• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PELANGGARAN ATAS HAK KEKEBALAN DAN

A. Latar Belakang Timbulnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik

Diplomat sebagai perwakilan negara pengirim (sending state) di negara penerima (receiving state) mempunyai tugas dan misi yang diamanahkan oleh negara pengirim. Untuk membantu kelancaran dan efisiensi dalam menjalankan tugasnya, para agen diplomat secara keseluruhan diberikan hak kekebalan dan keistimewaan. Kekebalan dan keistimewaan tidak hanya diberikan kepada kepala-kepala perwakilan seperti Duta Besar (Ambassador), Duta (Envoys) atau Kuasa Usaha (Charge D‟affaires), tetapi juga oleh anggota keluarganya yang tinggal bersama dia, termasuk anggota perwakilan diplomat (seperti Ccounsellor, para Sekretaris, Atase dan sebagainya) dan oleh para staff administrasi dari perwakilan dan staff pembantu lainnya.56

Latar belakang timbulnya hak kekebalan dan keistimewaan diplomatik tidak terlepas dari sejarah perkembangan perwakilan diplomatik itu sendiri, perlu diketahui bahwa status dari perwakilan diplomatik telah mendapat pengakuan dari bangsa-bangsa pada zaman kuno. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan-hubungan Diplomatik (Diplomatic Relations) bahwa: . . . peoples of all nations from ancient time have recognizes the status of diplomatic agents.57

56 Lihat Gutterudge dalam Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Penerbit Alumni, Bandung, 1995, hal. 52

57 Op. Cit., Vienna Convnetion 1961

Pada masa Yunani Kuno, gangguan terhadap seorang Duta Besar dianggap merupakan pelanggaran yang paling berat. Demikian pula di zaman Romawi, para penulis telah sepakat mengenai anggapan bahwa terjadinya cidera terhadap seorang wakil dari negara pada hakikatnya merupakan pelanggaran secara sengaja terhadap jus gentium.58

Pada abad ke-16 dan 17, waktu pertukaran duta-duta besar antar negara-negara di Eropa sudah mulai menjadi umum, kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah diterima sebagai praktik-praktik negara dan bahkan telah diterima oleh para ahli hukum internasional meskipun jika terbukti bahwa seorang duta besar telah terlibat dalam komplotan atau pengkhianatan melawan kedaulatan negara penerima. Seorang Duta Besar dapat diusir namun tidak dapat ditangkap dan diadili.59

Hal ini berdasarkan prinsip untuk memberikan kekebalan dan keistimewaan khusus telah dilakukan negara atas dasar timbal balik (reciprocity), hal tersebut diperlukan negara guna menjamin agar perwakilan diplomatik atau misi asing di suatu negara dapat menjalankan tugas misinya secara bebas dan aman, serta dalam diperlukan dalam rangka:

a) Mengembangkan hubungan persahabatan antar negara, tanpa memepertimbangkan sistem ketatanegaraan dan sistem sosial mereka yang berbeda;

58 Lihat Phillipson dalam Sumaryo Suryokusumo, Loc. Cit.

59 Sumaryo Suryokusumo, Ibid. Hal. 50

b) Bukan untuk kepentingan individu tetapi untuk menjamin terlaksananya tugas para pejabat diplomatik secara efisien terutama dalam tugas dari negara yang diwakilinya.60

Pada tahun 1706 pernah terjadi suatu kasus dimana Duta Besar Rusia di Britania Raya telah ditangkap dengan tuduhan penipuan.61 Segera setelah terjadi peristiwa itu Kaisar Rusia telah mengirim ultimatum kepada Ratu Anne dari Inggris, bahwa Rusia akan mengumumkan perang terhadap Britania Raya kecuali jika Pemerintah Kerajaan mengajukan permintaan maaf. Namun demikian Pemerintah Inggris kemudian telah mengajukan rancangan Undang-undang di kedua Mejelis Parlemen yang menyatakan bahwa “setiap wakil asing haruslah dianggap suci dan tidak dapat diganguu gugat (inviolability)”. Peraturan tersebut juga memuat ketentuan bahwa para diplomat asing dibebaskan dari jurisdiksi perdata dan pidana. Peraturan tersebut kemudian dikenal sebagai “7 Anne Cap. 12-2,706.”, yang ternyata dokumen tersebut menjadu dasar bagi kekebalan dan keistimewaan para diplomat.62

Kemudian pada pertengahan abad ke-18, aturan-aturan kebiasaan hukum internasional menegenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai ditetapkan, termasuk harta milik, gedung, dan komunikasi para diplomat. Untuk menunjukan totalitas kekebalan dan keistimewaan diplomatik tersebut, sering digunakan istilah exterritoriality atau extra-territoriality. Istilah ini mencerminkan kenyataan bahwa para diplomat hampir dalam segala hal harus diperlakukan

60 Ibid. Hal. 55

61 Syahmin AK, Op. Cit.

62 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit. hal 51

sebagaimana mereka tidak berada di dalam wilayah negara penerima. Sifat exterritoriality itu diberikan kepada diplomat oleh hukum nasional negara penerima, didasarkan adanya keperluan bagi mereka untuk menjalankan tugasnya, bebas dari jurisdiksi, pengawasan negara setempat.63

Gedung yang dipakai oleh suatu perwakilan diplomatik, baik gedung itu milik negara pengirim atau kepala perwakilan, maupun disewa dari perorangan biasanya dianggap tidak dapat diganggu gugat oleh para penguasa negara penerima, dibebaskan dari perpajakan, kecuali bagi pajak-pajak dalam bentuk khusus seperti tarif air.64 Pasal 22 Konvensi Wina 1961 ecara khusus menyatakan bahwa kantor urusan tidak dapat diganggu dan bahwa agen-agen negara penerima tidak diijinkan masuk tanpa ijin utusan.65 Namun, da;am keadaan darurat tertentu, misalnya, mengatasi kebakaran atau bahaya atas orang-orang yang tinggal di tempat itu.

Pada kasus Kongo v. Uganda, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa serangan terhadap Kedutaan Besar Uganda di Kinshasa, Ibukota Kongo, dan serangan terhadap orang-orang di tempat itu oleh pasukan bersenjata Kongo merupakan pelanggaran Pasal 22.66 Selain itu, Mahkamah Internasional menegaskan bahwa Konvensi Wina tidak hanya melarang setiap pelanggaran terhadap utusan yang tidak dapat digangguoleh negara penerima itu sendiri tetapi

63 Ibid. hal.53

64 Ibid.

65 Vienna Convention, Pasal 22

66 I. C. J. Reports, 2005, paragraf 337-8 dan 340 dalam Malcom N. Shaw QC, International Law

juga menetapkan negara penerima berkewajiban mencegah orang lain, seperti kelompok milisi bersenjata, dari melakukannya.67

Namun demikian, kuranglah tepat bahwa gedung-gedung perwakilan dianggap sebagai “bagian wilayah dari suatu negara pengirim”. Hugo de Groot atau yang lebih dikenal dengan Grotius juga memberikan tanggapan bahwa para Duta Besar, menurut khayalan hukum, dianggap berada di luar wilayah negara tempat mereka tinggal, tetapi apabila khayalan ini sudah mengambil sifat sebagai aturan, hal itu dilihat sebagai sesuatu yang menyesatkan dan membahayakan.68

Selain gedung kedutaan, arsip perwakilan dan sejenisnya juga dianggap tidak dapat diganggu gugat (seperti korespondensi diplomatik, setidak-tidaknya jika dibawa oleh kurir diplomatik) serta tas diplomatik „harus kelihatan sifat-sifatnya dari luar hanya boleh berisi dokumen-dokumen diplomatik atau berkas-berkas yang digunakan untuk tujuan kenegaraan‟. Delegasi membutuhkan sarana komunikasi, sementara sisi lain perlu dicegah penyalahgunaannya. Namun, Pasal 27 lebih menekankan yang pertama. Dalam insiden Dikko pada Juli 1984, mantan Menteri Nigeria diculik di London dan ditempatkan dalam peti mati yang akan diterbangkan ke Nigeria. Peti dibuka di bandara Stansted, meskipun dihadiri oleh seseorang yang mengaku mempunyai status diplomatik. Peti tidak mempunyai segel resmi dan dengan demikian bukan tas diplomatik.69 Pada Maret 2000, bagasi

67 Lihat Kasus Eritrea-Ethiopia, kecaman oleh Komisi Klaim Eritrea-Ethiopia atas masuk,

perampasan dan penitaan oleh agen kemanan Ethiopia di kantor Kedutaan Eritrea, serta kemdaraan dan benda-benda lainnya, tanpa izin Eritrea, Keputusan Sela, Klaim Diplomatik, Klaim Eritrea 20, pasal 46. Lihat lebih lanjut dalam Malcom N. Shaw QC, International Law

68 Sumayo Suryokusumo, Loc. Cit.

69 Pada Juli 1984, sebuah truk milik Uni Soviet dibuka untuk pemeriksaan oleh pihak berwenang Jerman Barat atas dasar bahwa truk itu sendiri tidak bisa disebut tas. Peti dalam truk itu diterima sebagai tas diplomatik dan tidak dibuka

diplomatik yang dikirim untyk Komisi Tinggi Inggris di Harare ditahan dan dibuka oleh otoritas Zimbabwe, Pemerintah Inggris memprotes keras dan mengumumkan penarikan Komisaris Tingginya untuk konsultasi.

Kekebalan dan keistimewaan pejabat diplomatik juga diberikan berkaitan dengan properti. Berdasarkan Pasal 22 Konvensi Wina 1961, tempat tinngal utusan tidak dapat diganggu70 dan, bersama dengan perabotan dan properti lainnya atau sarana transportasi, kebal dari penggeledahan, pengambil-alihan, tuntutan atau penyitaan.

Menurut Pasal 23, sehubungan dengan tempat tinggal delegasi tersebut, pengecualian berlaku untuk pajak.71

Negara-negara mengakui bahwa perlindungan diplomat adalah kepentingan bersama yang dibangun di atas kebutuhan fungsional dan hubungan timbal balik (reciprocity). Negara penerima berkewajiban untuk mengambil semua langkah yang tepat untuk mencegah setiap serangan pada pribadi, kebebasan atau martabat agen diplomatik. Selain hak kekebalan dan keistimewaan diplomatik, Pasal 37 juga mengatur bahwa anggota keluarga agen diplomatik yang menjadi bagian dari rumah tangganya akan menikmati hak istimewa dan kekebalan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29-36 jika bukan warga negara dari negara penerima, alasannya adalah untk memastikan kemandirian diplomat dan kemampuan untuk menjalankan tugas bebas dari gangguan. Meskipun begitu banyaknya hak kekebalan dan keistimewaan yang diberikan terhadap diplomat maupun anggota keluarganya atau staffnya, satu-satumya obat penawar yang dimiliki negara penerima (receiving state) dalam menghadapi pelanggaran yang diduga dilakukan

70 Lihat Vienna Convention 1961, article 30

71 Ibid. article 22-23.

oleh diplomat adalah dengan menyatakannya persona non grata atau secara harfiah artinya orang yang tidak dapat diterima berdasarkan Pasal 9 Konvensi Wina 1961.72

Meskipun aturan-aturan yang luas mengenai kekebalan dan keistimewaan para diplomat tetap tidak diubah, pada abad ke-18, aturan-aturan itu telah berkembang secara terperinci menurut variasi masing-masing yang dilakukan oleh beberapa negara. Ada beberapa kodifikasi dari aturan-aturan dalam hukum diplomatik, dua di antaranya yang paling penting Havana Convention on 1928, dan Harvard Research Draft Convention on Diplomatic Privileges and Immunities, yang diterbitkan dalam tahun 1932.73

B. Dasar Teoritis dan Dasar Yuridis dari Kekebalan dan Keistimewaan