• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PROFIL SOSIO-DEMOGRAFI PENDUDUK

3.3. Pekerjaan

35 40 Belum/ tidak sekolah Belum/ tidak tamat SD

SD tamat SLTP tamat SLTA tamat ke atas

Pundata Baji Mattiro Bombang

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2006

3.3. Pekerjaan

Sub-bab ini mendeskripsikan pekerjaan penduduk di lokasi penelitian, terutama di sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Pembahasan pada bagian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kegiatan ekonomi penduduk, dengan fokus pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut pada umumnya serta terumbu karang pada khususnya. Seperti pada dua sub-bab sebelumnya analisis bagian ini dilakukan pada tingkat kabupaten, kecamatan dan desa/kelurahan yang menjadi lokasi penelitian.

Penduduk di Kabupaten Pangkep bekerja di berbagai sektor ekonomi, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 3.9. Dari data pada tabel tersebut terlihat bahwa pertanian merupakan sektor yang paling menonjol, dimana sektor tersebut menampung sebanyak 60 persen tenaga kerja. Sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar kedua adalah perdagangan (12,5

persen). Berdasarkan keadaan ini dapat dikatakan bahwa sektor pertanian masih menjadi tumpuan kegiatan ekonomi masyarakat karena sebagian besar mereka mempunyai matapencaharian di sektor tersebut.

Tabel 3.9

Distribusi Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Kecamatan, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2003 (%)

Lapangan Usaha

Kecamatan Pertanian Industri Dagang Jasa Lainnya

1 Liukang Tangaya 78,5 5,2 8,2 3,7 4,4 2 Liukang Kalmas 90,8 0,8 2,5 1,7 4,2 3 Liukang Tupabbiring 67,2 6,8 15,8 3,9 6,2 4 Pangkajene 25,4 14,0 21,8 15,0 23,8 5 Balocci 36,8 6,3 11,6 10,5 34,7 6 Bungoro 42,0 15,1 14,1 8,7 20,1 7 Labakkang 57,4 2,8 16,1 10,4 13,3 8 Ma'rang 75,0 6,1 6,1 8,9 3,9 9 Segere 70,3 4,9 10,0 5,9 8,9 10 Minasa Te'ne 60,4 8,8 13,8 7,6 9,4 11 Tondong Tallasa 81,2 4,0 7,9 3,0 4,0 12 Mandalle 72,4 - 7,9 9,2 10,5 Kabupaten Pangkep 60,2 7,15 12,5 7,9 12,2

Sumber : BPS Kab Pangkep. 2004. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Pangkep Tahun 2003. Kerjasama Bappeda dengan BPS Kab.

Terdapat perbedaan sektor pekerjaan penduduk pada setiap kecamatan yang termasuk wilayah Kabupaten Pangkep. Proporsi pekerja di sektor pertanian yang terbesar ditemukan di Kecamatan Liukang Kalmas, sementara yang paling kecil di Kecamatan Pangkajene. Sebagai daerah kepulauan, kesempatan kerja di Kecamatan Liukang Kalmas didominasi oleh pekerjaan-pekerjaan di sektor pertanian. Sebaliknya, sektor-sektor lain seperti jasa dan industri belum berkembang di wilayah ini karena lokasinya yang berada di kepulauan tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan ekonomi di sektor jasa dan industri berkembang. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika mayoritas penduduk di wilayah ini bekerja di sektor pertanian. Untuk Kecamatan Pangkajene, kecilnya proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian kemungkinan karena kecamatan ini merupakan pusat Kabupaten Pangkep yang terletak di daerah perkotaan yang memiliki potensi pertanian terbatas. Akibatnya, kesempatan kerja di sektor pertanian yang tersedia di

Kecamatan Pangkajene ini paling sedikit dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Sektor perdagangan dan jasa yang memang merupakan sektor ekonomi perkotaan menyerap tenaga kerja dalam proporsi yang relatif besar. Khusus untuk sektor perdagangan, proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor ini hanya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan yang bekerja di sektor pertanian. Selanjutnya, sektor ‘lainnya’ yang merupakan gabungan dari beberapa sektor, antara lain konstruksi dan keuangan, yang juga merupakan sektor ekonomi perkotaan, mempunyai peran yang besar pula dalam menyerap tenaga kerja di Kecamatan Pangkajene.

Tabel 3.10

Distribusi Penduduk yang Bekerja Menurut Desa dan Lapangan Usaha, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,

2005 (%)

Lapangan Usaha Desa

Pertanian Industri Dagang Jasa Lainnya

Mattiro Deceng 83,4 0,8 9,4 0,9 5,5 Mattiro Sompe 81,8 1,2 10,5 0,8 5,7 Mattiro Uleng 18,5 1,8 41,5 0,8 37,3 Mattiro Bulu 79,0 0,9 10,0 2,4 7,6 Mattiro Langi 77,9 1,7 13,1 1,2 6,2 Mattiro Matae 59,8 2,0 17,5 5,3 14,6 Mattiro Walie 73,0 2,4 10,9 3,6 10,1 Mattiro Kanja 29,0 21,5 24,3 2,2 23,0 Mattiro Bombang 66,0 12,3 12,1 0,6 9,0 Mattiro Bone 58,1 2,4 22,9 4,8 11,9 Mattiro Labangeng 30,7 4,5 31,1 5,3 28,4 Mattiro Dolangeng 70,2 5,4 15,1 1,5 7,7 Mattiro Ujung 63,8 4,4 18,8 3,3 9,6 Battiro Baji 56,3 19,8 12,8 1,7 9,3 Mattiro Adae 75,3 2,3 12,0 1,3 9,0 Jumlah N 65,9 4.820 5,0 369 15,7 1.146 1,9 139 11,4 833 Sumber: BPS Kabupaten, 2005. Kecamatan Liukang Tuppabiring Dalam Angka

2005/2006.

Tabel 3.10 menyajikan data tentang lapangan pekerjaan penduduk di semua desa yang termasuk wilayah Kecamatan Liukang Tupabbiring. Di

Desa Mattiro Bombang yang menjadi lokasi penelitian untuk kawasan kepulauan, proposi terbesar penduduk bekerja di sektor pertanian, diikuti oleh sektor industri dan perdagangan. Mengingat sektor pertanian di daerah ini didominasi oleh sub-sektor perikanan, maka penduduk yang bekerja di sektor pertanian pada umumnya melakukan kegiatan-kegiatan di bidang perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya. Kelompok ini mencakup mereka yang bekerja sendiri serta yang bekerja pada orang lain, seperti penjaga tambak. Pekerja di bidang industri pada umumnya adalah penduduk yang bekerja di industri pengolahan, terutama pengolahan SDL, seperti usaha pengupasan kepiting yang terdapat di beberapa desa di kecamatan ini. Sebagaimana telah dibicarakan pada Bab II, kebanyakan dari mereka merupakan buruh harian lepas yang hanya bekerja jika ada kepiting hasil tanggapan nelayan. Selanjutnya, pekerja di sektor perdagangan ádalah penduduk yang membuka warung/toko, menjual berbagai keperluan rumah tangga, termasuk juga keperluan untuk melaut seperti jaring, serta pedagang pengumpul hasil tangkapan nelayan.

Sejalan dengan kondisi di tingkat kabupaten dan kecamatan, sebagian besar ART dari rumah tangga yang terpilih di kedua desa/kelurahan lokasi penelitian ini juga bekerja di sektor pertanian (Tabel 3.15). Proporsi ART yang bekerja di sektor pertanian ini lebih besar ditemukan di Desa Mattiro Bombang daripada di Kelurahan Pundata Baji. Jika diperhatikan dari setiap sub-sektor, pekerja sektor pertanian di Kelurahan Pundata Baji menyebar pada berbagai sub-sektor, sementara di Desa Mattiro Bombang hanya terkonsentrasi pada perikanan tangkap. Hal ini disebabkan karena kesempatan kerja di sektor pertanian di Kelurahan Pundata Baji lebih bervariasi, seperti usaha tambak (udang dan bandeng) serta pertanian sawah. Sebagian wilayah daratan kepulauan ini telah dimanfaatkan untuk usaha tambak, baik yang dimiliki oleh penduduk setempat maupun penduduk dari luar daerah. Di Desa Mattiro Bombang, karena keterbatasan kondisi alam, hanya perikanan tangkap yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk kehidupan ekonomi penduduk.

Dalam kegiatan melaut, nelayan Desa Mattiro Bombang juga mengambil rumput laut, disamping berbagai jenis ikan. Rumput laut ini kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari dan dijual kepada pedagang pengumpul yang mendatangi nelayan ke rumah-rumah mereka. Meskipun harganya relatif murah (rumput laut kering dijual dengan harga Rp. 1.000,-/kg) jenis SDL ini menjadi salah satu sumber pendapatan bagi nelayan di Desa Mattiro Bombang.

Di Desa Mattiro Bombang ada pula penduduk yang melakukan usaha budidaya teripang serta jenis-jenis SDL lainnya seperti ikan kerapu,

dengan bibit yang diperoleh dari laut. Kegiatan ini dilakukan di laut di pinggir pantai dengan membuat semacam tambak tempat memelihara dan membesarkan SDL tersebut. Setelah mencapai ukuran yang layak untuk dijual, teripang serta berbagai jenis ikan yang dibudidayakan tersebut kemudian dijual melalui pedagang pengumpul yang datang ke desa ini.

Kegiatan perikanan di kedua lokasi penelitian tidak hanya terbatas pada kenelayanan dan usaha tambak, akan tetapi juga kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengannya. Salah satu yang menonjol adalah perdagangan, yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yang membeli hasil tangkapan nelayan. Beberapa pedagang pengumpul mempunyai ikatan dengan nelayan, sebagai pemberi pinjaman (hutang). Hutang nelayan kemudian dibayar dengan tencicil, dari penjualan hasil tangkapan mereka.

Gambar 3.6

Distribusi ART Terpilih Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Desa/Lokasi Penelitian, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (%)

0% 20% 40% 60% 80% 100% P eri kanan ta ngk ap Pe rtanian pangan Indus tri pengol ahan P erdag angan An gk ut an P eri kanan budida ya Ja sa B an gunan P et ernak an

Labakang Liukang Tuppabiring

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2006

Di kedua desa/kelurahan lokasi penelitian terdapat usaha pengolahan/pengeringan ikan yang berskala rumah tangga. Usaha ini pada umumnya dilakukan di rumah-rumah dengan hanya melibatkan anggota rumah tangga masing-masing, tanpa bantuan tenaga orang lain. Ikan yang dikeringkan ini pada umumnya adalah jenis ikan teri dan ikan gamasi, terutama dilakukan oleh penduduk di Kelurahan Pundata Baji. Seperti

halnya ikan segar, penjualan ikan kering ini dilakukan melalui perantara pedagang pengumpul yang mendatangi rumah-rumah penduduk yang melakukan usaha pengolahan ini. Ikan kering menjadi alternatif lauk bagi penduduk pada saat produksi ikan basah berkurang.

Jika diperhatikan dari status pekerjaannya, proporsi terbesar ART dari rumah tangga terpilih dalam penelitian ini berusaha sendiri. Pekerja yang termasuk dalam kelompok ini adalah nelayan yang pergi melaut sendiri. Dari hasil FGD dengan kelompok nelayan diketahui bahwa kebanyakan nelayan, terutama yang bekerja menangkap kepiting melakukan pekerjaan secara sendiri-sendiri. Proporsi ART yang bekerja sebagai buruh menduduki urutan kedua terbesar untuk kedua desa/kelurahan penelitian. Namun demikian, proporsi pekerja yang berstatus sebagai buruh di Kelurahan Pundata Baji dua kali lebih besar daripada kelompok yang sama di Desa Mattiro Bombang. Ini juga Sangat berkaitan dengan lebih bervariasinya sektor pekerjaan di Kelurahan Pundata Baji. Jika di Desa Mattiro Bombang pekerja yang berstatus sebagai buruh pada umumnya adalah mereka yang bekerja pada industri pengolahan kepiting, buruh di Kelurahan Pundata Baji bekerja di berbagai usaha. Salah satu diantaranya adalah pekerja tambak, baik yang dibayar dengan sistim gaji maupun bagi hasil. Selain itu, sebagian dari mereka adalah buruh penggarap sawah. Meskipun pertanian sawah di Kelurahan Pundata Baji hanya dilakukan sekali dalam setahun, mereka yang memiliki lahan sawah yang luas mempekerjakan tenaga kerja setempat sebagai buruh.

Tabel 3.11

Distribusi ART Terpilih Menurut Status Pekerjaan Utama dan Desa/Lokasi Penelitian, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (%)

Desa/Kelurahan Status Pekerjaan Utama

Pundata Baji Mattiro Bombang Total Berusaha sendiri 34,2 43,8 39,0

Berusaha dengan anggota keluarga 6,7 9,8 8,2

Berusaha dengan buruh 3,1 - 1,6

Buruh 35,1 17,9 26,5 Karyawan/PNS 12,0 1,3 6,7 Pekerja keluarga 8,9 27,2 18,0 Jumlah N 100,0 225 100,0 224 100,0 449 Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang