• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masa Kelahiran hingga Kerasulan Muhammad

1. Kelahiran dan Masa Pengasuhan Muhammad

Nabi Muhammad saw. lahir di tengah-tengah masyarakat yang rusak, baik moral maupun kemasyarakatannya. Nabi Muhammad lahir dari seorang ayah yang bernama Abdullah, putra Abdul Muttalib dan ibunda- nya bernama Siti Aminah binti Wahhab bin Abdul Manaf. Jika dilacak, silsilah Nabi Muhammad akan sampai kepada Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim a.s.

Abdullah, sebagaimana penduduk Mekah berprofesi sebagai pedagang. Dalam perjalanan berdagang, Abdullah sakit kemudian wafat. Pada saat itu Aminah, istrinya sedang mengandung Nabi Muhammad. Jadi, Nabi Muhammad lahir sebagai seorang yatim. Beliau tidak dapat bertatap muka dengan ayahandanya.

Sumber: Ensiklopedi Islam untuk Pelajar

▼ Gambar 8.2

Bayi perempuan dikubur hidup-hidup pada masa Jahiliah.

Nabi Muhammad lahir di Mekah pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah yang bertepatan dengan 20 April 570 M. Ketika Siti Aminah melahirkan bayi laki-laki, Abdul Muttalib, kakek Muhammad bersukacita. Abdul Muttalib menggendong Muhammad yang masih bayi untuk tawaf mengelilingi Kakbah. Dia memberi nama sang cucu Muhammad, sebuah nama yang saat itu masih asing bagi penduduk Mekah. Dengan memberi nama Muhammad, Abdul Muttalib berharap cucunya kelak menjadi orang yang terpuji.

Sumber: Ensiklopedi Islam untuk Pelajar

▼ Gambar 8.3

Para bayi di Mekah tidak diasuh dan disusui oleh ibundanya sendiri. Begitu juga dengan Nabi Muhammad. Pada saat masih bayi, beliau diasuh ibundanya dan Halimah as-Sa’diyah. Halimah berasal dari suku Saad yang tinggal di pegunungan berhawa sejuk. Kehadiran bayi Muhammad membawa berkah bagi keluarga Halimah. Air susu kambing yang pada awalnya tidak keluar menjadi keluar lagi, kambing yang dahulu kurus menjadi gemuk, dan beberapa karunia lainnya. (Muhammad Husain Haekal. 2005: halaman 52–53)

Di desa yang berhawa sejuk itulah Nabi Muhammad melewati masa kanak-kanaknya bersama anak-anak Halimah. Setelah tidak lagi menyusu, tibalah saatnya mengembalikan Muhammad kepada Aminah, ibundanya. Aminah menerima Muhammad dengan sukacita. Baru beberapa saat Muhammad diasuh oleh ibundanya, wabah penyakit melanda Mekah. Aminah khawatir jika Muhammad turut terserang wabah, beliau dikembalikan kepada Halimah. Halimah menerima Muhammad dengan suka cita. Muhammad berada di bawah asuhan Halimah hingga berumur 4 tahun.

Tiba saatnya Muhammad kembali ke pangkuan Aminah, ibundanya. Berat rasanya Halimah melepas Muhammad kembali kepada ibundanya. Akan tetapi, apa mau dikata, Muhammad harus dikembalikan. Aminah menerima Muhammad, putranya, dengan sukacita. Setelah usia Muhammad dapat memahami lingkungan sekitar, Aminah menceritakan tentang ayahnya yang telah wafat dalam perjalanan dagang.

Pada suatu hari, Aminah mengajak Muhammad berziarah ke pusara Abdullah. Aminah dan Muhammad didampingi oleh Ummu Aiman. Mereka bertiga bertolak menuju pusara Abdullah sambil bersilaturahmi kepada sanak saudara. Setelah dirasa cukup, mereka pun kembali ke Mekah. Setibanya di Desa Abwa, Aminah jatuh sakit kemudian wafat dan dimakamkan di desa tersebut. (Muhammad Husain Haekal. 2005: halaman 56–57)

Nabi Muhammad telah menjadi yatim piatu dalam usia enam tahun. Didampingi Ummu Aiman, Muhammad kembali ke Mekah. Selanjutnya, Muhammad diasuh oleh Abdul Muttalib, kakeknya. Abdul Muttalib mengasuh Muhammad penuh kasih sayang. Akan tetapi, tidak lama berselang, Abdul Muttalib pun wafat. Nabi Muhammad kemudian diasuh oleh Abu Talib, pamannya.

Abu Talib bukanlah orang kaya yang bergelimang harta. Kehidupan ekonomi Abu Talib pas-pasan sehingga ia harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan yang demikian, Muhammad membantu meringankan beban sang paman dengan menggembala kambing. Selain itu, Nabi Muhammad juga senang hati membantu sang paman berdagang. Beliau turut dalam kafilah dagang menuju negeri Syam. Dalam perjalanan dagang tersebut, Muhammad selalu dinaungi oleh segumpal awan. Dengan demikian, beliau tidak

merasakan panas matahari yang menyengat. Ketika Muhammad berhenti, awan itu turut berhenti. Jika Muhammad berjalan kembali, awan itu pun turut berjalan lagi.

Dalam perjalanan tersebut, rombongan menginap di rumah seorang pendeta yang bernama Buhairah. Sang pendeta melihat tanda-tanda kenabian dalam diri Muhammad. Oleh karena itu, dia berpesan agar Abu Talib menjaga keponakannya dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya, rombongan melanjutkan perjalanan untuk berdagang. Demikianlah, Muhammad adalah seorang pekerja keras yang tidak segan-segan membantu berdagang maupun mengembala kambing. Muhammad secara tidak langsung belajar cara berdagang dari Abu Talib, pamannya. Muhammad tumbuh menjadi seorang pemuda yang jujur dan berbudi pekerti luhur.

2. Pernikahan Muhammad

Muhammad telah berusia 25 tahun. Kini dia dapat berdagang sendiri. Dia membawa barang dagangan Khadijah, seorang saudagar yang kaya raya ke Suriah. Muhammad berdagang didampingi oleh Maisarah. Muhammad berdagang dengan jujur. Ia mengatakan kondisi barang yang sebenarnya. Muhammad mengatakan jelek jika barang dagangannya ada cacatnya. Dia akan mengatakan baik jika barang dagangannya baik. Kejujuran Muhammad dalam berdagang menyebabkan barang dagangan yang dibawanya cepat laku. Muhammad dan Maisarah kembali ke Mekah. Hasil perdagangan Muhammad ke Suriah melebihi perkiraan. Maisarah menceritakan kepada Khadijah tentang kejujuran Muhammad dalam berdagang. Rasa simpati Khadijah yang telah tumbuh semenjak pertemuan pertama semakin besar. Akhirnya, Khadijah melamar Muhammad melalui Nufaisya binti Munya, saudara sepupunya. Setelah berunding dengan keluarga, lamaran itu pun diterima Muhammad. Tidak lama berselang, pernikahan Muhammad dan Khadijah digelar. Sepasang suami istri ini hidup diliputi kebahagiaan.

Keluarga yang dibentuk Muhammad dan Khadijah dilingkupi kebahagiaan. Setelah menikah, Muhammad mendapat kesempatan untuk turut serta mengaktifkan Hilful Fudul. Hilful Fudul merupakan kesepakatan di antara para kabilah Mekah untuk saling melindungi dan menolong mereka yang teraniaya. Melalui Hilful Fudul Muhammad memerdekakan budak-budak. Keadilan, kejujuran, dan kemanusiaan Muhammad semakin dikenal luas.

3. Kerasulan Muhammad

Muhammad saw. memiliki kebiasaan menyendiri di gua. Muhammad sering bertahanus di gua Hira. Gua Hira terletak di puncak gunung Hira di sebelah utara kota Mekah. Setiap tiba bulan Ramadan, Muhammad menyendiri untuk mencari hakikat kebenaran. Dalam kesendiriannya Muhammad menyadari bahwa kaumnya telah tersesat dan jauh dari jalan kebenaran. (Muhammad Husain Haekal. 2005: halaman 77)

Pada saat itu tiba bulan Ramadan dan Muhammad sedang bertahanus di gua Hira. Tatkala Muhammad saw. sedang tertidur, tiba-tiba datanglah malaikat dengan membawa lembaran. Malaikat itu berkata kepada Muhammad, ”Iqra'!” ”Bacalah!” Muhammad terkejut dan menjawab, ”Saya tidak dapat membaca!” Pertanya- an itu diulangi sampai tiga kali dan jawaban Muhammad tetap sama. Selanjutnya, malaikat itu pun berkata:

Iqra’ bismi rabbikal-laz.-i khalaq(a). Khalaqal-insa-na min ‘alaq(in). Iqra’ wa rabbukal-akram(u). Allaz.i- ‘allama bil-qalam(i). ‘Allamal-insa-na ma- lam ya‘lam.

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

(Q.S. al-‘Alaq [96]: 1–5)

Muhammad kemudian mengucapkan bacaan tersebut. Cepat-cepat Muhammad meninggalkan gua Hira. Muhammad bertanya-tanya dalam hati siapa yang telah menemuinya. Tiba-tiba Muhammad mendengar suara yang memanggilnya. Muhammad menengadah ke langit untuk mencari sumber suara dan dilihatnya malaikat dalam bentuk manusia. Muhammad saw. berusaha memalingkan muka tetapi malaikat itu masih terlihat dan memenuhi ufuk. (Muhammad Husain Haekal. 2005: halaman 81)

Setelah rupa malaikat itu menghilang, Muhammad segera pulang menjuju ke rumahnya. Selanjutnya, Nabi Muhammad saw. menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Khadijah, istrinya. Khadijah memenangkan dan meyakinkan Muhammad bahwa dia telah terpilih menjadi rasul Allah Swt. Semenjak turunnya wahyu pertama, Muhammad telah diangkat menjadi rasul utusan Allah Swt. (Muhammad Husain Haekal. 2005: halaman 82–83)

Sumber: www.mutiara5wisata.com

▼ Gambar 8.4

Kakbah yang didirikan (disempurnakan) oleh Nabi Ibrahim dan Ismail, putranya, rusak diterjang banjir. Untuk memperbaiki kerusakan tersebut, penduduk melakukannya secara bergotong royong. Masalah timbul ketika akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Tiap-tiap suku ingin mendapat kehormatan untuk meletakkannya. Perselisihan antarsuku pun terjadi.

Pada saat perselisihan memuncak, salah seorang maju ke depan dan menyatakan bahwa keputusan diserahkan kepada orang yang pertama memasuki pintu Safa. Tampaklah Muhammad memasuki pintu Safa. Setelah mengetahui permasalahan yang diperselisihkan, Muhammad mengusulkan agar Hajar Aswad diletakkan di atas kain. Tiap-tiap perwakilan suku memegang kain tersebut kemudian bersama-sama mengangkatnya. Selanjutnya, Muhammad akan meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Usul Muhammad diterima dan disetujui oleh masing-masing suku. Akhirnya, peletakan Hajar Aswad kembali ke tempatnya berlangsung damai. Semenjak peristiwa itu, Muhammad dikenal sebagai orang yang bersifat bijaksana dan jujur. Muhammad mendapat gelar al-Amin.

Tahun kelahiran Nabi Muhammad dikenal sebagai tahun Gajah. Mengapa demikian? Telusurilah kisah di balik penamaan tahun Gajah. Kalian dapat mencarinya di buku-buku yang ada di perpustakaan sekolah maupun perpustakaan umum terdekat. Kalian juga dapat mencarinya di internet menggunakan mesin pencari google dengan kata kunci tahun gajah. Tulislah kisah yang kalian temukan dalam buku tugas masing-masing. Bacakan di depan kelas pada pertemuan berikutnya kemudian serahkan kepada guru untuk dinilai.