• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PELANGGARAN ATAS HAK KEKEBALAN DAN

C. Hak Kekebalan Diplomatik Kantor Kediaman dan Tempat Kediaman

Turki Berdasarkan Hukum Internasional

Hak kekebalan diplomatik kantor kediaman dan tempat kediaman menjadi fokus dalam penelitian ini berdasarkan kasus dugaan pembunuhan seorang jurnalis berkebangsaan Arab Saudi di Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul Turki.

Untuk memahami permasalahan yang terjadi, berikut penulis lampirkan kronologi kasus yang terjadi.124

123 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, cet.1, (Bandung:Alumni, 1995), hlm. 73.

124 Kabar 24, Jejak Kasus Pembunuhan Jamal Kashoggi, diakses dari

https://kabar24.bisnis.com/read/20181212/19/868773/jejak-kasus-pembunuhan-jamal-khashoggi-skandal-kemanusiaan-dan-perseteruan-saudi-turki pada pukul 15.33 WIB tanggal 12 September 2019

Nama Jamal Khashoggi, jurnalis berkebangsaan Arab Saudi mencuat dan menjadi perbincangan di pengujung 2018. Perhatian dunia kepadanya bermula pada 2 Oktober lalu. Saat itu ia masuk ke konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, namun tak pernah tampak keluar lagi. Pemerintahan Turki sejak awal curiga bahwa Khashoggi dibunuh di dalam konsulat. Semua tak lepas dari sosok keponakan pengusaha Adnan Khasogi itu yang dikenal kritis menyuarakan ketidaksetujuan terhadap pemerintahan Arab Saudi. Kendati demikian, Arab Saudi sempat bersikukuh bahwa Khashoggi telah keluar dari konsulat dan hilang setelahnya.

Pada Rabu (10/10/2018) harian Sabah Turki menerbitkan 15 nama orang berkebangsaan Arab Saudi yang diduga terlibat dalam hilangnya. Saat bersamaan, investigator Turki mulai melakukan penyelidikan pada kasus ini. Dilansir Al Jazeera, mereka mulai menyelidiki jam pintar Apple milik Khashoggi yang ia kenakan saat memasuki konsulat. Jam tersebut tersambung dengan telepon genggam Khashoggi yang berada di luar konsulat dan diperkirakan menyediakan informasi soal apa yang sesungguhnya terjadi padanya. 15 Oktober 2018 Tim Forensik Turki mulai melakukan penyelidikan di dalam konsulat Arab Saudi.

Perkembangan ini adalah langkah besar dalam kasus hilangnya Khashoggi mengingat kantor konsulat merupakan bagian dari kedaulatan Arab Saudi. 16 Oktober 2018, pejabat tinggi Turki mengungkapkan terdapat sejumlah bukti di dalam konsulat mengarah pada indikasi bahwa Khashoggi dibunuh di sana.

Pembunuhan terjadi pada 2 Oktober 2018, tetapi pihak berwenang Turki hanya mendapatkan akses ke konsulat pada 15 Oktober, dan tidak diperkenankan berada

di lokasi kejadian sampai 17 Oktober.125 Kemudian Pemerintah Turki juga melakukan penyelidikan di rumah kediaman Konsulat Jenderal. Pada awalnya para Pejabat Saudi menolak untuk mengizinkan polisi Turki memeriksa sumur yang ada di taman kediaman Konjen Saudi. Alasan penolakan tidak disebut lebih lanjut.Bukan kali ini saja otoritas Turki menghadapi penolakan dari pejabat Saudi terkait penyelidikan kasus Khashoggi. Sejak awal penyelidikan, otoritas Saudi terkesan enggan memberikan izin penggeledahan bagi otoritas Turki, meskipun akhirnya mengizinkan.126

Berdasarkan masalah diatas ada beberapa fokus permasalahan diplomatik mengenai kekebalan gedung perwakilan diplomatik yang dapat dianalisa berdasarkan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, yaitu:

1. Gedung Perwakilan Konsulat Memiliki Hak Kekebalan (Immunity)

Pemerintah Arab Saudi pada awalnya menolak untuk mengijinkan pejabat-pejabat Turki melakukan penyelidikan di dalam gedung Konsulat Jenderal Arab Saudi di Instanbul. Penyelidikan oleh otoritas Turki ini dilakukan karena adanya laporan bahwa seorang jurnalis bernama Jamal Kashoggi yang berkebangsaan Arab Saudi hilang. Jamal Kashoggi dilaporkan hilang oleh tunangannya bernama Hatice Cengiz yang berkebangsaan Turki. Jamal Kashoggi terakhir kali dilihat memasuki gedung Konsulat Jenderal Arab Saudi di Turki untuk mengurus surat

125 BBC, Temuan Penyelidikan tim PBB: Arab Saudi „membatasi‟ penyelidikan pembunuhan Jamal Kashoggi, dikases dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia-47166312 pada pukul 08.31 tanggal 13 September 2019

126 DetikNews, Sempat DilarangPolisi Turki Periksa Sumur di Rumah Konjen Arab Saudi, dikases dari https://news.detik.com/internasional/d-4272228/sempat-dilarang-polisi-turki-periksa-sumur-di-rumah-konjen-saudi pada pukul 08.53, tanggal 13 September 2019

pernikahannya dengan Hatice Cengiz. Akan tetapi, Jamal Kashoggi tidak pernah terlihat keluar setelah memasuki gedung Konsulat Jenderal Arab Saudi tersebut.

Hal inilah yang membuat Hatice Cengiz melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian Turki. Kemudian pihak otoritas Turki menindaklanjuti laporan tersebut dengan cara melakukan penyelidikan di dalam Konsulat Jenderal Arab Saudi.

Pihak Arab Saudi pada awalnya menolak memberikan ijin masuk kepada otoritas Turki untuk melakukan penyelidikan di dalam gedung konsulat.

Konsulat Jendral Arab Saudi di Turki memiliki hak immunitas sebagaimana yang di atur di dalam hukum diplomatik Konvensi Wina 1961 pada Pasal 22 ayat 1, yaitu:127

“The premises of the mission shall be inviolable. The agents of the receiving State may not enter them, except with the consent of the head of the mission.”

“Gedung missi tidak dapat diganggu gugat (inviolable). Pejabat-pejabat dari negara penerima tidak boleh memasukinya, kecuali dengan persetujuan kepala missi.”

Hak imunitas yang serupa juga berlaku terhadap tempat kediaman pribadi agen diplomatik dalam hal ini rumah Konsulat Jenderal Arab Saudi, diatur dalam Pasal 30 Konvensi Wina 1961 ayat 1, yaitu:128

”The private residence of a diplomatic agent shall enjoy the same inviolability and protection as the premises of the mission.”

“Tempat kediaman pribadi agen diplomatik menikmati inviolabiltas dan perlindungan yang sama seperti gedung missi”.

127 Konvensi Wina 1961, Op. Cit., Pasal 22

128 Ibid.

Hubungan ketentuan pasal-pasal di atas dengan studi kasus yang diteliti, tindakan Pejabat Arab Saudi yang melakukan penolakan atau penundaan pemberian ijin kepada Pejabat Turki yang hendak melakukan penyelidikan terhadap dugaan pembunuhan Jamal Kashoggi di dalam gedung dan rumah Konsulat Jenderal Arab Saudi. Penolakan yang dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi terhadap pejabat-pejabat Turki berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 1 dan 30 ayat 1 Konvensi Wina 1961

2. Pengecualian Hak Kekebalan Gedung Diplomatik

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, gedung perwakilan asing tidaklah dapat diganggu gugat oleh seluruh alat kekuasaan negara penerima, tanpa adanya ijin dari kepala perwakilan. Terdapat dua pengecualian, yang pertama dalam hal negara penerima memiliki bukti kuat bahwa gedung perwakilan asing difungsikan secara bertentangan dengan ketentuan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan-Hubungan Diplomatik, dan yang kedua adalah dalam hal terjadi keadaan darurat luar biasa (extreme emergency) dimana dalam hal ini terdapat ancaman terhadap nyawa manusia di dalam gedung perwakilan, sehingga negara penerima secara terpaksa harus memasuki gedung perwakilan asing untuk menyelamatkan nyawa manusia di dalam gedung tersebut.

Dalam kasus pengecualian pertama, bilamana negara penerima memiliki bukti-bukti ataupun dakwaan yang kuat atas penyelewengan fungsi gedung perwakilan, maka berdasarkan pasal 41 ayat 1 Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan-Hubungan Diplomatik, yaitu:129

129 Ibid.

“Without prejudice to their privileges and immunities, it is the duty of all persons enjoying such previleges and immunities to respect the laws and regulations of the receiving State. They also have a duty not to interfere in internal affairs of that State.”

“Tanpa merugikan hak-hak istimewa dan kekebalan hukum mereka itu, adalah menjadi kewajiban semua orang yang menikmati hak-hak istimewa dan kekebalan hukum itu untuk menghormati hukum dan peraturan Negara penerima. Mereka juga berkewajiban tidak mencampuri masalah dalam negeri Negara tersebut.”

Negara penerima bisa memasuki gedung perwakilan tersebut tanpa izin kepala perwakilan. Hal ini pun sesuai dengan ketentuan pasal 41(3) Konvensi Wina 1961 yang melarang digunakan gedung perwakilan dengan tidak sesuai fungsi aslinya, yaitu:130

“The premises of the mission must not be used in any manner incompatible with the functions of the mission as laid down in the present Convention or by other rules of general international law or by any special agreements in force between the sending and the receiving State.”

“Gedung missi tidak boleh dipergunakan dalam cara yang tidak selaras dengan fungsi missi sebagai yang dituangkan di dalam Konvensi ini atau oleh aturan-aturan umum hukum internasional atau oleh perjanjian khusus yang berlaku di antara negara pengirim dan dan negara penerima.”

J.L Brierly menyatakan bahwa dalam hal-hal yang luar biasa, meskipun tidak dinyatakan dalam konvensinya sendiri, prinsip tidak diganggu-gugat itu menurut

130 Ibid.

pendapat komisi hukum internasional tidak menutup adanya kemungkinan bagi negara penerma untuk mengambil tindakan terhadap diplomat atau perwakilan asing di negara tersebut di dalam rangka bela diri atau menghindarkan adanya tindak pidana.

Dalam kasus pengecualian kedua, adalah keadaan darurat yang luar biasa (extreme emergency) yang mengancam nyawa manusia, misalnya oleh kebakaran, bom gas, ataupun keadaan darurat lainya, yang memaksa aparat dari negara penerima untuk bertindak dengan measuki gedung perwakilan tanpa izin demi menyelamatkan nyawa manusia yang ada didalam gedung perwakilan. Dalam hal ini perlu dilihat bahwa masuknya aparat dari negara penerima secara paksa ke dalam gedung perwakilan adalah juga terkait kewajiban yang ditentukan Konvensi Wina 1961 untuk melindungi diri pribadi para anggota perwakilan asing.

Penjelasan di atas dapat dihubungkan dengan kasus yang sedang diteliti. Tindakan Arab Saudi yang mempergunakan gedung Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul sebagai tempat melakukan pembunuhan terhadap Jamal Kashoggi tidak dapat dibenarkan. Hal ini disebabkan tindakan pembunuhan bukan merupakan kategori tugas missi diplomatik yang telah disepakati kedua negara. Pasal 41 ayat 3 Konvensi Wina 1961 melarang mempergunakan gedung diplomatik dengan cara tidak selaras dengan fungsi missi diplomatik itu sendiri.

Pemerintah Turki juga memiliki bukti-bukti yang kuat untuk mendukung dakwaan mereka terhadap Pemerintah Arab Saudi telah melakukan tindakan pembunuhan terhadap Jamal Kashoggi. Bukti-bukti tersebut antara lain rekaman suara, bekas bercak darah, rekaman kamera cctv, dan beberapa bekas larutan kimia yang

ditemukan di kantor dan rumah kediaman Konsulat Jenderal Arab Saudi.131 Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tindakan pemerintah Turki untuk memasuki dan melakukan penyelidikan di dalam kantor dan kediaman Konsulat Jenderal Arab Saudi sudah sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam Konvensi Wina 1961.

3. Kebijakan Pemerintah Turki Terhadap Pemerintah Arab Saudi atas Kasus Pembunuhan Jamal Kashoggi Berdasarkan Konvensi Wina 1961

Bukti-bukti yang ditemukan oleh Pemerintah Turki menguatkan dugaan bahwa Jamal Kashoggi telah dibunuh di dalam gedung Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul. Hal ini berarti Pemerintah Arab Saudi telah melakukan perbuatan di luar kesepakatan diplomatik dengan menggunakan gedung konsulat sebagai tempat melakukan pembunuhan. Konsul Jenderal Mohammad Al-Otaibi diduga juga turut serta dalam rencana pembunuhan tersebut, beserta 15 orang lainnya yang berasal dari dan berkebangsaan Arab Saudi, hal ini terdapat dalam barang bukti rekaman terkahir sebelum pembunuhan Jamal Kashoggi.132

Pemerintah Turki tidak dapat menahan dan mengadili Konsul Jenderal Arab Saudi, hal ini berdasarkan Pasal 31 ayat 1 Konvensi Wina 1961, menyatakan:133

131 Kontan.co.id, Pembunuhan Jamal Kashoggi: PBB Temukan Indikasi Kuat Keterlibatan Putra Mahkota MBS, diakses dari https://internasional.kontan.co.id/news/pembunuhan-jamal-khashoggi-pbb-temukan-indikasi-kuat-keterlibatan-putra-mahkota-mbs pada pukul 10.45 WIB tanggal 13 September 2019

132 Serambinews.com, Kasus Pembunuhan Jamal Kashoggi Ini Transkrip Rekaman Mengerikan Pembantaian Jurnalis Arab Saudi, diakses dari https://aceh.tribunnews.com/2019/09/11/kasus- pembunuhan-jamal-khashoggi-ini-transkrip-rekaman-mengerikan-pembantaian-jurnalis-arab-saudi?page=2 pada pukul 11.08 WIB tanggal 13 September 2019

133 Konvensi Wina 1961, Op. Cit.

“A diplomatic agent shall enjoy immunities from the criminal jurisdiction of the receiving state. He shall also enjoy immunity from its civil and administrative jurisdiction...”

“Seorang agen diplomatik kebal dari yurisdiksi kriminil negara penerima. Dia juga kebal dari yurisdiksi sipil dan administratif...”

Akan tetapi Pemerintah Turki dapat bereaksi atas perbuatan Pemerintah Arab Saudi tersebut dengan menolak Konsul Jenderal Arab Saudi yang sedang bertugas atas insiden tersebut. Hal ini sesuai dengan aturan dalam Konvensi Wina 1961 Pasal 9 ayat 1, yaitu:134

“The receiving state may at any time and without having to explain its decision, notify the sending state that the head of the mission or any member of the diplomatic staff of the the mission is persona non grata or that any such case, the sending state shall, as appropriate, either recall the person concerned or terminate his functions with the mission. A person may be declared non grata or not acceptable before arriving in the territory of the receiving state.”

“Negara penerima boleh setiap saat tanpa harus menerangkan keputusannya, memberitahu negara pengirim bahwa kepala missinya atau seseorang staff diplomatiknya adalah persona non grata atau bahwa anggota lainnya dari staff missi tidak dapat diterima. Dalam hal seperti ini, negara pengirim, sesuai dengan mana yang layak, harus memanggil orang tersebut atau mengakhiri fungsi-fungsinya di dalam missi. Seseorang dapat dinyatakan non grata atau tidak dapat diterima sebelum sampai di dalam teritorial negara penerima.”

134 Ibid.

Ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) Konvensi Wina Tahun 1961 di atas mempunyai hakikat bahwa deklarasi Persona Non-Grata itu dapat dinyatakan baik sebelum maupun setelah tiba di wilayah negara penrima. Penolakan untuk menerima seseorang calon duta besar atau pejabat diplomatik dari negara pengirim dapat di sebabkan oleh faktor-faktor antara lain, sebagai berikut:

a. Jika calon tersebut dianggap mengganggu hak kedaulatan negara dimana ia akan diakreditasikan, karena sikap pribadinya juga yang di sanksikan;

b. Jika menunjukkan rasa permusuhan (hostile act) baik terhadap rakyat maupun lembaga di negara tempat dimana ia akan di akreditasikan;

c. Jika ia menjadi pokok permasalahn di negara penerima dan negara akreditasi tersebut tidak mau memberikan kepada calon tersebut kekebalan-kekebalan sebagai calon duta besar.135

Sebagai aturan umum mengenai spionase dan hasutan atau dukungan terhadap kerusuhan memerlukan suatu deklarasi Persona Non-Grata secara tepat. Mereka yang terlibat dalam kejahatan kekerasan atau lalu lintas obat-obat terlarang juga dinyatakan sebagai Persona Non-Grata kecuali jika kepadanya diberikan penanggalan kekebalan. Deklarasi Persona Non-Grata yang dikenakan kepada sesorang duta besar, termasuk anggota staf perwakilan misi diplomatik lainnya, khususnya terhadap mereka yang sudah tiba atau berada di negara penerima, melibatkan kepada tiga kegiatan yang dinilai bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai

135Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hal. 120-128

Hubungan Diplomatik. Pertama, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para diplomat asing yang dianggap bersifat politis maupun subversif dan bukan saja dapat merugikan kepentingan nasional tetapi juga melanggar kedaulatan suatu negara penerima. Kedua, kegiatan-kegiatan yang dilakukan itu jelas-jelas melanggar peraturan hukum dan perundang-undangan negara penerima. Ketiga, kegiatan-kegiatan yang dapat digolongkan sebagai kegiatan spionase yang dapat dianggap dapat mengganggu baik stabilitas maupun keamanan nasional negara penerima.136

Persona Non-Grata sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Konvensi Wina Tahun 1961, memang merupakan salah satu jawaban yang disediakan ketika terjadi permasalahan diplomatik antara negara penerima dan pengirim. Untuk penggunaannya pernah dilakukan oleh Inggris ketika negara tersebut meminta agar Kedutaan Besar Uni Soviet memulangkan seratus lima anggotanya,137 ditambah dengan permintaan pemulangan atas nama-nama yang dianggap Inggris melakukan praktik spionase yang terang dicantumkan Inggris dalam Aide Memorie yang disampaikan kepada Kuasa Usaha Kedutaan Besar Uni Soviet di London.138 Sayangnya praktek Persona Non Grata semacam ini, pada prakteknya akan menimbulkan reaksi pembalasan dari negara yang perwakilan diplomatiknya di persona non-gratakan.139 Sehingga akan menimbulkan masalah, dan bukan tidak mungkin ketegangan politik, bahkan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan yang menimbulkan hubungan kedua negara menjadi renggang

136 Ibid.

137 Ernest Satow, Satow”s Guide To Diplomatic Practice. 5th Edition, London: Longman Group Ltd, 1979

138 Ibid.

139 Syahmin AK, Op. Cit., hal. 63

baik dalam pertemuan-pertemuan tingkat tinggi, maupun pertemuan-pertemuan resmi kedua negara di ajang konferensi-konferensi yang di adakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Berikut ini penulis memaparkan kronologi kasus dalam penelitian yang diteliti agar memudahkan pemahaman dan analisis:

No. Kronologi Kasus Hukum

Internasional

Analisis Keterangan

1. Jamal Kashoggi telah dibunuh di dalam Konjen Arab Saudi di Turki.

Hal ini dibuktikan oleh bukti-bukti yang ditemukan seperti bercak darah, rekaman kamera pemantau, rekaman suara. Pemerintah Arab Saudi diduga bertanggung jawab atas kejadian ini.

pembunuhan Jamal Kashoggi di dalam Konjen Arab Saudi. Pihak Turki berpendapat bahwa kematian Jamal Kashoggi di dalam Konjen Arab Saudi dinilai tidak wajar. Pada awalnya Pemerintah Arab Saudi menolak untuk dilakukannya penyeledikan didalam gedung missi oleh Pemerintah Turki dengan alasan hak kekebalan gedung diplomatik

BAB V PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat diambil kesimpulan:

A. Kesimpulan

1. Tata cara pengangkatan dan kewenangan pejabat diplomatik menurut hukum internasional dapat dilihat dari aturan-aturan yang dimuat dalam pasal-pasal Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Setiap negara yang telah melakukan ratifikasi konvensi ini berkewajiban untuk mematuhi dan mengikuti segala peraturan yang tercantum dalam konvensi dengan membuat aturan/perundang-undangan dalam negeri berdasarkan sistem hukum yang dianut suatu negara, akan tetapi aturan tersebut harus sesuai dengan konsep Konvensi Wina 1961.

Menurut Pasal 2 Konvensi Wina 1961: “Pembukaan hubungan diplomatik antara negara-negara dan pengadaan misi diplomatik tetapnya dilakukan melalui persetujuan timbal balik.” Persetujuan timbal balik untuk membuka hubungan diplomatik ini dapat dilakukan dengan cara:

a. Membuat perjanjian pembukaan hubungan diplomatik

b. Mendeklarasikan bersama. Hal ini dilakukan apabila kedua kepala negara bertemu baik dalam suatu kunjungan resmi di salah satu negara atau di sela-sela suatu pertemuan resmi di tempat lain.

Mengenai tugas dan fungsi pejabat diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 Pasal 3 ayat (1), yaitu:

f. Mewakili negaranya di negara penerima

g. Melindungi kepentingan negara pengirim dalam batas-batas yang dibolehkan oleh hukum internasional

h. Melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima

i. Memberikan laporan kepada negara pengirim mengenai keadaan-keadaan dan perkembangan-perkembangan di negara penerima, dengan cara-cara yang dibenarkan oleh hukum internasional

j. Memajukan hubungan persahabatan antar negara pengirim dan negara penerima, dan memajukan hubungan ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan

2. Bentuk pelanggaran hak kekebalan dan keistimewaan pejabat diplomatik tersebut adalah:

a. Pelanggaran terhadap gedung perwakilan diplomatik b. Pelanggaran kebebasan komunikasi

c. Penistaan lambang negara

d. Penangkapan dan penahanan terhadap staf misi diplomatik

3. Kekebalan diplomatik kantor dan tempat kediaman dalam kasus Jamal Kashoggi pada Konsulat Jenderal Arab Saudi di Turki berdasarkan hukum

internasional adalah tidak dapat diganggu gugat oleh seluruh alat kekuasaan negara penerima, tanpa adanya ijin dari kepala perwakilan.

Terdapat dua pengecualian, yang pertama dalam hal negara penerima memiliki bukti kuat bahwa gedung perwakilan asing difungsikan secara bertentangan dengan ketentuan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan-Hubungan Diplomatik, dan yang kedua adalah dalam hal terjadi keadaan darurat luar biasa (extreme emergency) dimana dalam hal ini terdapat ancaman terhadap nyawa manusia di dalam gedung perwakilan, sehingga negara penerima secara terpaksa harus memasuki gedung perwakilan asing untuk menyelamatkan nyawa manusia di dalam gedung tersebut. Dalam kasus yang diteliti, tindakan Pemerintah Turki melakukan penyelidikan di dalam gedung Konsulat jenderal Arab Saudi sudah tepat, karena terdapat banyak bukti yang kuat bahwa telah terjadi pembunuhan. Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan fungsi gedung diplomatik berdasarkan Konvensi Wina 1961.

B. Saran

1. Pengangkatan pejabat diplomatik dapat dilakukan jika berdasarkan kesepakatan bersama antara negara pengirim dan negara penerima dalam rangka menjalin persahabatan kedua negara. Diharapkan pengangkatan pejabat diplomatik tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap hubungan kedua negara, bukan menjadikan hubungan kedua negara semakin buruk. Hendaknya pejabat diplomatik yang diangkat benar-benar

dapat melakukan tugasnya dengan baik sebagai perwakilan dari negara pengirim tanpa mengganggu kedaulatan negara penerima.

2. Negara penerima sudah sepatutnya ikut menjaga ketertiban dan keamanan missi diplomatik. Hal ini berdasarkan Konvensi Wina 1961, dimana negara penerima menjamin kelancaran tugas perwakilan-perwakilan diplomatik asing di dalam negaranya. Pelanggaran-pelanggaran terhadap hak kekebalan dan keistimewaan diplomatik oleh negara penerima terhadap perwakilan diplomatik asing diharapkan tidak terjadi lagi di kemudian hari. Karena pelanggaran-pelanggaran tersebut bertentangan dengan hukum diplomatik.

3. Hak kekebalan gedung dan tempat tinggal pejabat diplomatik dalam Pasal 22 Konvensi Wina 1961 menyatakan bahwa gedung diplomatik tidak dapat diganggu gugat. Negara pengirim diharapkan memfungsikan gedung perwakilan diplomatik tersebut sesuai dengan fungsi missi diplomatik berdasarkan Konvensi Wina 1961. Penyalahgunaan kekebalan gedung diplomatik untuk kepentigan pribadi negara pengirim merupakan hal tidak dapat dibenarkan, dan sering kali menghasilkan konflik antara kedua negara yang terlibat. Hal ini dapat merugikan dan bahkan mengganggu kedaulatan negara penerima. Saling menghormati dan menjunjung tinggi kaidah-kaidah hukum internasional yang berlaku diharapkan dapat menghindari penyalahgunaan kekebalan gedung diplomatik. Kedepannya diharapkan penyalahgunaan gedung diplomatik tidak terjadi lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Black Jeremy, A History of Diplomacy, Reaction Books Ltd., 2010.

C. S. T. Kamsil, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2002.

C. S. T. Kamsil, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2002.