• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENDAPATAN

4.2. Pendapatan Rumah Tangga Terpilih

4.2.2. Kelurahan Pundata Baji, Kecamatan

Berbeda dengan Desa Mattiro Bombang, penduduk di Kelurahan Pundata Baji mempunyai sumber mata pencaharian yang lebih bervariasi. Di sektor perikanan, umpamanya, selain perikanan tangkap juga cukup banyak penduduk yang melakukan pekerjaan di sektor perikanan budidaya, terutama udang dan ikan bandeng (dalam bahasa lokal disebut bolu). Saat ini usaha budidaya ini bahkan dapat dikatakan lebih menonjol daripada kegiatan perikanan tangkap13. Usaha tambak garam juga dilakukan oleh sebagian penduduk, meskipun saat ini mulai mengalami penurunan. Pertanian tanaman pangan, antara lain sawah tadah hujan, juga merupakan salah satu sektor ekonomi yang menjadi sumber matapencaharian penduduk kelurahan ini. Kegiatan ekonomi yang tidak ditemukan di Desa Mattiro Bombang namun dilakukan oleh sebagian penduduk daerah ini adalah di bidang transportasi. Usaha ini mencakup beberapa jenis transportasi, yaitu mobil penumpang (dikenal dengan pete-pete), delman dan ojeg.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa narasumber yang bekerja sebagai nelayan, kegiatan perikanan tangkap di wilayah Kelurahan Pundata Baji mengalami penurunan sejak awal tahun 1980-an, setelah masuknya kapal trawl dari luar daerah seperti Makassar dan Kalimantan (wawancara dengan kelompok nelayan di daerah Maccine, Kelurahan Pundata Baji). Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal jenis ini menyebabkan menurun drastisnya hasil tangkapan nelayan SDL yang sebelumnya menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian penduduk Kelurahan Pundata Baji, terutama yang bermukim di pinggir pantai. Hal ini terjadi karena terumbu karang yang terdekat dari lokasi permukiman (berjarak sekitar 400 m) telah mengalami kerusakan sebagai dampak beroperasinya kapal trawl di wilayah perairan kelurahan ini. Akibatnya, hasil yang diperoleh dari bagan-bagan yang biasanya dipasang

13

Kegiatan budidaya udang dan bandeng berhasil memberikan pendapatan yang besar bagi pemilik tambak kedua komoditas tersebut. Hal ini terbukti dari banyaknya mereka yang menunaikan ibadah haji dari hasil usaha ini (wawancara dengan salah seorang pejabat Kelurahan Pundata Baji). Namun demikian, setelah munculnya penyakit udang akibat virus yang sampai saat ini masih belum berhasil ditangani, usaha budidaya udang mulai mengalami penurunan. Disamping budidaya bandeng dan udang, usaha tambak garam juga telah berhasil ‘meng-haji-kan’ sebagian penduduk Kelurahan Pudata Baji.

dalam jarak 100-200 m dari pantai untuk menangkap ikan lure, rono, teri dan ikan tembang mengalami penurunan secara drastis. Padahal, sampai dengan tahun 1981-1982 nelayan masih bisa mendapatkan ikan dengan mudah di sekitar tempat tinggal mereka (hasil FGD dengan kelompok nelayan di daerah Maccine, Kelurahan Pundata Baji). Salah satu cara untuk mendapatkan ikan dalam jumlah besar pasca beroperasinya kapal trawl adalah menempatkan bagan di lokasi yang lebih jauh ke tengah laut. Namun hal ini sulit dilakukan mengingat besarnya biaya yang diperlukan, sementara di lain pihak nelayan tidak mempunyai kemampuan ekonomi/modal untuk itu.

Berkaitan dengan kegiatan perikanan, penduduk yang bekerja sebagai pedagang pengumpul lebih banyak ditemukan di Kelurahan Pundata Baji daripada di Desa Mattiro Bombang. Pedagang ini tidak hanya membeli hasil tangkapan nelayan di daerah pesisir, akan tetapi juga berbagai jenis SDL yang merupakan hasil tangkapan nelayan dari pulau-pulau, termasuk di wilayah Desa Mattiro Bombang.14 Pedagang pengumpul di kelurahan ini pada umumnya berada di bawah koordinator15 yang beroperasi di Makassar. Untuk komoditas udang, misalnya, produksi yang dibawa oleh pedagang pengumpul kemudian diserahkan kepada koordinatornya untuk dimasukkan ke pabrik-pabrik pengolahan udang di KIMA (Kawasan Industri Makassar). Hal ini karena perusahaan-perusahaan tersebut hanya bersedia untuk berurusan dengan koordinator pemasok, bukan dengan pedagang pengumpul yang jumlahnya relatif banyak

Karena bervariasinya kesempatan kerja yang tersedia di Kelurahan Pundata Baji sebagian penduduk mempunyai lebih dari satu jenis pekerjaan. Sebagai contoh, mereka yang bekerja sebagai PNS ada juga bekerja sebagai nelayan budidaya, baik di tambak milik sendiri maupun milik orang lain. Konsekuensinya sebagian penduduk mempunyai lebih dari satu sumber pendapatan. Dengan demikian, pendapatan mereka tidak hanya ditentukan

14

Salah seorang pedagang pengumpul udang yang diwawancai menyatakan bahwa dia mempunyai 5-6 orang nelayan asal pulau Sabangko, Sagara dan Sakuala yang selalu menjual hasil tangkapan kepada pedagang tersebut.

15

Koordinator biasanya pedagang besar yang adakalanya juga memberi modal kepada pedagang pengumpul untuk membeli hasil tangkapan nelayan. Mereka juga dikenal sebagai ‘bos’ dari pedagang pengumpul di desa-desa/kelurahan-kelurahan. Selain membeli produksinya, bos juga biasa memberi premi kepada pedagang pengumpul jika mereka berhasil membawa udang dalam jumlah besar. Sebagai contoh, jika membawa 1 ton udang, pedagang pengumpul memperoleh uang sebesar 2 juta rupiah. Hal ini dilakukan karena harga udang meningkat sejalan dengan semakin banyaknya jumlah yang disetorkan ke pabrik. Dengan banyaknya udang yang diterima pabrik dapat mengekspor komoditas ini dalam jumlah besar, yang pada gilirannya juga memberikan keuntungan besar pada pabrik.

oleh kondisi musim, sebagaimana yang dialami oleh penduduk Desa Mattiro Bombang yang mayoritas adalah nelayan tangkap.

Dibandingkan dengan Desa Mattiro Bombang yang terletak di wilayah kepulauan, pendapatan rumah tangga terpilih di Kelurahan Pundata Baji lebih besar, sebagaimana terlihat dari data pada Tabel 4.10. Pendapatan rata-rata, median pendapatan, pendapatan minimum serta pendapatan per kapita rumah tangga di kelurahan ini sekitar dua kali lebih besar daripada mereka yang di Mattiro Bombang. Mengacu pada median pendapatan, separuh (50 persen) rumah tangga terpilih di Kelurahan Pundata Baji mempunyai pendapatan sebesar Rp. 975.000,- atau lebih rendah setiap bulan. Kuat dugaan hal ini disebabkan bervariasinya sumber matapencaharian rumah tangga, sehingga pendapatan yang diperoleh bisa berasal dari lebih dari satu pekerjaan. Bervariasinya pekerjaan yang tersedia memungkinkan penduduk Kelurahan Pundata Baji untuk mempunyai lebih dari satu pekerjaan. Hal ini menyebabkan penduduk kelurahan ini bisa memperoleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk Desa Mattiro Bombang yang kebanyakan hanya melakukan satu pekerjaan. Selain itu, mata pencaharian penduduk Kelurahan Pundata Baji yang tidak sepenuhnya tergantung dari laut menyebabkan mereka bisa memperoleh pendapatan yang lebih stabil. Artinya, meskipun pada musim gelombang kuat atau pancaroba, mereka masih bisa memperoleh penghasilan yang besar dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak dipengaruhi oleh kondisi gelombang laut.

Seperti halnya rumah tangga di Desa Mattiro Bombang, terdapat perbedaan pendapatan yang mencolok diantara rumah tangga terpilih di Kelurahan Pundata Baji. Pendapatan minimum sebesar Rp. 60.000,- kemungkinan dimiliki oleh rumah tangga nelayan yang sepenuhnya menggantungkan hidup pada hasil laut. Sebaliknya, pendapatan maksimum yang mencapai lebih dari Rp. 4.500.000,- berasal dari rumah tangga pemilik tambak dan lahan sawah. Asumsi ini diperkuat oleh berbagai kenyataan di lapangan. Salah satu diantaranya adalah kondisi perumahan. Nelayan, yang mayoritas tinggal di daerah pantai, mempunyai rumah dengan kondisi yang lebih buruk daripada pemilik tambak atau lahan pertanian yang tinggal jauh dari pantai. Kondisi perumahan ini merupakan salah satu refleksi dari perbedaan pendapatan diantara rumah tangga nelayan dan petani.

Tabel 4.10

Statistik Pendapatan Rumah Tangga Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2006

Pendapatan per bulan Jumlah

Rata-rata Rp. 1.137.574,-

Median Rp. 975.000,-

Minimum Rp. 60.000,-

Maksimum Rp. 4.796.667,-

Per kapita Rp. 222.319,-

Sumber : Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang

Indonesia, 2006

Data pada Tabel 4.11 menyajikan distribusi pendapatan rumah tangga terpilih di Kelurahan Pundata Baji. Dari data tersebut terlihat bahwa seperempat rumah tangga mempunyai pendapatan kurang dari Rp. 500.000,- setiap bulan. Proporsi rumah tangga dengan jumlah pendapatan tersebut lebih kecil daripada di Desa Mattiro Bombang yang mencapai lebih dari 60 persen. Seperti hanya di Desa Mattiro Bombang, lebih dari separuh rumah tangga dalam kelompok ini mempunyai pendapatan di bawah Rp. 300.000,- per bulan. Data ini memperlihatkan adanya kesenjangan yang besar pada pendapatan rumah tangga terpilih.Selanjutnya proporsi rumah tangga dengan pendapatan sebesar Rp.500.000,- sampai dengan kurang dari Rp. 2.000.000,- adalah 61 persen. Persentase ini lebih besar daripada rumah tangga di Desa Mattiro Bombang yang hanya sebesar 37 persen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rumah tangga terpilih di Kelurahan Pundata Baji relatif lebih sejahtera dibandingkan dengan di Desa Mattiro Bombang. Besarnya pendapatan rumah tangga di Kelurahan Pundata Baji ini karena tersedianya berbagai alternatif pekerjaan, sehingga memungkinkan ART untuk memperoleh penghasilan dari beberapa jenis pekerjaan. Beberapa pekerjaan dilakukan tanpa dipengaruhi oleh kondisi cuaca, sehingga pendatapan yang diperoleh tidak terpengaruh oleh kondisi alam tersebut.

Tabel 4.11

Distribusi Rumah Tangga Terpilih Menurut Besar Pendapatan, Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten Pangkajene

dan Kepulauan, 2006 (N=100)

No Besar pendapatan Persen

1. < Rp. 500.000,- 25,0 2 Rp. 500.000,- - Rp. 999.000,- 26,0 3 Rp. 1.000.000,- – Rp. 1.499.000,- 21,0 4 Rp. 1.500.000,- – Rp 1.999.000,- 14,0 5 Rp. 2.000.000,- – Rp. 2.499.000,- 4,0 6 Rp. 2.500.000,- – Rp. 2.999.000,- 4,0 7 Rp. 3.000.000,- + 6,0 Jumlah 100,0 Sumber : Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang

Indonesia, 2006

Bervariasinya pekerjaan yang tersedia di Kelurahan Pundata Baji tercermin dari lapangan pekerjaan KRT terpilih dalam penelitian ini. Paling sedikit terdapat enam sektor pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan rumah tangga sebagaimana terlihat dari data pada Tabel 4.12. Diantara keenam sektor tersebut jumlah KRT terbanyak bekerja di sektor perikanan budidaya, diikuti oleh perikanan laut dan sektor jasa. Rumah tangga dengan pendapatan rata-rata yang tergolong tinggi adalah yang dikepalai oleh KRT yang bekerja di sektor jasa dan perikanan budidaya. Namun bila dilihat dari pendapatan maksimum, maka rumah tangga dengan pendapatan tertinggi mempunyai KRT yang bekerja di sektor budidaya perikanan. Tingginya pendapatan rumah tangga yang mempunyai KRT dengan pekerjaan di sektor tersebut terjadi karena luasnya lahan tambak yang diusahakan. Selain itu, komoditas yang diusahakan adalah yang bernilai jual tinggi seperti udang, yang mencapai harga tertinggi pada bulan Maret, Mei dan Juni karena besarnya volume produksi pada saat tersebut.

Sebagian KRT melakukan usaha tambak di lahan milik sendiri. Selain itu, tidak jarang pula yang melakukannya di lahan orang lain, baik dengan sistim sewa/kontrak lahan, bagi hasil maupun sistim upah.16 Permintaan yang tinggi terhadap hasil budidaya (ikan bandeng) memberikan pendapatan yang tinggi kepada petambak, meskipun harga komoditas itu juga berfluktuasi.17

Dari seluruh sektor pekerjaan, pendapatan (rata-rata, minimum dan maksimum) paling rendah dimiliki oleh rumah tangga dengan KRT yang bekerja di sektor pertanian (tanaman pangan). Hal ini karena tanaman pangan yang diusahakan adalah padi, sementara kegiatan penanamannya hanya dapat dilakukan sekali dalam setahun. Selain itu, luas lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian juga relatif kecil karena kondisi tanah yang kurang mendukung, terutama akibat intrusi air laut yang telah mencapai lahan pertanian. Bahkan ada kecenderungan lahan sawah dikonversi menjadi tambak karena pendapatan yang diperoleh dari hasil tambak lebih besar. Keadaan ini tidak hanya terjadi di Kelurahan Pundata Baji, akan tetapi juga di wilayah Kabupaten Pangkep pada umumnya. Pernyataan salah seorang pejabat di tingkat kabupaten berikut ini,

... dulu sebelum penyakit ada, mereka itu sejahtera semua sehingga mereka juga rame-rame membuat sawah pun menjadi tambak dengan jalan juga kalau mereka tidak dapat air pengairan dari laut mereka dapat dari sumber tadi. Tapi setelah ada penyakit udang sekarang ini, kasihan, mereka banyak yang rugi,

16

Sistim bagi hasil antara pekerja (sawi) dengan pemilik tambak yang biasa diberlakukan adalah sebagai berikut:

- 80 persen untuk pemilik dan 20 persen untuk sawi jika beras disediakan oleh pemilik tambak.

- 70 persen untuk pemilik tambak dan 30 untuk sawi jika pemilik tambak tidak memberi beras.

Lauk pauk untuk sawi adalah ikan selain bandeng yang dipelihara di tambak. Sewa lahan tambak berkisar antara Rp. 2.500.000,- - Rp. 4.000.000/ha/tahun, tergantung pada lokasi tambak.

17

Harga ikan banding hasil budidaya sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi ikan laut. Harga bandeng turun jika produksi ikan laut besar. Selain itu, harga ikan ini juga tergantung pada ukurannya. Dalam kondisi normal harga ikan ini berkisar antara:

- Rp. 1.000,- per ekor (untuk ikan berukuran 7 ekor/kg)

- Rp. 2.000,- - Rp. 2.500,- per ekor (untuk ikan dengan ukuran 4 ekor/kg) - Rp. 6.000,- - Rp. 7.000,- per ekor (untuk ikan dengan ukuran 2 ekor/kg)

Jika produksi ikan laut melimpah, ikan yang berharga Rp. 1.000,-/ekor bisa turun mencapai Rp. 500,- per ekor (wawancara dengan seorang pedagang pengumpul bandeng di Kelurahan Pundata Baji).

sudah menurun pendapatan, produksi menurun, pendapatan menurun dan sebagainya.

Fenomena KRT yang tidak bekerja tetapi rumah tangga yang dikepalainya mempunyai pendapatan juga ditemukan di Kelurahan Pundata Baji, seperti yang terjadi di Mattiro Bombang. Pendapatan rata-rata rumah tangga dengan karakteristik ini bahkan lebih tinggi daripada rumah tangga dengan KRT yang bekerja di sektor pertanian dan transportasi. Beberapa kemungkinan diduga menyebabkan kondisi ini. Pertama, ada kemungkinan KRT dari rumah tangga ini adalah pensiunan yang memperoleh pendapatan dari uang pensiun setiap bulan. Kedua, pendapatan rumah tangga kelompok ini berasal dari ART yang bekerja. Mereka memberi kontribusi pendapatan terhadap rumah yangga untuk mempertahankan kelangsungan rumah tangga.

Tabel 4.12

Statistik Pendapatan Rumah Tangga Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kepala Rumah Tangga, Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan, 2006

Pendapatan No Lapangan Pekerjaan

KRT

Rata-rata Minimum Maksimum N

1 Perikanan laut 974.226 191.667 2.116.667 14

2 Perikanan budidaya 1.216.513 155.833 4.796.667 39 3 Pertanian tanaman

pangan dan keras

388.667 100.00 716.667 5

4 Jasa 1.545.145 600.000 2.300.000 11

5 Perdagangan & Industri

Rumah Tangga 1.114.857 270.833 3.240.000 14

6 Transportasi 760.917 371.250 1.833.333 5

7 Lainnya 1.686.042 289.167 3.083.333 4

8 KRT tidak bekerja 920.000 60.000 2.500.000 7

9 Jumlah 1.137.574 60.000 4.796.667 99

Sumber : Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2006.

Lazimnya nelayan tradisional yang mempunyai armada tangkap sederhana, pendapatan rumah tangga terpilih dari kegiatan kenelayanan bervariasi menurut musim. Musim gelombang lemah memberikan peluang bagi nelayan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar karena mereka dapat melaut sampai ke lokasi yang jauh dari pantai. Data pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga pada musim gelombang kuat hampir mencapai tiga kali penghasilan pada musim pancaroba. Pendapatan pada musim gelombang lemah ini bahkan mencapai sepuluh kali lebih besar daripada gelombang kuat. Disamping rata-rata pendapatan yang paling kecil, pada musim gelombang kuat ditemukan rumah tangga yang tidak mempunyai pendapatan. Hal ini terjadi karena anggota rumah tangga ini tidak bisa turun ke laut, terutama karena mereka tidak mempunyai perahu bermesin. Kondisi gelombang yang kuat tidak memungkinkan nelayan dengan perahu dayung untuk melaut.

Tabel 4.13

Statistik Pendapatan Rumah Tangga Dari Kegiatan Kenelayanan Menurut Musim, Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,

2006 (N=18) Musim Pendapatan

(Rp)

Gelombang Lemah Pancaroba Gelombang Kuat

Rata-rata 1.378.611 457.222 135.000

Median 870.000 500.000 75.000

Minimum 250.000 200.000 -

Maksimum 4.000.000 9.550.000 500.000

Sumber : Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2006

Catatan : Jumlah kasus sebanyak 18 orang terdiri dari 14 rumah tangga yang mempunyai KRT dengan pekerjaan di sektor kenelayanan ditambah dengan 4 rumah tanggalain yang mempunyai anggota yang bekerja di sektor kenelayanan.

Kecilnya pendapatan rumah tangga nelayan pada musim gelombang kuat tercermin pada distribusi pendapatan mereka seperti yang disajikan pada Tabel 4.14. Lebih dari 90 persen rumah tangga mempunyai pendapatan

kurang dari Rp. 500.000,- per bulan selama musim tersebut. Hanya sekitar 6 persen rumah tangga yang mempunyai pendapatan sebanyak Rp. 500.000,- s/d kurang dari Rp. 1.000.000,-. Selanjutnya pada musim pancaroba proporsi rumah tangga dengan pendapatan di bawah Rp. 500.000,- per bulan berkurang menjadi sekitar 44 persen dan pada musim gelombang lemah mencapai proporsi terkecil, yaitu sekitar 17 persen. Pada gelombang lemah terlihat bahwa rumah tangga terpilih mempunyai pendapatan lebih tinggi daripada dua musim yang lain. Tabel 4.14 memperlihatkan bahwa sekitar 61 persen rumah tangga mempunyai pendapatan lebih dari Ri. 1.000.000,-, sekitar 17 persen diantaranya bahkan mempunyai penghasilan sebesar Rp. 3.000.000,- dan lebih besar.

Tabel 4.14

Distribusi Rumah Tangga Menurut Pendapatan dari Kegiatan Kenelayanan dan Musim, Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (%) (N=18)

Musim No Besar Pendapatan Gelombang Lemah Pancaroba Gelombang Kuat 1 < Rp. 500.000,- 16,7 44,4 94,4 2 Rp. 500.000,- - Rp. 999.000,- 44,4 55,6 5,6 3 Rp. 1.000.000,- – Rp. 1.499.000,- 5,6 - - 4 Rp. 1.500.000,- – Rp. 1.999.000,- 11,1 - - 5 Rp. 2.000.000,- – Rp. 2.499.000,- 5,6 - - 6 Rp. 2.500.000,- – Rp. 2.999.000,- - - - 7 Rp. 3.000.000,- + 16,7 - - Jumlah 100,0 100,0 100,0

Sumber : Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2006

Mengingat kecilnya pendapatan yang diperoleh dari kegiatan kenelayanan, sebagian nelayan kemudian beralih ke pekerjaan-pekerjaan di bidang lainnya. Beberapa nelayan tangkap berganti usaha menjadi nelayan

budidaya.18 Mereka yang tidak mempunyai modal dan tidak bisa bertahan di daerah asal pindah ke daerah lain dan bekerja sebagai sawi di tambak milik orang lain (wawancara dengan salah seorang pejabat Kelurahan Pundata Baji). Selanjutnya, sebagian anak muda beralih profesi menjadi pengemudi ojeg, sementara sebagian lainnya menjadi kuli bangunan atau pekerjaan-pekerjaan kasar lainnya, seperti buruh bongkar ikan di pelabuhan yang terdapat di Kelurahan Pundata Baji. Tidak hanya di wilayah Kabupaten Pangkep, ada pula mereka yang bekerja ke luar kabupaten, terutama ke Kota Makassar (hasil FGD dengan kelompok nelayan).