• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelompok Desa Berdasarkan Tingkat Kepemilikan Usaha

5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP

6.4 Kelompok Desa Berdasarkan Tingkat Kepemilikan Usaha

6.4.1 Kelompok desa berdasarkan tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap sangat tinggi

Tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap termasuk pertimbangan penting dalam pengklusteran desa perikanan. Hal ini karena tingkat kepemilikan ini menentukan intensitas dan kontinyuitas kegiatan perikanan di desa. Bila usaha perikanan dimiliki oleh nelayan di luar desa, maka pengembangan usaha tersebut akan lebih mudah beralih ke lokasi/desa lain bila faktor penduksi dan kondisi sosial tidak mendukung di desa tersebut. Tabel 54 menyajikan tingkat kepemilikan usaha perikanan di Kota Ambon dan Lampiran 116 - 117 menyajikan proses analisisnya.

Berdasarkan Tabel 54, tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap di Desa Hutumuri dan Desa Laha termasuk tinggi (bobot = 3). Hal ini karena proporsi usaha perikanan tangkap di keenam desa tersebut berada di atas nilai 0,083, sedangkan populasi usaha perikanan tangkap Desa Hutumuri, Desa Laha, dan Desa Hukurilla berturut-turut adalah 139 unit dan 68 unit. Menurut Ralahalu (2010), usaha perikanan tangkap yang tersebar di kawasan pesisir Maluku termasuk di wilayah Kota Ambon merupakan aset yang sangat berharga bagi Propinsi Maluku karena berperan dalam menggerakkan ekonomi kepulauan dan menjadi penopang utama kehidupan masyarakat pesisir. Usaha perikanan tangkap yang telah berkembang dengan baik perlu dibina dengan baik sehingga terus bertahan. Terkait dengan ini, maka pengklusteran desa yang dilakukan dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan usaha perikanan tangkap tersebut.

129

Tabel 54 Tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap di Kota Ambon

No. Nama Desa

Populasi Usaha Perikanan Tangkap (unit) Proporsi Kepemilikan Tingkat Kepemilikan Bobot 1 Waihaong 37 0,048 sedang 2 2 Seilale 8 0,010 rendah 1

3 Batu Merah 24 0,031 sedang 2

4 Benteng 6 0,008 rendah 1

5 Pandan Kasturi 2 0,003 rendah 1

6 Lateri 51 0,066 sedang 2

7 Urimesing 12 0,016 rendah 1

8 Silale 15 0,020 rendah 1

9 Hunut 10 0,013 rendah 1

10 Negeri Lama 9 0,012 rendah 1

11 Waeheru 6 0,008 rendah 1 12 Wayame 20 0,026 rendah 1 13 Nusaniwe 13 0,017 rendah 1 14 Kilang 15 0,020 rendah 1 15 Leahari 27 0,035 sedang 2 16 Halong 5 0,007 rendah 1 17 Nania 5 0,007 rendah 1

18 Hatiwe Kecil 6 0,008 rendah 1

19 Rutong 18 0,023 rendah 1 20 Naku 27 0,035 sedang 2 21 Hutumuri 139 0,181 tinggi 3 22 Passo 32 0,042 sedang 2 23 Poka 19 0,025 rendah 1 24 Latta 14 0,018 rendah 1

25 Hatiwe Besar 19 0,025 rendah 1

26 Laha 68 0,089 tinggi 3

27 Tawiri 27 0,035 sedang 2

28 Galala 2 0,003 rendah 1

29 Latuhalat 26 0,034 sedang 2

30 Rumah Tiga 37 0,048 sedang 2

31 Hukurilla 54 0,070 sedang 2

32 Amahusu 14 0,018 rendah 1

6.4.2 Kelompok desa berdasarkan tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap sedang

Desa Waihaong, Waihaong, Batu Merah, Lateri, Leahari, Naku, Passo, Tawiri, Latuhalat, Rumah Tiga, dan Hukurilla merupakan desa pesisir dengan tingkat kepemilikan usaha tangkap “sedang” (Tabel 54). Hal ini karena proposi kepemilikan

usaha perikanan tangkap di kesepuluh desa tersebut berada pada kisaran nilai 0,031 – < 0,083. Populasi usaha perikanan tangkap di Desa Waihaong, Desa Lateri, Desa Batu Merah, Desa Leahari, Desa Naku, Desa Passo, Desa Tawiri, Desa Latuhalat, Desa Rumah Tiga, dan Desa Hukurilla berturut-turut 37 unit, 51 unit, 24 unit, 27 unit, 27 unit, 32 unit, 27 unit, 26 unit, 37 unit, dan 54 unit. Sedangkan sebaran jenis usaha perikanan tangkap di kesepuluh desa pesisir tersebut disajikan pada Gambar 6.1.

Gambar 31 Sebaran jenis usaha perikanan tangkap di Desa Waihaong, Desa Lateri, Desa Batu Merah, Desa Leahari, Desa Naku, Desa Passo, Desa Tawiri, Desa Latuhalat, Desa Rumah Tiga, dan Desa Hukurilla

Berdasarkan Gambar 31, sebaran jenis usaha perikanan tangkap di Desa Batu Merah termasuk merata, yaitu gillnet hanyut 7 unit, gillnet dasar 5 unit, handline 5 unit, dan mini purse seine 7 unit. Hal ini menunjukkan bahwa keempat usaha perikanan tangkap tersebut telah dapat diterima dengan baik di Desa Batu Merah sehingga memberi banyak alternatif untuk pengembangan. Banyaknya alternatif ini menjadi pertimbangan positif bagi penetapan kluster Desa Batu Merah. Hal yang sama juga terjadi pada Desa Hukurilla, yaitu gillnet hanyut 14 unit, gillnet dasar 8 unit, handline 18 unit, dan pancing tonda 14 unit. Menurut Campling dan Havice (2007), banyaknya alternatif pengembangan usaha perikanan yang dilakukan akan

131

memudahkan pengembangan pasar produk dan mendukung pengembangan industri perikanan yang dapat memajukan perekonomian wilayah kepulauan. Sedangkan menurut Zulham (2007), usaha perikanan tangkap harus memerankan fungsi yang saling mendukung satu sama lain untuk memajukan perekonomian daerah.

Desa Passo, Desa Tawiri, dan Desa Rumah Tiga hanya mengembangkan pada satu jenis usaha perikanan tangkap, yaitu masing-masing gillnet hanyut, handline, dan handline. Gillnet hanyut telah dikembangkan secara turun temurun di Desa Passo, namun dalam beberapa tahun terakhir hasil tangkapan tidak begitu memuaskan, dimana selisih pendapatan dengan biaya operasional yang relatif rendah, sehingga jika dikeluarkan untuk biaya perawatan (terutama mesin kapal) dan penyusutan, perolehan laba sangat kecil, bahkan kemungkinan rugi.

Proporsi kepemilikan usaha perikanan tangkap yang cukup baik (berkisar 0,031 - < 0,083, bobot = 2) di Desa Waihaong, Waihaong, Batu Merah, Lateri, Leahari, Naku, Passo, Tawiri, Latuhalat, Rumah Tiga, dan Hukurilla termasuk tinggi, memberi peluang kepada desa-desa tersebut untuk masuk masuk Kluster desa 2 - 4 (K2 – K4), namun bila melihat lebih jauh tentang status desa dan kelayakan usahanya, maka ada juga yang dapat masuk kluster lebih rendah, misalnya Kluster desa 5 (K5) dan Kluster desa 6 (K6). Penggabungan hasil analisis pada akhir bab ini akan menunjukkan hasil akhir dari pengklusteran setiap desa pesisir tersebut. Menurut Dahuri (2001), setiap kelompok/kluster potensi wilayah akan memberi peran tersendiri bagi pengembangan ekonomi daerah, dan hal ini menjadi penentu maju mundurnya perekonomian wilayah pesisir di daerah tersebut.

6.4.3 Kelompok desa berdasarkan tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap rendah

Berdasarkan Tabel 54, desa pesisir dengan tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap berkategori rendah (bobot = 1) ada 20 desa pesisir. Desa pesisir dengan kepemilikan usaha perikanan tangkap kategori rendah tersebut diantaranya Desa Seilale, Kelurahan Benteng, Kelurahan Pandan Kasturi, Desa Halong, Desa Nania, Desa Hatiwe Kecil, Desa Galala. Kategori rendah tersebut karena proporsi kepemilikan usaha perikanan tangkap di desa/kelurahan tersebut kurang dari 0,031. Nilai proporsi < 0,031 merupakan batas tertinggi kategori kepemilikan rendah berdasarkan hasil analisis sebaran kepemilikan pada Lampiran 36.

Ada dua kemungkinan kondisi di desa pesisir dengan tingkat kepemilikan sedang dan rendah pada usaha perikanan tangkapnya, yaitu (a) kurang berkembang kegiatan perikanannya dan (b) mempunyai fokus pada pengembangan berbagai usaha yang mendukung kegiatan perikanan. Diantara kemungkinan tersebut, kemungkinan kedua termasuk tidak banyak terjadi di lokasi. Kemungkinan kedua hanya terjadi pada wilayah/desa yang mempunyai kesiapan mumpuni dalam hal sarana dan prasarananya, sehingga kegiatan perikanan dapat berkembang dengan baik di lokasi, meskipun bukan dimiliki oleh penduduk setempat. Menurut Dutton (1998), dukungan masyarakat dan infrastuktur sangat mempengaruhi pengembangan kegiatan perikanan di wilayah. Dukungan tersebut dapat dalam bentuk penyiapan pelabuhan, pasar bahan pendukung/perbekalan, fasilitas doking/perbaikan kapal perikanan. Sedangkan menurut DKP (2004), keberadaan sarana dan prasarana menjadi pertimbangan strategis pengembangan kegiatan perikanan suatu lokasi.

Dari 20 desa pesisir dengan tingkat kepemilikan rendah pada usaha perikanan tangkapnya di Kota Ambon ini, Kelurahan Pandan Kasturi, Desa Hatiwe Kecil, dan Kelurahan Benteng merupakan desa/kelurahan yang handal dalam infrastruktur atau berkembang pesat usaha pendukung kegiatan perikanannya. Kelurahan Pandan Kasturi mempunyai pelabuhan yang representatif untuk mendukung kegiatan perikanan skala besar, yaitu PPN Tantui. Menurut BPS Kota Ambon (2010), keberadaan PPN Tantui telah menjadikan Pandan Kasturi sebagai desa/kelurahan kontributor utama hasil perikanan di Kota Ambon. Di Desa Hatiwe Kecil terdapat fasilitas doking (dikelola Perum Karni), kapal penyebaran yang mendukung distribusi (14 buah) dan berbagai kios alat perikanan. Sedangkan Kelurahan Benteng terdapat bebeberap kios alat tangkap dan unit pengolahan hasil perikanan. Secara detail sarana, prasarana, dan usaha pendukung yang berkembang di ketiga desa/kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 55.

133

Tabel 55 Sarana, prasarana, dan usaha pendukung perikanan di Kelurahan Pandan Kasturi, Desa Hatiwe Kecil, dan Kelurahan Benteng

No. Desa/Kelurahan Sarana & Prasarana Perikanan Unggulan

Usaha Pendukung Perikanan

1 Pandan Kasturi • PPN Tantui

• Pasar Ikan

• Kios Perbekalan

Jasa bongkar muat, perdagangan hasil perikanan, perdagangan bahan perbekalan

2 Hatiwe Kecil • Fasilitas docking (Perum

Perikani),

• Kios alat perikanan, Kapal

Angkut (14 buah)

Jasa perakitan dan perbaikan kapal, perdagangan bahan perbekalan, jasa distribusi hasil perikanan

3 Benteng • Kios kail dan senar,

• Pabrik/unit pengolahan hasil,

• Agen pengiriman

• Mobil umum 55 unit

Perdagangan bahan perbekalan, usaha pengolahan hasil perikanan, jasa pengiriman Sumber : Hasil analisis data lapang (2011)

Menurut Tunner (2000), keberadaan usaha ekonomi pendukung sangat menentukan perkembangan wilayah pesisir dengan basis perikanan, semakin terintegrasi dan tinggi tingkat dukungan usaha pendukung, maka semakin besar nilai ekonomi yang bisa diberikan untuk pengembangan wilayah pesisir. Selama ini, dukungan pelabuhan, fasilitas doking, pasar ikan, kios perbekalan dan lainnya sangat bagi kemajuan perikanan di Kota Ambon. Karena itu, keberadaan sarana dan prasarana pendukung jaringan usaha ini menjadi petimbangan penting dalam penentuan kluster desa perikanan, meskipun dari segi populasi pemilik usaha perikanan tangkap kurang berkembang dengan baik.