• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kematian Zulfikar Ali Bhutto

Dalam dokumen POLITIK BENAZIR BHUTTO (Halaman 43-47)

BAB III. BENAZIR BHUTTO DALAM KANCAH POLITIK

A. 1. Kematian Zulfikar Ali Bhutto

Dinasti politik keluarga Bhutto dibangun oleh Zulfikar Ali Bhutto. Dia lahir di wilayah Larkana (waktu itu masih di bawah kekuasaan inggris dan kemudian menjadi wilayah Provinsi Sindh di bawah Pakistan) pada 5 Januari 1928. ayahnya bernama Shah Nawaz Bhutto seorang tuan tanah yang kaya raya.

Pada 1947, Ali Bhutto dikirim untuk menempuh pendidikan tinggi di University Southern California, kemudian kuliah di Universitas Barkeley, California, dan pada tahun 1949 meraih gelar sarjana ilmu politik. Selama di Berkeley, Ali Bhutto tertarik untuk mempelajari teori sosialisme dan memberikan kuliah tentang kesempatan sosialisme di dunia Islam. Pada 1950, Zulfikar belajar hukum di The Christ Church, Oxford Inggris. Ali Bhutto kemudian menikah dengan Begum Nusrat Ispahani, merupakan istri keduanya setelah bercerai dari Shireen Amir Begum. Dari Ispahani, Ali Bhutto mendapat seorang anak perempuan yang kelak menjadi penerusnya yaitu Benazir Bhutto. Sekembalinya di Pakistan, Ali Bhutto mengajar di Sindh Muslim College.

Karir politik Ali Bhutto dimulai pada tahun 1957 ketika menjadi anggota termuda delegasi Pakistan yang dikirim ke PBB. Ali Bhutto berbicara di komite keenam PBB tentang Agresi dan menjadi pemimpin delegasi Pakistan ke Konferensi PBB tentang

Aturan Kelautan 1958. di tahun yang sama Ali Bhutto menjadi menteri termuda dalam kabinet Presiden Muhammad Ayub Khan. Dia menjadi orang kepercayaan Ayub Khan, walaupun usianya masih muda.

Ali Bhutto kemudian ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri. Dia mengubah arah kebijakan luar negeri Pakistan yang sebelumnya pro-Barat. Ali Bhutto sering mengkritik kebijakan AS di wilayah itu. Dia menjalankan politik luar negeri yang merdeka dari pengaruh AS. Sebagai sandarannya, Ali Bhutto menjalin hubungan yang sangat baik dengan Cina. Ali Bhutto bahkan terkenal karena sikapnya yang keras terhadap India. 61

Ketika terjadi pergolakan hebat di Kashmir dan India, dia mengirimkan pasukan besar ke wilayah itu. Ali Bhutto mengobarkan semboyan perang dengan berbicara pedas terhadap India dalam Sedang Dewan Keamanan PBB. Ali Bhutto menuding India melakukan agresi dan menyatakan, “kami akan berperang selama seribu tahun!” lalu Ali Bhutto merobek-robek berkas DK PBB dan beranjak dari hadapan sidang. Akibatnya, Pakistan dan Indoia terlibat dalam peperangan hebat yang mengkhawatirkan bagi AS, Inggris, dan Uni Soviet. Perang baru mereda setelah PBB turun tangan.

Ali Bhutto kemudian mendampingi Presiden Ayub Khan dalam negoisasi dengan India. Negoisasi itu menyepakati bahwa masing-masing negara mundur ke garis batas sebelum perang. Perjanjian damai itu tidak disambut baik oleh Ali Bhutto dan sebagaian besar rakyat Pakistan. Karena kritiknya terhadap Ayub Khan, Ali Bhutto mulai disisihkan dan akhirnya dia menjadi tokoh oposisi terhadap pemerintahan Ayub Khan. Setelah mundur dari kabinet, Ali Bhutto mendirikan Partai Rakyat Pakistan yang mendapat dukungan besar dari rakyat. Partai ini pula yang kermudian rajin melakukan demonstrasi sehingga Ayub Khan kemudian mengundurkan diri dari jabatannya.

61

Tongkat kepemimpinan Pakistan diserahkan kepada Jenderal Yahya Khan yang kemudian menggelar pemilu pada 7 Desember 1970. Dalam pemilu itu Partai Rakyat Pakistan meneng telak di wilayah Pakistan Barat, sementara di Pakistan Timur, Liga Awami pimpinan Sheikh Mujibir Rahman meraih suara terbanyak. Liga Awami menolak tawaran Ali Bhutto untuk berkoalisi dan malah membentuk Dewan Nasional yang kemudian lahirnya negara Bangladesh. Atas intervensi India, kekuatan tentara Pakistan di wilayah timur dikalahkan, dan negara Bangladesh pun lahir.62

Ali Bhutto menyalahkan kebijakan Yahya Khan atas kemerdekaan Bangladesh. Tekanan rakyat terhadap pemerintah pun semakin keras. Akhirnya Yahya mengundurkan diri dan menyerahkan tongkat kepemimpinan Pakistan kepada Zulfikar Ali Bhutto. Di masa kepemimpinannya, Pakistan tidak menjadi lebih damai. Langkah politik dan kebijakannya banyak yang kontroversial. Dia melakukan perjanjian damai dengan India untuk membebaskan 93.000 tawanan perang Pakistan di India. Dalam perjanjian itu Ali Bhutto dianggap terlalu banyak memberi konsesi kepada India. Di sektor bisnis, Ali Bhutto dianggap meresahkan karena menasionalisasi perusahaan industri barat. Dia juga dianggap berkhianat karena mengakui keberadaan negara Bangladesh.

Ketika situasi semakin tidak menentu, Ali Bhutto dituduh menghilangkan nyawa lawan-lawan politiknya. Situasi Pakistan semakin tegang, lalu dia menunjuk Jederal Zia ul-Haq untuk menjadi panglima angkatan bersenjata. Ali Bhutto juga mulai menetapkan kebijakan mengembangkan senjata nuklir. Penolakkan atas kepemimpinan Ali Bhutto semakin kuat.

Pada bulan Juli 1977 Zia ul-Haq mengambil alih kekuasaan dari Zulfikar Ali Bhutto dengan cara mengkudeta. Kudeta yang dilakukan Zia pada tahun 1977, ditanggapi

62

dengan berbagai macam sikap oleh rakyat Pakistan di satu sisi kekhawatiran terhadap tindakkan “pembedahan” politik yang dilakukan militer dan harapan bahwa militer tidak akan lama menguasai pemerintahan.

Zia bersumpah bahwa dia akan mengembalikan pemerintahan ke sipil di tangan wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat setelah negara dalam keadaan aman dan akan menyelenggarakan pemilu yang fair yang akan diselenggarakan pada bulan Oktober 1977.63

Namun, kenyataannya Zia tidak memenuhi janjinya tersebut, malahan sebaliknya dia berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dan memperluas tujuan-tujuan politiknya demi menguasai sepenuhnya kehidupan politik Pakistan. Ia menguasai kehidupan politik, berusaha menarik dukungan dari berbagai kelompok agar kekuasaannya dapat dipertahankan diantaranya dari unsur militer, birokrasi, tuan tanah, dan unsur-unsur religius.

Zia tidak hanya mempertimbangkan militer sebagai pilar utama dan fundamental bagi rezimnya, tetapi dia memberikan militer suatu posisi yang sangat penting dalam konstitusi sebagai pemegang tertinggi integritas negara. Dengan pembatalan pemilu yang dijanjikan oleh Zia pada tanggal 18 Oktober 1977, telah memperbesar kekuasaan militer dalam kehidupan politik Pakistan.

Kediktatoran Zia ul-Haq sangat terlihat jelas saat dia menghukum gantung Zulfikar Ali Bhutto dan memenjarakan lawan-lawan politiknya termasuk Benazir Bhutto dan keluarganya. Kematian sang ayah dan kerasnya tekanan rezim berkuasa terhadap diri Benazir tidaklah membuat takut akan perlawanannya terhadap pemerintahan. Hal ini

63

Veena Kukreja, “Military Politics in Pakistan: Ten Years of Zia’s Rule, Strategic Analysis”, Agustus 1988, h. 427-428.

justru dijadikan fundamen bagi titik balik kehidupan Benazir untuk mulai tertarik dan terlibat dalam kancah politik Pakistan dengan menjadi oposisi untuk menentang pemerintahan Zia ul-Haq yang dianggap telah memporak-porandakan kehidupan demokrasi di Pakistan.

Dalam dokumen POLITIK BENAZIR BHUTTO (Halaman 43-47)