• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KASUS KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KASUS KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KONDISI SOSIAL-EKONOMI

MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II :

KASUS KABUPATEN PANGKAJENE DAN

(3)

KONDISI SOSIAL-EKONOMI

MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II :

KASUS KABUPATEN PANGKAJENE DAN

KEPULAUAN

Mita Noveria

Aswatini

Dewi Harfina

Alvini Pranoto

LIPI COREMAP-LIPI

CRITC – LIPI

2006

(4)

KATA PENGANTAR

Coremap fase II yang telah dimulai sejak tahun 2004 dan direncanakan akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2009 bertujuan menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang agar sumberdaya laut ini dapat direhabilitasi, diproteksi dan dikelola secara berkesinambungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Keberhasilan Coremap dapat dikaji dari berbagai aspek, diantaranya dari aspek biofisik dan sosial-ekonomi. Dari aspek biofisik diharapkan akan tercapai peningkatan tutupan karang sebesar 5 persen per tahun, sedangkan dari aspek sosial ekonomi diharapkan terjadi peningkatan pendapatan penduduk dan jumlah penduduk yang mempunyai kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya terumbu karang dan kegiatan alternatif lainnya sebesar 10 persen pada akhir program.

Keberhasilan Coremap salah satunya dipengaruhi oleh kesesuaian desain program dengan permasalahan yang ada. Oleh karena itu sangat penting pada masa persiapan melakukan perencanaan program yang didukung oleh data dasar aspek sosial-ekonomi berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya terumbu karang. Selain dipergunakan sebagai masukan-masukan dalam merancang program, data dasar aspek sosial-ekonomi terumbu karang ini juga penting untuk melakukan evaluasi keberhasilan program. Untuk mendapatkan data dasar tersebut perlu dilakukan baseline studi sosial ekonomi yang bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kondisi sosial-ekonomi, budaya masyarakat di lokasi Coremap sebelum program berjalan. Hasil baseline studi sosial-ekonomi ini merupakan titik awal (T0) yang menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum program/intervensi Coremap dilakukan.

Buku laporan ini merupakan hasil dari baseline studi sosial-ekonomi yang dilaksanakan di lokasi-lokasi Coremap di Indonesia bagian Timur (lokasi World Bank). Baseline studi sosial-ekonomi dilakukan oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan – LIPI (PPK-LIPI) dan beberapa peneliti sosial dari Kedeputian IPSK - LIPI.

Terlaksananya kegiatan penelitian dan penulisan buku laporan melibatkan berbagai pihak. Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Kependudukan – LIPI yang telah memberikan dukungan kepada tim peneliti melakukan baseline studi ini.

(5)

Kepada para informan: masyarakat, pemimpin formal dan informal, tokoh masyarakat Desa Mattiro Bombang (Kecamatan Liukang Tupabbiring) dan Kelurahan Pundata Baji (Kecamatan Labakkang) kami ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para pewawancara yang telah membantu pelaksanaan survai. Kami juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua narasumber dari berbagai unsure, dari Pemerintah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Unit pelaksana Coremap di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, serta berbagai pihak yang ada di daerah yang telah membantu memberikan data dan informasi.

Pada akhirnya, kami menyadari bahwa draft laporan ini masih jauh dari sempurna meskipun tim peneliti telah berusaha sebaik mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini.

Jakarta, Januari 2007

Direktur NPIU CRITC COREMAP II-LIPI

(6)

RANGKUMAN

Penelitian “Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia” yang dilakukan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai kondisi sosial demografi masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya laut pada umumnya dan terumbu karang pada khususnya. Untuk memperoleh gambaran yang lebih spesifik mengenai kondisi masyarakat, penelitian ini menggunakan studi kasus di dua lokasi, masing-masing satu lokasi di kawasan kepulauan (Desa Mattiro Bombang, Kecamatan Liukang Tupabbiring) dan kawasan pesisir (Kelurahan Pundata Baji, Kecamatan Labakkang). Penelitian ini mengumpulkan data primer dan data sekunder dari berbagai sumber. Data primer terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif yang dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui survei, menggunakan kuesioner yang ditanyakan kepada rumah tangga sampel yang dipilih secara random. Selanjutnya, data kualitatif dikumpulkan dengan teknik wawancara, mendalam, diskusi kelompok terfokus dan observasi. Pada pengumpulan data kualitatif narasumber dipilih berdasarkan pengetahuan dan penguasaan mereka terhadap informasi yang hendak digali. Narasumber untuk pengumpulan data kualitatif antara lain anggota rumah tangga sampel, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah mulai dari tingkat kabupaten sampai di tingkat desa/kelurahan. Data sekunder mencakup berbagai publikasi yang berkaitan dengan sumberdaya laut serta pemanfaatannya yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Pangkep menggantungkan hidup mereka pada sektor pertanian (dalam arti luas). Hal ini terlihat dari besarnya proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Dari beberapa sub-sektor yang tercakup dalam sektor pertanian ini, pekerjaan di bidang perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikakan budidaya, merupakan sumber matapencaharian yang dominan. Di beberapa daerah seperti di Kecamatan Labakkang, usaha perikanan budidaya lebih dominan dibandingkan dengan perikanan tangkap. Posisi geografis Kabupaten Pangkep yang terletak di pesisir dan juga di kepulauan menyebabkan daerah ini mempunyai potensi perikanan yang besar.

(7)

Besarnya peran sektor pertanian terhadap kondisi ekonomi masyarakat tercermin pula pada sumbangan sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Pangkep. Meskipun tidak selalu menempati posisi teratas, sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB kabupaten ini tergolong tinggi setiap tahun. Jika diperhatikan lebih dalam, maka dari lima sub-sektor yang termasuk sektor pertanian (yaitu tanaman pangan, tanaman perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan), sub-sektor perikanan memberikan sumbangan yang paling besar terhadap sektor pertanian.

Kegiatan penangkapan ikan pada umumnya masih dilakukan secara tradisional, menggunakan perahu/kapal dengan motor berkapasitas kecil. Sebagian nelayan bahkan melakukan penangkapan ikan menggunakan perahu tanpa motor karena tidak mampu membeli mesin perahu. Alat tangkap yang paling banyak digunakan nelayan adalah jaring, dengan berbagai jenis seperti jaring ikan tenggiri, jaring kepiting dan jaring udang. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai jaring dalam jumlah besar. Dengan armada tangkap yang tradisional ditambah alat tangkap yang juga terbatas, maka nelayan mengalami kesulitan untuk memperoleh pendapatan besar. Terlebih lagi pada saat gelombang laut besar, kemampuan kapal yang terbatas menyebabkan mereka tidak dapat melakukan kegiatan kenelayanan. Oleh karena itu, pada saat itu pendapatan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan pada waktu gelombang lemah.

Hasil penelitian menunjukkan fluktuasi pendapatan nelayan menurut kondisi gelombang laut. Pada saat gelombang lemah nelayan memperoleh pendapatan tertinggi, sedangkan pendapatan terendah diperoleh ketika gelombang laut kuat. Di kawasan kepulauan, pendapatan rata-rata rumah tangga yang terpilih sebagai sampel penelitian pada musim gelombang lemah sebesar Rp. 539.100,- per bulan, sedangkan pada gelombang kuat pendapatan rata-rata mereka turun menjadi Rp. 486.900,- setiap bulan. Hal yang sama juga ditemui di wilayah pesisir, dengan rata-rata pendapatan rumah tangga sampel sebesar Rp. 1.378.600,- setiap bulan, pada saat gelombang lemah, sedangkan pada musim gelombang kuat menurun drastis menjadi Rp. 135.000,- per bulan.

Secara umum rata-rata pendapatan rumah tangga sampel per bulan relatif kecil. Keadaan ini terutama ditemukan di kawasan kepulauan. Sebanyak 50 persen rumah tangga di kawasan ini mempunyai pendapatan paling tinggi Rp. 402.000,- per bulan. Rumah tangga sampel di kawasan pesisir mempunyai kondisi ekonomi yang lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh rumah tangga di kawasan pesisir mempunyai pendapatan paling tinggi sebesar Rp. 975.000,- setiap bulan. Bervariasinya

(8)

jenis pekerjaan yang tersedia di kawasan pesisir kemungkinan berpengaruh terhadap pendapatan penduduk, antara lain karena mereka bisa mempunyai lebih dari satu jenis pekerjaan. Jumlah rata-rata pendapatan rumah tangga di kawasan kepulauan setiap bulan juga lebih rendah daripada rumah tangga di kawasan pesisir. Penelitian ini mendapatkan bahwa pendapatan rata-rata rumah tangga sampel di kawasan kepulauan sebesar Rp. 547.250,- setiap bulan, sedangkan pada rumah tangga di kawasan pesisir sebesar Rp. 1.137.574,- per bulan. Namun demikian, data ini perlu diinterpretasikan secara hati-hati karena besarnya perbedaan jumlah pendapatan tertendah dengan pendapatan yang tertinggi diantara seluruh rumah tangga terpilih.

Nelayan di Kabupaten Pangkep, baik yang berkerja di perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, sangat tergantung pada pemilik modal yang biasanya juga berperan sebagai pedagang pengumpul. Hubungan ketergantungan ini terwujud dalam bentuk pemberian bantuan kepada nelayan, biasanya dalam bentuk uang, baik untuk biaya produksi maupun untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagai imbalannya, nelayan harus menjual produksi mereka kepada pedagang pengumpul yang memberi bantuan, dengan harga yang ditetapkan oleh mereka. Selain itu, tidak tersedianya tempat pelelangan ikan (TPI) di sekitar tempat tinggal nelayan menyebabkan pilihan termudah untuk memasarkan produksi mereka adalah melalui perantara pedagang pengumpul. Padahal, jika penjualan langsung dilakukan nelayan di TPI yang penentuan harganya dilakukan melalui sistim lelang dengan penawaran harga tertinggi, nelayan bisa menjual produksi mereka dengan harga lebih tinggi.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa narasumber di lokasi penelitian diketahui bahwa pendapatan nelayan saat ini menurun dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Salah satu kemungkinan yang menyebabkan hal ini adalah rusaknya terumbu karang yang menjadi tempat hidup berbagai jenis sumberdaya laut, terutama ikan. Hal ini didukung oleh data tentang kondisi terumbu karang yang memperlihatkan lebih dari separuh tutupan terumbu karang di perairan Pangkep berada dalam kondisi rusak. Penyebab utama kerusakan terumbu karang tersebut adalah kegiatan eksploitasi sumberdaya laut yang tidak ramah lingkungan, yang dilakukan oleh manusia seperti penggunaan bom, sianida dan armada kapal trawl untuk menangkap ikan. Penduduk setempat mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh nelayan yang berasal dari luar daerah.

Penelitian ini menemukan bahwa pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya terumbu karang bagi kelangsungan hidup

(9)

ikan dan ekosistim laut cukup tinggi. Oleh karena itu, mereka berupaya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat merusak terumbu karang dan juga menjaga daerah mereka dari kegiatan pengrusakan yang dilakukan oleh nelayan dari luar daerah. Namun demikian, kapal yang mereka miliki mempunyai kemampuan yang lebih kecil daripada kapal yang digunakan oleh nelayan dari luar, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk mengusir pelaku perusakan. Oleh karena itu, penting untuk membekali mereka dengan sarana pendukung, seperti kapal dengan kemampuan berlayar yang cepat, agar penduduk setempat dapat menjalankan fungsi sebagai pelindung wilayah kepulauan mereka.

Mengingat kondisi masyarakat di lokasi penelitian, beberapa upaya dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian terumbu karang dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Salah satu diantaranya adalah penciptaan alternatif pekerjaan yang tidak sepenuhnya tergantung pada sumberdaya laut. Kegiatan budidaya perikanan nampaknya merupakan salah satu pilihan yang rasional mengingat kegiatan tersebut tidak terlalu berbeda dengan yang telah mereka lakukan selama ini. Namun demikian, diperlukan dukungan berupa pembinaan dan pendampingan serta bantuan modal sampai mereka berhasil panen. Dengan demikian kesinambungan kegiatan ini dapat dicapai. Beberapa upaya lainnya adalah mengembangkan pekerjaan-pekerjaan yang selama ini belum pernah dilakukan oleh masyarakat. Beberapa diantaranya adalah pembuatan kerajinan misalnya berupa hiasan dinding dari bahan kulit kerang yang banyak ditemukan di sekitar tempat tinggal penduduk. Pekerjaan ini terutama dapat dikembangkan bagi kelompok perempuan. Selain itu, pengembangan potensi pariwisata juga dapat menjadi sumber mata pencaharian penduduk. Hal ini didukung oleh keindahan laut yang mengelilingi wilayah Kabupaten Pangkep, serta peninggalam budaya yang ada. Namun demikian, diperlukan upaya yang sungguh dari berbagai pihak agar kegiatan ini dapat dilaksanakan.

(10)

DAFTAR ISI

PENGANTAR ... iii

RANGKUMAN ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 5 1.3. Metode Penelitian ... 7 1.4. Organisasi Penulisan... 10

BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN... 11

2.1 Kondisi Geografis ... 11

2.2 Sumber Daya Alam... 16

2.2.1 Sumber daya alam di darat... 16

2.2.2 Sumber daya alam di laut... 18

2.2.3 Potensi wisata alam/budaya ... 20

2.3. Sarana dan Prasarana Sosial Ekonomi... 21

2.3.1. Sarana Pendidikan ... 21

2.3.2. Sarana Kesehatan ... 23

2.3.3. Sarana Ekonomi... 25

2.3.4. Sarana Komunikasi ... 27

2.4. Pengelolaan Sumber Daya Laut ... 28

2.4.1. Kebijakan ... 28

2.4.2. Pemanfaatan SDL: Produksi dan Pemasaran 31 2.4.3. Pengelolaan Wilayah Penangkapan ... 38

2.4.4. Teknologi (alat dan armada tangkap) ... 41

2.4.5. Permasalahan dalam Pengelolaan Sumber daya laut... 46

BAB III PROFIL SOSIO-DEMOGRAFI PENDUDUK... 49

3.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk...

49

3.2. Pendidikan ...

57

3.3. Pekerjaan ...

64

(11)

3.4. Kesejahteraan...

70

3.4.1. Pemilikan dan Penguasaan Aset produksi 70 3.4.2 Kondisi Tempat Tinggal dan kepemilikan aset non produksi ... 74

BAB IV PENDAPATAN ... 77

4.1. Pendapatan Kabupaten Pangkep ... 77

4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pangkep 78 4.1.2. Sektor Ekonomi: sumbangannya terhadap PDRB dan pertumbuhannya ... 79

4.1.3. Pendapatan dari Sektor Pertanian dan Sub-Sektor Perikanan ... 83

4.2. Pendapatan Rumah Tangga Terpilih... 84

4.2.1. Desa Mattiro Bombang, Kecamatan Liukang Tuppabiring ... 85

4.2.2. Kelurahan Pundata Baji, Kecamatan Labakkang ... 95

4.3. Sintesa Pendapatan ... 104

4.3.1. Faktor Internal ... 104

4.3.2. Faktor Eksternal... 105

4.3.3. Struktural ... 106

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 116

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kalender Musim Gelombang Laut di Desa Mattiro

Bombang dan Kelurahan Pundata Baji Menurut Bulan 15 Tabel 2.2 Pulau dan Jenis tangkapan ... 38 Tabel 2.3 Jumlah dan Jenis Kendaraan di Atas Air Menurut

Pulau, Desa Mattiro Bombang Kecamatan Liukang

Tuppabiring, 2004... 42 Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin,

Kepadatan dan Rasio Jenis Kelamin, 2004 ... 50 Tabel 3.2 Penduduk Kecamatan Liukang Tupabbiring Menurut

Desa, Jenis Kelamin, Kepadatan dan Rasio Jenis

Kelamin, 2003... 52 Tabel 3.3 Penduduk Kecamatan Labakkang Menurut

Desa/Kelurahan, Jenis Kelamin, Kepadatan dan Rasio Jenis Kelamin, 2003 ... 53 Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Desa Mattiro Bombang Menurut

Pulau dan Jenis Kelamin, 2005 ... 55 Tabel 3.5 Penduduk Kelurahan Pundata Baji Menurut Kelompok

Umur, 2005 ... 55 Tabel 3.6 Distribusi Penduduk Usia 5 tahun ke Atas Menurut

Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan, 2005 (%) ... 58 Tabel 3.7 Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 10 tahun

keAtas Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan di

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2003 (%) ... 60 Tabel 3.8 Penduduk Menurut Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan, Kelurahan Pundata Baji Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,

2005... 63

(13)

Tabel 3.9 Distribusi Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Kecamatan,

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2003 (%) ... 65 Tabel 3.10 Distribusi Penduduk yang Bekerja Menurut Desa dan

Lapangan Usaha, Kecamatan Liukang Tupabbiring,

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2005 (%) ... 66 Tabel 3.11 Distribusi ART Terpilih Menurut Status Pekerjaan

Utama dan Desa/Lokasi Penelitian, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (%) ... 69 Tabel 3.12. Jenis Sarana Penangkapan ikan yang dikuasai menurut

jumlah dan Kepemilikan Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan, 2003 ... 71 Tabel 3.13. Jenis Alat Penangkapan Ikan yang dikuasai Menurut

Kepemilikan, 2003 ... 71 Tabel. 3.14. Tabel Kondisi Tempat Tinggal dan Sumber Air

Minum di Kabupaten Pangkep Berdasarkan

Kecamatan... 75 Tabel 4.1 PDRB Kabupaten Pangkep Atas Harga Berlaku,

19990-2003 ... 78 Tabel 4.2 Distribusi PDRB Kabupaten Pangkep Menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku,

1999-2003 (dengan Semen Tonasa) ... 80 Tabel 4.3 Distribusi PDRB Kabupaten Pangkep Menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku,

1999-2003 (tanpa Semen Tonasa) ... 81 Tabel 4.4 Pertumbuhan Riil Setiap Sektor Ekonomi Kabupaten

Pangkep, 1999-2003 (%) ... 82 Tabel 4.5 Statistik Pendapatan Rumah Tangga Desa Mattiro

Bombang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,

2006... 87 Tabel 4.6 Distribusi Rumah Tangga Terpilih Menurut Besar

Pendapatan, Desa Mattiro Bombang, Kabupaten

(14)

Tabel 4.7 Distribusi Rumah Tangga Terpilih Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Kepala Rumah Tangga dan Besar Pendapatan, Desa Mattiro Bombang, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (N=100) ... 89 Tabel 4.8 Statistik Pendapatan Rumah Tangga Dari Kegiatan

Kenelayanan Menurut Musim, Desa Mattiro Bombang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,

2006 (N=96)... 91 Tabel 4.9 Distribusi Rumah Tangga Menurut Pendapatan dari

Kegiatan Kenelayanan dan Musim, Desa Mattiro Bombang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,

2006 (%) (N=96)... 93 Tabel 4.10 Statistik Pendapatan Rumah Tangga Kelurahan

Pundata Baji, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,

2006... 98 Tabel 4.11 Distribusi Rumah Tangga Terpilih Menurut Besar

Pendapatan, Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (N=100) ... 99 Tabel 4.12 Statistik Pendapatan Rumah Tangga Menurut

Lapangan Pekerjaan Utama Kepala Rumah Tangga, Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan, 2006 ... 101 Tabel 4.13 Statistik Pendapatan Rumah Tangga Dari Kegiatan

Kenelayanan Menurut Musim, Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2006

(N=18)... 102 Tabel 4.14 Distribusi Rumah Tangga Menurut Pendapatan dari

Kegiatan Kenelayanan dan Musim, Kelurahan Pundata Baji, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,

2006 (%) (N=18)... 103

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ... 12 Gambar 2.2 Peta Lokasi Penelitian ... 13 Gambar 2.3 Sebaran Karang dan Persentase Tutupan Karang

Hidup di Perairan Kabupaten Pangkep ... 19 Gambar 2.4 Peraturan Mengenai Zona Perlindungan Laut dan

Wilayah Zona Perlindungan Laut ... 30 Gambar

(16)

Gambar 2.5 Rantai Pemasaran Ikan di Desa Mattiro Bombang . 35 Gambar 2.6 Rantai Pemasaran Ikan Bandeng di Kelurahan

Pundata Baji... 36 Gambar 2.7 Rantai Pemasaran Udang Windu di Kelurahan

Pundata Baji... 37 Gambar 2.8 Rantai Pemasaran Kepiting... 38 Gambar 2.9 Peta wilayah tangkap nelayan Desa Mattiro

Bombang... 40 Gambar 2.10 Peta Wilayah tangkap Nelayan Pesisir Kelurahan

Pundata Baji... 41 Gambar 3.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin, Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan, 2003 (%) ... 51 Gambar 3.2 Distribusi ART Sampel Menurut Kelompok Umur

dan Jenis Kelamin, Desa Mattiro Bombang

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (%).. 56 Gambar 3.3 Distribusi ART Sampel Menurut Kelompok Umur

dan Jenis Kelamin, Kelurahan Pundata Baji

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (%).. 57 Gambar 3.4 Distribusi Penduduk Usia 5 tahun ke Atas Menurut

Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan,

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2005 (%).. 61 Gambar 3.5 Distribusi Anggota Rumah Tangga Terpilih Usia 7

tahun ke atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Lokasi Penelitian,

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2005 (%).. 64 Gambar 3.6 Distribusi ART Terpilih Menurut Lapangan

Pekerjaan Utama dan Desa/Lokasi Penelitian,

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2006 (%).. 68

(17)
(18)

Lampiran Tabel 1 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar Menurut Kecamatan di Kab Pangkep, 2003... 118 Lampiran Tabel 2 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru SLTP menurut

Kecamatan di Kab Pangkep, 2003 ... 118 Lampiran Tabel 3 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru SLTA

Menurut Kecamatan di Kab Pangkep, 2003... 118 Lampiran Tabel 4 Produksi Perikanan Laut di Kabupaten Pangkep,

Tahun 1999-2002 ... 119 Lampiran Tabel 5 Produksi Budidaya Tambak Kabupaten

Pangkep, Tahun 1999-2002 ... 120 Lampiran Tabel 6 Distribusi Rumah Tangga Terpilih yang

Mempunyai Pendapatan < Rp. 500.000,- Menurut Besar Pendapatan, Desa Mattiro Bombang, Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan, 2006 (Persen) (N=61) ... 120

Lampiran Konsep dan Definis ...

121

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara bahari yang sekitar 70 persen dari luas wilayahnya merupakan wilayah perairan, Indonesia dilimpahi dengan potensi sumberdaya laut. Potensi tersebut sangat beragam jenisnya dan dalam jumlah yang besar. Salah satu dari sumberdaya laut yang menjadi kekayaan Indonesia adalah terumbu karang yang antara lain berfungsi sebagai tempat hidup berbagai jenis ikan, disamping juga untuk menjaga ekosistem laut dalam arti luas.

Kondisi terumbu karang di perairan Indonesia saat ini memprihatinkan karena banyak yang sudah rusak. Berdasarkan hasil pemantauan di 686 lokasi stasiun pantau, secara keseluruhan di Indonesia hanya 5,83 persen terumbu karang dalam kondisi sangat baik, dan sekitar 25,66 persen berada dalam keadaan baik.1 Sisanya, sebanyak 36,59 persen dan 31,92 persen masing-masing dalam kondisi cukup dan kurang (Suharsono, 2005). Kerusakan terparah terumbu karang ditemukan di wilayah timur Indonesia. Data dari 195 lokasi stasiun menunjukkan bahwa 42,05 persen terumbu karang berada dalam kondisi kurang, dan hanya 6,15 persen sumberdaya tersebut dalam kondisi sangat baik.

Di wilayah Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan (Pangkep), salah satu wilayah yang terletak di Indonesia bagian timur, kondisi terumbu karang tidak berbeda dengan berbagai wilayah lainnya. Hasil pengamatan dari 18 lokasi stasiun memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang tergolong kurang di 11 lokasi sementara sisanya hanya dalam kategori cukup. Artinya, lebih dari separuh tutupan terumbu karang di wilayah kabupaten ini dalam kondisi rusak. Mengingat perannya yang sangat besar terhadap kondisi ekosistim laut, maka dapat dibayangkan kerugian yang mungkin timbul akibat kondisi terumbu karang yang rusak tersebut. Pada

1

Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase luas tutupannya dikategorikan sebagai berikut:

- Sangat baik : 75-100 persen

- Baik : 50-74,9 persen - Cukup : 25-49,9 persen - Kurang : 0-24,9 persen

(20)

lingkup yang lebih luas, keadaan ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat.

Berbagai faktor berperan dalam menimbulkan kerusakan terumbu karang, baik faktor alam maupun manusia. Beberapa organisme laut yang berperan sebagai predator --diantaranya adalah bintang laut -- serta bencana alam, seperti yang terjadi di wilayah utara pulau Sumatra pada penghujung tahun 2004, merupakan faktor alam yang menyebabkan kerusakan terumbu karang. Dari sisi manusia, kegiatan eksploitasi alam tanpa memperhatikan kelestariannya menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan terumbu karang, seperti pengunaan bom dan racun dalam kegiatan penangkapan ikan serta pembuangan limbah (industri dan rumah tangga) ke laut, untuk menyebutkan beberapa diantaranya.. Di Indonesia pada umumnya, manusia memainkan peranan yang besar dalam menimbulkan kerusakan terumbu karang karena kerusakan terbesar sumberdaya ini disebabkan oleh penggunaan bom untuk menangkap ikan (Coremap, 1998).

Fenomena yang sama juga terjadi di wilayah Kabupaten Pangkep. Penggunaan bom dan racun untuk menangkap ikan telah menyebabkan kerusakan terumbu karang yang parah di beberapa wilayah. Di lingkungan kepulauan Spermonde, umpamanya, intensitas penggunaan bom dan racun sangat tinggi di pulau-pulau yang tidak berpenghuni seperti Kapoposang, Pandagang, Bontosua, Sanane, Salekbok dan Samatello (hasil FGD dengan pejabat di Kecamatan Liukang Tupabbiring). Pelaku pengeboman pada umumnya penduduk setempat yang bekerja pada kapal-kapal penangkap ikan milik orang luar, termasuk pengusaha asal Makassar. Ketergantungan ekonomi karena ikatan hubungan punggawa-sawi menyebabkan kegiatan pengeboman dan penggunaan racun ini terus berlangsung. Meskipun masyarakat setempat berusaha menghalangi kegiatan tersebut, dalam kenyataannya mereka seringkali mengalami kesulitan. Armada yang dimiliki oleh penduduk setempat tidak mampu mengimbangi kecepatan armada yang digunakan oleh pelaku pengeboman (hasil FGD dengan nelayan di Pulau Salemo). Selain itu, kurang tegasnya penegakan hukum menyebabkan aktivitas pengeboman sulit dihentikan. Dengan intensitas kegiatan tersebut, maka kerusakan terumbu karang sulit dihindari dan bukan tidak mungkin akan semakin parah seiring dengan berjalannya waktu.

Sebagai respons terhadap masalah kerusakan terumbu karang ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan suatu program pengelolaan terumbu karang yang dinamakan Coremap (Coral Reef Rehabilitation and

Management Program). Tujuan utama dari program ini adalah untuk

mengelola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang berkelanjutan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Coremap, 1998).

(21)

Fase pertama Coremap dilaksanakan di sepuluh propinsi, yaitu Irian Jaya, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, Riau dan Sumatra Barat. Salah satu penekanan dari program Coremap pada fase ini adalah pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan terumbu karang karena keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilannya. Oleh karena itu, pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) menjadi salah satu komponen penting dalam program ini.

Program Coremap fase pertama kemudian diikuti oleh program yang sama untuk fase kedua. Sedikit mengalami perluasan dari tujuan program fase sebelumnya, Coremap fase kedua ini lebih ditekankan pada terciptanya pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan agar sumberdaya laut ini dapat direhabilitasi, dilindungi dan dikelola. Semua kegiatan tersebut bermuara pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Sejalan dengan semangat otonomi daerah, pelaksanaan pengelolaan ekosistem terumbu karang ini juga didesentralisasikan kepada pemerintah daerah (kabupaten) dengan sistim pendanaan yang berkelanjutan. Desentralisasi kegiatan ini dilakukan untuk mendukung dan memberdayakan masyarakat pantai dalam co-menejemen sumberdaya terumbu karang secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan agar kerusakan sumberdaya tersebut dapat dicegah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun demikian, kegiatan ini dikoordinir secara nasional.

Tercapainya tujuan Coremap dilihat dari beberapa indikator yang mencakup berbagai aspek. Beberapa diantaranya adalah aspek biofisik dan sosial ekonomi. Dari aspek biofisik, melalui program ini diharapkan akan terjadi peningkatan tutupan karang paling sedikit sebanyak lima persen setiap tahun sampai menyamai daerah yang telah dikelola dengan baik atau ’pristin area’ (daerah terumbu karang yang masih asli atau yang belum dimanfaatkan). Selanjutnya, dari aspek ekonomi indikator pencapaian tujuan Coremap adalah sebagai berikut:

1) Peningkatan pendapatan dan jumlah penduduk yang menerima pendapatan dari kegiatan ekonomi berbasis terumbu karang dan kegiatan alternatif lainnya sebesar sepuluh persen pada akhir program (tahun 2009);

2) Sedikitnya 70 persen dari masyarakat nelayan (beneficiaries) di kabupaten lokasi program merasakan dampak positif Coremap terhadap tingkat kesejahteraan dan status sosial ekonominya (World Bank, 2004).

(22)

Sebagai program yang berkelanjutan, COREMAP fase kedua ini dilakukan di propinsi-propinsi yang menjadi lokasi kegiatan pada fase pertama. Namun demikian, terjadi perubahan, terutama akibat penambahan, lokasi kegiatan program pada tiap-tiap propinsi. Di Propinsi Sulawesi Selatan, misalnya, jika pada COREMAP fase pertama hanya Kabupaten Selayar yang menjadi lokasi kegiatan, pada fase kedua lokasinya diperluas dengan memasukkan Kabupaten Pangkep. Secara keseluruhan, sebanyak 37 desa di 10 kecamatan (dari 12 kecamatan)2 yang terdapat di Kabupaten Pangkep akan dijadikan lokasi COREMAP fase kedua ini. Lokasi COREMAP pada tahun 2005 meliputi 20 desa/kelurahan, yaitu 5 desa/kelurahan di daerah pesisir3 dan 15 desa kepulauan.4 Pada tahun 2006 kegiatan dilaksanakan di 21 desa/kelurahan, masing-masing 6 desa/kelurahan di pesisir dan 15 desa di wilayah kepulauan.5 Selanjutnya, pada tahun 2007 COREMAP akan dilaksanakan di 37 desa/kelurahan, yaitu sebanyak 21 desa/kelurahan yang menjadi kegiatan program tahun 2006 ditambah dengan 15 desa di Kecamatan Liukang Tangaya6 dan Liukang

2

Dua kecamatan yang tidak direncanakan sebagai lokasi program ini adalah Balocci dan Tondong Tallasa yang bukan wilayah pesisir dan kepulauan.

3

Lima desa/kelurahan pesisir adalah:

- Kelurahan Tamarupa, Kecamatan Mandalle - Kelurahan Bawasalo, Kecamatan Segeri - Kelurahan Talaka, Kecamatan Ma’rang - Keluarah Pundata Baji, Kecamatan Labakkang - Desa Bulu Cindea, Kecamatan Bungoro

4

Limabelas desa di wilayah kepulauan terletak di Kecamatan Liukang Tupabbiring, yang termasuk wilayah kepulauan Spermonde, yaitu:

- Desa Mattiro Sompe - Desa Mattiro Bulu - Desa Mattiro Deceng - Desa Mattiro Dolangeng - Desa Mattiro Langie - Desa Mattiro Labangeng - Desa Mattiro Walie - Desa Mattiro Bone - Desa Mattiro Matae - Desa Mattiro Baji - Desa Mattiro Bombang - Desa Mattiro Ujung - Desa Mattiro Kanja - Desa Mattiro Adae - Desa Mattiro Uleng

5

Enam desa di wilayah pesisir meliputi:

- Desa Tamarupa, Kecamatan Mandalle

- Desa Bawasalo, Kecamatan Segeri - Desa Marang, Kecamatan Tondong Tallasa

- Desa Tekolabbua, Kecamatan Pangkajene - Kelurahan Pundata Baji, Kecamatan Labakkang - Desa Bulu Cindea, Kecamatan Bungoro

6

Desa-desa yang termasuk Kecamatan Liukang Tangaya adalah sebagai berikut: - Desa Sabalana - Desa Sailus

- Desa Balobaloang - Desa Satanger

(23)

Kalmas7 serta tambahan 1 lokasi lainnya di Desa Mattiro Sompe, Kecamatan Liukang Tuppabiring. Semua desa di wilayah kepulauan dijadikan lokasi COREMAP dengan pertimbangan kerusakan terumbu karang yang sudah memprihatinkan, sementara mayoritas penduduk di wilayah tersebut mempunyai matapencaharian yang sepenuhnya tergantung pada sumberdaya laut.

Keberhasilan Coremap dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah kesesuaian antara disain program dengan permasalahan, potensi dan aspirasi masyarakat. Untuk merancang program yang sesuai dengan permasalahan dan potensi daerah serta yang juga mempertimbangkan aspirasi masyarakat, diperlukan data dasar sosial-ekonomi berkaitan dengan pemanfaatan terumbu karang. Untuk itulah dilakukan kegiatan penelitian agar data dasar tersebut dapat diperoleh. Data dasar sosial-ekonomi, mulai dari tingkat desa, kecamatan sampai tingkat kabupaten, yang diperoleh melalui penelitian dapat dipergunakan sebagai salah satu masukan dalam merancang program pengelolaan terumbu karang. Disamping itu, data tersebut juga diperlukan dan penting untuk melakukan evaluasi keberhasilan program. Data dasar sosial-ekonomi tersebut merupakan titik awal (T0) yang menyajikan gambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum dilaksanakannya program/intervensi COREMAP.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang.

- Desa Sapuka - Desa Poleonro - Desa Tampaang

7

Kecamatan Liukang Kalmas terdiri dari desa-desa berikut ini:

- Desa Doang-doangan - Desa Kalakalukuang - Desa Dewakang - Desa Sabaru - Desa Marasende - Desa Pammas - Desa Kanyurang

(24)

Tujuan Khusus

Untuk mencapai tujuan umum di atas, beberapa tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran umum tentang lokasi COREMAP yang meliputi kondisi geografi, sarana dan prasarana, potensi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya laut, dan pola pemanfaatannya.

2. Menggambarkan kondisi sumberdaya manusia dengan penekanan pada aspek pendidikan dan kegiatan ekonomi, khususnya kegiatan ekonomi yang berbasis terumbu karang.

3. Memotret tingkat kesejahteraan masyarakat yang diindikasikan antara lain dari pemilikan asset rumah tangga (produksi dan non produksi), kondisi perumahan dan sanitasi lingkungan

4. Mendeskripsikan tingkat pendapatan masyarakat, khususnya pendapatan dari kegiatan ekonomi yang berbasis terumbu karang. 5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pendapatan masyarakat.

Sasaran Penelitian

Sarasan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Tersedianya data dasar aspek sosial-ekonomi penduduk yang terkait dengan sumberdaya terumbu karang, yang dapat dipakai oleh para perencana, pengelola dan pelaksana untuk merancang, melaksanakan dan memantau program Coremap.

2. Tersedianya data pendapatan dan jumlah penduduk yang menerima pendapatan dari kegiatan ekonomi berbasis terumbu karang dan kegiatan alternatif lainnya pada awal program (T0) yang dapat dipakai untuk memantau dampak Coremap terhadap kesejahteraan penduduk.

(25)

1.3. Metode Penelitian

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua dari 35 desa/kelurahan yang menjadi lokasi COREMAP fase kedua di Kabupaten Pangkep. Keduanya adalah Kelurahan Pundata Baji yang terletak di Kecamatan Labakkang, yang mewakili wilayah pesisir, serta Desa Mattiro Bombang di Kecamatan Liukang Tupabbiring yang merupakan wilayah kepulauan. Kedua lokasi tersebut dipilih melalui konsultasi dengan PIU Kabupaten Pangkep dengan beberapa pertimbangan. Khusus untuk Desa Mattiro Bombang, pemilihannya dilakukan dengan pertimbangan bahwa desa ini merupakan lokasi beberapa survei untuk berbagai kegiatan, termasuk yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Untuk memperkaya data dan informasi yang telah ada, maka desa ini dipilih sebagai lokasi penelitian.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer mencakup data kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data kuantitif dilakukan melalui survey dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang diajukan kepada responden dalam rumah tangga terpilih. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan tentang individu serta rumah tangga yang perberkaitan dengan berbagai aspek. Pertanyaan-pertanyaan untuk individu antara lain umur, status dalam rumah tangga, pendidikan dan pekerjaan. Berbagai pertanyaan menyangkut kondisi rumah tangga yang terdapat dalam kuesioner antara lain pendapatan, baik dari sektor perikanan maupun dari sektor-sektor lainnya (yang diperoleh dari individu-individu yang bekerja dalam rumah tangga), pengeluaran serta pemilikan asset rumah tangga (ekonomi dan non-ekonomi). Data sekunder mencakup berbagai publikasi yang terkait dengan penduduk dan pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga seperti Bappeda, Bada Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep.

Data primer diperoleh dari beberapa sumber, antara lain anggota rumah tangga yang terpilih sebagai responden penelitian serta tokoh dan pemimpin masyarakat di desa/kelurahan dan kecamatan yang menjadi lokasi penelitian. Selanjutnya, pihak perencana dan pelaksana kebijakan, terutama yang terkait langsung dengan pengelolaan sumberdaya laut pada umumnya

(26)

dan terumbu karang, khususnya, di tingkat kabupaten seperti dari Bappeda dan Dinas Kelautan dan Perikanan, juga menjadi sumber dari data primer. Pengumpulan data primer melalui survei dilakukan dengan bantuan penduduk setempat (pewawancara) yang memenuhi kriteria, antara lain yang pernah terlibat dalam kegiatan pengumpulan data yang dilakukan oleh BPS atau kegiatan pendataan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). Sebelum kegiatan pengumpulan data dilakukan, para pewawancara ini diberi pelatihan, agar memiliki pemahaman yang sama terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Pelatihan dilanjutkan dengan kegiatan uji coba pengumpulan data untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap isi kuesioner. Setelah itu, dilakukan pengumpulan data kepada responden dalam rumah tangga yang pemilihannya dilakukan oleh peneliti.

Pengumpulan data primer melalui kuesioner dilakukan terhadap 100 rumah tangga di masing-masing lokasi penelitian, yang dipilih secara random. Rumah tangga yang terpilih tersebar di setiap dusun yang terdapat di wilayah desa/kelurahan lokasi penelitian. Sebagai contoh, di Desa Mattiro Bombang yang wilayahnya mencakup empat pulau (Pulau Salemo yang terdiri dari 2 dusun, Pulau Sakuala, Sabangko dan Sagara, dengan masing-masing satu dusun), rumah tangga terpilih berasal dari keempat pulau tersebut. Pemilihan rumah tangga di tiap-tiap dusun di kedua lokasi penelitian dilakukan secara proporsional. Kuesioner ditanyakan kepada kepala rumah tangga (KRT). Jika KRT tidak bisa ditemui, anggota rumah tangga lain seperti istri atau anak yang sudah dewasa dan yang mengetahui kondisi rumah tangga dapat menggantikannya.

Selain data kuantitatif yang dikumpulkan menggunakan kuesioner, dalam penelitian ini juga dikumpulkan data kuantitatif. Data ini dikumpulkan untuk mendapatkan berbagai informasi yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Pengumpulan data kualitatif dilaksanakan oleh peneliti melalui beberapa teknik pengumpulan data, sesuai dengan data yang dikumpulkan. Teknik yang digunakan adalah wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), participatory rapid

appraisal (PRA) dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap

beberapa narasumber seperti individu-individu yang menjadi anggota rumah tangga terpilih, tokoh masyarakat serta pejabat pemerintah yang memahami informasi/data yang hendak digali. Pemilihan individu-individu anggota rumah tangga terpilih untuk diwawancarai secara mendalam dilakukan untuk menggali lebih dalam informasi yang sudah didapatkan melalui kuesioner. Wawancara dengan berbagai narasumber di tingkat desa/kelurahan dilakukan untuk memperdalam pemahaman mengenai

(27)

kondisi sosial ekonomi dan demografi penduduk di lokasi penelitian. Selanjutnya wawancara dengan para pejabat dari berbagai instansi di tingkat kabupaten bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai kebijakan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut pada umumnya dan terumbu karang pada khususnya, serta implementasi kebijakan-kebijakan tersebut. FGD dan PRA dilakukan terhadap kelompok-kelompok nelayan, terutama untuk mendapatkan informasi mengenai wilayah tangkap serta berbagai informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan kenelayanan. Pengumpulan data melalui observasi bertujuan untuk menambah pemahaman mengenai kondisi lokasi penelitian, terutama tentang kondisi lingkungan dan kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan terumbu karang serta sumberdaya laut lainnya.

Data sekunder dikumpulkan melalui desk review tentang berbagai publikasi yang memuat data dan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya laut. Publikasi yang dikumpulkan bervariasi mulai dari yang berisi data statistik, kebijakan, (rancangan) perundang-undangan sampai dengan hasil penelitian mengenai topik-topik yang terkait dengan pengelolaan terumbu karang serta kondisi (sosial ekonomi) penduduk pada umumnya. Dengan bervariasinya data yang dikumpulkan, maka analisis mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengelolaan terumbu karang dapat dilakukan secara komprehensif.

Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, sesuai dengan jenis data. Data kuantitatif dianalisis menggunakan tabulasi silang, untuk melihat kaitan antarvariabel yang diteliti. Selanjutnya, data kualitatif dianalisis menggunakan teknik analisis isi (content analysis) guna mendapatkan pemahaman mengenai keterkaitan antar fenomena-fenomena yang menyangkut isu yang dianalisis. Melalui analisis terhadap data kuantitatif dan kualitatif ini diharapkan akan diperoleh pemahaman menyeluruh mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut pada umumnya serta sumberdaya terumbu karang pada khususnya.

(28)

1.4. Organisasi Penulisan

Buku ini terdiri dari lima bagian/bab dengan pembahasan yang berbeda-beda pada setiap bab. Bab pertama, Pendahuluan, berisi informasi mengenai latar belakang penelitian, terutama menyangkut perlunya penelitian dilakukan serta tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Metode penelitian yang meliputi pemilihan lokasi dan pengumpulan serta analisis data juga merupakan bahasan dalam bab ini. Selanjutnya, bab kedua memuat gambaran menyeluruh mengenai kondisi daerah penelitian, mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan sampai desa/kelurahan. Gambaran tersebut meliputi kondisi geografis, sumberdaya alam, baik di darat maupun di laut, serta sarana dan prasarana sosial ekonomi yang terdapat di lokasi penelitian. Analisis mengenai pemanfaatan dan pengelolaan potensi sumberdaya laut secara khusus memperoleh penekanan dalam bab kedua ini. Kondisi sosial demografi penduduk di lokasi penelitian merupakan pokok bahasan pada bab ketiga. Secara rinci, bab ini memuat informasi mengenai kondisi penduduk dari berbagai karakteristik, mulai dari umur dan jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan sampai dengan tingkat kesejahteraan mereka. Kepemilikan asset, baik ekonomi maupun non-ekonomi digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Gambaran mengenai pendapatan penduduk, baik dari sektor perikanan maupun dari sektor-sektor lainnya merupakan isu yang dibahas pada bab keempat. Khusus untuk pendapatan dari sektor perikanan, pembahasan juga dilakukan berdasarkan musim gelombang yang mempengaruhi volume dan jenis hasil tangkapan, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap jumlah pendapatan. Namun demikian, pembahasan mengenai pendapatan dari sektor perikanan mendapat penekanan lebih besar. Bab kelima, bagian akhir dari buku ini, berisi kesimpulan serta bahan rekomendasi untuk penyusunan kebijakan dan perencanaan program berdasarkan data empiris hasil penelitian ini.

(29)

BAB II

PROFIL LOKASI PENELITIAN

Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan (Pangkep) yang membentang di bagian barat Propinsi Sulawesi Selatan, wilayahnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu pesisir, daratan tinggi dan kepulauan. Wilayah kepulauan di Kabupaten Pangkep terdiri dari 112 pulau dengan 22 pulau diantaranya belum berpenghuni. Kabupaten ini terdiri dari 12 kecamatan, yaitu sembilan kecamatan terdapat di daratan dan tiga kecamatan di kepulauan. Sembilan kecamatan yang terletak di daratan adalah Kecamatan Pangkajene, Balloci, Bongoro, Labakkang, Marang, Segeri, Tondong Tallasa dan Mandalle, sedangkan kecamatan yang terletak di wilayah kepulauan meliputi kecamatan Liukang Tupabbiring, Liukang Tangaya dan Liukang Kalmas. Fokus penelitian dalam studi ini adalah kawasan kepulauan dan kawasan pesisir. Desa Mattiro Bombang di Kecamatan Liukang Tuppabiring yang terpilih sebagai sampel mewakili kawasan kepuluan dan Kelurahan Pundata Baji di Kecamatan Labakkang mewakili kawasan pesisir.

Bab ini dideskrispsikan kondisi lokasi penelitian dilihat dari aspek (1) geografi, (2) potensi sumber daya alam di darat dan laut, (3) sarana dan prasarana sosial ekonomi yang mendukung pembangunan daerah, serta (4) pemanfaatan sumber daya laut oleh penduduk kepulauan dan pesisir di Kabupaten Pangkep. Uraian mengenai keempat aspek tersebut dimulai dari tingkat kabupaten sampai dengan kawasan atau desa.

2.1 Kondisi

Geografis

Kabupaten Pangkep yang membentang sepanjang 45 km tepatnya berada pada 4,40° LS – 8° LS dan 110° - 113° BT. Kabupaten ini memiliki luas wilayah daratan sebesar 1.112,29 km2 dan luas wilayah lautan mencapai 17.100 km2. Secara administratif, Kabupaten Pangkep berbatasan langsung dengan Kabupaten Barru (sebelah utara), Kabupaten Maros (sebelah selatan), Kabupaten Bone (sebelah timur) dan di sebelah barat berbatasan dengan Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Madura, Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Propinsi Nusa Tenggara Timur (Lihat Gambar 2.1). Topografi Kabupaten Pangkep terdiri dari wilayah pengunungan dan daratan landai. Wilayah pengunungan memiliki ketinggian 50 – 1000 meter dari

(30)

permukaan laut, sedangkan wilayah daratan terdiri dari persawahan, tambak, rawa-rawa dan empang. Sebagai wilayah dengan tingkat permukaan yang beragam, maka temperatur udara di Kabupaten Pangkep berada pada kisaran dari 21° C sampai dengan 31°C atau rata-rata mencapai 26,40°C dengan kecepatan angin dari tinggi sampai dengan sedang.

Gambar 2.1

Peta Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Lokasi Kepulauan (Desa Mattiro Bombang) Lokasi Pesisir (Kelurahan Pundata

Sumber : BPS Kabupaten Pangkep , 2005

Kecamatan Liukang Tupabbiring adalah salah satu kecamatan kepulauan di Kabupaten Pangkep yang terletak di kepulauan Spermonde. Kecamatan ini memiliki luas wilayah 140 km2 atau 12,59 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Pangkep, terdiri dari 42 pulau dengan 11 pulau diantaranya belum berpenghuni. Secara administratif, Kecamatan Liukang Tuppabiring terbagi menjadi 14 desa dan satu kelurahan. Desa Mattiro Bombang merupakan salah satu desa di Kecamatan Liukang Tuppabiring yang terletak di kawasan kepulauan. Desa Mattiro Bombang terdiri dari empat pulau yang berpenghuni dan beberapa gusung karang. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Salemo, Pulau Sagara, Pulau Sabangko dan Pulau

(31)

Sakuala. Secara administratif, Desa Mattiro Bombang berbatasan dengan Desa Pancana Kabupaten Barru (sebelah utara), Desa Mattiro Kanja (sebelah selatan), Desa Mattiro Walie (sebelah barat), dan Kelurahan Talaka, Kecamatan Ma’rang (sebelah timur). Sebagai wilayah kepulauan, Desa Mattiro Bombang bertopografi datar dan landai dengan rata-rata ketinggian mencapai kurang dari 50 meter dengan luas wilayah 22 km2. Secara geografis, Desa Mattiro Bombang juga merupakan salah satu desa yang terdekat dengan daratan Kabupaten Pangkep dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi (Lihat Gambar 2.2a).

Gambar 2.2 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.2a Desa Mattiro Bombang Kecamatan Liukang Tuppabiring

Gambar 2.2b Kelurahan Pundata Baji

Kecamatan Labakkang

Sumber: CRITC – COREMAP Sumber: Monografi Kelurahan Pundata Baji, 2005

Kecamatan Labakkang yang mewakili kawasan pesisir dalam penelitian ini, memiliki luas wilayah 101,73 km2 atau 12,69 persen dari luas wilayah Kabupaten Pangkep. Kecamatan ini terdiri dari sembilan desa dan empat kelurahan. Secara geografis, Kecamatan Labakkang terletak di antara 4,40° – 4,45° LS dan 111° – 112° BT, dengan batas administratif Kecamatan Ma’rang (sebelah utara), Kecamatan Bungoro (sebelah timur dan selatan) dan Kecamatan Liukang Tupabbiring (sebelah barat). Kelurahan Pundata Baji yang terpilih sebagai lokasi peneletian untuk kawasan pesisir secara administratif berbatasan dengan Desa Manakku dan

(32)

Bontomanae (sebelah utara), Desa Borimasunggu (sebelah selatan) dan Kelurahan Labakkang (sebelah timur) dan selat Makasar (sebelah barat). Kelurahan Pundata Baji merupakan hasil pemekaran, dari Kelurahan Pundata Baji (lama) yang sekarang wilayahnya terbagi dua menjadi Kelurahan Pundata Baji dan Desa Borimasunggu. Wilayah Kelurahan Pundata Baji terdiri dua lingkungan yaitu Lingkungan Pundata dan Lingkungan Maccine Baji dengan luas wilayah 522,58 km. Lingkungan Pundata terletak di daratan sedangkan lingkungan Maccine Baji berada di pesisir (lihat Gambar 2.2b).

Berdasarkan keadaan angin dan gelombang laut, Kabupaten Pangkep memiliki dua musim yaitu musim barat dan timur. Musim barat pada umumnya ditandai dengan keadaan gelombang laut yang kuat sedangkan musim timur ditandai dengan gelombang laut yang lemah. Musim barat biasanya juga diikuti dengan musim hujan yang berlangsung sejak Bulan Desember sampai dengan Maret. Pada puncak musim tersebut seringkali penduduk yang menetap di kepulauan tidak dapat berpergian akibat buruknya cuaca. Keadaan tersebut menyebabkan penduduk pulau menjadi terisolir. Musim timur sering disebut sebagai musim kering/kemarau, dimulai dari Bulan Mei sampai dengan September. Pada musim ini terjadi angin barubu dimana angin bertiup sangat kencang dan kering dari arah barat ke timur sehingga mempengaruhi kondisi perairan di sekitar Kabupaten Pangkep. Bagi penduduk yang bermatapencaharian tergantung pada laut, musim kering merupakan masa yang menguntungkan, tetapi tidak menguntungkan bagi sebagian penduduk lainnya, khususnya petambak. Berikut ini merupakan kalender musim di kedua lokasi penelitian (Tabel 2.1) .

Dengan melihat topografi kedua lokasi penelitian di atas maka diperlukan moda transportasi darat dan laut untuk mencapainya dari pusat pemerintahan Kabupaten Pangkep. Moda angkutan darat yang menghubungan kecamatan dan kota Pangkajene adalah mikrolet (pete-pete). Pete-pete juga merupakan alat angkutan antar kota dan antar desa yang menghubungkan seluruh kecamatan di daratan Kabupaten Pangkep. Kondisi jalan utama yang cukup baik, memperlancar hubungan antar desa, kecamatan dan Kota Pangkajene.

(33)

Tabel 2.1

Kalender Musim Gelombang Laut di Desa Mattiro Bombang dan Kelurahan Pundata Baji Menurut Bulan

Bulan Lokasi Penelitian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Desa Mattiro Bombang Gelombang Kuat Gelombang Tenang

Pancaroba Gelombang setengah

kuat

Kelurahan Pundata Baji Gelombang Kuat

Pancaroba Gelombang setengah

kuat

Gelombang Tenang

Sumber : Wawancara Mendalam dan Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2006.

Desa Mattiro Bombang dapat dicapai dengan menggunakan mikrolet (pete-pete) sampai ke dermaga Limbangan. Setelah itu perjalanan dilanjutkan menggunakan alat transportasi laut dengan ongkos Rp. 6.000,- per orang. Sungai Limbangan merupakan pintu utama transportasi publik dengan 8 buah kapal beroperasi setiap hari sejak pukul 5.00 wita sampai dengan 17.00 wita. Perjalanan dari dermaga Limbangan menuju Desa Mattiro Bombang memakan waktu sekitar satu jam. Selain dari dermaga Limbangan, desa tersebut juga dapat dijangkau melalui dermaga Maccine Baji, dengan jarak tempuh juga sekitar satu jam serta dari darmaga Kasih Kebo yang terletak di Kecamatan Marang, dengan waktu yang lebih singkat, yaitu sekitar 20 menit.

Kelurahan Pundata Baji yang terletak di Kecamatan Labakkang relatif lebih mudah dan cepat dijangkau. Moda angkutan yang menghubungkan Kelurahan Pundata Baji ke pusat kecamatan yang berjarak sekitar 3 km adalah dokar/andong. Dari pusat pasar kecamatan perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan pete-pete dengan jarak tempuh 11 km ke Kota Pangkajene.

(34)

2.2

Sumber Daya Alam

Kabupaten Pangkep sebagai kawasan yang terletak di wilayah perairan dan daratan, mempunyai potensi sumber daya darat dan laut. Dengan kondisi alam yang indah dan nilai budaya dan sejarah yang tinggi, maka kawasan ini juga mempunyai potensi pariwisata. Potensi sumber daya alam di darat meliputi lahan petanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan budidaya, dan pertambangan, sedangkan potensi sumber daya alam di laut meliputi terumbu karang, mangrove, rumput laut, dan biota laut lainnya. Potensi pariwisata yang cukup besar adalah wisata alam (bahari) dan budaya.

2.2.1 Sumber daya alam di darat

Kabupaten Pangkep memiliki potensi sumber daya alam di darat yang sangat beragam mulai dari lahan pertanian sampai dengan pertambangan. Hasil pertanian merupakan komoditi yang memiliki peluang sebagai bahan baku untuk pengembangan industri pengolahan seperti padi menjadi tepung beras, daging buah jambu mete menjadi abon, kulit dan biji anggur menjadi minyak pelumas, mangga menjadi sari buah dan buah kaleng, dan kemiri menjadi minyak dan rempah8.

Komoditi tanaman pangan yang dibudidaya di Kabupaten Pangkep adalah padi sawah/ladang, jagung, kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, ketela pohon dan ketela rambat. Luas areal pertanian tanaman pangan, khususnya sawah pada tahun 2004 mencapai 18.248 hektar dengan produksi padi sebesar 102.116 ton. Persawahan di Kabupaten Pangkep terbagi menjadi empat jenis, yaitu sawah dengan pengairan teknis, pengairan setengah teknis, irigasi sederhana dan tadah hujan. Komoditi padi tersebar di semua kecamatan daratan di Kabupaten Pangkep. Kecamatan Labakkang merupakan kecamatan yang memberikan hasil produski padi terbesar, mencapai 3.007 ton pada tahun 2004 setelah Kecamatan Minasa Tene (BPS Kabupaten Pangkep, 2005). Namun demikian, sejak tahun 2000 sampai dengan 2006, produksi tanaman padi memperlihatkan penurunan. Adanya penurunan tersebut sejalan dengan perubahan fungsi lahan, yaitu dari sawah menjadi lahan produksi lainnya, terutama tambak dan juga perumahan. Kelurahan Pundata Baji yang menjadi lokasi penelitian memiliki luas sawah tadah hujan mencapai 150 hektar. Jika dibandingkan dengan kondisi 5 tahun yang lalu luas lahan sawah ini memperlihatkan penurunan. Keadaan tersebut

8

(35)

menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Berbeda dengan di Pundata Baji, tanaman yang tumbuh dan berkembang di pulau-pulau yang termasuk wilayah Desa Mattiro Bombang sangat terbatas, yaitu pohon sukun, jambu air dan berbagai jenis tanaman hias. Sukun dan jambu air tumbuh secara alamiah dan dipertahan oleh penduduk pulau. Mereka menyakini pohon sukun dapat menyerap air untuk mempertahakan pasokan kebutuhan air bersih bagi penduduk di pulau tersebut. Tanaman hias ditanam di dalam berbagai wadah pot untuk penghijauan dan keindahan kampung.

Selain potensi sumber daya lahan untuk kegiatan pertanian pangan, potensi pengembangan usaha peternakan juga cukup besar bagi penduduk di kawasan pesisir dan kepulauan. Jenis hewan perternakan yang banyak dipelihara oleh penduduk kepuluan (Desa Mattiro Bombang) adalah bebek. Hasil produksi perternakan di Desa Mattiro Bombang adalah telur yang dijual kepada penduduk sekitar atau untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Di Kelurahan Pundata Baji, jenis ternak yang banyak dikembangkan oleh penduduk pesisir adalah bebek, ayam, dan kuda. Hasil produksinya selain bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga juga dapat menjadi sumber pendapatan tambahan.

Potensi lainnya yang dapat dikembangkan dari ketersediaan sumber daya alam darat adalah perikanan budidaya. Perikanan budidaya yang berkembang dengan pesat adalah tambak. Data luas tambak dari tahun ke tahun memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Hal tersebut terlihat dari peningkatan perubahan fungsi lahan persawahan menjadi lahan tambak, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan produksi ikan tambak. Komoditi unggulan perikanan tambak adalah ikan bandeng. Kabupaten Pangkep merupakan salah satu pemasok utama kebutuhan ikan bandeng di wilayah Makassar dan daratan Sulawesi Selatan. Kabupaten Labakkang, tepatnya kelurahan Pundata Baji merupakan salah satu sumber produksi ikan bandeng terbesar pada tingkat kecamatan dan kabupaten dengan luas tambak mencapai 283 hektar. Selain di pesisir, perikanan tambak juga terdapat di wilayah kepulauan, yaitu di Desa Mattiro Bombang, tepatnya di Pulau Sabangko, dengan luas tambak sebesar 89,22 hektar. Tambak di kepulauan pada umumnya bukan merupakan milik penduduk setempat melainkan milik pendatang yang mempekerjakan penduduk setempat untuk memelihara tambaknya. Manfaat ekonomi dari tambak ini baru dirasakan oleh sebagian kecil penduduk kepulauan saja.

Sumber daya alam lainnya di darat yang memiliki potensi besar dengan jenis yang cukup beragam adalah lahan pertambangan. Beberapa jenis tambang yang telah dikembangkan sampai dengan saat ini adalah batubara, pasir sillika, tanah liat, batu gamping, dan sirtu. Berdasarkan peta

(36)

potensi sumber pertambangan, Kabupaten Pangkep masih memiliki berbagai macam jenis bahan galian lainnya yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Komoditi yang memiliki peluang pengembangan di sektor pertambangan adalah batu marmer menjadi tegel, batu hias/asesoris, batu sabak menjadi cat, tegel dan batu dekorasi, pasir kuarsa menjadi keramik, kaca dan gelas, batu bara menjadi bahan bakar dan batu gamping menjadi bahan bangunan, semen, keramik dan kapur. Potensi pergunungan Karts (batu kapur) di kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Maros menjadi daya tarik bagi pengusaha (lokal dan asing) untuk berinvestasi membangun perusahaan pengolahan marmer. Saat ini, tercatat 10 perusahaan marmer yang berizin dan aktif berproduksi. Empat diantaranya merupakan perusahaan yang mengelola marmer mulai dari penambangan sampai dengan menjadi produk siap pakai, sedangkan enam perusahaan lainnya hanya menambang marmer hingga menjadi blok-blok marmer (setengah jadi). Produk marmer dipasarkan di tingkat lokal maupun mancanegara (Korea dan Cina). Beberapa tambang marmer yang tercatat sudah dieksplorasi berada di Kecamatan Bungoro, Labakkang, Balocci, dan Tondong Talasa.

2.2.2 Sumber daya alam di laut

Di samping potensi sumber daya alam di darat yang melimpah, Kabupaten Pangkep mempunyai potensi sumber daya laut yang sangat besar. Potensi sumber daya laut mencakup hutan mangrove, terumbu karang serta beragama jenis ikan dan biota laut. Namun demikian, secara umum, kondisi mangrove di Kabupaten Pangkep telah mengalami kerusakanan yang cukup memprihatinkan. Keadaan tersebut dapat dilihat dari banyaknya hutan mangrove yang dikonversi menjadi tambak. Kelurahan Pundata Baji merupakan salah satu lokasi dimana sebagian hutan mangrovenya telah mengalami konversi menjadi tambak. Saat ini, mangrove hanya terdapat di garis tepi pantai dengan tingkat ketebalan yang sangat tipis. Keadaan yang sama juga terjadi di Pulau Sabangko yang hanya memiliki hutan mangrove di sekitar tepian pulau dengan ketebalan kurang dari 5 meter.

Di Wilayah perairan Kabupaten Pangkep terbentang terumbu karang seluas 37.000 hektar yang merupakan tempat ikan berkembang biak. Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan, kondisi terumbu karang diperkirakan sudah mengalami kerusakan berat mencapai 60 persen9, seperti dapat terlihat di sekitar perairan pulau-pulau Spermonde, termasuk

9

http://www.jurnalcelebes.com/view.php?id=227. Jumat, 11-04-2003 | 03:44:48 AM. 60

(37)

Kecamatan Liukang Tuppabiring. Kerusakan terumbu karang juga dirasakan oleh penduduk pesisir dan kepulauan melalui penurunan kuantitas hasil tangkapan nelayan di sekitar perairan pulau-pulau Spermonde. Kondisi terumbu karang yang masih relatif baik terdapat di perairan di sekitar kecamatan Liukang Kalmas dan Liukang Tanggaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh LIPI – COREMAP, kondisi tutupan karang yang hidup (baik) di perairan Kabupaten Pangkep, khususnya perairan pulau spermonde mencapai 31,30 persen dengan mayoritas jenis non arcopora (Lihar Gambar 2.3).

Gambar 2.3

Sebaran Karang dan Persentase Tutupan Karang Hidup di Perairan Kabupaten Pangkep

Perairan Pangkep bagian Selatan Perairan Pangkep bagian utara

Sumber : Hasil Penelitian Tim Ekologi CRITIC COREMAP, 2005

Seperti yang telah dikemukan sebelumnya, wilayah Kabupaten Pangkep memiliki luas perairannya mencapai 17.000 km2 dengan garis pantai 45 km. Perairan Kabupaten Pangkep memiliki potensi perikanan yang sangat besar, dengan 11.063 jiwa penduduknya bermatapencahari sebagai nelayan (DKP Kabupaten Pangkep, 2005). Kekayaan perairan ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama tidak hanya bagi penduduk Kabupaten Pangkep, namun juga sebagian penduduk Kota Makasar. Beberapa jenis ikan yang banyak ditangkap oleh penduduk untuk dikonsumsi dan dijual adalah ikan tenggiri, layang, tembang, tuna, kembung, cumi-cumi dan kepiting. Ikan Kerapu pada umumnya ditangkap untuk dijual dalam kondisi hidup melalui penampung yang terdapat di Kota Makasar untuk kemudian diekspor ke Hongkong atau Singapora. Menurut Sadovy dan Liu (2004),

(38)

limapuluh persen volume import ikan karang hidup atau mencapai 6.500 – 11.500 ton di Hongkong dari tahun 1997-2002 berasal dari perairan Indonesia. Setiap tahun diperkirakan ikan karang hidup yang masuk ke negara tersebut mencapai 15.000 ton dari Indonesia, belum termasuk data yang tidak tercatat.

Berdasarkan data potensi perikanan tangkap Kabupaten Pangkep, produksi penangkapan pada tahun 2005 mencapai 9.775,1 ton dengan nilai ekonomi mencapai Rp.7.387.650,-. Nilai tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan hasil kekayaan perairan yang sebenarnya ditangkap . Hal tersebut dikarenakan pada umumnya hasil tangkapan nelayan dari Kabupaten Pangkep dipasarkan langsung ke Kota Makasar tanpa melewati pasar di tingkat Kabupaten, sehingga tidak tersedia data statistiknya di tingkat kabupaten. Dilihat dari perkembangan produksi penangkapan, terjadi penurunan hasil yang signifikat dari tahun ke tahun dengan besar laju penurunan produksi dalam kurun waktu lima tahun (2000 – 2004) sebesar 3 persen per tahun. Penurunan produksi ini sejalan dengan penurunan kualitas terumbu karang di perairan Kabupaten Pangkep.

2.2.3 Potensi wisata alam/budaya

Kabupaten Pangkep juga memiliki kekayaan potensi wisata, baik yang telah dikelola maupun yang belum/akan dikelola. Secara umum, objek wisata di Kabupaten Pangkep terbagi menjadi 3 yaitu objek wisata bahari, objek wisata pegunungan, dan objek wisata budaya. Objek wisata pegunungan yang berupa perpaduan wisata budaya dan agro-wisata terdapat di Kecamatan Balloci dan Kecamatan Pangkajene dengan Taman rekreasi Mattapa dimana terdapat gua bersejarah dan museum karts. Museum ini memiliki koleksi buku karts yang bernilai sejarah sangat tinggi.

Objek wisata Bahari terdiri dari wisata taman laut Kapoposang dan Pulau Langkadea, Pulau Cengkeh, Pulau Pala serta beberapa pulau yang kosong. Objek wisata ini meyajikan keindahan pantai pasir yang putih, laut yang tenang dan keindahan berbagai macam terumbu karang serta ikan hias. Wisata bahari di Pulau Kapoposang kecamatan Liukang Tupabbiring telah dikelola oleh pihak swasta bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Pangkep.

Selain objek wisata yang telah dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Pangkep, Desa Mattiro Bombang, khususnya Pulau Salemo memiliki potensi wisata bahari yang sekaligus wisata budaya yang belum dikelola. Pulau Salemo memiliki nilai sejarah perkembangan masyarakat Bugis

(39)

sebagai tempat pertama penyiaran agama Islam di tanah Bugis. Selain itu, di sekitar perairan ini juga terdapat gugusan karang yang masih dalam keadaan cukup baik dan pemandangan pasir putih yang indah. Kedua hal tersebut dapat menjadi potensi wisata besar bila dikelola dengan baik. Di kawasan pesisir potensi objek wisatanya adalah pemancingan di tambak bandeng yang dilengkapi dengan kendaraan dokar menuju lokasi pemancingan serta penyajian makanan tradisional. Saat ini, wisata alam dan budaya di Kelurahan Pundata Baji telah dikelola secara sederhana oleh pemerintahan Kelurahan Pundata Baji (Kecamatan Labakkang) meskipun hanyan terbatas pada tamu tertentu berdasar pemesanan..

2.3. Sarana dan Prasarana Sosial Ekonomi

Sarana dan prasarana sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembangungan ekonomi suatu daerah. Pada sub bagian ini akan diuraikan mengenai sarana dan prasarana sosial ekonomi yang terdapat di Kabupaten Pangkep secara umum, dan Desa Mattiro Bombang (Kecamatan Liukang Tuppabiring) serta Kelurah Pundata Baji (Kecamatan Labakkang) sebagai wilayah studi. Adapun sarana dan prasarana tersebut meliputi sarana pendidikan, kesehatan, ekonomi, komunikasi dan lembaga sosial dan ekonomi setempat.

2.3.1. Sarana Pendidikan

Secara umum, Kabupaten Pangkep memiliki fasilitas pendidikan formal yang cukup lengkap, mulai dari tingkat dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. Pada umumnya, pusat fasilitas pendidikan terdapat di Kota Pangkajene, pusat pemerintahan dan perekonomian Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep tahun 2005, tercatat jumlah sekolah dasar adaalah 306 unit, SLTP berjumlah 34 unit dan SLTA berjumlah 19 unit, yang tersebar di seluruh kecamatan dalam kabupaten. (Pemda Kabupaten Pangkep dan BPS Kabupaten Pangkep, 2005). Sarana dan prasarana tingkat dasar (SD dan SMP) terdapat di semua kecamatan termasuk ketiga kecamatan kepulauan, sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi (SMA atau Perguruan Tinggi) umumnya hanya terdapat di pusat kecamatan daratan (Lihat Lampiran 1 s.d Lampiran 3).

Desa Mattiro Bombang memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang cukup memadai mulai dari tingkat SD sampai dengan SMP. Hampir di semua dusun terdapat SD, berjumlah satu atau dua sekolah, yang tersebar di

(40)

masing-masing pulau, sedangkan untuk pendidikan tingkat SMP hanya terdapat di Pulau Salemo sebagai pusat pemerintahan desa. Sebelum adanya SMP di Pulau Salemo, penduduk Desa Mattiro Bombang yang berkeinginan melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP ke atas harus menetap di Pangkejene atau Makasar. Dengan demikian, saat ini, bagi sebagian penduduk Desa Mattiro Bombang, khususnya penduduk Pulau Salemo, untuk melanjutkan pendidikan SMP tidak menjadi kendala karena kedekatan jarak serta biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah. Akan tetapi, kesempatan tersebut tidak dapat dinikmati penduduk di pulau lainnya (Pulau Sagara, Sabangko dan Sakuala), karena mereka tetap harus keluar pulau untuk meneruskan pendidikan ke jenjang SMP, sehingga peluang terjadinya putus sekolah masih cukup tinggi.

Berbeda kondisinya dengan Desa Mattiro Bombang, Kelurahan Pundata Baji memiliki fasilitas pendidikan yang jauh lebih lengkap. Di kelurahan ini sudah terdapat SMA yang berada tidak jauh dari pusat kecamatan Labakkang. Dilihat dari aksesibilitasnya, kawasan pesisir tentunya memiliki akses yang relatif lebih mudah dijangkau karena tersedianya transportasi dan jarak menuju pusat Kota Pangkajene yang lebih dekat dan cepat terjangkau sehingga tingkat pendidikan masyarakat pesisir pun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat kepulauan. Selain itu, kesadaran untuk mendapatkan hak pendidikan bagi penduduk usia sekolah cukup tinggi. Keadaan tersebut dapat tercermin dari tingkat putus sekolah yang relatif lebih rendah di kawasan pesisir.

Guru merupakan salah satu faktor pendukung keberlangsungan pendidikan. Saat ini jumlah guru di Kabupaten Pangkep untuk tingkat SD mencapai 2.101 orang dan tingkat SLTP berjumlah 603 orang dengan ratio guru per murid masing-masing adalah 19,4 dan 12,48 (BPS Kabupaten Pangkep, 2005). Ratio tersebut memperlihatkan kondisi yang cukup baik bagi proses pendidikan. Selain itu, adanya program kesejahteraan bagi guru dari pihak pemerintah daerah Kabupaten Pangkep merangsang guru untuk menjalankan perannya dengan baik. Program tersebut adalah pemberian tunjangan khusus bagi guru yang mengabdi di wilayah terpencil dan tunjangan Hari Raya setiap tahunnya. Program kesejahteraan ini telah berlangsung sejak tahun anggaran 2005. Dengan demikian, ketersediaan sarana pendidikan dan pedukungnya tidak menjadi penghambat kelangsungan pendidikan.

Biaya pendidikan bagi penduduk Kabupaten Pangkep juga sudah tidak menjadi kendala utama bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya karena pemerintah Kabupaten Pangkep memberikan biaya pendidikan gratis bagi masyarakat yang mau melanjutkan pendidikannya dari tingkat SD

(41)

sampai dengan SMA, dengan dana berasal dari APBN dan APBD Kabupaten Pangkep. Rendahnya tingkat partisipasi pendidikan pada jenjang SMP ke atas tercermin tidak hanya di kecamatan Liukang Tuppabiring yang terletak di daerah kepulauan namun juga tersebar di semua kecamatan, terkecuali Kecamatan Pangkejene (Lihat pada Lampiran 1, 2, dan 3). Untuk meningkatkan kualitas Sumber daya manusia Kabupaten Pangkep, tidak cukup hanya dengan melengkapi fasilitas pendidikan dan memberikan kemudahaan biaya pendidikan bagi masyarakat. Peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan yang lebih tinggi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang juga sangat perlu dilakukan.

Pendidikan non formal di Kabupaten Pangkep hampir dikatakan tidak ada. Pada umummya, pendidikan non formal berupa pelatihan ketrampilan, seperti tata boga dan montir mesin, terdapat di pusat pemerintahan atau diselenggarakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pangkep. Pemerintah daerah kecamatan Liukang Tuppabiring pernah melakukan pelatihan singkat montir mesin kapal yang diselenggarakan di Pangkejene. Kendala biaya operasional pelatihan menyebabkan peserta yang ikut terbatas, sehingga keahlian tersebut tidak dapat dikembangkan secara berkelanjutan di tempat tinggal peserta dan ditularkan kepada penduduk lainnya.. Pelatihan yang diselenggarakan di tingkat desa, khususnya Desa Mattiro Bombang dan Kelurahan Pundata Baji masih terbatas pada pelatihan bagi ibu-ibu untuk mengolah hasil laut seperti cara pengasinan ikan yang baik, budidaya rumput laut dan membuat kerupuk ikan, dapat sehingga memberikan penghasilan tambahan. Akan tetapi, pengetahuan tersebut tampaknya juga tidak terimplementasi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

2.3.2. Sarana Kesehatan

Sektor kesehatan menjadi perhatian utama pemerintah daerah Kabupaten Pangkep sejak tahun 2005. Kepedulian pemerintah tersebut diwujudkan dengan memberikan fasilitas pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh masyarakat yang memanfaatkan fasilitas kesehatan milik pemerintah. Puskesmas terdapat di semua kecamatan Kabupaten Pangkep yang seluruhnya berjumlah 18 buah. Selain puskesmas juga terdapat 2 buah Rumah Sakit di kabupaten ini. Jumlah tenaga medis yang tercatat bertugas di Kabupaten Pangkep pada tahun 2004 adalah 24 orang dokter umum, 4 orang dokter gigi, 91 orang bidan, 188 orang paramedis perawatan, 134 orang paramedis non perawatan dan 64 orang tenaga non medis, (BPS Kabupaten Pangkep, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya indikator keberhasilan COREMAP dari aspek sosial-ekonomi adalah : (1) adanya pendapatan penduduk dan jumlah penduduk yang menerima pendapatan dari kegiatan ekonomi

Beralihnya para nelayan dari nelayan tangkap ke nelayan budi daya rumput laut di kawasan pulau-pulau kecil kecuali makin menurunnya hasil tangkapan ikan adalah secara

Selain itu, pendapatan nelayan juga berkaitan dengan kondisi sumber daya laut di Kawasan Bunguran Timur, khususnya Desa Sepempang dan Tanjung.. Kerusakan sumber daya laut

Rendahnya persentase jawaban responden yang mengatakan terumbu karang bukan sebagai makhluk hidup dan bahkan ada responden yang tidak paham apakah terumbu karang itu merupakan

Indikator untuk keberhasilan COREMAP dari aspek sosial-ekonomi adalah: (1) pendapatan yang diterima dari, dan jumlah penduduk yang menerima pendapatan dari kegiatan ekonomi

Studi yang dilakukan di dua distrik lokasi Coremap II: Distrik Waigeo Selatan dan Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat ini, bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisa data

Mengingat mayoritas penduduk Kelurahan Karas mempunyai kegiatan ekonomi yang sangat bergantung pada sumberdaya laut, maka ada kemungkinan di kemudian hari kegiatan tersebut

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II 148.. Anak-anak mudanya lebih suka merantau ke daerah lain untuk memperoleh penghasilan yang lebih menjanjikan. Nampaknya