dengan masyarakat, yang banyak bergelut dengan pengentasan kemiskinan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan upaya pemerataan keadilan di dalam suatu masyarakat. Hal ini seiring dengan munculnya aliran terbaru dalam Pekerjaan Sosial yang dikenal dengan aliran radikal, yang memandang bahwa setiap permasalahan sosial yang timbul berkaitan erat dengan distribusi kekuasaan (power). Pada era sekarang ini, teknik “empowerment” kemudian menjadi suatu teknik idaman para Pekerja Sosial.

Asal konsep Pengembangan Masyarakat (terjemahan dari Community Development) sebenarnya adalah Pengorganisasian

Masyarakat (Community Organization); yang bermakna

mengorganisasikan masyarakat sebagai sebuah sistem untuk melayani warganya dalam setting kondisi yang terus berubah. Dengan demikian inti pengertiannya adalah mendorong warga masyarakat untuk mengorganisasikan diri untuk melaksanakan kegiatan guna mencapai kesejahteraannya sendiri. Di tingkat nasional, aktor-aktor institusinya adalah pemerintah, kalangan cendekiawan, kalangan bisnis, LSM, dan masyarakat biasa. Semuanya harus terorganisasi dalam sebuah kesatuan sistem untuk membangun masyarakat secara sinergis.

Pengertian Community Organization itu sendiri dapat dibagi ke dalam dua, yaitu:

1. Dalam arti sempit dan operasional, berarti pengorganisasian kegiatan masyarakat. Pertanyaannya adalah bagaimana warga masyarakat akan melakukan kegiatan bersama ?

2. Dalam arti luas, berarti penataan masyarakat itu sendiri sebagai sebuah sistem sosial. Pertanyaannya adalah masyarakat yang bagaimana yang ingin dicapai ?

Pada level mikro dan langsung, setiap institusi dan kegiatan industri harus menjalankan fungsi sosialnya melalui program-program kerjasama dengan masyarakat setempat, sehingga terjalin keserasian sosial. Masalahnya terletak pada pemahaman dan penerapan konsep partisipasi itu sendiri. Setelah puluhan tahun partisipasi diartikan sekedar melibatkan masyarakat dalam program atau kegiatan yang telah ditetapkan dan dibawakan fihak luar, masyarakat kehilangan kemandiriannya, melainkan bersikap menunggu bantuan

(charity/philanthrophy). Bahkan setelah era reformasi bergulir mengubah paradigma program top-down menjadi bottom-up, people centered development, pemberdayaan; prosesnya masih membutuhkan curahan waktu, tenaga, dan upaya yang panjang.

Sebagai sebuah proses, pengembangan masyarakat berarti sebuah proses tindakan sosial yang mendorong warga suatu masyarakat, untuk:

a. Mengorganisasikan diri mereka sendiri untuk menyusun rencana dan melaksanakan tindakan bersama.

b. Merumuskan kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah bersama c. Menyusun rencana kelompok dan individu untuk memenuhi

kebutuhan dan memecahkan masalah mereka sendiri.

d. Melaksanakan rencana tersebut dengan sebanyak mungkin mengandalkan sumber-sumber yang ada.

e. Menjangkau akses ke sumber-sumber di luar masyarakat baik dari badan-badan pemerintah maupun swasta guna mendukung sumber- sumber yang ada.

Untuk keperluan praktis, dapat dikemukakan bahwa dalam ilmu sosial banyak terdapat istilah-istilah yang berbeda dengan pengertian yang sama. Istilah pengembangan masyarakat sesungguhnya bersumber pada istilah community development, yang kemudian oleh Jack Rothman (1979), disamakan pula dengan locality development. Dengan demikian jika dalam tulisan ini disebutkan ke tiga istilah tersebut, sesungguhnya pengertiannya sama.

Pengembangan masyarakat didefinisikan sebagai :”sebuah model pengembangan masyarakat yang menekankan pada partisipasi

penuh seluruh warga masyarakat”. PBB (1955) mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai berikut :

”Pengembangan masyarakat didefinisikan sebagai suatu proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi ekonomi dan sosial bagi seluruh warga masyarakat dengan partisipasi aktif dan sejauh mungkin menumbuhkan prakarsa masyarakat itu sendiri”.

Tropman, dkk (1993) mengemukakan, bahwa :

” …locality development merupakan suatu cara untuk memperkuat warga masyarakat dan untuk mendidik mereka melalui pengalaman yang terarah agar mampu melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan sendiri untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka sendiri pula”.

Dari ke dua definisi tersebut dapat difahami dua hal :

a. Masalah utama dalam CD/LD adalah sosial ekonomi.

b. Mensyaratkan partisipasi penuh warga masyarakat di dalam seluruh proses kegiatan(mulai dari gagasan sampai kepada pemanfaatan).

Konsep ini diterapkan pada sebuah lingkungan masyarakat setempat (locality/community), yang biasanya masih memiliki norma- norma sosial tentang konsensus, homogenitas, dan harmoni (identik dengan masyarakat perdesaan).

1. Tujuan :

a. Tujuan antara : membangkitkan partisipasi penuh warga masyarakat.

b. Tujuan akhir : perwujudan kemampuan dan integrasi masyarakat untuk dapat membangun dirinya sendiri.

Dengan bertumpu pada inisiatif dan partisipasi penuh warga masyarakat, maka penerapan CD/LD lebih ditekankan kepada upaya untuk mengembangkan kapasitas warga masyarakat (client- centered) daripada pemecahan masalah demi masalah (problem- centered). Bagi para perancang program pengembangan masyarakat, locality development berarti program pendidikan bagi masyarakat untuk mampu mengaktualisasikan dirinya sendiri dalam program-program pembangunan.

3. Kandungan operasional dalam Community Development. a. Kepemimpinan lokal

Dengan system kemasyarakatan local yang relative masih bersifat organis dengan pola interaksi harmonis, maka dalam perencanaan dan implementasi program pengembangan masyarakat perlu dipertimbangkan, bahwa pemimpin-pemimpin masyarakat masih menempati posisi kunci baik dalam pembuatan keputusan maupun sebagai representasi masyarakat lokal itu sendiri.

b. Jaringan Hubungan antar Kelompok (Intergroup relations) Masyarakat merupakan suatu system sosial yang besar, yang di dalamnya berisikan unit-unit sosial yang lebih kecil yang disebut kelompok. Dalam praktik pengembangan masyarakat, sesungguhnya yang dihadapi dan dikembangkan adalah kelompok-kelompok warga masyarakat sehingga menjadi sebuah jaringan kerja yang sinergis. Demikianlah mengapa pengorganisasian dan pengembangan masyarakat (community organization and community development), sering pula disebut

Sesuai dengan prinsip dasar yang digunakan dan menjadi gagasan inti locality development yaitu partisipasi klien, maka setiap langkah dalam proses locality development haruslah dilakukan oleh warga masyarakat itu sendiri dengan bantuan keahlian dan teknis dari system pelaksana dan system kegiatan.

1. Assessment

Assessment merupakan langkah terpenting dari seluruh proses locality development, karena hasil assessment ini akan menentukan ketepatan serta efektivitas program locality development itu sendiri. Assessment mencakup needs assessment, identifikasi masalah, analisis masalah, dan resources assessment.

Asesmen mencakup tidak hanya masalah klien, melainkan juga sumber-sumber, kekuatan-kekuatan, motivasi, komponen- komponen fungsional, dan faktor-faktor yang positif lainnya yang dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan klien, dalam meningkatkan keberfungsian, dan dalam mendukung pertumbuhan. 2. Plan of Treatment

Planning, menurut Meryl Ruoss (1970) adalah organized foresight. Plan of Treatment merupakan sebuah proses insight dalam mengidentifikasi, memilah, menghubungkan masalah atau kebutuhan dengan sumber-sumber yang dapat didayagunakan untuk memecahkan masalah dan atau memenuhi kebutuhan melalui serangkaian kegiatan (program dan proyek).

3. Treatment

Tahap ini merupakan implementasi dari strategi locality development, monitoring, dan evaluasi.

Dalam tahap implementasi, maka perlu diperhitungkan situasi actual yang akan menentukan tindakan yang perlu dilakukan.

Monitoring memberikan dua manfaat utama, yaitu :

a. Memberikan informasi untuk pegangan sementara program masih sedang berlangsung.

b. Memberikan informasi bagi evaluasi berkala

Evaluasi ditujukan baik kepada pelaksanaan program (proses dan hasil), maupun kepada kerjasama di antara semua pelaku. 4. Terminasi

Terminasi merupakan langkah penghentian sementara (sekuensi) kegiatan locality development; yang mungkin kelak ditindaklanjuti dengan rangkaian kegiatan berikutnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, sasaran, bidang garapan dan intervensi profesi Pekerjaan Sosial juga semakin luas. Globalisasi dan industrialisasi membuka kesempatan bagi Pekerjaan Sosial untuk terlibat dalam bidang yang relatif baru, yakni dunia industri. Seperti halnya Pekerja Sosial medik (medical social worker) yang bekerja di rumah sakit, para Pekerja Sosial industri (industrial social worker) ini bekerja di perusahaan- perusahaan, baik negeri maupun swasta, untuk menangani kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja, relasi buruh dan majikan, atau perekrutan dan pengembangan pegawai (lihat Friedlander dan Thackeray, 1982; Payne, 1991; Johnson, 1984; DuBois dan Miley, 1992; Suharto, 1997).

Di Indonesia sendiri, dunia bisnis dan industri merupakan sektor yang masih jarang melibatkan Pekerjaan Sosial. Namun demikian, di

Dalam dokumen PENGANTAR PEKERJAAN SOSIAL. (Halaman 193-200)