• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL KELURAHAN KARAS

2.3. Sarana dan Prasarana

2.3.1. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan di Kelurahan Karas tersedia dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Secara keseluruhan terdapat enam sekolah di kelurahan ini, terdiri dari empat SD, dan masing-masing satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMA (Pemerintah Kota Batam dan Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kota Batam, 2006). Dua di antara keempat SD yang terdapat di kelurahan ini terletak di Pulau Karas, sementara dua SD lainnya masing-masing satu unit terletak di Pulau Mubut dan juga satu unit di Pulau Carus. SMP didirikan di kelurahan ini sejak tahun 1989, sedangkan SMA mulai beroperasi pada tahun ajaran 2003/2004 dan telah meluluskan dua angkatan sampai dengan tahun ajaran 2006/2007. Semua sekolah tersebut merupakan sekolah negeri. Dari semua kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Galang Baru, Kelurahan Karas bersama dengan Kelurahan Rempang Cate mempunyai jumlah SD kedua terbanyak, setelah Kelurahan Sembulang yang mempunyai enam unit SD. Selanjutnya, sarana pendidikan di tingkat SMA hanya dimiliki oleh dua kelurahan, yaitu Kelurahan Karas dan Sembulang.

Dengan keberadaan sarana pendidikan mulai dari SD sampai SMA, ditambah dengan kebijakan pendidikan gratis bagi anak-anak sekolah

di daerah hinterland8 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Batam, anak-anak sekolah di Kelurahan Karas dapat menempuh pendidikan sampai ke jenjang pendidikan menengah di wilayah kelurahan mereka. “Kemewahan” ini tidak didapatkan oleh anak-anak sekolah di beberapa kelurahan lain di Kecamatan Galang. Anak-anak sekolah yang ingin melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat SMA terpaksa meninggalkan daerah asal mereka karena ketiadaan sarana sekolah yang lebih tinggi tersebut. Di beberapa kelurahan, bahkan setelah tamat SD anak-anak harus melanjutkan pendidikan ke daerah lain karena sarana pendidikan yang tersedia di daerah mereka hanya terbatas sampai tingkat SD. Kondisi ini antara lain dialami oleh anak-anak di Kelurahan Pulau Abang yang hanya bisa bersekolah sampai tingkat SD di daerah tempat tinggal mereka. Anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi terpaksa pindah ke daerah lain seperti Kelurahan Karas, Tanjung Pinang atau ke Kota Batam (Romdiati dan Noveria, 2007).

Sekolah-sekolah yang ada di Kelurahan Karas mempunyai guru yang cukup jumlahnya. Guru-guru SD dan SMP bertempat tinggal di wilayah kelurahan ini, sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada hambatan dalam melaksanakan kegiatan mengajar. Namun, keadaan ini tidak terjadi di tingkat SMA. Kecuali Kepala Sekolah, guru-guru SMA tidak menetap di Kelurahan Karas. Mereka bertempat tinggal di Kota Batam dan hanya ke Karas pada hari-hari mereka bertugas mengajar. Menurut wawancara dengan beberapa narasumber di lokasi penelitian, ada kesepakatan para guru SMA untuk membagi waktu mengajar menjadi dua ”shift”, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu serta hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Guru-guru yang mendapat tugas mengajar pada hari Senin, Selasa, dan Rabu biasanya pulang ke Batam sepulang sekolah pada hari Rabu. Mereka baru kembali ke Kelurahan Karas pada hari Minggu sore, bahkan tidak jarang yang kembali pada Senin pagi. Selanjutnya, mereka yang bertugas mengajar pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu pulang ke Batam setelah

8 Selain di wilayah Kecamatan Galang, kebijakan bebas sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP) juga diberlakukan bagi anak-anak sekolah mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA di Kecamatan Belakang Padang dan Kecamatan Bulang.

selesai mengajar pada hari Sabtu. Kelompok guru ini kembali ke Kelurahan Karas pada hari Rabu sore atau Kamis pagi ketika akan mengajar.

Kondisi tersebut dikeluhkan oleh banyak narasumber karena sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar. Adakalanya guru datang terlambat pada hari pertama mereka mengajar setiap minggu, yaitu setelah mereka kembali dari Batam. Pada musim angin dan gelombang kuat, adakalanya mereka tidak bisa kembali ke Karas tepat waktu karena sulitnya perjalanan mencapai daerah tersebut. Hal ini menyebabkan murid-murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan pendidikan mereka lebih tertinggal dibandingkan dengan murid-murid SMA lain yang tidak tinggal di daerah kepulauan seperti Kelurahan Karas. Selain sarana pendidikan umum, di Kelurahan Karas juga terdapat sarana pendidikan agama, yaitu TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Kegiatan belajar TPA dilaksanakan di mesjid dan mushalla yang terdapat di wilayah kelurahan ini. Di Pulau Karas, misalnya, terdapat dua unit TPA yang melaksanakan kegiatan belajar agama pada sore hari, biasanya setelah shalat Ashar.

Kegiatan belajar di TPA dipimpin oleh guru-guru yang berstatus sebagai da’i pulau9. Guru-guru tersebut adalah para pendatang yang ditempatkan di daerah kepulauan melalui Program Da’i Pulau. Program ini merupakan implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam rangka memberikan pendidikan keagamaan kepada masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil. Selama terikat dalam program tersebut, para da’i harus tinggal di pulau lokasi kerja mereka. Oleh karena itu, da’i pulau tidak hanya bertanggungjawab terhadap

9 Terdapat lima orang da’i pulau yang bertugas di Kelurahan Karas. Mereka mendapat honor dengan jumlah Rp. 600.000,- per bulan yang berasal dari Dana Sosial (Dansos) dan selain itu juga memperoleh bantuan setiap bulan puasa dan pada Hari Raya Iedul Fitri juga mendapat santunan tambahan (wawancara dengan narasumber pegawai Kelurahan Karas). Dua orang di antara mereka berasal dari Jawa dan masing-masing satu orang dari Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Lombok (Nusa Tenggara Barat).

pendidikan agama anak-anak usia sekolah, akan tetapi juga terhadap masyarakat pada umumnya.