• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PELANGGARAN ATAS HAK KEKEBALAN DAN

B. Kekebalan Diplomatik Tempat dan Kantor Kediaman Pejabat

Pelaksanaan serta pengakuan hak-hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik atas dasar timbal balik merupakan suatu kesepakatan untuk memenuhi maksud

118 Newsweekme.com, Doha‟s Actions May Destabilize the Region: Saudi Minister, 2017. Diakses dari https://newsme.com/dohas-actions-may-destabilize-the-region-saudi-minister/ pada pukul 15.38 tanggal 4 September 2019

119 Tribunnews.com, Arab Saudi Serukan Boikot Liburan ke Turki dan Semua Produknya, Buntut Pembunuhan Jamal Kashoggi, diakses dari

htpps://www.google.com/amp/s/wartakota.tribunnews.com/amp/2019/07/12/arab-saudi-serukan-boikot-liburan-ke-turki-dan-semua-produknya-buntut-pembunuhan-jamal-kashoggi pada pukul 15.33 WIB tanggal 4 September 2019

dan tujuan dari misi perwakilan diplomatik yaitu to ensure the efficient performance of the function of diplomatic missions representing states.

Negara penerima mempunyai kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna melindungi gedung perwakilan diplomatik terhadap serangan atau perusakan, dan mencegah setiap gangguan ketertiban perwakilan diplomatik, perabotannya, barang-barang kantor, dan alat-alat transportasinya kebal dari setiap bentuk pemeriksaan untuk tujuan keamanan umum. Jika pengambilalihan dianggap perlu untuk tujuan-tujuan keamanan maka semua langkah yang diperlukan harus diambil untuk menghindari gangguan terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi perwakilan diplomatik, dan mengganti kerugian.

Seorang agen diplomatik memiliki Diplomatic Immunity, yaitu suatu hak yang tidak boleh diganggu gugat (Inviolability) dalam menjalankan tugasnya sebagai perwakilan negara pengirim. Dalam hukum internasional, ketentuan tidak dapat diganggu gugat (inviolability), atau kekebalan dan keistimewaan diplomatik dikenal sebagai hak atas perlindungan (right to protection) bagi diplomat yang berada di negara penerima. Dalam hal ini, ada tiga pendapat yang menafsirkan ketentuan tidak dapat diganggu gugat tersebut, yaitu: 120

1. Ketentuan tersebut dianggap identik dengan ketentuan kekebalan (immunity);

2. Anggapan bahwa tidak dapat diganggu gugat itu berarti perlindungan terhadap diplomat atas diberlakukannya tindakan hukum, atau paksaan oleh para penegak hukum negara penerima;

120 Syahmin A.K., Op.Cit., hal. 106

3. Anggapan yang membedakan ketentuan tidak dapat diganggu gugat itu dengan ketentuan kekebalan.

Menurut anggapan yang terakhir (angka 3), bahwa inviolability berarti perIindungan terbadap perlakuan yang bertentangan dengan hukum dari warganegara ataupun pejabat negara di negara penerima. Sedangkan immunity berarti bebas dari tindakan aparat penegak hukum yang dalam keadaan tertentu dapat diberlakukan secara sah. Pendek kata, pendapat yang ketiga itu beranggapan bahwa ketentuan tidak dapat diganggu gugat itu menitikberatkan pada kewajiban negara penerima untuk memberikan perlindungan dan keamanan pada para diplomat beserta keluarganya atas perlakuan atau campur tangan secara tidak sah (unlawful intetfrence). Para pakar hukum internasional Anglo American lebih cenderung mendukung arti inviolability sebagaimana dijabarkan dalam pendapat ketiga di atas.121

Konvensi Wina 1961, pasal 22 (1), menjelaskan bahwa gedung kedutaan tidak dapat diganggu-gugat, para pejabat negara sempat tidak dibenarkan memasuki gedung perwakilan diplomatik tersebut kecuali sudah mendapatkan izin dari kepala perwakilan diplomatik, Sebagaimana telah diberikan secara jelas batasan bahwa gedung perwakilan merupakan gedung-gedung dan bagian-bagiannya dan tanah tempat gedung itu didirikan, tanpa memperhatikan siapa pemiliknya yang digunakan untuk keperluan negara asing termasuk rumah kediaman kepala perwakilan. Jadi baik gedung perwakilan maupun rumah duta besar keduanya menurut hukum international diperlakukan sama dan dianggap sama yang dikenal

121 H. W. Briggs, The Law of Nations, 2nd, New York, 1952, hal. 778

dengan sebutan franchise de I‟hotels. ketentuan ini mengikat seluruh komponen alat kekuasaan negara, namun pelaksanaan dari ketentuan ini sangat sulit dilakukan122.

Mengenai gedung-gedung, perabot-perabot rumah tangga dan milik lainya temasuk alat-alat transportasi, juga bebas dari pemeriksaan dan penahanan.

Seluruh alat kekuasaan negara termasuk pengadilan dan kepolisian dilarang mengadakan pemeriksaan ataupun penahanan terhadap gedung, arsip dokumen dan sebagaimana dari perwakilan diplomatik asing, bahkan pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindunginya dari segala yang segala yang memungkinkan adanya gangguan terhadap keselamatan semua hal tersebut.

Dalam kewajiban negara penerima untuk memberikan perlindungan sepenuhnya sebagai perwakilan asing dari setiap gangguan, terbagi atas 2 aspek utama, yaitu perlindungan dari negara penerima yang dilakukan di dalam gedung perwakilan (interna rationae) dan perlindungan di luar ataupun disekitar gedung perwakilan (extra rationae)

a) Interna Rationae

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, gedung perwakilan asing tidaklah dapat diganggu gugat oleh seluruh alat kekuasaan negara penerima, tanpa adanya ijin dari kepala perwakilan. Terdapat dua pengecualian, yang pertama dalam hal negara penerima memiliki bukti kuat bahwa gedung perwakilan asing difungsikan secara bertentangan dengan ketentuan Konvensi Wina 1961 tentang

122 D.P.O’ Connel, International Law., Vol. II, Steven & Son Ltd Ocean Publish. Inc. London: 1965, hal. 963, yang dikutip oleh Syahmin AK, Hukum Diplomatik Suatu Pengantar, (Bandung: CV.

Armico, 1998), hlm. 146

Hubungan Diplomatik, dan yang kedua adalah dalam hal terjadi keadaan darurat luar biasa (extreme emergency) dimana dalam hal ini terdapat ancaman terhadap nyawa manusia di dalam gedung perwakilan, sehingga negara penerima secara terpaksa harus memasuki gedung perwakilan asing untuk menyelamatkan nyawa manusia di dalam gedung tersebut.

Dalam kasus pengecualian pertama, bilamana negara penerima memiliki bukti-bukti ataupun dakwaan yang kuat atas penyelewengan fungsi gedung perwakilan, maka berdasarkan pasal 41 ayat 1 Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan-Hubungan diplomatik, maka negara penerima bisa memasuki gedung perwakilan tersebut tanpa izin kepala perwakilan. Hal ini pun sesuai dengan ketentuan pasal 41(3) Konvensi Wina 1961 yang melarang digunakan gedung prwakilan dengan tidak sesuai fungsi aslinya. Dengan demikian maka benar yang dinyatakan J.L Brierly bahwa dalam hal-hal yang luar biasa, meskipun tidak dinyatakan dalam konvensinya sendiri, prinsip tidak diganggu-gugat itu menurut pendapat komisi hukum internasional tidak menutup adanya kemungkinan bagi negara penerima untuk mengambil tindakan terhadap diplomat atau perwakilan asing di negara tersebut di dalam rangka bela diri atau menghindarkan adanya tindak pidana.

Dalam Kasus pengecualian kedua, adalah keadaan darurat yang luar biasa (extreme emergency) yang mengancam nyawa manusia, misalnya oleh kebakaran, bom gas, ataupun keadaan darurat lainya, yang memaksa aparat dari negara penerima untuk bertindak dengan measuki gedung perwakilan tanpa izin demi menyelamatkan nyawa manusia yang ada didalam gedung perwakilan. Dalam hal ini perlu dilihat bahwa masuknya aparat dari negara penerima secara paksa ke

dalam gedung perwakilan adalah juga terkait kewajiban yang ditentukan Konvensi Wina 1961 untuk melindungi diri pribadi para anggota perwakilan asing123.

b) Externa Rationae

Sesuai dengan ketentuan pasal 22 Konvensi Wina 1961, negara penerima tidak mempunyai kewajiban untuk melindungi gedung perwakilan, namun juga lingkungan di sekitar gedung perwakilan, karena itu dalam kaitan keadaan di lingkungan sekitar gedung perwakilan asing tersebut pemerintah negara penerima harus mengambil langkah-langkah seperlunya guna mencegah terjadinya gangguan, atau kerusuhan termasuk gangguan terhadap ketenangan perwakilan atau yang damat menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing disuatu negara.

c) Hak Kekebalan Diplomatik Kantor Kediaman dan Tempat Kediaman