• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II. Kelurahan Karas, Kota Batam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II. Kelurahan Karas, Kota Batam"

Copied!
190
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

DI LOKASI COREMAP II

Kelurahan Karas, Kota Batam

MITA NOVERIA

ASWATINI

LIPI

CRITC – LIPI

2007

(3)

KATA PENGANTAR

COREMAP fase II yang telah dimulai sejak tahun 2004 dan direncanakan akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2009 bertujuan menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang agar sumber daya laut ini dapat direhabilitasi, diproteksi dan dikelola secara berkesinambungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Keberhasilan COREMAP dapat dikaji dari berbagai aspek, di antaranya dari aspek biofisik dan sosial-ekonomi. Dari aspek biofisik diharapkan akan tercapai peningkatan tutupan karang sebesar 2 persen per tahun, sedangkan dari aspek sosial ekonomi diharapkan terjadi peningkatan pendapatan per-kapita penduduk sebesar 2 persen per tahun. Selain peningkatan pendapatan per-kapita, juga diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan sekitar 10.000 penduduk di lokasi program.

Keberhasilan Coremap salah satunya dipengaruhi oleh kesesuaian desain program dengan permasalahan yang ada. Oleh karena itu sangat penting pada masa persiapan dilakukan perencanaan program yang didukung oleh data dasar aspek sosial-ekonomi berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya terumbu karang. Selain dipergunakan sebagai masukan dalam merancang program, data dasar aspek sosial-ekonomi terumbu karang ini juga penting untuk melakukan evaluasi keberhasilan program. Untuk mendapatkan data dasar tersebut perlu dilakukan baseline studi sosial ekonomi yang bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kondisi sosial-ekonomi, budaya masyarakat di lokasi COREMAP sebelum program berjalan. Hasil baseline studi sosial-ekonomi ini merupakan titik awal (T0)

(4)

yang menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum program/intervensi COREMAP dilakukan.

Buku laporan ini merupakan hasil dari baseline studi sosial-ekonomi yang dilaksanakan di lokasi-lokasi Coremap di Indonesia Bagian Barat (lokasi Asian Development Bank/ADB). Baseline studi sosial-ekonomi dilakukan oleh CRITC - COREMAP bekerjasama dengan tim peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan - LIPI (PPK-LIPI) dan beberapa peneliti sosial dari kedeputian IPSK - LIPI.

Terlaksananya kegiatan penelitian dan penulisan buku laporan melibatkan berbagai pihak. Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Kependudukan – LIPI yang telah memberikan dukungan kepada tim peneliti melakukan studi ini. Kepada para informan: masyarakat nelayan, ketua dan pengurus LPSTK dan Pokmas, pemimpin formal dan informal, tokoh masyarakat di lokasi Kelurahan Karas, Kota Batam, kami ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para pewawancara yang telah membantu pelaksanaan survai. Kami juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua narasumber dari berbagai unsur pengelola COREMAP di tingkat kabupaten: Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Unit pelaksana COREMAP di Kota Batam, CRITC di Kota Batam dan berbagai pihak yang ada di daerah yang telah membantu memberikan data dan informasi.

Pada akhirnya, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna meskipun tim peneliti telah berusaha sebaik mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini.

Jakarta, Desember 2007

Direktur NPIU CRITC COREMAP II-LIPI

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR PETA ... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Pendahuluan ... 1 1.2. Tujuan Penelitian... 7 1.3. Metodologi ... 8 1.3.1. Lokasi Penelitian ... 8 1.3.2. Pengumpulan Data... 8 1.3.3. Analisa Data ... 12 1.4. Organisasi Penulisan ... 12

BAB II PROFIL KELURAHAN KARAS... 15

2.1. Kondisi Geografis... 16

(6)

2.3. Sarana dan Prasarana ... 22

2.3.1. Sarana Pendidikan ... 23

2.3.2. Sarana Kesehatan... 26

2.3.3. Sarana Ekonomi... 27

2.3.4. Sarana Transportasi dan Komunikasi .. 30

2.3.5. Kelembagaan Sosial Ekonomi... 31

BAB III PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT ... 35

3.1. Pengetahuan, Sikap, dan Kesadaran Terhadap Pengelolaan Terumbu Karang ... 38

3.1.1. Pengetahuan dan Sikap Terhadap Terumbu Karang... 39

3.1.2. Pengetahuan dan Sikap Terhadap Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang ... 46

3.1.3. Pengetahuan dan Sikap Terhadap Peraturan dan Larangan yang Terkait Dengan Pemanfaatan Sumberdaya Laut... 49

3.2. Pengelolaan Produksi: Pemanfaatan, Pemasaran, dan Pengolahan Pasca Panen ... 52

3.3. Wilayah Pengelolaan ... 56

3.4. Tenologi Penangkapan ... 61

3.5. Permasalahan dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut... 66

3.6. Coremap di Kelurahan Karas ... 69

BAB IV POTRET PENDUDUK KELURAHAN KARAS... 75

4.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk... 76

4.2. Pendidikan dan Keterampilan... 92

4.3. Pekerjaan ... 98

4.4. Kesejahteraan Penduduk... 106

BAB V PENDAPATAN ... 115

5.1. Kondisi Ekonomi dan Pendapatan Regional Kota Batam ... 116

(7)

5.2. Pendapatan Rumah Tangga dan Pendapatan

per Kapita ... 118

5.3. Pendapatan Rumah Tangga Menurut Lapangan Pekerjaan Kepala Rumah Tangga (KRT)... 122

5.4. Pendapatan Menurut Kegiatan Kenelayanan.... 123

5.5. Sintesa Pendapatan (Faktor-faktor Internal, Eksternal dan Struktural yang Mempengaruhi Pendapatan)... 130

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 139

DAFTAR PUSTAKA... 149

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Tutupan Karang Hidup di Perairan Kelurahan

Karas, Kota Batam, 2007 (%) ... 4 Tabel 3.1. Pengetahuan Responden Tentang Kegunaan

Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) (N=100)... 43 Tabel 3.2. Pengetahuan Responden Tentang Alat Tangkap

yang Merusak Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) (N=100)... 47 Tabel 3.3. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan dan

Sikap Terhadap Larangan Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) ... 51 Tabel 3.4. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan

Tentang Sanksi Terhadap Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) ... 52 Tabel 3.5. Harga Beberapa Jenis Ikan di Batam dan Tanjung

Pinang ... 56 Tabel 4.1. Penduduk Kota Batam Menurut Jenis Kelamin,

(10)

Tabel 4.2. Penduduk Kota Batam Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 1990, 2000 dan 2005

(persen) ... 80 Tabel 4.3. Penduduk Kota Batam menurut Kecamatan dan

Jenis Kelamin, 2006 ... 83 Tabel 4.4. Penduduk Kecamatan Galang menurut Kelurahan,

Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk, 2006 ... 84 Tabel 4.5. Persentase Penduduk Kecamatan Galang Tahun

2000 dan Kelurahan Karas Tahun 2000, 2006 dan 2007 Menurut Kelompok Umur... 87 Tabel 4.6. Persentase Rumah Tangga Sampel di Kelurahan

Karas Berdasarkan Jumlah Anggota Rumah Tangga... 90 Tabel 4.7. Penduduk Kota Batam Berumur 10 Tahun Keatas

Menurut Kemampuan Membaca dan Menulis Serta Jenis Kelamin, 2005 (persen)... 92 Table 4.8. Penduduk Kota Batam berumur 5 tahun keatas

menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin, 2005 (persen)... 93 Tabel 4.9. Penduduk Kecamatan Galang menurut Kelurahan

dan Pendidikan yang Ditamatkan, 2005 (persen).... 94 Tabel 4.10. Distribusi Penduduk Berumur Tujuh Tahun Keatas

Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) ... 96 Tabel 4.11. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas di

Kecamatan Galang yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan, 2005 ... 99 Tabel 4.12. Penduduk Berumur 15 tahun Keatas di Kecamatan

Galang yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan,

(11)

Tabel 4.13. Penduduk Menurut Kelurahan dan Jenis Pekerjaan, Kecamatan Galang, 2005 (persen) ... 100 Tabel 4.14. Distribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas

Menurut Kegiatan Utama yang Dilakukan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen)... 102 Tabel 4.15. Distribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas

yang Bekerja, Menurut Lapangan Pekerjaan Utama yang Dilakukan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) ... 102 Tabel 4.16. Distribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas

yang Bekerja, Menurut Jenis Pekerjaan Utama yang Dilakukan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) ... 104 Tabel 4.17. Distribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas

yang Bekerja, Menurut Status Pekerjaan Utama yang Dilakukan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) ... 104 Tabel 4.18. Distribusi penduduk berumur 10 tahun keatas yang

bekerja, dan mempunyai pekerjaan tambahan, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) ... 106 Tabel 4.19. Jumlah pemilikan alat-alat tangkap dan sumber

produksi perikanan di Kecamatan Galang menurut Kelurahan, 2005 (Persen)... 108 Tabel 4.20. Persentase rumah tangga yang memiliki

alat/sarana produksi, jumlah pemilikan dan ukuran, Kelurahan Karas, 2007... 111 Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota batam Tahun

2000-2005, Berdasar Tahun Dasar Tahun 2000... 116 Tabel 5.2. Distribusi PDRB Kota Batam Tahun 2003-2005

Menurut Sektor Ekonomi, Atas Harga Konstan Tahun 2000 (persen) ... 117

(12)

Tabel 5.3. Statistik Pendapatan Rumah Tangga per Bulan di Kelurahan Karas, Tahun 2007 ... 119 Tabel 5.4. Distribusi Pendapatan Rata-rata Rumah Tangga

per bulan Menurut Kelompok Pendapatan, Kelurahan Karas, Tahun 2007 (persen) ... 121 Tabel 5.5. Pendapatan Rata-rata Rumah Tangga per bulan

Menurut Lapangan Pekerjaan KRT, Kelurahan Karas, Tahun 2007 ... 123 Tabel 5.6. Banyaknya Hasil Tangkapan Ikan Laut menurut

Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2005... 124 Tabel 5.7. Statistik Pendapatan Rumah Tangga per bulan

dari Kegiatan Kenelayanan, Kelurahan Karas, Tahun 2007 ... 125 Tabel 5.8. Statistik Pendapatan Rumah Tangga dari Kegiatan

Kenelayanan Menurut Musim, Kelurahan Karas, Tahun 2007 (Rp.) ... 126 Tabel 5.9. Frekuensi Anggota Rumah Tangga Pergi Melaut

dan Mendapatkan Hasil Dalam Satu Bulan Menurut Musim, Kelurahan karas, 2007... 127 Tabel 5.10. Distribusi Pendapatan Rata-rata Rumah Tangga

Nelayan Menurut Musim, kelurahan Karas, Tahun 2007 (persen)... 130

(13)
(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan

Tentang Jenis Makhluk Hidup Terumbu

Karang, Kelurahan Karas (%) ... 40 Gambar 3.2. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan

Tentang Kondisi Terumbu Karang di

Perairan Sekitar Kelurahan Karas (%) ... 44 Gambar 3.3. Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan Nelayan

Kelurahan Karas ... 53 Gambar 3.4. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan

Tentang Tujuan Coremap, Kelurahan Karas . 72 Gambar 4.1. Penduduk Kota Batam Menurut Jenis

Kelamin, Tahun 1996-2006 ... 78 Gambar 4.2. Piramida Penduduk Kota batam tahun 1990

dan 2000 ... 81 Gambar 4.3. Piramida Penduduk Kota batam tahun 1990

(15)
(16)

DAFTAR PETA

Halaman Peta 2.1. Peta Kelurahan Karas... 18 Peta 3.1. Peta Partisipatif Wilayah Tangkap Nelayan

Kelurahan Karas... 41 Peta 4.1. Wilayah Kota Batam ... 82

(17)

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

erumbu karang merupakan salah satu sumberdaya alam yang terkandung di wilayah perairan yang mengelilingi pulau-pulau di Indonesia. Ekosistem terumbu karang menyebar di hampir dua per tiga garis pantai Indonesia dengan panjang mencapai 80.000 kilometer (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2006). Secara keseluruhan, luas terumbu karang yang terdapat di wilayah laut Indonesia mencapai 42.000 km2 (17 persen dari luas terumbu karang di dunia). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kawasan terumbu karang terluas kedua di dunia setelah Australia.

Terumbu karang yang tersebar di 371 lokasi tersebut mempunyai peran yang penting bagi ekosistem laut karena merupakan tempat hidup beraneka biota laut yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan karang, udang barong, kima, teripang dan rumput laut (Soekarno, 2001). Sekitar 32 jenis dari 132 jenis ikan yang bernilai jual tinggi hidup di terumbu karang (Departemen Kelautan dan Perikanan RI,

T

(18)

2006). Selain berfungsi untuk tempat hidup ikan dan menjaga ekosistem laut, terumbu karang juga mempunyai peran penting bagi manusia, antara lain sebagai sumber makanan, obat-obatan, dan juga sebagai obyek wisata bahari. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa terumbu karang memegang peran yang sangat penting bagi kelangsungan ekosistem laut dan kehidupan manusia, baik yang tinggal di sekitar pantai maupun manusia pada umumnya. Saat ini sekitar 61 persen dari terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi rusak. Kondisi yang sangat kritis bahkan ditemukan pada sekitar 15 persen di antara areal terumbu karang tersebut (Bisnis Indonesia, 19 Juli 2005, dikutip dalam http://www.bppt.go.id/index.php?option=com_content&task=view&i

d=1615%Itemid=30). Hanya sebanyak 7 persen terumbu karang Indonesia yang berada dalam kondisi sangat baik, sedangkan 33 persen lainnya termasuk kategori baik (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2006). Kerusakan terumbu karang terbesar terjadi di wilayah Sumatra Utara, Selat Sulawesi, terutama di sekitar perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) dan perairan sekitar Selayar (Sulawesi Selatan), di pantai utara Jawa, Maluku, serta di perairan Kepulauan Seribu (http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0603/16/daerah/2515224.htm, seperti dikutip dalam http://www.sulawesigis.org/english/index.php?option=com_content& task=view&id). Sejalan dengan perannya, kerusakan terumbu karang juga berimplikasi terhadap hilangnya daerah pesisir serta kerugian ekonomi yang diderita oleh masyarakat serta negara pada umumnya, antara lain karena hilangnya pendapatan dari sektor pariwisata (http://cdc.eng.ui.ac.id/article/articleview/2786/1/25/).

Kerusakan terumbu karang terjadi karena berbagai faktor, baik yang berasal dari alam maupun akibat ulah manusia. Bencana alam seperti gempa bumi yang berpusat di dasar laut, keberadaan organisme yang bersifat predator seperti bintang laut merupakan faktor alam yang menyebabkan kerusakan terumbu karang. Selain itu, kenaikan suhu air laut yang antara lain terjadi akibat fenomena El Nino serta akibat pemanasan global juga memberi sumbangan terhadap kerusakan kondisi terumbu karang. Sebagai contoh, sekitar 16 persen terumbu

(19)

karang dunia mengalami “kematian” akibat kenaikan temperatur air laut akibat El Nino yang melanda berbagai belahan dunia pada tahun 1998 (http://cdc.eng.ui.ac.id/article/articleview/2786/1/25/). Selain fenomena alam, manusia juga memberikan sumbangan yang berarti terhadap kerusakan terumbu karang. Di beberapa wilayah di Indonesia, prilaku manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya laut bahkan menjadi penyebab utama kerusakan sumberdaya tersebut (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0110/iptek/keru10.htm; Coremap, 1998). Praktik penangkapan ikan menggunakan alat-alat dan bahan-bahan yang merusak terumbu karang banyak dilakukan oleh nelayan di berbagai daerah. Untuk memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah besar, sebagian nelayan menggunakan bahan peledak, bius dan racun yang membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang. Di samping itu, penggunaan armada tangkap seperti kapal

trawl dan alat-alat tangkap seperti jenis bubu tertentu dapat

menghancurkan sumberdaya laut tersebut.

Sebagai wilayah perairan dan kepulauan, Kota Batam juga mempunyai kekayaan sumberdaya laut yang terdiri dari beragam biota laut dan juga terumbu karang. Ekosistem terumbu karang menyebar di semua wilayah kelurahan di kota ini, termasuk di wilayah Kelurahan Karas. Berdasarkan hasil survei Tim Ekologi Coremap Pusat, secara keseluruhan tutupan terumbu karang di perairan Kelurahan Karas tergolong baik, yaitu 55.64 persen1. Kondisi ini berbeda dengan terumbu karang di perairan beberapa daerah di Indonesia, antara lain di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan yang sebagian besar telah

1 Berdasarkan luas tutupannya, kondisi terumbu karang dikategorikan sebagai

berikut:

- Sangat baik : 75-100 persen - Baik : 50-74,9 persen - Cukup : 25-49,9 persen - Kurang : 0-24,9 persen

(20)

mengalami kerusakan2. Secara rinci, tutupan karang di masing-masing stasiun survei terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Tutupan Karang Hidup di Perairan Kelurahan Karas, Kota Batam, 2007 (%) BTML 43 BTML 45 BTML 47 BTML 58 BTML 63 BTML 67 BTML 68 BTML 69 Rata-rata 51,87 24,20 55,97 63,60 61,70 62,23 58,13 67,43 55,64 Sumber: Survei Ekologi Terumbu Karang, P2O-LIPI, 2007

Menghadapi kenyataan rusaknya ekosistem terumbu karang di berbagai wilayah di Indonesia, pemerintah Indonesia, meluncurkan suatu program yang bertujuan untuk menyelamatkan sumberdaya laut tersebut. Program yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) dan World Bank (WB) tersebut bernama Coremap (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) yang secara spesifik bertujuan untuk mengelola pemanfaatan terumbu karang yang berkelanjutan (Coremap, 1998). Selain untuk menjaga kelestarian terumbu karang, program tersebut juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah pesisir dan kepulauan.

Coremap dilaksanakan secara bertahap dalam tiga fase. Fase pertama, yaitu tahap inisiasi dilaksanakan pada tahun 1998-2002. Selanjutnya, fase kedua yang disebut sebagai fase akselerasi diselenggarakan selama tahun 2002-2009. Tahap akhir, yaitu fase ketiga atau dikenal sebagai fase institusionalisasi direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2010-2015 (DKP, 2004).

Fase pertama program ini mencakup sepuluh wilayah provinsi, yaitu Irian Jaya, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera

2 Dari 18 lokasi stasiun survei, kondisi terumbu karang dengan kategori kurang

ditemukan di 11 lokasi, sementara sisanya tergolong cukup (lihat Noveria, dkk., 2007)

(21)

Utara, Riau dan Sumatera Barat. Dalam pelaksanaan Coremap fase pertama ini, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang merupakan salah satu penekanan. Hal ini karena keterlibatan masyarakat sangat menentukan dalam keberhasilan program pengelolaan terumbu karang. Bertolak dari asumsi ini, maka salah satu komponen penting dalam Coremap adalah pelaksanaan berbasis masyarakat (PBM).

Setelah fase pertama selesai, Coremap dilanjutkan dengan kegiatan fase kedua. Pada fase kedua ini Coremap dilaksanakan di lokasi-lokasi program pada tahap pertama, di samping juga di beberapa lokasi tambahan. Oleh karena itu, cakupan wilayah program pada fase kedua lebih luas dibanding fase pertama. Kota Batam merupakan lokasi tambahan untuk pelaksanaan Coremap fase kedua. Pelaksanaan Coremap di kota ini mencakup wilayah Kelurahan Pulau Abang, Kelurahan Karas dan Kelurahan Galang Baru3. Meskipun ekosistem terumbu karang di perairan Kelurahan Karas tergolong baik, program pengelolaan sumberdaya laut ini perlu dilaksanakan agar kondisi tersebut dapat dipertahankan serta untuk mengantisipasi kerusakan yang mungkin akan terjadi. Tujuan Coremap fase kedua diperluas dari tahap sebelumnya dengan penekanan pada terciptanya pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan agar sumberdaya laut ini dapat direhabilitasi, dilindungi dan dikelola. Sejalan dengan tujuan Coremap secara umum, pada fase kedua tujuan yang hendak dicapai adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mengurangi kemiskinan.

Jika pada fase pertama pelaksanaan kegiatan Coremap merupakan tanggungjawab pemerintah pusat, pada fase kedua sebagian tanggungjawab didesentralisasikan kepada pemerintah daerah (kabupaten). Hal ini sejalan dengan semangat otonomi daerah, sehingga daerah juga mempunyai kewenangan dalam mengelola

3 Lokasi Coremap di Kelurahan Galang Baru adalah Pulau Nguan dan Pulau Sembur.

Sebelum bulan Juni 2006 kedua pulau ini bukan merupakan wilayah administrasi kelurahan ini. Pulau Nguan sebelumnya termasuk dalam wilayah Kelurahan Pulau Abang, sedangkan Pulau Sembur merupakan wilayah Kelurahan Karas.

(22)

program tersebut. Desentralisasi kegiatan Coremap dilakukan untuk mendukung dan memberdayakan masyarakat pantai dalam co-menejemen sumberdaya terumbu karang secara berkelanjutan. Namun, pengelolaan yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah dikoordinir secara nasional. Artinya, program-program yang diselenggarakan di daerah sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan di tingkat nasional.

Seperti berbagai program (pembangunan) lainnya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, keberhasilan Coremap juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut yaitu kesesuaian antara rancangan program dengan permasalahan, potensi dan aspirasi masyarakat. Agar program dapat dirancang sesuai dengan permasalahan, potensi, dan aspirasi masyarakat, diperlukan informasi mengenai kondisi sosial dan ekonomi mereka. Mengingat Coremap lebih ditekankan pada pengelolaan terumbu karang, maka informasi yang diperlukan juga lebih ditekankan pada isu-isu sosial ekonomi masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan terumbu karang.

Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai kondisi sosial ekonomi yang berkaitan dengan pemanfaatan terumbu karang. Semua informasi yang dikumpulkan, mulai dari tingkat yang paling rendah, yaitu kelurahan, sampai ke tingkat kota, digunakan sebagai data dasar untuk bahan masukan dan pertimbangan dalam merancang kegiatan Coremap. Selain itu, data dasar juga diperlukan untuk mengevaluasi keberhasilan Coremap. Dalam konteks penelitian ini, data dasar yang diperoleh digunakan sebagai titik awal (T0) yang berisi gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Karas sebelum program/intervensi Coremap dilaksanakan di daerah tersebut.

(23)

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman mengenai kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang.

Tujuan Khusus

Agar tujuan umum di atas dapat dicapai, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan khusus, yaitu:

1. Menyajikan gambaran umum mengenai lokasi Coremap yang meliputi kondisi geografi, sarana dan prasarana sosial ekonomi, potensi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya laut, serta pola pemanfaatannya.

2. Menggambarkan kondisi sumberdaya manusia dengan penekanan pada aspek pendidikan dan keterampilan, serta kegiatan ekonomi, khususnya yang berbasis terumbu karang.

3. Memberikan gambaran mengenai pengelolaan sumberdaya laut dan berbagai potensi yang dapat menimbulkan kerusakannya. 4. Memotret tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan

antara lain dari kepemilikan aset rumah tangga, baik aset produksi maupun non produksi, kondisi perumahan, dan sanitasi lingkungan.

5. Mendiskripsikan tingkat pendapatan masyarakat, khususnya pendapatan dari kegiatan ekonomi yang berbasis terumbu karang. 6. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pendapatan masyarakat.

Sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah tersedianya data dasar mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan terumbu karang. Data dasar tersebut

(24)

dapat dipakai oleh perencana, pengelola, dan pelaksana Coremap untuk merancang, melaksanakan, dan memantau pelaksanaan program ini, Selain itu, data dasar juga digunakan sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan Coremap.

1.3. Metodologi

1.3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Karas yang merupakan salah satu dari tiga kelurahan lokasi pelaksanaan Coremap di Kota Batam. Mengingat pengumpulan data dasar untuk Kelurahan Pulau Abang (termasuk juga untuk Pulau Nguan) telah dilaksanakan dalam penelitian pada tahun 2005, maka tahun ini kegiatan pengumpulan data dasar dilakukan di Kelurahan Karas.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kondisi terumbu karang di wilayah perairan Kelurahan Karas tergolong baik. Namun, hal itu bukan berarti bahwa program pengelolaan terumbu karang tidak perlu dilaksanakan di wilayah tersebut. Mengingat mayoritas penduduk Kelurahan Karas mempunyai kegiatan ekonomi yang sangat bergantung pada sumberdaya laut, maka ada kemungkinan di kemudian hari kegiatan tersebut dapat menimbulkan kerusakan terumbu karang. Untuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang akan terjadi, pemerintah menetapkan wilayah Kelurahan Karas sebagai lokasi pelaksanaan Coremap. Dengan demikian, pelaksanaan program Coremap di daerah ini lebih ditujukan untuk mempertahankan kondisi yang ada agar tidak menjadi lebih buruk di kemudian hari.

1.3.2. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah data kuantitatif serta data kualitatif. Data primer dikumpulkan dari berbagai sumber, yaitu anggota rumah tangga yang terpilih menjadi

(25)

responden penelitian dan tokoh serta pemimpin (formal dan informal) di lokasi penelitian. Selain dari responden dan narasumber di lokasi penelitian, data primer juga dikumpulkan dari narasumber di tingkat yang lebih tinggi, khususnya pengambil kebijakan dan para pelaksana Coremap di Kota Batam. Hal ini dilakukan agar dapat mengumpulkan data yang menyeluruh, mulai dari tingkat yang paling rendah sampai ke tingkat yang lebih tinggi.

Untuk mengumpulkan data primer digunakan teknik-teknik yang sesuai dengan sifat datanya. Data kuantitatif dikumpulkan melalui survei dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang ditanyakan kepada responden-responden terpilih. Selanjutnya, pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa tenik, yaitu wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), participatory rapid appraisal (PRA), dan observasi.

Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai berbagai aspek. Pertanyaan- pertanyaan yang ada dalam kuesioner dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi rumah tangga responden dan pertanyaan yang terkait dengan kondisi individu yang menjadi responden. Pertanyaan mengenai rumah tangga responden mencakup identifikasi semua anggota rumah tangga beserta karakteristik sosial, demografi, dan ekonominya, serta pendapatan rumah tangga dari seluruh anggotanya, baik yang bersumber dari kegiatan kenelayanan maupun dari berbagai kegiatan ekonomi lainnya. Selain itu, pertanyaan mengenai kondisi rumah tangga adalah kepemilikan aset rumah tangga (aset produktif dan non produktif). Pertanyaan individu juga mencakup berbagai hal, antara lain pengetahuan mengenai terumbu karang, pengetahuan dan sikap mengenai pengelolaan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang, pengetahuan dan sikap terhadap kegiatan-kegiatan yang merusak terumbu karang, termasuk pemakaian armada dan alat tangkap. Di samping itu, juga ada beberapa pertanyaan mengenai Coremap, misalnya tujuan Coremap dan keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan program tersebut.

(26)

Pengumpulan data kuantitif dilakukan terhadap 100 rumah tangga di lokasi penelitian yang dipilih secara random. Rumah tangga-rumah tangga terpilih menyebar di seluruh wilayah Kelurahan Karas, yaitu di Pulau Karas (RW 1, 2, 3, dan RW 4) dan di Pulau Mubut (RW 5). Pemilihan rumah tangga di masing-masing RW dilakukan secara proporsional. Artinya, di RW yang mempunyai rumah tangga lebih banyak, rumah tangga yang terpilih menjadi responden juga lebih banyak dibandingkan dengan di RW yang mempunyai jumlah rumah tangga lebih sedikit. Secara rinci, jumlah rumah tangga terpilih di masing-masing RW adalah:

- RW I : 17 rumah tangga - RW II : 13 rumah tangga - RW III : 32 rumah tangga - RW IV : 26 rumah tangga - RW V : 12 rumah tangga.

Responden yang menjawab kuesioner adalah kepala rumah tangga atau anggota rumah tangga yang menguasai informasi mengenai kondisi rumah tangganya. Responden tersebut menjawab sekaligus pertanyaan untuk rumah tangga dan pertanyaan-pertanyaan untuk individu.

Pengisian kuesioner dilakukan dengan bantuan dari penduduk setempat (pewawancara). Beberapa persyaratan digunakan untuk memilih pewawancara, antara lain pernah ikut dalam kegiatan pengumpulan data seperti yang dilakukan oleh BPS atau BKKBN dan berpendidikan minimal tamat SMA/sederajat. Sebelum melakukan tugasnya, pewawancara memperoleh pelatihan untuk mengisi kuesioner serta mendapatkan pemahaman mengenai konsep dan definisi dari pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner. Hal ini dilakukan agar pewawancara memahami isi pertanyaan dan juga mempunyai pemahaman yang sama mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut serta dapat menanyakannya kepada responden sesuai dengan konsep yang digunakan peneliti. Setelah pelatihan, pewawancara melakukan uji coba pengumpulan data untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap kuesioner. Selesai uji coba,

(27)

baru dilakukan wawancara pengumpulan data kepada 100 rumah tangga yang pemilihannya dilakukan oleh peneliti sesuai dengan metode pemilihan sampel yang digunakan.

Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini tidak hanya mencakup data kuantitatif, akan tetapi juga data kualitatif. Data kualitatif dikumpulkan menggunakan berbagai teknik kualitatif, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang tidak bisa diperoleh melalui kuesioner. Sebagai contoh, wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi lebih detil berkaitan dengan jawaban resonden terhadap beberapa pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Untuk itu, narasumber yang diwawancarai adalah responden-responden yang mengisi kuesioner. Informan kunci seperti tokoh dan pemimpin masyarakat diwawancari untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Karas. Pemilihan narasumber dalam kelompok ini dilakukan dengan teknik snowballing, dengan mempertimbangkan penguasaan informasi dan pemahaman mengenai isu-isu yang digali. Selanjutnya, FGD dan PRA dilakukan terhadap kelompok nelayan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai wilayah tangkap dan pengelolaan sumberdaya laut serta beberapa informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan kenelayanan.

Di tingkat yang lebih tinggi, yaitu di Kota Batam, wawancara mendalam dilakukan terhadap beberapa pejabat dari instansi-instansi yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut. Informasi yang digali dari kelompok narasumber tersebut terutama yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program-program pengelolaan sumberdaya laut. Selain itu, para pengelola Coremap juga diwawancarai untuk memperoleh informasi yang komprehensif mengenai implementasi program ini.

Selain beberapa teknik pengumpulan data kualitatif di atas, juga digunakan teknik observasi untuk mengumpulkan data primer kualitatif. Observasi dilakukan untuk menambah pemahaman

(28)

mengenai kondisi masyarakat di lokasi penelitian. Kondisi lingkungan dan pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan serta pengelolaan terumbu karang dan sumberdaya laut pada umumnya merupakan beberapa informasi yang diperoleh melalui teknik observasi.

Data sekunder dikumpulkan melalui kegiatan desk review mengenai berbagai publikasi yang relevan dengan pengelolaan sumberdaya laut. Publikasi yang dikumpulkan meliputi berbagai bentuk, mulai dari data statistik, kebijakan, perundang-undangan sampai dengan hasil-hasil penelitian mengenai pengelolaan sumberdaya laut dan yang terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penggunaan data yang bervariasi ini diharapkan dapat memperkaya dan mempertajam analisa mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengelolaan sumberdaya laut pada umumnya.

1.3.3. Analisa Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisa secara deskriptif analitis. Data kuantitatif dianalisa menggunakan analisa statistik sederhana, yaitu tabulasi silang untuk mengetahui keterkaitan antarvariabel yang diteliti. Sementara itu, data kualitatif dianalisa menggunakan analisa isi (content analysis) untuk mengkaji keterkaitan antarfenomena yang menyangkut isu yang diteliti. Melalui analisa kuantitatif dan kualitatif ini diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang dalam dan menyeluruh mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan serta pengelolaan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang.

1.4. Organisasi Penulisan

Buku ini terdiri dari enam bagian/bab yang membahas isu/topik yang berbeda-beda. Bab satu adalah ”Pendahuluan”, berisi pembahasan mengenai latar belakang dan alasan dilakukannya penelitian ini serta tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Pada bab ini juga dijelaskan metodologi penelitian, mencakup metode dan

(29)

teknik pengumpulan data, responden dan narasumber yang menjadi sumber informasi, serta metode analisa data. Bab dua, ”Profil Kelurahan Karas” menggambarkan kondisi kelurahan lokasi penelitian dari berbagai aspek. Gambaran tersebut mencakup kondisi geografis serta kekayaan dan potensi sumberdaya alam Kelurahan Karas. Keberadaan sarana dan prasarana sosial ekonomi, meliputi sekolah, tempat pelayanan kesehatan, pasar dan lembaga keuangan lainnya menjadi fokus pada bagian ini. Selanjutnya, bab tiga yaitu ”Pengelolaan Sumberdaya Laut” berisi penjelasan mengenai isu-isu yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Termasuk dalam pembahasan bab ini adalah pengetahuan dan sikap masyarakat, khususnya responden penelitian terhadap terumbu karang dan pemanfaatan sumberdaya laut pada umumnya. Penjelasan tentang wilayah tangkap, armada dan alat tangkap, produksi sumberdaya laut dan pemasarannya, serta permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya laut disajikan dalam bab tiga ini. Bab empat buku ini, yaitu ”Potret Penduduk Kelurahan Karas” menyajikan kondisi penduduk Kelurahan Karas, meliputi komposisi penduduk, kualitas penduduk, yang dilihat dari pendidikan dan keterampilan, serta pekerjaan mereka. Selain itu, bab ini juga memberikan gambaran mengenai kesejahteraan penduduk, yang diukur menggunakan indikator kepemilikan aset rumah tangga (produksi dan non produksi) dan kondisi sanitasi lingkungan. ”Pendapatan” penduduk dibahas pada bab lima. Pembahasan mencakup pendapatan rumah tangga per kapita dan juga pendapatan dari kegiatan kenelayanan serta kegiatan-kegiatan non kenelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan penduduk dan nelayan pada khususnya juga dikaji dalam bab ini. Buku ini ditutup dengan bab lima, yaitu ”Kesimpulan dan Rekomendasi”. Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian dan juga mengemukakan beberapa masukan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan, termasuk implementasi program.

(30)
(31)

PROFIL KELURAHAN KARAS

ebelum suatu program (pembangunan) diselenggarakan, sangat diperlukan informasi lengkap mengenai lokasi yang menjadi target pelaksanaan kegiatannya. Informasi yang diperlukan mencakup berbagai aspek, mulai dari kondisi sumberdaya alam, sumberdaya manusia (kuantitas dan kualitas) sampai dengan kelembagaan (sosial ekonomi) yang potensial untuk mendukung kelancaran kegiatan program. Semua informasi tersebut berguna bagi para perencana dan pelaksana agar program/kegiatan yang akan dilaksanakan dapat disesuaikan dengan kondisi lokasi kegiatannya. Hal yang sama juga berlaku untuk Coremap, yang keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi sumberdaya alam dan manusia di lokasi kegiatan. Mengingat program ini antara lain bertujuan untuk melestarikan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang, dan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya, maka informasi mengenai keduanya sangat diperlukan untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, untuk memperbaiki dan melestarikan terumbu karang di lokasi Coremap yang kegiatan ekonomi masyarakatnya sangat tergantung pada sumberdaya laut

S

(32)

diperlukan informasi mengenai berbagai potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan tersebut. Untuk itu, perlu digali informasi mengenai potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan sebagai alternatif mata pencaharian dan kualifikasi sumberdaya manusia yang akan memanfaatkan potensi yang ada. Bagian ini berisi pembahasan mengenai kondisi Kelurahan Karas yang menjadi salah satu lokasi Coremap di Kota Batam. Pembahasan meliputi kondisi geografis, sumberdaya alam, kondisi kependudukan, serta sarana dan prasarana sosial ekonomi yang dapat mendukung keberhasilan program tersebut. Dengan tersedianya informasi menyeluruh mengenai kelurahan ini, maka kegiatan program dapat disesuaikan dengan kondisi kelurahan ini.

2.1. Kondisi Geografis

Kelurahan Karas adalah salah satu dari delapan kelurahan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Galang4. Kelurahan ini terletak di areal seluas 70,7 Km2 (Pemerintah Kota Batam & Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kota Batam, 2006). Kelurahan Karas di sebelah utara berbatasan dengan Kota Tanjung Pinang (Pulau Pangkil) dan di sebelah timur dengan Kabupaten Bintan. Selanjutnya batas sebelah selatan kelurahan ini

4 Sebelum bulan Juni 2006 Kecamatan Galang terdiri dari tujuh kelurahan, yaitu

Kelurahan Pulau Abang, Karas, Sijantung, Sembulang, Rempang Cate, Subang Mas dan Kelurahan Galang Baru. Pada Juni 2006 terjadi pemekaran kelurahan, sehingga jumlahnya menjadi delapan, setelah terbentuknya Kelurahan Air Raja. Wilayah administrasi Kelurahan Air Raja adalah wilayah yang sebelumnya termasuk Kelurahan Galang Baru, sedangkan wilayah Kelurahan Galang Baru merupakan pemekaran dari Kelurahan Karas dan Kelurahan Pulau Abang. Wilayah Kelurahan Baru setelah pemekaran meliputi Pulau Sembur, Pulau Nguan, Air Lingka, Tanjung Pengapit, Pulau Korek, Tanjung Dahan, Pulau Nipah, Pulau Nanga, dan Tanjung Lagam. Kecuali Pulau Nguan yang sebelumnya merupakan wilayah Kelurahan Pulau Abang, semua wilayah Kelurahan Galang Baru sebelumnya termasuk wilayah administrasi Kelurahan Karas.

(33)

adalah Kelurahan Galang Baru, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sijantung.

Diantara seluruh kelurahan yang terdapat di Kota Batam, Kelurahan Karas berada pada urutan keempat terluas, setelah Kelurahan Kasu dan Kelurahan Pulau Terong (keduanya terletak di Kecamatan Belakang Padang) yang masing-masing mempunyai luas 88,5 Km2 dan 72,1 Km2 secara berturut-turut serta Kelurahan Tanjung Piayu (Kecamatan Sei Beduk) dengan wilayah seluas 71,9 Km2 (Pemerintah Kota Batam, 2006)5. Selanjutnya, di Kecamatan Galang, Karas merupakan kelurahan paling luas di antara enam kelurahan lainnya, yaitu Kelurahan Pulau Abang, Sijantung, Sembulang, Rempang Cate, Subang Mas, dan Kelurahan Galang Baru6.

Kelurahan Karas terdiri dari beberapa pulau, sebagian di antaranya berpenghuni dan sebagian lainnya merupakan pulau kosong. Pulau-pulau yang berpenghuni meliputi Pulau Karas, Pulau Carus, dan Pulau Mubut, sementara pulau-pulau yang tidak berpenghuni adalah Pulau Karas Kecil, Tanjung Malang, Mubut Darat, dan Sungai Mentina. Di antara semua pulau yang termasuk wilayah Kelurahan Karas, Pulau Karas merupakan pulau yang terluas dan sekaligus tempat konsentrasi penduduk kelurahan ini. Hal ini terlihat dari lima RW di wilayah Kelurahan Karas, empat diantaranya (RW 1 – RW 4) terletak di Pulau Karas, sedangkan RW 5 berlokasi di Pulau Mubut dan Pulau Carus.

Dari ibukota Kecamatan Galang (Sembulang), Kelurahan Karas berjarak (lurus) 12,5 Km, sedangkan dari ibukota Kota Batam (yang terletak di kawasan Batam Center) daerah ini berjarak (lurus) 18 Km. Untuk mencapai Kelurahan Karas dari Kota Batam diperlukan moda transportasi darat dan laut. Transportasi darat digunakan untuk perjalanan dari Batam ke Sembulang dengan waktu tempuh sekitar satu jam. Tersedia transportasi umum yang melayani rute ini, berupa bis DAMRI yang beroperasi mulai dari pukul enam pagi sampai

5Keadaan sebelum pemekaran pada bulan Juni 2006. 6Keadaan sebelum pemekaran bulan Juni 2006.

(34)

dengan pukul enam sore, dengan tarif sebesar Rp. 10.000,- untuk sekali perjalanan. Selain menggunakan bis, perjalanan dapat pula dilakukan dengan mencarter taksi dengan tarif sewa Rp. 100.000,- sekali jalan dari Tembesi. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan transportasi laut berupa perahu pompong dalam waktu satu jam atau perahu yang menggunakan motor tempel dengan waktu setengah jam dari pelabuhan Sembulang. Selain itu, tersedia pula kapal reguler (Sri Galang) yang beroperasi tiga kali dalam seminggu dengan rute Sembulang – Pulau Karas – Pulau Dapur Enam. Biaya yang diperlukan untuk perjalanan ini sebesar Rp. 12.000,-/orang. Namun, ketika penelitian dilaksanakan (April 2007) kapal reguler tersebut sudah tidak menyinggahi Pulau Karas karena beberapa alasan. Salah satu di antara alasan tersebut adalah rusaknya pelabuhan di pulau ini. Di samping menggunakan kapal penumpang, perjalanan dari Sembulang ke Karas dapat pula ditempuh dengan pompong carteran seharga Rp. 120.000,- untuk perjalanan pulang pergi.

Peta 2.1

(35)

Dari segi biaya dan akses transportasi, perjalanan dari Karas ke Kota Tanjung Pinang lebih murah dan mudah dibandingkan dengan perjalanan ke Kota Batam. Kota Tanjung Pinang dapat dijangkau dengan hanya menggunakan transportasi laut, sedangkan untuk ke Kota Batam juga diperlukan transportasi darat, setelah perjalanan dengan transportasi laut. Perjalanan dari Karas ke Kota Tanjung Pinang dapat ditempuh dengan pompong dalam waktu satu setengah jam atau dengan kapal/perahu yang menggunakan motor tempel selama setengah jam. Alternatif transportasi lainnya menuju Tanjung Pinang adalah kapal ikan dengan ongkos sebesar Rp. 5.000,/orang/sekali jalan.

Kelurahan Karas mempunyai empat musim yang dibedakan menurut karakteristik kekuatan angin dan gelombang laut. Musim Timur terjadi pada bulan Maret – Mei, ditandai dengan kondisi air laut yang tidak dalam, tidak ada pasang dan juga tidak ada gelombang. Musim ini dianggap sebagai musim yang paling susah bagi nelayan karena terbatasnya hasil tangkapan mereka. Hal ini karena sinar matahari terlalu panas, sementara air laut yang dangkal menyebabkan ikan mencari tempat yang dalam. Beberapa nelayan yang menjadi narasumber dalam penelitian menyebut musim timur sebagai ‘air7 gadai’ karena banyak di antara mereka yang terpaksa menggadaikan barang-barang untuk memperoleh uang tunai. Setelah musim Timur, datang musim Selatan (bulan Juni – Agustus). Pada musim ini air besar/pasang di malam hari dan kering di pagi hari serta gelombang laut/ombak kuat. Selanjutnya, bulan September – November dikenal sebagai musim Barat dengan ciri-ciri pasang besar dan ombak yang kurang kuat. Musim Barat kemudian diikuti oleh musim Utara (bulan Desember – Februari), ditandai oleh frekuensi hujan yang tinggi, angin kuat, ombak besar, dan air pasang.

Musim-musim yang berbeda yang juga ditandai dengan perbedaan karakteristik cuaca dan kondisi alam seperti dikemukakan di atas menyebabkan terjadinya perbedaan jenis sumberdaya laut yang diperoleh nelayan dalam kegiatan melaut. Hal ini pada gilirannya

(36)

menyebabkan perbedaan penghasilan nelayan pada setiap musim karena harga jual masing-masing jenis sumberdaya laut juga bervariasi. Sebagai contoh, ikan dingkis yang banyak diperoleh pada musim Utara mempunyai harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketam yang diperoleh pada musim Barat dan Timur atau ikan tamban yang bisa diperoleh pada setiap musim.

2.2. Kondisi Sumberdaya Alam

Wilayah darat dan laut Kelurahan Karas kaya dengan sumberdaya alam, dengan beragam jenis. Di wilayah darat kelurahan yang mempunyai luas 70,7 kilometer per segi ini terdapat perkebunan tanaman tua dengan berbagai jenis tanaman, seperti kelapa, durian, cempedak, nangka, petai dan melinjo. Lahan kebun yang ada dibuka oleh beberapa generasi sebelumnya yang kemudian diwariskan kepada anak-anak dan cucu-cucu mereka. Meskipun memiliki lahan kebun yang ditumbuhi oleh beraneka jenis tanaman, hampir tidak ada generasi penerus yang mengolah kebun yang diwarisi. Mereka pada umumnya hanya mengambil hasil kebun tanpa berusaha secara teratur meremajakan tanaman yang ada. Seorang narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini mengemukakan bahwa bagi masyarakat Kelurahan Karas berkebun hanyalah pekerjaan sambilan, sebagaimana kutipan wawancara berikut ini,

Mereka pada umumnya neruskan pusaka dari orang tua, termasuk saya juga, itu ada kebun. … untuk kebun sambil-sambilan tadi juga meneruskan pusaka orang tua, jadi juga saya rasa kalau lihat keadaan sekarang ini yang penerus pusaka tadi itu, itu saya rasa makin tidak ada pengganti, tidak ada kan … Jadi itulah saya rasa kalau untuk membuka lahan baru itu nunggu yang sudah ada itu umpamanya kelihatannya penghasilannya sudah kurang gitu, nah itu baru diganti seperti durian, cempedak petai, kelapa tadi.

(37)

Tidak semua lahan kebun yang ada di Kelurahan Karas merupakan milik penduduk setempat. Sebagian di antaranya dimiliki oleh penduduk dari daerah lain. Kepemilikan tersebut diperoleh dengan cara membelinya dari penduduk setempat. Sama halnya dengan penduduk Kelurahan Karas, lahan yang dimiliki oleh orang luar juga dibiarkan terlantar, tanpa ada usaha untuk mengolahnya.

Di samping lahan yang sudah dibuka menjadi kebun, masih terdapat lahan hutan yang merupakan milik negara. Namun, banyaknya kegiatan pembalakan liar yang dilakukan oleh berbagai pihak menyebabkan hutan yang ada menjadi gundul. Pelaku pembalakan di antaranya penduduk Kelurahan Karas yang dibiayai oleh pemilik modal dari luar daerah seperti dari Batam. Setelah dilakukan razia oleh gabungan aparat pemerintah kegiatan pencurian kayu mulai berkurang (wawancara dengan narasumber di lokasi penelitian). Daratan Pulau Karas banyak ditumbuhi oleh tanaman pandan yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kerajinan anyaman tikar dan tudung saji. Keberadaan jenis tanaman ini memungkinkan berkembangnya usaha rumah tangga berupa pembuatan barang-barang tersebut yang pada umumnya dilakukan oleh perempuan.

Sampai sekitar pertengahan tahun 1980-an, perairan yang mengelilingi Kelurahan Karas memiliki kekayaan sumberdaya laut, baik jenis maupun volumenya, yang melimpah. Namun, sejak tahun 1986 jenis dan jumlah ikan mulai berkurang. Salah satu penyebab hal ini adalah semakin banyaknya penduduk yang bekerja sebagai nelayan, sehingga terjadi penangkapan ikan dan sumberdaya laut lainnya secara berlebihan, sebagaimana dikemukakan oleh seorang narasumber (nelayan) berikut ini,

Ikan di laut itu diambil terus menerus, sejak zaman nenek moyang kami. Jadi ikan-ikan itu tak sempat berkembang biak. Sekarang sulit dapat ikan, tidak seperti dulu lagi. Dulu nelayan kita di depan mata ini sudah bisa nangkap ikan. Sekarang harus pergi dua jam, bahkan lebih, baru dapat ikan bagus.

(38)

Pernyataan di atas dibenarkan oleh narasumber yang berasal dari salah satu dinas pemerintah Kota Batam. Karena banyaknya penduduk Kelurahan Karas yang bekerja sebagai nelayan, tingkat eksploitasi sumberdaya laut di daerah ini juga tinggi, sehingga ikan-ikan yang ada sangat sedikit jenis dan jumlahnya. Jenis ikan-ikan yang masih relatif banyak diperoleh oleh nelayan adalah ikan tamban yang bernilai jual rendah, yaitu Rp. 3.000,- per kg. Meskipun berharga jual rendah, volume produksinya yang besar dalam setiap melaut sangat membantu perekonomian nelayan.

Di samping ikan yang mulai berkurang jenis dan volumenya, laut Kelurahan Karas juga mempunyai sumberdaya laut yang bernilai tinggi. Terumbu karang yang terdapat di perairan daerah ini masih dalam kondisi bagus. Seorang narasumber mengatakan bahwa banyak terumbu karang yang masih hidup. Hal ini dimungkinkan karena praktik pengambilan ikan dengan cara dan peralatan yang berpotensi merusak terumbu karang sangat jarang dilakukan di daerah ini, baik oleh nelayan Karas maupun oleh nelayan dari daerah lain.

Kelurahan Karas mempunyai kondisi alam yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Salah satu di antaranya adalah pantai yang terletak di ujung Pulau Karas, yaitu pantai Tanjung Budus. Pantai Tanjung Budus memiliki kontur yang landai, tanpa ada karang dan langsung ke air dalam. Namun sayangnya, masyarakat sekitar menganggap bahwa daerah ini angker dan beberapa kali telah memakan korban jiwa. Akibatnya, jarang ada penduduk wilayah ini yang berkunjung ke sana. Anggapan ini kemungkinan karena posisinya yang langsung berhubungan dengan laut dalam sehingga mereka yang tidak berhati-hati akan terjatuh dan tenggelam ke laut dalam.

2.3. Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana (sosial dan ekonomi) memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Keberadaannya menjadi penunjang dalam berbagai aktivitas pembangunan, termasuk

(39)

pembangunan sumberdaya manusia. Sarana dan prasarana pendidikan, misalnya, mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas manusia. Demikian pula halnya dengan sarana dan prasarana kesehatan, keberadaannya sangat penting dalam upaya menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat.

Bagian ini membahas ketersediaan dan kondisi sarana dan prasana sosial dan ekonomi di Kelurahan Karas. Sarana dan prasana tersebut mencakup bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pembahasan difokuskan pada jumlah sarana serta pemanfaatannya oleh masyarakat.

2.3.1. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan di Kelurahan Karas tersedia dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Secara keseluruhan terdapat enam sekolah di kelurahan ini, terdiri dari empat SD, dan masing-masing satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMA (Pemerintah Kota Batam dan Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kota Batam, 2006). Dua di antara keempat SD yang terdapat di kelurahan ini terletak di Pulau Karas, sementara dua SD lainnya masing-masing satu unit terletak di Pulau Mubut dan juga satu unit di Pulau Carus. SMP didirikan di kelurahan ini sejak tahun 1989, sedangkan SMA mulai beroperasi pada tahun ajaran 2003/2004 dan telah meluluskan dua angkatan sampai dengan tahun ajaran 2006/2007. Semua sekolah tersebut merupakan sekolah negeri. Dari semua kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Galang Baru, Kelurahan Karas bersama dengan Kelurahan Rempang Cate mempunyai jumlah SD kedua terbanyak, setelah Kelurahan Sembulang yang mempunyai enam unit SD. Selanjutnya, sarana pendidikan di tingkat SMA hanya dimiliki oleh dua kelurahan, yaitu Kelurahan Karas dan Sembulang.

Dengan keberadaan sarana pendidikan mulai dari SD sampai SMA, ditambah dengan kebijakan pendidikan gratis bagi anak-anak sekolah

(40)

di daerah hinterland8 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Batam, anak-anak sekolah di Kelurahan Karas dapat menempuh pendidikan sampai ke jenjang pendidikan menengah di wilayah kelurahan mereka. “Kemewahan” ini tidak didapatkan oleh anak-anak sekolah di beberapa kelurahan lain di Kecamatan Galang. Anak-anak sekolah yang ingin melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat SMA terpaksa meninggalkan daerah asal mereka karena ketiadaan sarana sekolah yang lebih tinggi tersebut. Di beberapa kelurahan, bahkan setelah tamat SD anak-anak harus melanjutkan pendidikan ke daerah lain karena sarana pendidikan yang tersedia di daerah mereka hanya terbatas sampai tingkat SD. Kondisi ini antara lain dialami oleh anak-anak di Kelurahan Pulau Abang yang hanya bisa bersekolah sampai tingkat SD di daerah tempat tinggal mereka. Anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi terpaksa pindah ke daerah lain seperti Kelurahan Karas, Tanjung Pinang atau ke Kota Batam (Romdiati dan Noveria, 2007).

Sekolah-sekolah yang ada di Kelurahan Karas mempunyai guru yang cukup jumlahnya. Guru-guru SD dan SMP bertempat tinggal di wilayah kelurahan ini, sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada hambatan dalam melaksanakan kegiatan mengajar. Namun, keadaan ini tidak terjadi di tingkat SMA. Kecuali Kepala Sekolah, guru-guru SMA tidak menetap di Kelurahan Karas. Mereka bertempat tinggal di Kota Batam dan hanya ke Karas pada hari-hari mereka bertugas mengajar. Menurut wawancara dengan beberapa narasumber di lokasi penelitian, ada kesepakatan para guru SMA untuk membagi waktu mengajar menjadi dua ”shift”, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu serta hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Guru-guru yang mendapat tugas mengajar pada hari Senin, Selasa, dan Rabu biasanya pulang ke Batam sepulang sekolah pada hari Rabu. Mereka baru kembali ke Kelurahan Karas pada hari Minggu sore, bahkan tidak jarang yang kembali pada Senin pagi. Selanjutnya, mereka yang bertugas mengajar pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu pulang ke Batam setelah

8 Selain di wilayah Kecamatan Galang, kebijakan bebas sumbangan pembiayaan

pendidikan (SPP) juga diberlakukan bagi anak-anak sekolah mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA di Kecamatan Belakang Padang dan Kecamatan Bulang.

(41)

selesai mengajar pada hari Sabtu. Kelompok guru ini kembali ke Kelurahan Karas pada hari Rabu sore atau Kamis pagi ketika akan mengajar.

Kondisi tersebut dikeluhkan oleh banyak narasumber karena sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar. Adakalanya guru datang terlambat pada hari pertama mereka mengajar setiap minggu, yaitu setelah mereka kembali dari Batam. Pada musim angin dan gelombang kuat, adakalanya mereka tidak bisa kembali ke Karas tepat waktu karena sulitnya perjalanan mencapai daerah tersebut. Hal ini menyebabkan murid-murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan pendidikan mereka lebih tertinggal dibandingkan dengan murid-murid SMA lain yang tidak tinggal di daerah kepulauan seperti Kelurahan Karas. Selain sarana pendidikan umum, di Kelurahan Karas juga terdapat sarana pendidikan agama, yaitu TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Kegiatan belajar TPA dilaksanakan di mesjid dan mushalla yang terdapat di wilayah kelurahan ini. Di Pulau Karas, misalnya, terdapat dua unit TPA yang melaksanakan kegiatan belajar agama pada sore hari, biasanya setelah shalat Ashar.

Kegiatan belajar di TPA dipimpin oleh guru-guru yang berstatus sebagai da’i pulau9. Guru-guru tersebut adalah para pendatang yang ditempatkan di daerah kepulauan melalui Program Da’i Pulau. Program ini merupakan implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam rangka memberikan pendidikan keagamaan kepada masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil. Selama terikat dalam program tersebut, para da’i harus tinggal di pulau lokasi kerja mereka. Oleh karena itu, da’i pulau tidak hanya bertanggungjawab terhadap

9 Terdapat lima orang da’i pulau yang bertugas di Kelurahan Karas. Mereka

mendapat honor dengan jumlah Rp. 600.000,- per bulan yang berasal dari Dana Sosial (Dansos) dan selain itu juga memperoleh bantuan setiap bulan puasa dan pada Hari Raya Iedul Fitri juga mendapat santunan tambahan (wawancara dengan narasumber pegawai Kelurahan Karas). Dua orang di antara mereka berasal dari Jawa dan masing-masing satu orang dari Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Lombok (Nusa Tenggara Barat).

(42)

pendidikan agama anak-anak usia sekolah, akan tetapi juga terhadap masyarakat pada umumnya.

2.3.2. Sarana Kesehatan

Kelurahan Karas mempunyai sarana kesehatan berupa puskesmas pembantu (Pustu) yang terletak di Pulau Karas. Penduduk yang tinggal di dua pulau lainnya terpaksa melakukan perjalanan laut untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pada musim angin dan gelombang kuat, perjalanan laut sangat sulit dilakukan, sehingga mereka yang membutuhkan tidak dapat memperoleh pelayanan kesehatan. Keadaan ini merupakan hambatan dalam upaya meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan di Pustu di kelurahan ini diberikan oleh seorang bidan, dibantu oleh seorang bidan lain yang baru lulus pendidikan (Akademi Keperawatan dan Kebidanan) dari Kota Medan. Bidan pembantu tersebut merupakan putra daerah yang selama menunggu pengangkatan sebagai pegawai negeri bekerja membantu bidan Pustu. Seperti halnya guru-guru SMA, bidan Pustu ini berasal dari Kota Batam. Bidan tersebut tinggal di Karas dan memberikan pelayanan kesehatan pada hari kerja, yaitu Senin sampai dengan Jumat. Selama jam kerja (pukul 8.00–15.00 WIB) pelayanan kesehatan diberikan secara cuma-cuma, tetapi setelah waktu tersebut mereka yang berobat dikenakan biaya. Biaya pengobatan dalam waktu praktek swasta tersebut berkisar antara Rp. 5.000,- - Rp. 8.000,- berikut obat-obatan. Pada Jumat siang bidan pulang ke Batam dan kembali lagi ke Karas pada (pagi) hari Senin. Selama bidan Pustu tidak berada di Karas, pelayanan kesehatan diberikan oleh bidan pembantu.

Sampai saat ini praktik pengobatan tradisional masih berlangsung di kalangan masyarakat Kelurahan Karas. Kegiatan ini dilaksanakan oleh dukun yang oleh masyarakat dikenal dengan istilah ‘dukun jampe’. Terbatasnya sarana dan tenaga yang memberikan pelayanan kesehatan diperkirakan menjadi penyebab utama masih banyaknya penduduk yang mencari pengobatan pada dukun jampe. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kebanyakan masyarakat pertama kali

(43)

mendatangi dukun jampe untuk memperoleh pengobatan. Namun, jika penyakit yang diderita tidak sembuh, mereka mencari pengobatan medis ke Pustu.

Pada awalnya pertolongan yang diberikan oleh dukun jampe bersifat sukarela, tanpa dikenakan biaya pengobatan. Namun, sesuai dengan berjalannya waktu beberapa dukun mulai mengenakan tarif untuk pengobatan. Fenomena ini kemudian menimbulkan anggapan baru di kalangan masyarakat, yaitu dukun merupakan singkatan dari ‘duit kontan’. Pengobatan gratis yang ditawarkan di Pustu selanjutnya menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat, terutama mereka yang bertempat tinggal di sekitar Pustu, sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang narasumber yang bekerja sebagai nelayan berikut ini,

“kalau penyakit ‘tampak’10 kita langsung berobat ke bidan”.

Dukun beranak/bidan kampung merupakan sarana kesehatan tradisional yang terdapat di Kelurahan Karas. Terdapat dua orang bidan kampung yang membantu persalinan ibu-ibu hamil di kelurahan ini. Bidan kampung yang ada sudah mendapat pelatihan dan dalam melaksanakan pekerjaannya sering bekerjasama dengan bidan pustu. Menurut salah seorang narasumber yang diwawancarai, tidak ada persaingan antara dukun kampung dengan dukun Pustu karena di antara mereka telah terjalin kerjasama dalam membantu persalinan. Tidak jarang persalinan yang dibantu oleh bidan kampung melibatkan pula bidan Pustu.

2.3.3. Sarana Ekonomi

Sarana dan prasarana ekonomi di Kelurahan Karas sangat terbatas, untuk tidak mengatakan tidak ada. Tidak terdapat pasar tempat masyarakat berbelanja berbagai barang keperluan sehari-hari. Sarana perekonomian yang ada untuk melayani kebutuhan masyarakat terhadap barang-barang tersebut adalah kios kelontong yang kebanyakan berskala kecil. Kios-kios tersebut dimiliki oleh beberapa

10 Penyakit tampak dimaksudkan untuk gejala-gejala penyakit yang dapat diobati

(44)

penduduk dan sebagian di antaranya juga menjual makanan. Selain kios-kios yang bersifat permanen juga terdapat pedagang keliling yang menjual bahan makanan mentah seperti sayuran, tempe dan tahu. Pedagang-pedagang keliling membeli barang dagangannya di Tanjung Pinang dan setelah sampai di Karas mereka menggunakan gerobak atau sepeda motor untuk menjualnya ke rumah-rumah penduduk.

Menurut seorang narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini, masyarakat telah mengusulkan untuk berdirinya pasar di Kelurahan Karas. Proposal untuk itu sudah diajukan kepada Pemerintah Kota Batam dan sudah ditanggapi dengan rencana untuk membuat pasar tradisional. Namun sesungguhnya, kegiatan pasar dapat saja dilakukan tanpa adanya pasar yang dibangun secara khusus. Narasumber yang sama mengatakan bahwa masyarakat Kelurahan Karas sebenarnya kurang berminat untuk berjualan, sebagaimana dikemukakannya berikut ini,

… padahal kalau memang kemauan kuat seperti saudara-saudara kita orang Jawa ya, orang Batak, Padang, itu mereka pakai meja kayak gini jadi, di jalan itu bisa jual, tapi itu tadi, mungkin semangat untuk berjualan berdagang itu masih minim, …

Tempat pelelangan ikan (TPI) yang sangat diperlukan oleh nelayan untuk menjual ikan hasil tangkapan mereka tidak terdapat di Kelurahan Karas. Untuk memasarkan hasil tangkapan mereka, nelayan menjualnya kepada penampung/pedagang pengumpul yang tinggal di Kelurahan Karas. Selain kepada pedagang tersebut, sebagian nelayan lainnya juga menjual hasil tangkapan kepada tauke/pedagang ikan di Tanjung Pinang. Harga jual komoditas hasil tangkapan nelayan ditentukan oleh penampung/pedagang. Keadaan ini sangat tidak menguntungkan bagi nelayan karena mereka tidak dapat memilih harga penjualan yang lebih tinggi.

Sarana ekonomi yang terdapat di Kelurahan Karas berupa tiga unit koperasi, yang semuanya bergerak di bidang bantuan modal usaha bagi petani dan nelayan. Modal untuk kegiatan koperasi tersebut

(45)

berasal dari pemerintah, melalui sektor koperasi dan UKM (Usaha Kecil Mandiri) yang pemanfaatannya menggunakan prinsip dana bergulir. Namun, kegiatan koperasi-koperasi tersebut tidak dapat berlanjut karena sebagian dana yang dipinjamkan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi anggotanya tidak dikembalikan kepada koperasi. Sebagai contoh, Koperasi Taman Laut memperoleh dana dari Dinas Koperasi dan UKM sebanyak dua kali dengan jumlah masing-masing sebesar Rp. 50.000.000,-. Dana yang turun pertama kali dapat dikelola dan dipinjamkan secara bergulir kepada anggota koperasi, akan tetapi dana tahap kedua tidak dikembalikan oleh anggota yang meminjamnya. Akibatnya, anggota lain yang belum memperoleh pinjaman dana tidak dapat memanfaatkan dana tersebut. Keadaan yang sama juga terjadi pada Koperasi Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP), yang mendapat tiga kali bantuan dana, masing-masing berjumlah Rp. 3.000.000,-, Rp. 5.000.000,-, dan Rp. 15.000.000,-. Semua dana tersebut tidak dikembalikan, sehingga pembagiannya kepada anggota koperasi seperti uang hibah (wawancara dengan narasumber, seorang pegawai pemerintah di Kelurahan Karas). Kondisi ini terjadi karena tidak ada sanksi yang tegas kepada mereka yang tidak mengembalikan dana yang dipinjam kepada koperasi.

Tauke/pedagang penampung merupakan sarana ekonomi yang memberikan sumbangan berarti terhadap perekonomian penduduk Kelurahan Karas, khususnya yang bekerja sebagai nelayan. Mereka merupakan salah satu mata rantai pemasaran hasil produksi nelayan di tingkat kelurahan karena tidak adanya tempat pelelangan ikan. Masing-masing tauke biasanya mempunyai sekitar 15-20 orang anak buah, yaitu nelayan yang secara tetap menjual hasil melaut kepada tauke.

Secara keseluruhan terdapat sebelas orang penampung di kelurahan ini, semuanya merupakan warga pribumi dan beberapa di antaranya adalah pendatang beretnis Jawa. Dari semua pedagang pengumpul tersebut, hanya lima orang yang aktif menjalankan usahanya (wawancara dengan narasumber, pegawai di Kelurahan Karas). Kelimanya mempunyai “pelabuhan pendaratan” kapal (masyarakat

(46)

setempat menyebutnya ‘pelantar’) sendiri dan mereka membawa hasil tangkapan yang dibeli dari nelayan setiap dua hari sekali ke Tanjung Pinang untuk dijual kepada pedagang (besar) di sana. Sementara itu, enam penampung yang lain tidak memiliki ‘pelantar’ dan juga tidak melakukan usahanya secara rutin.

Sebagaimana halnya pedagang pengumpul di berbagai daerah nelayan lainnya, tauke/pedagang pengumpul di Kelurahan Karas ini juga memberikan piutang kepada anak buah mereka, baik untuk modal melaut maupun untuk kebutuhan rumah tangga. Namun, dibandingkan dengan tauke/pedagang pengumpul di daerah di sekitarnya, misalnya Kelurahan Pulau Abang yang juga terletak di Kecamatan Galang, jumlah pinjaman yang diberikan jauh lebih sedikit. Jika tauke/pengumpul di Kelurahan Pulau Abang mampu memberikan pinjaman berupa perahu beserta mesinnya (Romdiati dan Noveria, 2007), tauke di Kelurahan Karas paling banyak hanya meminjamkan uang sekitar Rp. 1.000.000,- kepada anak buahnya (wawancara dengan narasumber yang bekerja sebagai nelayan). Sarana ekonomi lainnya yang terdapat di Kelurahan Karas adalah usaha bank keliling yang dilakukan oleh tiga sampai empat orang beretnis Batak yang berasal dari Tanjung Pinang. “Lembaga” ini menjalankan usaha melalui pemberian kredit kepada masyarakat dengan bunga yang sangat tinggi. Bunga yang dikenakan sebesar 20 persen dari pinjaman pokok dengan waktu peminjaman selama empat puluh hari. Kondisi ini sangat memberatkan masyarakat, sehingga ada upaya dari pihak pemerintah kelurahan untuk menghentikan praktik bank keliling tersebut. Namun, usaha yang dilakukan tidak sepenuhnya berhasil karena kenyataannya masih ada masyarakat yang meminjam uang dari bank keliling.

2.3.4. Sarana Transportasi dan Komunikasi

Seperti telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, untuk menuju dan keluar dari wilayah Kelurahan Karas diperlukan sarana transportasi darat dan laut. Dua jenis moda transportasi dibutuhkan untuk perjalanan dari dan menuju Kota Batam. Perjalanan darat

(47)

menggunakan transportasi umum (bis DAMRI) atau kendaraan carteran dilakukan dengan rute Kota Batam-Sembulang atau sebaliknya, sedangkan perjalanan laut adalah untuk rute Sembulang-Karas atau sebaliknya. Perjalanan laut tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kapal penumpang umum (kebanyakan berupa perahu pompong) atau perahu carteran. Selanjutnya, perjalanan menuju dan dari Kota Tanjung Pinang dapat dicapai dengan hanya menggunakan transportasi laut. Karena terbatasnya ketersediaan perahu yang secara khusus diperuntukkan bagi transportasi umum, maka tidak jarang perjalanan dari Kelurahan Karas menuju Tanjung Pinang atau sebaliknya, dari Tanjung Pinang ke Karas ditempuh dengan menggunakan kapal nelayan.

Sarana telekomunikasi yang tersedia di Kelurahan Karas hanya terbatas pada telepon seluler. Ketersediaan akses layanan telepon selular memudahkan komunikasi penduduk Kelurahan Karas dengan daerah luar. Dua operator telepon seluler yang melayani Kelurahan Karas adalah Telkomsel dan XL. Pelayanan keduanya menjangkau hampir semua wilayah kelurahan dan juga dengan kualitas layanan yang bagus, dalam arti dapat menangkap suara tanpa gangguan yang berarti. Sebaliknya, jaringan telepon statis yang disediakan oleh PT Telkom atau operator telepon swasta belum menjangkau daerah ini. Siaran media massa elektronik, radio dan televisi, dapat diakses oleh penduduk di Kelurahan Karas. Acara berbagai televisi swasta dan pemerintah (TVRI) dapat dinikmati di seluruh wilayah kelurahan ini melalui antene parabola yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan kondisi tersebut, masyarakat dapat dengan mudah memperoleh berbagai informasi yang berasal dari luar. Dalam kaitannya dengan pemberian informasi dan pengetahuan mengenai pengelolaan terumbu karang, televise dan radio dapat dijadikan sebagai media yang efektif karena hampir semua penduduk dapat mengaksesnya dengan mudah. 2.3.5. Kelembagaan Sosial-Ekonomi

Seperti halnya sarana dan prasarana ekonomi, sarana dan prasarana sosial di Kelurahan Karas juga terbatas. Sarana dan prasarana sosial

(48)

yang aktif melaksanakan kegiatannya hanya yang bersifat keagamaan. Kegiatan agama antara lain berupa wirid/pengajian yang dilaksanakan di bawah koordinasi da’i pulau yang bertugas di kelurahan ini. Kelompok pengajian terdapat di semua tempat ibadah (tiga mesjid dan dua mushalla) yang terdapat di Kelurahan Karas. Di samping kelompok pengajian, juga terdapat kelompok seni budaya (Islam) yang beranggotakan bapak-bapak dan ibu-ibu anggota pengajian. Kelompok tersebut adalah seni ‘Kompang’ atau rebana dan sebagian masyarakat menyebutnya ‘Handra’. Kelompok remaja mesjid yang juga di bawah bimbingan da’i pulau terdapat pula di Kelurahan Karas. Kelompok ini aktif melakukan beberapa kegiatan, di antaranya adalah gotong royong. Keberadaan da’i pulau dengan semangat dan kerja keras mereka menyebabkan kegiatan lembaga sosial keagamaan dapat berlangsung di kelurahan ini.

Lembaga sosial yang merupakan wadah untuk anak-anak muda, yaitu Karang Taruna, terdapat di Kelurahan Karas. Namun, hampir tidak ada kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga ini. Selama ini kegiatan karang taruna hanya terbatas pada kehadiran ketuanya pada undangan rapat (untuk membicarakan berbagai kegiatan pembangunan) yang diadakan oleh pihak kelurahan. Kekurangan dana untuk melaksanakan kegiatan menjadi alasan utama yang menyebabkan tidak berjalannya kegiatan karang taruna.

Lembaga sosial lainnya yang ada di Kelurahan Karas adalah PKK (Program Kesejahteraan Keluarga) yang keberadaannya di bawah koordinasi pemerintah kelurahan. Tidak berbeda dengan di berbagai daerah lainnya, lembaga ini mempunyai kegiatan rutin yang dikoordinasikan melalui organisasi di tingkat yang lebih tinggi, mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat kecamatan. Kegiatan rutin yang dilakukan setiap bulan adalah arisan dan kegiatan-kegiatan lain seperti posyandu.

Sarana dan prasarana sosial yang terkait dengan upaya pengelolaan dan pelestarian terumbu karang (Coremap) sudah dibentuk di Kelurahan Karas. Lembaga Pengelola Terumbu Karang (LPSTK) dan beberapa kelompok masyarakat (Pokmas) yang tergabung di

(49)

dalamnya telah menjalankan fungsi masing-masing. Kelompok pengawas terumbu karang (reef watcher) sudah dilengkapi dengan perahu dan motornya yang digunakan untuk patroli pantai. Namun, karena ketiadaan dana untuk pengadaan bahan bakar, kelompok ini tidak bisa menjalankan fungsinya secara rutin. Patroli pantai baru dapat dilakukan secara insidental, terutama jika ada kapal atau pihak-pihak dari luar melakukan kegiatan yang berpotensi merusak terumbu karang.

Masih terkait dengan program Coremap, sudah dibentuk pula kelembagaan ekonomi, khususnya yang bertujuan untuk penciptaan alternatif mata pencaharian dan peningkatan pendapatan masyarakat. Kelembagaan tersebut termasuk dalam Pokmas mata pencaharian alternatif (MPA) dan Pokmas jender yang semua anggotanya adalah perempuan. Terdapat beberapa Pokmas MPA dengan berbagai jenis kegiatan, antara lain usaha pertanian, peternakan ayam, dan peternakan kambing. Selanjutnya, Pokmas jender bergerak dalam pembuatan kerupuk ikan, masing-masing satu Pokmas di Pulau Karas dan Pulau Mubut. Dari enam Pokmas (empat untuk MPA dan dua untuk jender) yang ada di Kelurahan Karas, baru Pokmas jender yang sudah merasakan manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini karena mereka yang tergabung dalam Pokmas jender adalah para perempuan yang sebelumnya sudah melaksanakan kegiatan pembuatan kerupuk ikan. Keikutsertaan mereka dalam kegiatan Pokmas berarti menambah besar modal yang dimiliki, sehingga memungkinkan usaha mereka lebih berkembang.

(50)

Gambar

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa di antara penduduk berusia 10 tahun  ke atas di Kota Batam pada tahun 2005, masih ada sekitar 1-2 persen  yang tidak dapat membaca huruf latin

Referensi

Dokumen terkait

Namun, mengingat lemahnya komitmen Para Pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim, Conference of the Perties (COP) III yang diselenggarakan di Kyoto pada bulan desember tahun

Berbeda dengan nomor lain, hasil analisis pada nomor 3 menunjukkan nilai p = 0,083 yang berarti tidak terdapat perbedaan bermakna antara skor pengetahuan responden mengenai

Memastikan pengintegrasian isu ketahanan iklim yang inklusif ke dalam dokumen perencanaan pembangunan dan kebijakan kota, seperti ke dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Rencana

Karya Utama Jaya Palembang depelover yang diminati oleh seluruh kalangan masyarakat, penulis merancangkan sebuah sistem informasi penjualan berupa media animasi yang

Akta asli yang dibuat di kepaniteraan dikecualikan penyimpanan akta catatan sipil dan pemasukan atau pemindahan sesuatu akta tersebut begitu pula segala keterangan-keterangan

• Permasalahan lain di bidang penegakan Qanun jinayat di Aceh adalah terhambatnya pelaksanaan eksekusi putusan MS yg telah berkuatan hukum tetap. • Hal ini juga antara lain

Dengan adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu

Salah satu BP3K yang terpilih sebagai Model CoE adalah BP3K Talang Padang (Zakaria, 2011). Penerapan Model CoE pada BP3K akan diukur apakah telah efektif atau tidak efektif.