Revitalisasi PEL bertujuan untuk mengubah paradigma para pihak (stakeholders) sebagai pemangku kepentingan yang terdiri dari pemerintah, swasta, dan masyarakat, terhadap PEL sebagai instrument untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang berbasis sumber daya lokal dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal yang berkelanjutan (Adi 2012).
TJSP menjadi tuntutan yang tak terelakkan seiring dengan bermunculannya tuntutan komunitas terhadap perusahaan. Perusahaan sadar bahwa keberhasilannya dalam mencapai tujuannya bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal saja melainkan juga faktor komunitas yang berada disekelilingnya. Ini artinya, telah terjadi pergeseran antara perusahaan dengan komunitas. Perusahaan yang semula memposisikan diri sebagai pemberi donasi melalui kegiatan charity
dan philanthropy, kini memposisikan komunitas sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan sebuah perusahaan. Yentifa (2008) menjelaskan, penerapan program CSR atau TJSP seharusnya tidak hanya bergerak dalam aspek
philantropy, melainkan harus merambat naik ke tingkat pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal dan harus merupakan salah satu bagian kebijakan dari pihak manajemen perusahaan.
Kontribusi PT NNT dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Sekongkang sangat besar, terutaman melalui program TJSP. Kesejahteraan dan kemandirian merupakan bagian dari prinsip dasar pengembangan masyarakat PT NNT. Renstra pengembangan masyarakat PT NNT tahun 2009 – 2013 menjelaskan bahwa kesejahteraan adalah pengembangan masyarakat yang tidak semata-mata berorientasi pada peningkatan ekonomi semata, tetapi juga harus diimbangi dengan peningkatan yang lain, khususnya kualitas kesehatan, pendidikan, dan rasa aman. Sedangkan kemandirian bahwa, pengembangan masyarakat diutamakan untuk memacu tumbuhnya kapasitas yang tangguh dari masyarakat untuk mampu mengelola dan mengembangkan sumberdaya yang dimiliki, agar tidak banyak tergantung pada pihak lain.
Keterkaitan antara waktu pra tambang, produksi tambang, dan pasca tambang dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Hubungan waktu kegiatan pertambangan dan kemandirian Sekongkang pada masa sebelum tambang tergolong daerah yang terisolir. Tidak ada sarana transportasi, pendidikan, dan kesehatan. Sektor peranian yang menjadi tumpuan hidup masyarakat tidak didukung oleh fasilitas. Masyarakat menerapkan pertanian tradisional dengan bergantung pada curah hujan. Produktifitas pertanian sangat rendah, bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sinoel (2005) menjelaskan, Kehidupan masyarakat di Kecamatan Sekongkang hingga menjelang dasawarsa 1990-an masih memprihatinkan dan menghadapi berbagai kesulitan. Sektor pertanian yang diharapkan bisa menopang hidup para petani belum mencukupi, karena lahan pertanian hanya bisa ditanami satu kali setahun dengan sistem gogo rancah karena belum adanya sarana irigasi. Hasil pertanian masih sangat sedikit, dan tak jarang pula mengalami gagal panen kibat kekurangan air.
Keberadaan perusahaan tambang tembaga dan emas PT NNT yang mengawali aktifitas eksplorasi di Kecamatan Sekongkang pada tahun 1986 dan kemudian dilanjutkan dengan aktifitas produksi pada tanggal 1 Maret 2000, serta terbentuknya Kabupaten Sumbawa Barat tanggal 20 November 2004 telah banyak mempengaruhi sendi kehidupan masyarakat. Geliat pembangunan di segala bidang, terutama di bidang transportasi dan komunikasi telah mebuka Sekongkang dari "keterisoliran" dan kini menjadi bagian dari kawasan strategis industri pertambangan Batu Hijau. Kepala Desa Sekongkang Atas menjelaskan:
Sekongkang saat ini berbeda jauh dengan Sekongkang dulu. Gairah ekonomi masyarakat terlihat nyata. Denyut ekonomi telah memicu pergerakan ke arah pertumbuhan dan perkembangan pada berbagai aspek kehidupan yang mendasar, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pertanian, serta usaha kecil dan menengah. Semuanya tidak lepas dari peran PT NNT melalui program TJSP -nya."
Dampak TJSP PT NNT terhadap kemandirian masyarakat Sekongkang pasca tambang dapat diketahui dengan menguraikan parameter yang menjabarkan perbandingan antara target yang akan dicapai pada akhir masa tambang dengan hasil yang dicapai saat ini. Arifin (2010) menyebutkan, kemandirian ekonomi
waktu kemandirian
Pra Tambang Produksi Tambang Pasca Tambang
2000 2014 2037
Sejauh mana capaian kemandirian
Perancangan Kebijakan
sangat dipengaruhi oleh input yang diberikan, proses yang terjadi dan output yang dihasilkan. Input ekonomi dapat berupa sarana prasarana dan kelembagaan; proses dapat berupa usaha ekonomi dan output dapat berupa pasar (Lihat Gambar 17), dijadikan parameter utama dalam mengukut kemandirian ekonomi lokal masyarakat Sekongkang.
Gambar 17. Parameter kemandirian ekonomi lokal
Hasil penilaian indikator parameter kemandirian ekonomi lokal yang diperoleh dari hasil FGD disajikan Lampiran 6.
Lampiran 6 menjelaskan bahwa, sarana prasarana mendapat nilai 72,19 dengan predikat "baik", yang menunjukkan bahwa ketersediaan sarana prasarana ekonomi lokal (bidang pertanian dan pariwisata) saat ini telah memberi dampak "baik" dalam mewujudkan kemandirian masyarakat Sekongkang menyongsong pasca tambang, meskipun fasilitas dasar pendukung pariwisata masih "kurang baik" dan perlunya pembangunan tiga bendungan/embung di Senyur, Lemar Lempo dan Talonang Baru. Pengembangan usaha ekonomi produktif mendapat nilai 55,71 dengan predikat "cukup baik", yang menunjukkan bahwa pengembangan usaha produktif saat ini memberi dampak "cukup baik" terhadap kemandirian masyarakat Sekongkang menyongsong pasca tambang. Program yang perlu mendapatkan perhatian adalah pengembangan ekonomi berbasis pariwisata, promosi pariwisata, dan pengembangan program agroindustri dan agrobisnis.
Penguatan kelembagaan mendapat nilai 35,00 dengan predikat "kurang baik", sedangkan pengembangan pasar mendapat nilai 40,00 dengan predikat "cukup baik". Hal ini menunjukkan bahwa penguatan kelembagaan dan pengembangan pasar saat ini memberi dampak "kurang baik" dalam mewujudkan kemandirian masyarakat Sekongkang menyongsong pasca tambang.
Secara keseluruhan (ketersediaan sarana prasarana, pengembangan usaha produktif, penguatan kelembagaan, dan pengembangan pasar) mendapat nilai 50,13 dengan predikat "cukup baik", artinya TJSP PT NNT saat ini memberi dampak "cukup" dalam mewujudkan kemandirian ekonomi (di bidang pertanian dan pariwisata) masyarakat Sekongkang menyongsong pasca tambang.
Kriteria "cukup baik" atas dampak TJSP PT NNT dalam meningkatkan kemandirian ekonomi lokal (pertanian dan pariwisata) disertai dengan catatan sebagai berikut: Sarana Prasarana Usaha Ekonomi Lokal Pasar Kelembagaan
1. Pembangunan infrastruktur pertanian merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam mendorong kemandirian masyarakat Sekongkang di bidang pertanian menyongsong pasca tambang.
2. Ketersediaan infrastruktur pertanian telah mampu meningkatkan produktifitas pertanian, namun untuk mendorong kemandirian masyarakat Sekongkang menyongsong pasca tambang perlu dikembangkan agroindustri dan agrobisnis yang berkelanjutan (sustainable).
3. Penguatan kelembagaan masyarakat masih memerlukan perhatian serius dalam program TJSP PT NNT, agar profesional dan produktif.
4. Penguatan jaringan pasar masyarakat dalam TJSP PT NNT perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak tergantung pada PT NNT.
5. Program pariwisata perlu mendapatkan perhatian khusus dalam TJSP PT NNT guna mewujudkan Sekongkang sebagai destinasi wisata unggul (tambang, bahari dan budaya).
Yentifa (2008) menjelaskan, implementasi program CSR atau TJSP hendaknya menjadi instrumen penting bagi pemgembangan ekonomi lokal dilakukan dalam bentuk: (1) bantuan modal; (2) bantuan pengembangan prasarana; (3) bantuan pendampingan; (4) penguatan kelembagaan; dan (5) penguatan kemitraan usaha. Bantuan modal dilakukan dengan tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat, menciptakan sistem yang kondusif bagi usaha mikro kecil dan menengah untuk mendapatkan akses ke lembaga keuangan, serta skema penggunaan atau kebijakan pengelolaan modal tidak terjebak pada perekonomian subsisten.