• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Ekonomi dan Pendapatan Regional

BAB V PENDAPATAN

5.1. Kondisi Ekonomi dan Pendapatan Regional

Secara umum kondisi ekonomi Kota Batam mengalami kenaikan pertumbuhan antara tahun 2005. Meskipun antara tahun 2000-2001 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,23 persen, tetapi pada tahun-tahun selanjutnya terus mengalami peningkatan hingga mencapai angka pertumbuhan ekonomi sebesar 8,03 persen pada tahun 2005 (Tabel 5.1).

Tabel 5.1

Pertumbuhan Ekonomi Kota Batam Tahun 2000-2005, Berdasar Tahun Dasar Tahun 2000

Tahun Pertumbuhan ekonomi (persen)

2000 7,72 2001 6,49 2002 7,18 2004 7,28 2004 7,46 2005 8,03

Sumber : Pemerintah Kota Batam, 2006a, Hal 33

Kondisi perekonomian Kota Batam terutama sangat dipengaruhi oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor jasa keuangan. Keadaan ini dapat dilihat dari distribusi Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) menurut sektor ekonomi (Pemerintah Kota Batam, 2006a). Antara tahun 2000-2005, PDRB Kota Batam naik dari Rp 14.176.099,34 (juta) pada tahun 2000 menjadi Rp 24.191.078,43 (juta) pada tahun 2005, atas dasar harga berlaku (Pemerintah Kota Batam, 2006a: 27-28). Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kota Batam ini selama tiga (3) tahun berturut-turut (2003-2005) sebesar lebih dari 63 persen, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (kira-kira 22 persen). Kontribusi sektor pertanian,

yang merupakan sektor primer, termasuk di dalamnya pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sangat kecil, hanya mencapai 0,8 persen (Tabel 5.2).

Jika dilihat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi tersebut seperti diindikasikan oleh kenaikan proporsi kontribusi terhadap PDRB, selama tiga tahun (2003-2005) hanya terjadi sedikit pergeseran. Sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran kontribusinya terhadap PDRD menurun, meskipun penurunannya tidak terlalu besar. Sektor yang mengalami kenaikan dalam kotribusinya terhadap PDRB Kota Batam adalah sektor Pengangkutan dan Komunikasi serta Jasa Keuangan, meskipun persentase kenaikannya juga cukup kecil. Sektor Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan mengalami penurunan, meskipun juga sangat kecil. Mengamati kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB Kota Batam, terlihat bahwa hampir tidak ada perubahan dalam tiga tahun tersebut. Sektor Industri Pengolahan tetap dominan, meskipun kontribusinya sedikit menurun.

Tabel 5.2

Distribusi PDRB Kota Batam Tahun 2003-2005 Menurut Sektor Ekonomi, Atas Harga Konstan Tahun 2000 (%)

Sektor 2003 2004 2005

Pertanian, peternakan, kehutanan dan

perikanan 1,45 1,45 1,44

Pertambangan dan penggalian 0,33 0,32 0,31

Industri pengolahan 63,23 63,30 63,13

Listrik, gas dan air bersih 0,26 0,23 0,27

Bangunan 2,09 2,09 2,09

Perdagangan, hotel dan restoran 23,10 22,83 22,80

Pengangkutan dan komunikasi 2,68 2,86 3,06

Keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan 5,52 5,55 5,58

Jasa-jasa 1,34 1,34 1,33

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Jika dilihat PDRB per kapita dan pendapatan per kapita Kota Batam, antara tahun 2001-2005 terjadi fluktuasi. Antara tahun 2004-2005 terjadi penurunan PDRB per kapita sebesar 4,69 persen, demikian juga dengan pendapatan per kapita, turun sebesar 4,69 persen (Pemerintah Kota Batam, 2006a: 30). Jika dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk, tampaknya pertumbuhan ekonomi di Kota Batam tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan turunnya pendapatan perkapita, secara umum antara tahun 2000-200530.

5.2. Pendapatan Rumah Tangga dan Pendapatan per Kapita

Pendapatan rumah tangga dilihat untuk tingkat kelurahan/kawasan, berdasarkan survei di tingkat rumah tangga di Kelurahan Karas. Pendapatan rumah tangga ini dihitung berdasarkan penjumlahan pendapatan yang dihasilkan oleh setiap anggota rumah tangga yang bekerja (menghasilkan pendapatan) dari berbagai kegiatan di sektor perikanan dan non-perikanan, baik untuk pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan (jika ada anggota rumah tangga yang melakukan lebih dari satu macam pekerjaan). Pendapatan ini merupakan pendapatan bersih, misalnya untuk yang bekerja sebagai nelayan, merupakan penghasilan sesudah dikurangi dengan biaya-biaya untuk keperluan melaut.

Data pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga per bulan di Kelurahan Karas berkisar antara 38 ribu rupiah sampai dengan 9 juta rupiah. Keadaan ini menunjukkan kesenjangan yang sangat besar dan sangat berkaitan dengan status pekerjaan yang dilakukan. Meskipun lebih dari 80 persen penduduk yang bekerja, berusaha di sektor perikanan tangkap, tetapi status mereka sangat bervariasi, mulai dari nelayan buruh (bagi hasil) yang tidak memiliki modal (perahu, alat tangkap), sampai kepada pedagang pengumpul

30 Penduduk Kota Batam pada tahun 2000 berjumlah 437.358 orang dan menjadi 685.787 orang pada tahun 2005, pertambahan sebesar lebih dari 56 persen (lihat Tabel 5.1).

atau tauke yang merupakan ’juragan’ dengan banyak anak buah (buruh) selain juga mempunyai peran ganda sebagai pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul ini biasanya memasarkan hasil-hasil tangkapannya, juga tangkapan anak buahnya sampai Ke Batam dan Tanjung Pinang. Karena itu mereka juga memiliki pendapatan yang cukup tinggi. Namun, hanya ada satu (1) rumah tangga yang memiliki pendapatan lebih dari 9 juta rupiah/bulan dan demikian juga, hanya satu rumah tangga yang mempunyai pendapatan terendah, sebesar 38 ribu rupiah/bulan.

Tabel 5.3

Statistik Pendapatan Rumah Tangga per Bulan, Kelurahan Karas, Tahun 2007

Statistik pendapatan Besar pendapatan (Rp.)

Per kapita 249.680

Rata-rata rumah tangga 1.048.565

Median RT 616.670

Minimum 38.330 Maksimum 9.160.000

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2007.

Pendapatan per kapita anggota rumah tangga di Kelurahan Karas, sebesar Rp 249.680,-. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004, garis kemiskinan untuk Kota Batam adalah Rp. 238.828,-/kapita/bulan (Badan Pusat Statistik, 2004a: Tabel 1,1). Berdasarkan standar Kota Batam tahun 2004 ini, pendapatan rata-rata penduduk di Kelurahan Karas masih berada di atas garis kemiskinan untuk Kota Batam31, tetapi kira-kira 67 persen penduduk Kelurahan Karas masuk dalam kategori penduduk miskin. Jika digunakan ukuran dalam pencapaian Millenium Development

31 Data untuk tahun 2007 tidak tersedia. Dengan perubahan harga-harga, kemungkinan besar bahwa garis kemiskinan untuk tahun 2007 tidak sama dengan tahun 2004 (lebih tinggi).

Goals (MDG), sebesar US $ 1/hari/kapita32 (Government of Indonesia, 2004), atau kurang lebih Rp 270.000,-/bulan/kapita, pendapatan rata-rata penduduk Kelurahan Karas masih berada di bawahnya, dan akan berada jauh di bawahnya jika digunakan ukuran US $ 2/hari/kapita. Berdasarkan ukuran pencapaian MDG’s US $ 1/kapita/hari ini, kira-kira 71 persen dari penduduk Kelurahan Karas masuk dalam kategori penduduk miskin (Lampiran 5.1). Kondisi kemiskinan ini juga ditunjukkan dari kenyataan bahwa 85 persen rumah tangga sampel menyatakan tidak mempunyai tahungan dan 75 persen menyatakan pernah mengalami kesulitan keuangan dalam setahun terakhir ketika survei dilakukan. Kesulitan keuangan yang paling sering dihadapi adalah untuk penyediaan sarana produksi (37 persen) dan untuk membeli bahan makanan (30 persen).

Berdasarkan garis kemiskinan Susenas 2004 di atas, kira-kira 5,1 persen penduduk Kota Batam masuk dalam kategori penduduk miskin (BPS, 2004a: Tabel 1,1). Ini menunjukkan penurunan dari perhitungan data tahun 2000, yaitu kira-kira 13,1 persen penduduk Kota Batam, berdasarkan pengukuran Poverty Head Count (BPS, 2004: 2;), masuk dalam kategori penduduk miskin (BPS, 2004: Tabel 04.2). Untuk Kecamatan Galang, kira-kira 21 persen penduduknya pada tahun 2000 masuk dalam kategori penduduk miskin, Keadaan ini lebih buruk dari kondisi Kota Batam secara keseluruhan (13,1 persen), dan Kecamatan Galang termasuk empat kecamatan (dari 8 kecamatan di Kota Batam) yang memiliki persentase penduduk miskin cukup besar, yakni di atas 20 persen (BPS, 2004: Tabel 04.2). Rata-rata pendapatan rumah tangga/bulan di Kelurahan Karas cukup tinggi, yaitu di atas satu (1) juta rupiah, sedangkan median pendapatan sebesar Rp 616.670,-. Artinya, 50 persen rumah tangga berada di atas dan 50 persen lagi berada di bawah jumlah pendapatan tersebut. Besarnya rata-rata pendapatan rumah tangga tidak selalu dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk, karena

32 Dengan menggunakan ukuran kemiskinan US $ 1/orang/hari, rata-rata 1 bulan 30 hari dan kurs US $ 1 kira-kira Rp 9.000,-, maka cutting point garis kemiskinan (poverty head count) 1 x 30 x Rp 9.000,- = Rp 270.000,-

besarnya perbedaan antara pendapatan terendah dan pendapatan tertinggi di Kelurahan Karas. Untuk mendapatkan gambaran kesejahteraan penduduk dari tingkat pendapatannya, Tabel 5.2 menunjukkan bahwa 42 persen rumah tangga berpendapatan kurang dari Rp 500.000,/bulan. Dengan jumlah anggota rumah tangga rata-rata sebanyak 5 orang (4,6 orang pada Tabel 4.6), maka dengan menggunakan standard MDG’s sebesar US $ 1 saja, rumah tangga ini masih berada dalam kategori rumah tangga miskin33. Demikian juga jika dilihat dari besarnya rata-rata pendapatan rumah tangga sebesar Rp 1.048. 565,- (masih di bawah cutting point, Rp 1.350.000,-), sebagian besar rumah tangga di Kelurahan Karas tergolong miskin. Hanya kira-kira 18 persen rumah tangga di Kelurahan Karas (yang berpendapatan Rp 1.500.000,- dan lebih) yang benar-benar dapat dikategorikan sebagai rumah tangga tidak miskin, berdasarkan pengukuran MDG’s ini (Tabel 5.4).

Tabel 5.4

Distribusi Pendapatan Rata-rata Rumah Tangga per Bulan Menurut Kelompok Pendapatan, Kelurahan Karas, Tahun 2007 (%)

Kelompok pendapatan (Rp) Jumlah (persen)

< 500.000 42,4 500.000 – 999.999 30,3 1.000.000 – 1.499.999 9,1 1.500.000 – 1.999.999 5,1 2.000.000 – 2.499.999 4,1 2.500.000 – 2.999.999 2,0 > 3.000.000 – 3.499.999 2,0 > 3.500.000 5,1 Jumlah (N) 100,0 (99)

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia, 2007.

33 Dengan menggunakan ukuran kemiskinan US $ 1/orang/hari, dengan jumlah anggota rumah tangga 5 orang, rata-rata 1 bulan 30 hari dan kurs US $ 1 kira-kira Rp 9.000,-, maka cutting point untuk ukuran kemiskinan di tingkat rumah tangga adalah sebesar 5 x 1 x 30 x Rp 9.000,- = Rp. 1.350.000,-

5.3. Pendapatan Rumah Tangga Menurut Lapangan Pekerjaan