• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT

3.2. Pengelolaan Produksi: Pemanfaatan,

Seperti halnya nelayan di berbagai daerah lainnya, hasil tangkapan nelayan Kelurahan Karas dijual untuk konsumsi di dalam dan luar negeri. Pemasaran hasil tangkapan dilakukan dengan bantuan pedagang pengumpul yang biasanya juga berstatus sebagai pemilik modal/tauke12. Tauke membeli hasil produksi nelayan yang menjadi anak buahnya (penduduk setempat menyebutnya dengan istilah ”anak pajak”) dan karena kebanyakan mereka berhutang13 kepada tauke, maka sebagian hasil penjualan diperhitungkan sebagai cicilan hutang. Namun, tauke tidak hanya membeli hasil tangkapan nelayan yang menjadi anak buahnya. Hasil tangkapan nelayan yang tidak berhutang kepada tauke pun biasanya juga dibeli oleh pemilik modal tersebut.

12 Secara keseluruhan terdapat 10 orang tauke di Kelurahan Karas. Tiga orang di antaranya tergolong tauke besar yang mempunyai anak buah sebanyak 15-20 orang dan juga mempunyai pelabuhan pendaratan ikan pribadi.

13 Sebagian anak buah mempunyai hutang kepada tauke dalam bentuk uang, baik untuk modal melaut maupun untuk keperluan rumah tangga mereka. Untuk kegiatan melaut mereka menggunakan armada dan alat tangkap yang milik sendiri. Namun, ada pula anak buah yang tidak mempunyai armada dan alat tangkap, sehingga hubungannya dengan tauke tidak hanya dalam bentuk peminjaman uang, melainkan juga penggunaan armada dan peralatan milik tauke.

Terdapat dua jalur pemasaran ikan yang dibeli oleh pedagang pengumpul di lokasi, sesuai dengan skala usaha tauke-tauke yang bersangkutan. Tauke besar menjual sebagian ikan yang dibelinya dari nelayan, baik yang berstatus sebagai ”anak pajak”nya maupun nelayan yang lain, ke Singapura. Ikan-ikan yang dipasarkan ke negara tetangga tersebut adalah jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti ikan kerapu, ikan hiu, dan udang lobster. Jenis-jenis ikan yang tidak berharga jual tinggi seperti ikan tamban, selar, dan ikan gelam dijual di pasar dalam negeri, khususnya di Tanjung Pinang. Bagi tauke kecil, ikan yang dikumpulkan (dibeli) dari nelayan Kelurahan Karas dibawa ke Tanjung Pinang untuk dijual kepada tauke yang mempunyai skala usaha lebih besar14. Sama halnya dengan tauke-tauke besar di Kelurahan Karas, oleh tauke-tauke di ibukota Provinsi Kepulauan Riau tersebut, jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi dikirim ke Singapura, sementara jenis-jenis lainnya dijual ke pasar Tanjung Pinang. Rantai pemasaran hasil tangkapan nelayan Kelurahan Karas dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.3

Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan Nelayan Kelurahan Karas

Sumber: Wawancara dan FGD dengan narasumber di Kelurahan Karas.

14Sering pula tauke kecil di Kelurahan Karas merupakan anak buah dari tauke besar di Tanjung Pinang. Di antara mereka terjalin hubungan kerja sama yang diikat dengan kegiatan utang piutang. Layaknya hubungan tauke dengan anak buah, tauke kecil berhutang harus menjual ikan kepada tauke besar yang memberi hutang.

Nelayan (+ anak buah) Penampung di Karas

Penampung di Tg.

Pinang Pasar Singapura (ikan bernilai ekonomi tinggi)

Pasar Tg. Pinang (ikan bernilai ekonomi rendah)

Hasil tangkapan nelayan dijual kepada pedagang pengumpul di darat maupun di laut. Nelayan yang menjual hasil tangkapannya di darat adalah mereka yang pergi dan pulang melaut dalam sehari. Bagi mereka yang melaut lebih dari satu hari, seperti sebagian nelayan Kampung Padang (penjelasan mengenai nama kampung ini ada di Bagian 3.3) yang melaut selama 1 minggu-10 hari, hasil tangkapan dijual kepada tauke di laut. Keadaan ini merupakan hal yang lazim karena sebagian tauke mempunyai kapal yang berkeliling di perairan lokasi penangkapan nelayan untuk membeli ikan dari nelayan.

Kotak 1.

Ibu S, salah seorang tauke ’kecil’ di Kelurahan Karas

Ibu S adalah salah seorang penampung kecil di kampung Darat Pulau, Kelurahan Karas. Suaminya masih sering turun ke laut meskipun sudah berstatus sebagai tauke (bersama dengan istrinya). Dalam melakukan pekerjaannya, ibu S bekerjasama dengan seorang tauke di Tanjung Pinang. Dengan demikian, ibu S berstatus sebagai anak buah dari tauke tersebut. Taukenya di Tanjung Pinang memberi bantuan kepada ibu S berupa pinjaman uang untuk membeli mesin/motor perahu dan peralatan tangkap. Karena berhutang kepada tauke, ibu S ”harus” menjual ikan-ikan yang dikumpulkannya di Kelurahan Karas kepada tauke tersebut. Menurut ibu S, tauke tidak pernah marah meskipun ibu S tidak menjual ikan kepada tauke. Namun, karena merasa punya ikatan, ibu S selalu menjual ikan kepada taukenya di Tanjung Pinang. Padahal, pada musim-musim ikan tertentu, misalnya ikan tenggiri, banyak pembeli yang datang dari Batam untuk membeli ikan kepadanya. Hal ini karena satu alasan, yaitu ”karena kami juga takut dengan tauke di Pinang”. Biasanya ibu S membawa ikan ke Tanjung Pinang jika semuanya mempunyai harga jual sebesar Rp. 100.000,- - Rp. 200.000,-. Kalau harga jual ikan yang dibawa kurang dari harga tersebut, maka ibu S tidak mendapat keuntungan. Dengan harga jual tersebut, keuntungan yang diperoleh hanya sekitar Rp. 20.000,-, setelah dikurangi biaya pengangkutan dan pembelian es. Ongkos angkut satu fiber (wadah untuk membawa ikan) berukuran kecil ke Tanjung Pinang adalah Rp. 13.000,-, sedangkan untuk fiber yang berukuran besar sebamyak Rp. 18.000,-.

Nelayan Pulau Mubut (RW V Kelurahan Karas) menjual ikan hasil tangkapan kepada tauke di Tanjung Pinang. Hal ini karena tidak ada pedagang pengumpul yang tinggal di wilayah ini. Hasil tangkapan nelayan pulau ini biasanya dijual kepada nelayan yang mempunyai uang untuk membeli es (bukan pedagang pengumpul) dan kemudian membawanya ke Tanjung Pinang untuk dijual kepada tauke di sana. Namun, sebagian lainnya mempunyai strategi yang berbeda dalam memasarkan hasil tangkapan mereka. Salah satu cara yang ditempuh adalah membawa hasil tangkapan beberapa orang nelayan bersama-sama dalam satu perahu dan biaya perjalanan, terutama untuk membeli bahan bakar ditanggung bersama. Selanjutnya, ada pula yang hanya menitipkan hasil tangkapannya kepada nelayan yang akan pergi ke Tanjung Pinang tanpa kewajiban untuk membayar biaya pengangkutan (wawancara dengan narasumber di lokasi penelitian). Harga jual ikan di tingkat nelayan bervariasi menurut jenisnya serta musim, dalam arti permintaan konsumen. Berdasarkan informasi dari narasumber di lokasi penelitian, harga ikan karang yang paling tinggi adalah jenis kerapu, terutama kerapu merah hidup. Ikan jenis ini dalam kondisi hidup dijual dengan harga Rp. 170.000,- - Rp. 200.000,-/kg. Jenis kerapu sunu mempunyai harga yang lebih tinggi, yaitu Rp. 180.000,-/kg pada saat tahun baru Imlek. Selanjutnya, ikan hiu mempunyai nilai jual sebesar Rp. 100.000,-/kg untuk yang berukuran 20 kg/ekor. Hal ini kemungkinan karena tingginya permintaan pada saat hari raya etnis Cina tersebut. Harga beberapa jenis ikan yang biasa ditangkap nelayan Kelurahan Karas dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Harga Beberapa Jenis Ikan di Batam dan Tanjung Pinang

Harga/kg Jenis Ikan

Kelurahan Karas Tanjung Pinang

Ikan pari Rp. 9.000,- Rp. 12.000,- Ikan krosok Rp. 10.000,- Rp. 15.000,- Ikan lebam (super) Rp. 20.000,- Rp. 28.000,-

Sotong batu Rp. 8.000,- - Rp. 9.000,- Rp. 13.000,- - Rp. 14.000,- Ikan belanak Rp. 12.000,- Rp. 15.000,-

Ikan sebelah* Rp. 10.000,0 Rp. 17.000,- * Harga ikan ini bervariasi sesuai dengan ukuran tiap ekornya. Harga di atas adalah untuk ikan berukuran 1 ons/ekor.

Sumber: wawancara dan FGD dengan narasumber di lokasi penelitian.

Selain dijual dalam bentuk ikan segar, ada jenis ikan lain yang dijual setelah diolah oleh penduduk Kelurahan Karas. Jenis ikan ini adalah ikan bilis, ikan gulama, dan ikan memperang. Ikan bilis ditangkap di perairan dekat kelurahan ini menggunakan pukat bilis, sedangkan ikan gulama dan ikan memperang adalah ikan yang tersangkut pada jaring udang. Jenis-jenis ikan tersebut diolah dengan cara mengeringkannya. Pengolahan ikan kering ini merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan hasilnya juga dijual ke Tanjung Pinang.

Pengolahan ikan hasil tangkapan nelayan juga dilakukan untuk membuat kerupuk ikan. Seperti halnya pembuatan ikan kering, kerupuk ikan juga dibuat oleh kelompok perempuan. Dengan berlangsungnya kegiatan Coremap, kelompok pembuat kerupuk ikan ini menjadi salah satu target kegiatan mata pencaharian alternatif dan kelompok jender.