• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Salat Jamak

Salat jamak artinya menggabungkan dua salat fardu menjadi satu waktu. Salat jamak merupakan rukhsah (keringanan) karena dalam ketentuan syariat, ada lima waktu salat yang harus kita kerjakan. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, kita dibolehkan menjamak atau mengumpulkan dua salat dalam satu waktu.

Misalnya, ketika dalam perjalanan jauh yang sulit sebaiknya kita melakukan salat jamak. Salat yang dapat dijamak adalah yang waktunya berdekatan, yaitu Magrib dengan Isya serta Zuhur dengan Asar. Untuk salat Subuh tidak boleh dijamak.

2. Salat Jamak dan Ketentuannya

a. Hukum Salat Jamak

Ketentuan dibolehkannya salat jamak sebagaimana pernah dicontohkan oleh Rasulullah dalam peristiwa Perang Tabuk. Dalam riwayat Imam Abu Daud dan Tirmizi disebutkan bahwa Muaz bin Jabal menerangkan bahwa Nabi saw. jika berangkat setelah matahari tergelincir, beliau kumpulkan antara Zuhur dan Asar (pada waktu Zuhur). Jika berangkat sebelum matahari tergelincir, beliau ta'khirkan Zuhur sehingga beliau berhenti untuk salat Asar. Dalam salat Magrib pun demikian juga, jika berangkat setelah matahari terbenam, beliau kumpulkan Magrib dengan Isya (pada waktu Magrib) dan jika berangkat sebelum Magrib, beliau ta’khirkan salat Magrib dan Isya.

Hadis lain seperti diceritakan oleh Anas r.a. ia berkata, ”Rasulullah saw. jika berangkat dalam perjalanan sebelum tergelincir matahari, beliau ta’khirkan salat Zuhur ke waktu asar. Selanjutnya, ia turun (berhenti) untuk menjamak keduanya (Zuhur dan Asar). Jika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, beliau salat Zuhur dahulu baru kemudian ia naik kendaraannya. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Sumber: sofyanhadi.files.wordpress.com

Gambar 13.2

Seseorang ketika dalam perjalanan dibolehkan mengerjakan salat jamak.

Berdasarkan dalil-dalil di depan, menunjukkan hukum dibolehkan mengerjakan salat jamak karena sebagai musafir (dalam perjalanan). Seseorang dibolehkan mengerjakan salat jamak merupakan bentuk keringanan agar tidak menyulitkannya dalam beribadah.

b. Macam-Macam Salat Jamak

Salat jamak dapat dilakukan dengan dua macam cara sebagai berikut.

1) Jamak Taqdim

Jamak taqdim artinya mengumpulkan dua salat untuk dikerjakan pada waktu salat yang awal. Zuhur dengan Asar di- laksanakan pada waktu Zuhur. Magrib dengan Isya dilaksanakan pada waktu Magrib. Dengan cara ini, salat dilakukan berurutan Zuhur dahulu baru Asar atau Maghrib dahulu baru Isya dan bersambung tanpa diselingi dengan perbuatan yang lain.

2) Jamak Ta’khir

Jamak ta’khir artinya mengumpulkan dua salat pada waktu yang akhir. Ketika kita hendak mengerjakan salat jamak ta’khir ini, harus dimulai dengan berniat pada waktu salat pertama. Misalnya ketika masuk waktu zuhur, kita memulai berniat bahwa salat Zuhurnya akan dijamak nanti pada waktu salat Asar.

Seperti dalam melaksanakan jamak taqdim, tidak perlu diselingi dengan perbuatan yang tidak perlu. Akan tetapi, cara mengerjakannya boleh dengan mendahulukan salat pertama, baru kemudian salat yang kedua. Dapat juga dengan men- dahulukan salat yang kedua, baru dilanjutkan dengan salat yang pertama. Contohnya mengerjakan salat Magrib dahulu baru kemudian Isya atau Isya dahulu kemudian Magrib.

(Muhammad Husain Haekal, 2005: halaman 81)

c. Keadaan-Keadaan Dibolehkannya Melakukan Jamak

Salat jamak dianjurkan untuk kita lakukan dalam keadaan- keadaan tertentu, di antaranya sebagai berikut.

1) Dalam perjalanan yang bukan untuk tujuan bermaksiat. Misalnya perjalanan untuk melakukan perdagangan, belajar, bersilaturahmi, dan tujuan yang baik lainnya.

2) Jika turun hujan lebat yang diperkirakan akan berlangsung lama dan menyebabkan salat berikutnya tidak dapat dilakukan secara berjamaah. Ini menunjukkan bahwa melakukan salat dengan dijamak di masjid lebih utama daripada harus mengerjakan secara sendiri-sendiri di rumah karena kondisi hujan yang sangat lebat. Rasulullah saw. juga pernah menjamak salat Zuhur dan Asar pada waktu Zuhur karena hujan yang sangat lebat. Ketentuan ini berlaku pula jika terjadi kondisi alam lainnya yang menyulitkan atau membahayakan.

Batasan Perjalanan

Di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat tentang batasan perjalanan (safar) dibolehkannya menjamak salat. Ada yang berpendapat batasan itu adalah jarak, yaitu 89 km. Sebagian yang lain berpendapat batasannya adalah waktu perjalanan, yaitu minimal tiga hari perjalanan dengan unta. Akan tetapi, batasan waktu dan jarak ini sangat relatif.

Ada pula ulama yang berpendapat bahwa dibolehkan jamak tidak ditentukan oleh jarak atau waktu tertentu, tetapi asal melakukan perjalanan. Dengan pendapat terakhir ini, berarti mereka yang bermukim (tidak berstatus musafir) harus melaksanakan salat tanpa dijamak, sedangkan yang melakukan safar, diberi rukhsah untuk menjamaknya. Dengan demikian, siapa pun yang melakukan safar boleh mengambil rukhsah tersebut.

Dengan uraian di atas, kalian memahami kapan harus melakukan salat jamak serta tata caranya sesuai dengan ketentuan syar’i. Salat jamak merupakan rukhsah untuk memudahkan kita sehingga sebaiknya dilakukan, yaitu jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pada kegiatan kali ini kalian akan mendiskusikan berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan salat jamak. Misalnya dengan mengikuti langkah-langkah berikut. 1. Bagilah kelas menjadi beberapa kelompok diskusi dengan menunjuk seorang ketua

dan notulisnya.

2. Setiap kelompok harus membahas beberapa pertanyaan di bawah ini. a. Apakah tujuan adanya rukhsah untuk melakukan salat jamak?

b. Bagaimanakah jika seseorang enggan menjalankan rukhsah dengan menjamak salatnya karena dianggap kurang sempurna?

c. Jika ada seseorang yang melakukan perjalanan jauh dan perlu banyak waktu berhari-hari, tetapi di tengah perjalanan ia memaksa diri berhenti untuk melakukan salat seperti biasa, bagaimana pendapat kalian?

3. Rangkumlah hasil diskusinya kemudian bacalah di depan kelas untuk dipresentasikan.

3) Pada saat panas yang sangat terik. Pada saat seperti itu, Rasulullah biasanya mengundurkan salat hingga agak berkurang terik matahari serta menjamaknya. Teriknya matahari dikhawatir- kan akan dapat membahayakan jamaah salat. Kondisi ini dimungkinkan pada zaman Rasulullah karena masjid pada saat itu belum ada atapnya sehingga panas matahari langsung mengenai tubuh jamaah yang dikhawatirkan akan berbahaya. Atas dasar tujuan rukhsah sebagai keringanan agar ibadah salat tidak sulit dikerjakan, sebagian ulama berpendapat dibolehkannya karena kondisi lainnya. Misalnya yang berpendapat, boleh dikerjakan jika sedang sakit, yang jika dengan cara ini memang merasa lebih nyaman dan khusyuk. Dibolehkan juga untuk para wanita yang mengalami pendarahan (mustahadah) terus-menerus.